NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta

Episode.1

Pyar

Terdengar pecahan piring yang berserakan di atas lantai. Dengan sengaja Raka melempar piring-piring itu dari atas meja makan.

"Kamu bisa masak atau tidak sih?" Raka melangkah mendekati istrinya. Emosinya menggebu-gebu seolah tidak bisa terkontrol.

"Maaf, Mas. Tapi aku sudah berusaha menjadi istri yang baik. Aku sudah memasak apa yang kamu minta," Raisa menunduk takut dengan tubuhnya yang tampak gemetar.

Plak plak

Raka menampar kedua pipi istrinya. Entah kenapa dia sangat membenci istrinya itu. Baginya, dari awal pernikahan mereka itu salah. Dia juga mengira kalau istrinya mau menikah dengannya hanya karena harta.

Raisa hanya bisa menangis, dia tidak berani melawan suaminya. Sebenarnya sudah tidak kuat lagi menjalani pernikahan yang tak sehat itu. Setiap hari suaminya selalu menyiksanya. Bahkan sekujur tubuhnya banyak bekas luka yang di buat oleh suaminya. Setelah tiga bulan pernikahan, Raisa memilih sabar karena dia mengira jika suaminya akan berubah. Namun ternyata salah, suaminya semakin terus menyiksanya tanpa henti.

"Dasar istri tak berguna! Setiap hari kerjaannya menangis terus. Ah sudahlah, malas bicara dengan orang sepertimu,'' Raka melangkah pergi meninggakan istrinya yang masih menangis.

Jika bukan karena mengingat wasiat terakhir Kakek Sukmo, pasti Raisa sudah pergi jauh dari kehidupan Raka. Namun dia masih mengingat jelas pesan terakhir yang Kakek Sukmo katakan sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

'Menikahlah dengan cucuku! Dia pria yang baik dan sukses. Kakek percaya jika kamu bisa menjadi pendamping hidup yang baik untuk cucu kakek, Nak.'

Itulah pesan terakhir Kakek Sukmo yang di sampaikan kepada Raisa. Karena Kakek Sukmo yakin jika Raisa itu wanita yang baik. Buktinya Raisa menolongnya saat kecelaakaan itu. Hingga mengantarnya ke rumah sakit. Lagian Kakek Sukmo tidak ingin cucu kesayangannya terus melajang hanya karena belum bisa move on dari masa lalu.

Raisa berjongkok, dia memunguti pecahan piring di atas lantai. Air matanya terus saja menetes. Dia merasa sudah tak kuat lagi menjalani hari-harinya yang begitu berat. Namun dia harus bertahan sebentar lagi. Hingga dia benar-benar terpuruk, mungkin saat itu dia akan pergi demi meraih kebahagiaannya. Atau mungkin dia akan tetap disisi suaminya untuk selamanya, itu bagaimana nanti. Jika Raisa mampu bersabar mungkin suatu saat suaminya bisa menerimanya.

Raisa sudah menyapu dan mengepel lantai yang tadi banyak tercecer pecahan piring. Sayang sekali semua masakannya terbuang begitu saja. Padahal dia sama sekali belum menyantapnya. Terpaksa Raisa memasak mi instan untuk mengganjal perutnya.

Walaupun hanya sekedar mi instan, namun Raisa memakan dengan lahap. Jujur saja dia sangat lapar.

Dari kejauhan terlihat seorang pemuda yang sedang memperhatikan Raisa. Dia Aldo yang merupakan sopir pribadi suaminya. Sejak pertama kali memasuki rumah itu, Aldo sudah menaruh hati kepada Raisa. Terkadang dia mencuri pandang memperhatikan Raisa saat sedang sendirian.

..............

Raka sedang berada di salah satu cafe terkenal di kotanya. Dia berkumpul dengan teman-temannya. Lagian jika berada di rumah terus membosankan, apalagi jika selalu melihat Raisa di rumahnya.

''Bro, tau nggak kemarin gue ketemu sama teman SMA kita dulu loh. Alina si primadona sekolah,'' ucap Doni memberitahu.

Mendengar nama Alina, seketika Raka jadi penasaran.

''Dimana Alina? Lo lihat dia dimana?'' tanya Raka.

''Ah sang mantan rupanya belum bisa move on nih,'' ledek Gio, yang sedang menyimak pembicaraan mereka.

''So tau lo,'' Raka memukul pelan bahu Gio.

''Sepertinya Alina juga masih jomblo loh, karena kemarin itu dia nanyain lo,'' ucap Doni sambil menatap Raka.

Ada perasaan bahagia di hati Raka saat mendengar kabar jika Alina telah kembali. Dia jadi ingin bertemu langsung dengan Alina.

''Masa sih nanyain gue?''

''Benar, Ka. Lo pepet lagi gih, lagian lo juga belum nikah,'' ucap Doni.

Semua teman-teman Raka memang tidak tahu jika sebenarnya Raka sudah menikah. Karena dulu pernikahan Raka sangat tertutup. Mungkin mereka tahu sosok Raisa yang tinggal di rumah Raka. Namun mereka hanya tahu jika Raisa itu pembantu di rumah itu. Karena Raka yang selalu bercerita jika Raisa itu hanya pembantu. Padahal jika di lihat-lihat Raisa cukup cantik, dan tak pantas jika hanya sekedar menjadi pembantu.

Raka dan teman-temannya mmasih mengobrol. Tiba-tiba perkataan Doni membuat mereka menghentikan obrolannya.

''Itu Alina,'' Doni menunjuk seorang wanita cantik yang sedang memasuki cafe. Dia Alina yang tak lain mantan kekasih Raka.

''Panjang umur dia, baru juga di omongin, malah nongol disini,'' ujar Gio.

Raka tampak tak berkedip menatap mantan kekasihnya yang terlihat cantik, masih sama seperti dulu. Seutas senyuman terlihat di sudut bibirnya.

''Alina,'' Doni memanggil Alina, dia juga mengangkat satu tangannya, agar Alina tahu dari mana arah suara yang memanggilnya.

Alina menghampiri mereka, dia terlihat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman sekolahnya dulu.

''Lama tak berjumpa. Bagaimana kabar kalian?''

''Kami baik-baik saja, tapi tidak dengan dia,'' ucap Doni sambil menunjuk Raka.

''Memangnya kenapa dengan Raka?'' Alina menarik kursi yang ada di samping Raka, lalu dia duduk disana.

"Gagal move on dia,'' ucap Doni, lalu teman-temannya menertawakannya.

Raka menonjok dada sahabatnya itu dengan pelan.

''Lo apa-apaan sih,'' Raka sedikit merasa malu karena sahabatnya berbicara seperti itu di depan Alina.

''Kalau begitu sama dong, Lina juga gagal move on,'' kata Alina, sambil menatap Raka.

Raka seperti mendapat kode keras dari Alina.  Jadi selama ini Alina juga belum bisa melupakannya. Itu berarti masih ada kesempatan untuk dia mengajaknya balikan. Tapi sayang, sekarang dia sudah menikah dengan Raisa. Dan dia harus menyembunyikan pernikahannya itu agar Alina tidak tahu.

''Boleh minta nomor ponsel?'' Raka bertanya kepada Alina.

''Boleh sekali,'' Alina mengambil ponsel milik Raka, lalu dia memasukan nomor ponselnya.

Doni dan yang lainnya saling pandang, saling berbisik satu sama lain. Mereka sepakat untuk pergi dari sana, membiarkan Raka dan Alina mengobrol berdua.

''Bro, kita cabut dulu ya. Lo ngombrol aja berdua disini,'' Doni menepuk pelan bahu sahabatnya itu, lalu dia dan yang lainnya berpamitan untuk pergi.

Kini tinggal dia dan Alina yang berada disana. Sejenak Raka memandang wajah cantik wanita yang dia rindukan selama ini.

''Lina, kenapa saat itu kamu tiba-tiba memutuskan hubungan kita, dan kamu pergi begitu saja?''

Alina memegang satu tangan Raka, dia mulai mengutarakan isi hatinya.

''Maaf, Ka. Dulu aku pergi begitu saja karena aku takut kamu tidak menerimaku lagi saat tahu usaha orang tuaku bangkrut. Tapi sekarang kondisi perekonomian keluargaku sudah membaik, jadi aku berani kembali ke kota ini.''

''Kenapa tidak bicara yang sejujurnya denganku?"

''Maafkan Lina ya,'' Alina memeluk Raka yang duduk di sampingnya.

Raka merasakan kehangatan yang sudah lama dia rindukan. Perlahan-lahan Dia mengusap rambut panjang Alina. Tercium aroma yang begitu harum, dan bau parfum itu masih sama seperti dulu.

''Aku senang karena kita kembali di pertemukan. I love you, Alina,'' ucap Raka sambil berbisik di telinga Alina.

''I love you too, Raka.''

Terlihat pancaran senyum kebahagiaan dari wajah mereka.

Episode.2

Kebetulan saat ini Raisa sedang mengelap perabot yang ada di ruang depan. Raisa menoleh ke samping, dia melihat mertuanya yang baru datang. Dia menaruh lap itu ke atas meja, lalu mendekati mertuanya untuk menyapanya.

''Selamat pagi, Nyonya.'' ucap Raisa, sambil mengulurkan tangannya mengajaknya untuk bersalaman.

Bu Sandra sama sekali tidak menyentuh tangan itu.

''Kamu pikir saya mau menjabat tanganmu?"

''Maaf, '' Raisa langsung menurunkan tangannya.

''Lagian tangan kamu itu kotor, dan saya tidak mau berjabat tangan dengan kamu yang dekil. Ih nanti saya malah ketularan,'' Bu Sandra berekspresi jijik di depan menantunya.

Raisa menunduk, dia tak berani mengatakan apa pun lagi. Dia tidak mau mertuanya tersinggung, apalagi marah kepadanya.

''Ngapain masih disini? Cepat buatkan saya minum!'' pintanya.

''Baik, Nyonya.'' Raisa buru-buru pergi ke dapur untuk membuatkan minum.

Walaupun status Raisa itu istri dari anak Bu Sandra, namun dia menganggap Bu Sandra itu seperti majikannya sendiri. Itu permintaan Bu Sandra sendiri yang tidak mau dipanggil Ibu atau pun mamah. Bu Sandra tidak menganggap Raisa sebagai menantunya, karena menurutnya tidak level.

Raisa membuatkan lemon tea hangat untuk Bu Sandra. Tak butuh waktu lama untuk dia berkutat di dapur. Kini dia sudah kembali menghampiri Bu Sandra.

''Silakan diminum!'' Raisa menaruh satu gelas lemon tea ke atas meja depan Bu Sandra.

Raisa masih berdiri di tempatnya. Dia menunggu Bu Sandra yang menyuruhnya pergi, barulah dia pergi dari sana.

Bu Sandra menyeruput lemon tea itu dengan gaya anggunnya.

''Dimana Raka?'' tanya Bu Sandra, sambil menaruh kembali gelas itu ke atas meja.

''Tadi Tuan Raka baru pergi ke kantor,'' jawabnya.

''Oh iya, sekarang kamu pergilah! Saya malas melihat kamu ada di hadapan saya,'' capnya.

''Baik, Nyonya.'' Raisa melangkah pergi dari sana. Dia akan melanjutkan pekerjaannya lagi.

Setelah selesai mengelap, Raisa membersihkan setiap kamar yang ada di rumah itu. Memang cukup melelahkan pekerjaana yang harus dia lakukan Namun bagaimana lagi, dia harus menuruti perintah dari suaminya. Lagian dia juga harus sedikit membantu pekerjaaan pembantu yang ada di rumah itu, biar mereka tidak terlalu kelelahan.

Raisa menghampiri Bi Surti yang berada di belakang rumah. Bi Surti sedang menyapu di taman belakang, sambil mengobrol dengan Aldo. Kebetulan hari ini Aldo tidak mengantar Raka pergi ke kantor.

''Wah sepertinya kalian lagi asyik nih,'' ucap Raisa yang sudah berada di dekat mereka.

''Iya nih, Non. Kami sedang mengobrol,'' ucap Bi Surti.

''Bi, jangan panggil saya dengan sebutan itu. Karena derajat saya di rumah ini sama dengan kalian,'' ucap Raisa.

''Tidak, Non. Non Raisa itu istri dari Tuan Raka, berarti Non Raisa itu majikan kita.''

''Terserah deh, namun yang pasti jangan anggap aku spesial. Anggap saja aku ini seperti rekan kerja kalian.''

''Baik, Non.'' ucap Bi Surti.

Raisa ikut mengobrol dengan mereka. Namun saat sedang asyik-asyiknya mengobrol, tiba-tiba Bi Surti merasakan sakit di dadanya.

Raisa menatap Bi Surti yang sedang memegangi dadanya.

''Bi, Bibi kenapa?'' tanya Raisa.

''Dada Bibi sedikit sesak,'' ucapnya.

''Lebih baik Bibi istirahat saja ya. Biar aku yang melanjutkan pekerjaan Bibi,'' Raisa memegangi tangan Bi Surti.

''Terima kasih, Non. Non Raisa memang selalu baik sama saya.''

''Sama-sama, Bi. Ayo aku antar masuk ke dalam!''

Bi Surti menaruh sapu lidi yang sedang di pegang. Lalu masuk ke dalam rumah di antar oleh Raisa.

Raisa yang sudah mengantar Bi Surti, tak langsung kembali ke taman belakang. Melainkan dia membuatkan teh hangat dulu untuk Bi Surti. Setelah itu barulah dia pergi ke taman.

Saat Raisa kembali ke taman, ternyata Aldo masih disana.

''Non, biar saya saja ya yang menyapu. Non Raisa istirahat saja.''

''Tidak usah, Kak Aldo. Lebih baik Kak Aldo saja yang istirahat.''

''Tidak mau, Non. Saya menemani Non Raisa saja disini.''

''Terserah kakak saja,'' Raisa tersenyum menatap Aldo, lalu dia fokus menyapu.

Sesekali Aldo mengajak Raisa untuk mengobrol, dan Raisa menanggapinya.

Dari arah pintu belakang rumah, terlihat Bu Sandra yang sedang berdiri sambil menyunggingkan senyumannya. Kebetulan Bu Sandra hendak pergi ke taman belakang untuk menghirup udara segar, namun malah melihat Raisa yang sedang mengobrol akrab dengan Aldo. Bu Sandra tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Bu Sandra langsung memfoto mereka, lalu mengirimkan foto itu kepada anaknya.

'Semoga saja dengan melihat foto ini, secepatnya Raka menceraikan Raisa,' batin Bu Sandra.

Bu Sandra tahu jika putranya itu sebenarnya tidak mencintai Raisa, namun sampai sekarang putranya belum juga melepas Raisa dari hidupnya. Dan itu yang membuat Bu Sandra sendiri bingung.

Episode.3

Raka baru pulang ke rumah. Terlihat dari sorot matanya menajam, menandakan jika saat ini dia sedang menahan amarah. Setelah ibunya mengirimkan foto istrinya bersama dengan Aldo, seketika dia sangat marah. Raka marah bukan karena cemburu, namun karena dia tak suka jika diselingkuhi. Tidak ada sejarahnya seorang Raka diselingkuhi oleh seorang wanita. Karena itu belum pernah dia alami sebelumnya.

Raka berteriak memanggil istrinya.

"Raisa ... Raisa ... "teriakannya begitu menggema di ruangan itu.

Raisa yang berada di belakang, dia langsung pergi ke sumber suara.

"Ada apa, Tuan?" Raisa berlari kecil menghampiri suaminya yang sedang berdiri di ruang keluarga.

Raka mengambil ponsel, lalu dia memperlihatkan foto yang di kirimkan oleh ibunya.

"Apa-apaan ini? Kamu berani berselingkuh di belakangku?" tanya Raka.

Raisa masih terdiam memperhatikan foto yang di perlihatkan oleh suaminya. Entah siapa yang mengirimkan foto itu, namun yang pasti orang itu menginginkan hubungan Raisa dan Raka retak.

"Tidak, Tuan. Saya tidak berselingkuh."

"Tidak usah mengelak! Jelas-jelas ini foto kamu bersama dengan Aldo," Raka meraih tangan istrinya. Dia meremasnya kuat. Bahkan dengan teganya dia membiarkan kuku jarinya meninggalkan bekas luka di tangan istrinya. Raka mendorong istrinya sehingga terjatuh ke atas lantai.

"Aww ... "pekik Raisa karena merasakan sakit. Bukan hanya fisiknya saja yang sakit, namun hatinya juga sakit. Dia tak menyangka semakin hari suaminya semakin kejam.

Raisa memejamkan kedua matanya, menghirup napasnya dalam-dalam. Detik itu juga dia bangkit dari lantai dengan mengumpulkan sedikit keberaniannya.

"Aku tidak terima di perlakukan seperti ini terus sama kamu, Tuan Raka yang terhormat. Aku istrimu, aku bukanlah hewan yang bisa kamu banting, kamu pukul, kamu tampar semaumu," dengan tubuh yang sedikit gemetar, Raisa memberanikan diri melawan suaminya. Sudah cukup sabar selama ini dia hanya diam. Tapi itu bukan berarti dia tak bisa melawan. Karena seseorang mempunyai batas kesabarannya masing-masing. Di tindas sekali dua kali mungkin masih bisa diam, tapi jika berulang-ulang, hati siapa yang tak akan terluka dan kecewa.

"Kamu berani melawanku ha ... " Raka mengangkat tangannya, hendak menampar istrinya. Namun dengan sigap Raisa menahan tangan suaminya sehingga tak mengenai pipinya.

"Biasanya aku diam, tapi tidak untuk kali ini aku tidak bisa diam begitu saja. Apa yang Tuan Raka lakukan sudah kelewat batas. Walaupun aku tidak mau berpisah dengan Tuan Raka karena mengingat wasiat kakek, tidak dengan sekarang. Aku pasrah dan ikhlas jika Tuan Raka menceraikanku detik ini juga. Saya permisi Tuan," Raisa berlari dari hadapan Raka. Dia pergi ke kamarnya lalu menguncinya. Raisa memerosotkan tubuhnya di depan pintu. Dia menangis tanpa mengeluarkan suara. Bukan hal mudah untuk dia berkata seperti itu kepada suaminya.

Rupanya Raka mengikuti istrinya hingga kini dia berada di depan kamar istrinya.

Brak brak

Raka mengetuk pintu kamar itu dengan cukup keras.

"Jangan bermain-main denganku, Raisa. Aku tidak akan pernah melepaskanmu," ucap Raka, lalu dia segera pergi dari sana.

Raka tidak ingin melepaskan istrinya begitu saja. Dia akan membuat istrinya semakin tersiksa berada di sampingnya.

Raisa kembali berdiri saat tubuhnya merasakan hawa dingin. Dia berpindah duduk di pinggiran ranjang. Sangat berat untuk dia berkata seperti tadi kepada suaminya. Karena dia menginginkan menikah hanya sekali seumur hidup. Tapi nyatanya pernikahan yang sekarang dia jalani bukanlah pernikahan yang sehat.

Raisa mengelap sudut matanya yang basah. Bukan saatnya dia bersedih, namun ini awal untuk dia agar sanggup menjalani hari-hari selanjutnya. Untuk ke depannya dia tidak boleh cengeng seperti ini. Karena semakin dia diam, semakin dia di remehkan bahkan di pandang sebelah mata.

..........

..........

Raisa yang baru selesai menyetrika pakaian Raka, dia pergi ke dapur untuk mengambil minum. Namun sedikit heran saat melihat Bi Surti yang sedang membuat banyak minuman.

"Bi, itu untuk siapa saja? Kok banyak sekali?" tanya Raisa.

"Ini untuk teman-teman Tuan Raka."

"Biar saya saja yang mengantar, Bi."

"Wah boleh sekali, Non. Kebetulan Bibi juga ingin ke toilet. Ya sudah, Bibi tinggal dulu ya."

"Iya, Bi."

Bi Surti berlalu pergi dari sana.

Raisa membawa nampan berisi lima gelas orange jus. Saat hendak mendekati pintu menuju ke ruang keluarga, langkahnya terhenti saat mendengar obrolan teman-teman Raka yang menyebutkan seorang kekasih Raka. Raisa tak jadi mengantar minuman. Dia menaruhnya ke atas meja makan. Raisa sedikit mengintip suaminya yang saat ini bersama dengan teman-temannya. Dia menatap satu-satunya wanita yang ada di antara mereka.

'Oh jadi itu kekasihnya Tuan Raka,' batin Raisa.

Raisa tampak menyunggingkan senyumnya. Dia ingin sedikit memberi pelajaran kepada wanita yang sedang bersama suaminya, yang katanya adalah kekasihnya.

Sebelum mengantar minum, Raisa sedikit merapikan penampilannya.

Doni tampak tak berkedip memperhatikan Raisa. Baginya, Raisa itu merupakan pembantu tercantik yang pernah dia lihat.

Sesampainya di dekat mereka, Raisa menyunggingkan senyum manisnya. Sengaja dia sedikit tebar pesona di depan teman-teman suaminya. Dia mau mengetes, di antara mereka ada yang tertarik dengannya atau tidak. Karena jika dekat dengan salah satu dari mereka, Raisa bisa mencari informasi terkait suaminya.

"Silakan minumnya!" Raisa menaruh semua minuman yang dia bawa ke atas meja depan mereka.

"Terima kasih, cantik." Doni dengan sengaja memegang tangan Raisa dan sedikit mengusapnya.

"Sama-sama, Tuan." ucap Raisa dengan suara manja.

Raisa kembali ke dapur untuk menaruh nampan. Tanpa dia sadari, Doni mengikutinya hingga kini sampai ke dapur.

"Hai cantik," Doni berucap dengan nada suara yang lembut.

"Hai juga, Tuan."

"Jangan panggil Tuan! Panggil saja Doni atau kakak."

"Baiklah, saya panggil Kak Doni saja."

Raisa merasa jika Doni tertarik kepadanya, dan itu bisa menjadi kesempatan untuk dia mengorek informasi tentang suaminya.

Obrolan keduanya terhenti saat mendengar teriakan dari arah ruang keluarga.

"Raisa ... Raisa ... " panggil Raka dengan sedikit mengeraskan suaranya.

Raisa langsung pergi ke sumber suara.

"Tuan Raka memanggil saya?" tanya Raisa.

"Kamu kasih apa di minuman Alina? Kenapa rasanya asin sekali?" tanya Raka.

"Masa sih? Perasaan semuanya di kasih gula," Raisa mengelak dengan tuduhan Raka. Padahal sebenarnya memang dia yang sengaja memasukkan garam ke minuman Alina.

"Bro, sudahlah! Tidak usah di marahi, kasihan dia. Lebih baik Alina minum orange jus milikku saja. Tuh kebetulan belum di minum," ucap Doni, yang memang mau membela Raisa.

"Tapi kan tetap saja, dia ... " ucapan Raka terhenti karena Doni memotong perkataannya.

"Raisa, pergilah ke belakang! Kamu ganti saja minuman milik Alina. Biar aku yang bicara dengan Raka," ucap Doni.

"Baik, Kak." Raisa bersorak-sorai dalam hatinya. Kali ini dia memiliki keberanian, terlebih Doni selaku sahabat Raka, malah berada di pihaknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!