NovelToon NovelToon

Bulan Di Balik Awan

bab 1

"Terima kasih karena sudah menjadi pasanganku malam ini."

Awan menarik sudut bibirnya ke atas, hingga membuat wajah pria itu semakin tampan."Tidak masalah, kita teman bukan?"

Bulan tersenyum kecil dengan sedikit kekehan, "benar, kita berteman."

"Kalau begitu kenapa buang-buang waktu."Awan mengulurkan tangannya, gadis cantik bergaun peace setinggi lutut itu tersenyum lebar menyambut tangan Awan.

Mereka bersama melangkah menuju balroom di mana sahabat dan mantan kekasih Bulan menggelar pesta pernikahan. Walau hatinya hancur, karena telah dihianati oleh sahabat sekaligus kekasihnya dalam satu waktu. Bulan tetap tersenyum tegar, ia tak ingin terlihat begitu lemah.

Awan adalah teman Bulan, teman yang baru beberapa hari yang lalu ia temui setelah beberapa tahun berpisah. Awan yang terkejut saat Bulan membawa tas miliknya yang sempat di curi orang, Bulan tak tau jika orang yang tak sengaja ia tabrak itu adalah pencuri.

Bulan bermaksud mengembalikan tas yang jatuh pada pencuri, namun Awan lebih dulu datang dan menghajar si pencuri, salah seorang teman Awan lalu mengiring pencuri itu, sedangkan Awan dan Bulan justru bernostalgia.

Hingga untuk membalas rasa terima kasih, Awan bersedia untuk menjadi pasangan Bulan di pesta pernikahan Amber dan Kriss. Sahabat dan kekasih yang berhianat itu.

Mereka berjalan memasuki lift beriringan. Dengan tujuan balroom di lantai tiga.

"Bul, kita mampir dulu ke kamar 306 yaa." Ucap Awan sambil memencet tombol lantai lima. "Ada barang yang harus ku ambil." Sambung nya lagi.

Bulan mengangguk tanda setuju. Pasalnya, Awan juga ada urusan lain selama acara pernikahan itu berlangsung. Hanya melakukan beberapa transaksi kecil, dan kebetulan tak jauh dari balroom. Jadi sekalian saja, setelah urusan selesai berencana kembali menemani Bulan.

Pintu lift terbuka tepat di lantai lima, mereka berjalan menyusuri lorong hotel yang lalu berhenti tepat di depan sebuah kamar 306.

Awan mengeluarkan kartu akses dari saku jaket sportnya. Lalu mulai membuka nya , pintu terbuka, Awan masuk ke kamar, Bulan memilih berdiri di luar pintu kamar.

"Aku tunggu di sini saja."

Awan menoleh, tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Awan Kembali melangkah semakin dalam ke kamar itu.

Setelah menunggu beberapa saat sambil bersandar pada dinding di samping pintu kamar 306 itu, Awan keluar dengan dengan sebuah tas selempang yang melintang di tubuhnya.

"Ayo."

Mereka melangkahkan kaki dan masuk ke dalam lift. Awan kembali menekan nomor tiga, saat itu,hanya ada mereka berdua dalam keheningan.

Lift berhenti di lantai tiga, dengan segera mereka melangkah keluar. Dan masuk ke dalam balroom, tentu saja setelah Bulan menunjukkan undangan yang mengharuskannya membawa pasangan.

Tepat beberapa langkah setelah masuk ke dalam Bulan di sapa oleh salah satu sahabat pendukung Amber yang tak begitu menyukai Bulan.

"Bulan!" Seru Maggie lantang. Ia mendekat bersama pasangannya dengan angkuh dan bergaya. Bulan menoleh ke samping di mana seruan itu berasal dengan senyum kesal Bulan menatap Maggy.

"Dia pasti hanya ingin mengolok-olok ku." Pikir Bulan, benar saja Maggy memang bermaksud mengolok-olok Bulan.

"Kamu datang juga?" Dengan nada mengejek.

"Tentu saja."

"Ini pacarku, Roby, tampan kan? Dan dia juga salah satu penerus grub DH." Lagak Manggy dengan sombongnya memperkenalkan pacarnya.

Roby menatap Bulan dan menjabat tangan gadis manis nan cantik di hadapannya. Roby tersenyum

"Senang mengenalmu Bulan."

Bulan tersenyum kecil menarik tangannya, namun Roby masih tak ingin melepaskan tangannya.

Maggy yang kesal melihat situasi, memisahkan kedua tangan yang berjabat itu dengan sentakan tangannya.

"Dimana pasanganmu?"ketus Maggy mencoba memukul mental Bulan yang sedari tadi terlihat sendirian sejak ia menyapa.

Bulan menoleh pada Awan yang berjalan mendekat pada nya dengan dua gelas minuman di tangan. Wajah Maggy berubah masam melihat pria tampan yang kini tengah mengulurkan gelas berkaki tinggi kepada Bulan.

"Tampan sekali dia, ah, paling juga kere, nggak punya apa-apa. Nggak mungkin Bulan bisa dekat dengan pria yang setara dengan Kriss." Pikir Maggie picik,

Berbeda dengan Roby, mimik wajahnya berubah melihat Awan. Mulut Roby terbuka hendak berucap, namun tepat saat itu, Hp Awan berdering.

Awan mengambil benda pipih dari saku jaket sport-nya. Awan menempelkan hp ke telinga, pria tampan itu terdiam sejenak, menyimak apa yang lawan bicaranya sampaikan.

"Baiklah!" Awan menutup telepon. Lalu melihat wanita di sebelahnya.

"Aku tak bisa menemanimu lebih lama. Aku harus pergi." Ucapnya.

Awan melirik dua orang asing di depan Bulan, tersenyum tipis dengan tatapan tak suka. Awan lalu menarik lengan Bulan, menjauh dari Maggy dan pacarnya.

Dia mengambil kartu akses miliknya dari saku jaket sport-nya menyerahkan ke tangan Bulan.

"Maaf, jika urusanku sudah selesai aku akan kembali, tapi jika aku tak kunjung kembali kemari sampai akhir acara dan kamu memaafkanku, tunggulah aku di sini." Ujarnya lagi .

"Biarkan Aku mengantarmu pulang nanti."

Bulan melihat kartu akses di tangan nya lalu di sodorkannya kembali kepada Awan.

"Nggak usah. Kamu udah membantuku sejauh ini saja, aku sangat berterima kasih. Aku akan memesan ojek onlin nanti. Selesaikan saja urusan mu." Tolak Bulan halus.

"Apa itu berarti kamu akan marah dan tidak memaafkanku?"

"Kenapa kau berfikir sejauh itu. Kau sudah sangat baik padaku, jangan terlalu membebani diri. Pergilah, nanti kau terlambat." Bulan mendorong punggung Awan agar segera pergi dan jangan mencemaskan nya.

Awan berbalik, mengambil tangan Bulan dan memaksanya menerima dengan menggenggam kan kartu akses itu di tangan.

"Enggak! Berbahaya wanita cantik sepertimu berkeliaran malam-malam" Balas Awan menatap airis mata Bulan dengan kesungguhan.

"Apa lagi pria di sana terus menatapmu dengan pandangan mesum." Awan melirik dan menunjuk Roby dengan kepalanya. Bulan terkekeh geli.

"Okey."

"Akhirnya," Awan mengangkat tangannya yang terkepal di dadanya dengan helaan nafas lega, membuat Bulan terkekeh lagi.

"Akan aku usahakan untuk kembali lagi kemari. Hem?"

"Baik. Hati-hati di jalan. Semoga semuanya lancar."

"Amin. Aku pergi." Awan melangkah keluar setelah melambaikan tangannya pada Bulan.

Tentu saja itu tak lepas dari pengamatan Maggy, gadis picik itu tersenyum mengejek dengan langkah mendekat.

"Kau ditinggalkan?"

Bulan menahan kekesalannya, tangannya meremas gaun yang ia kenakan.

"Aku rasa itu bukan urusanmu."

"Ha-ha-ha,"

"Maggy hentikan. Orang-orang melihat kemari."hardik Roby tak suka.

"Memangnya kenapa?"

Roby bersikap abai pada kekasihnya itu, dia justru tertarik pada Bulan.

"Bulan, maafkan dia. Dia hanya kurang hiburan." Ucap Robi masih lekat menatap Bulan, ingin lebih mengakrabkan diri pada gadis cantik yang baru pertama kalinya ia temui itu.

"Apa?" Meggy menatap Roby penuh protes.

"Aku mengerti." Jawab Bulan dengan senyum tipis.

"Kau...." Geram Maggy melirik sinis Bulan.

"Pria itu, apa dia kekasihmu?" Tanya Robi memastikan.

"Aku rasa itu bukan urusanmu sayang." Maggy mencebik membalas pertanyaan pacarnya yang di tujukan pada Bulan.

"Benar, itu bukan urusan kalian. Permisi." Bulan pamit dengan senyum termanisnya, menjauh dari teman toxic itu.

Maggy mendengus kesal, ia mencubit pinggang Roby. Hingga pria itu mengerang kesakitan. "Apa kau tergoda padanya?"

"Apaan sih kamu, aku hanya ingin memastikan apakah pria di sampingnya itu adalah Awan Angkasa Leander dari grup JD."

"Apa?" Maggy terkejut mendengarnya.

"Jika benar itu adalah Presdir dari grub JD dan salah satu dari ketua kelompok mafia Leander, kita harus bersikap baik pada mereka. Karena merekalah yang menguasai dunia bisnis saat ini."

Maggy tergelak, ia mengibaskan tangannya di udara.

"Nggak mungkinlah. Bulan nggak mungkin punya kenalan orang sehebat itu. Itu pasti hanya orang lain yang mirip saja. Ha-ha-ha."

Roby memutar matanya malas, ia sangat hapal dengan sikap Maggy yang begitu meremehkan orang.

"Sudahlah, susah memang bicara denganmu." Roby memilih berjalan mengambil minuman.

"Sayang, tunggu donk." Susul Maggy masih dengan kekehan kecil.

Bulan malam itu hanya berputar-putar saja di balroom itu menikmati setiap makanan yang tersaji. Sesungguhnya, ia masih merasa sakit melihat pasangan yang kini terlihat bahagia berjalan menaiki panggung.

Lampu sorot menyinari pasangan yang tengah berbahagia itu. Sedangkan Bulan begitu terluka dengan penghianatan keduanya. Hatinya serasa begitu teriris, melihat Amber dan Kriss memotong kue pernikahan setinggi tiga tingkat itu.

Bulan berjalan menjauh, air matanya lolos juga.

"Aku tak bisa terus disini. Ini hanya menambah luka ku."

Dengan menghapus pipinya yang basah Bulan melangkah menuju pintu keluar balroom, saat itu juga lampu sorot mengarah padanya. Bulan tertegun, kini ia menjadi pusat perhatian semua orang.

"A-apa ini?" Netra Bulan terbelalak....

Bersambung.

Bab 2

Di layar terpampang jelas wajah Bulan yang terkejut saat itu. Selang beberapa detik muncul Vidio dirinya dan Kriss yang sedang bertengkar hebat. Lalu muncul slide foto lain, yang menunjukan Bulan tengah memeluk tubuh seorang pria, mungkin lebih tepatnya memapah.

Banyak slide foto yang menampakkan seolah Bulan tengah memeluk pria yang berbeda-beda, padahal kenyataannya ia hanya membantu orang yang di temuinya di jalan atau seorang pelanggan di cafe Cinta yang entah kenapa terluka kakinya dan beberapa foto editan lain.

Lampu sorot masih menyoroti tubuh wanita cantik itu, Bulan hanya menatap pada layar dengan mata yang sulit diartikan. Maggy tersenyum puas melihat reaksi wajah Bulan di Depan pintu keluar.

"Kena kamu Bulan. Rasain!" Bibirnya tampak tersenyum lebar.

"Benarkah Bulan gadis seperti itu?" Maggy menoleh menatap kekasihnya, Maggy tersenyum licik.

"Tentu saja. Karena itu berhati-hatilah."tegas Maggy mempengaruhi Roby."Kau jangan sampai terpancing oleh rayuannya."

Roby masih terus mengamati layar yang menampakkan wajah Bulan dan tak begitu menyimak apa yang Manggy ucapkan.

Bulan menghela nafas panjang. Ia sudah menduga akan seperti ini, dengan wajah tegak Bulan menatap nyalang pada Amber.

"Apa kau puas Amber?"

Amber tampak terkejut namanya disebut begitu lantang.

"Kalau kau begitu percaya diri untuk mengumbar foto-foto murahan dan editan itu. Harusnya kamu juga cukup percaya diri untuk mengumbar aib mu sendiri." Seru Bulan dengan lantang.

Kriss menatap Amber meminta penjelasan.

"Apa kau lebih percaya padanya suami ku?"

Bulan membuka mulutnya lagi. "Kriss, aku tau kau memiliki teman seorang IT harusnya kamu bisa menggunakannya untuk mencari tau kebenarannya, tapi itu tidak kamu lakukan. Tidak apa-apa, itu tidak masalah buat ku. Toh kita sudah putus."

"Apa kalian semua tau, Kriss awalnya adalah pacarku, Amber sang pengantin wanita yang merebutnya dari, aaahh, tidak! aku menyerahkannya dengan suka rela.. untuk apa mempertahankan pria yang tidak percaya pada pasangannya." Sambung Bulan lagi dengan masih menegakkan kepalanya.

"Dan, untuk Amber, kamu akan tercengang bila melihat ini." Bulan membuka genggaman tangannya yang memegang sebuah flash disk.

"Apa kamu ingat? Dua bulan lalu, saat Kris masih menjadi pacarku, apa yang kamu lakukan pada ku hingga Kris salah paham? Apa kau mau melihatnya?" Bulan melirik sinis pada Amber dengan senyuman termanis yang Bulan miliki.

"Apa ada yang mau membantuku memutarnya?"

"Jangan percaya! Kamu hanya membual dan menghasut!" Tuduh Amber yang mulai gusar.

"Aaahh, sepertinya kamu takut kebusukanmu akan terungkap. Bukti nya ada di dalam sini." Seru Bulan makin sinis dan melebarkan senyumnya melihat kegusaran Amber."Ayo! Siapa yang mau melihat wanita seperti apa mempelainya?"

Amber menatap kesamping, tepat Kris berdiri. Pria tampan dengan tuxedo itu memusatkan mata nya pada Bulan.

'Apa dia terpengaruh?' batin Amber.

"Biar aku yang lihat." Kriss berjalan mendekat, Amber makin gusar dan panik.

"Apa yang bulan miliki sampai dia seyakin itu? Tidak mungkin itu kan?" Gumam Amber, dia berjalan mendahului Kris dan berusaha merebut flashdisk di tangan Bulan. Namun, bulan lebih gesit dalam bergerak hingga Amber terjerembat karena kalah gesit dan kehilangan keseimbangan tubuhnya.

"Aaww ..." Pekik amber kesakitan.

"Waahh, sepertinya, kamu mulai panik. Apa kamu benar-benar melakukan kejahatan? Apa kamu sungguh melakukan hal yang buruk yang orang lain tak boleh ketahui?" Bulan kembali bersuara memprovokasi.

"Kau!!" Amber menggeram kuat, bangkit dan mencoba menyerang Bulan. Namun bulan menghindar cepat.

"Sepertinya memang benar, kamu sudah berlaku curang." Tukas Kris mengambil flashdisk dari tangan Bulan."Bawakan aku pirantinya." Kris agak keras bersuara dengan nada memerintah.

"Itu tidak benar!"sanggah Amber."Kris percayalah padaku."

"Katakan saja, siapa yang kau temui di taman belakang." Senyum Bulan makin sinis.

"Aku tidak kenal dengan pria itu!"

Bulan mengulas senyum,"Aku tidak menyebut laki-laki."

"Kau!"

"Jadi kau bertemu dengan laki-laki? Untuk apa?" Tanya Kris dingin, memasang flash disk di laptop yang baru saja di bawa oleh seseorang.

"Aku..." Amber makin gemetar.

Kris melihat pada laptop itu, "Amber kau ..."

"Tidak, kamu salah paham! Aku tidak menyewa pria itu untuk menjebak Bulan! Kami hanya kebetulan bertemu untuk pembelian obat." Amber mencoba mengelak dari apa yang sudah dia perbuat.

Memang Amber menyewa seorng pria untuk berbuat tidak senonoh pada Bulan untuk membuat Kris salah paham. Amber juga membeli obat untuk menjebak Kris agar tidur dengannya.

"Obat? Obat apa yang kamu beli? Apa itu obat untuk menjebak ku tidur denganmu?" Tebak Kriss makin dingin menatap Amber.

"Tidak! Itu..." Amber kehilangan kata-kata nya.

Robi yang penasaran mendekati Kris untuk melihat apa di layar laptop.

"Hei... Ini?"

Kris menunjukan layar yang dia lihat pada Amber. "Ini hanya gambar kamu dengan seorang pria, dan itu adalah aku. Kenapa kamu begitu panik dan meracau?"

Mata Amber membulat, sadar diri nya sudah terjebak dalam kepanikannya sendiri hingga mengungkapkan hal yang tak seharusnya.

"Apa yang kamu katakan itu sungguh benar adanya? Membayar seorang pria untuk menjabat ku? Dan membeli obat?" Bulan tersenyum sinis pada Amber. Sang mempelai sudah mempermalukan dirinya sendiri.

Tanpa perduli dengan apapun lagi, Bulan melanjutkan langkahnya keluar dari balroom. Keadaan itu sudah tidak perlu dia tangani karena Amberlah yang harus menangani ini semua sendiri.

"Apa maksudnya ini Amber?" Kriiss menggertakan giginya menatap nyalang pada sang istri.

"A-aku... Ini hanya jebakan dari Bulan... Dia hanya ingin memisahkan kita sayang." Amber kini memasang tampang memelas.

"Sudahlah, aku akan mencari tau sendiri. Aku harap kau tidak melakukan kecurangan." Kriss menatap dingin pada Amber.

"Sialan, ini semua gara-gara Bulan! Ini tak bisa dibiarkan. Aku harus bertindak." Pikir Amber mengigit kuku jempolnya geram.

Disisi lain, Bulan yang mengambil langkah cepat, ia cukup terengah. Entah karena marah, atau karena lelah. Bulan menyenderkan tubuhnya pada dinding hotel yang dingin.

Bulan berulang kali menarik nafas dan menghembuskannya, mengatur gemuruh di dadanya yang terus memberinya sesak yang menyakitkan. Setelah ia cukup tenang dan matanya tak lagi panas. Bulan menatap lift yang tak begitu jauh darinya, terlihat beberapa orang baru saja keluar masuk dari sana.

'baiklah, waktunya pulang ' batin Bulan memulai langkahnya.

Bulan melihat jam yang melingkar di tangan nya, pukul 19.30 wib. 'Belum terlalu malam untuk kembali.' batinnya lagi.

Bulan melangkah memasuki lift hendak menekan tombol. Tiba-tiba, segerombolan orang merangsek masuk kedalam lift, hingga ia terpojok dibelakang Lift bergerak. Beberapa orang terlihat menekan tombol keatas.

"Apa? Lantai tujuh? Yang benar saja?" Batin Bulan dengan sedikit lemas.

bersambung

bab 3

Bulan melihat jam yang melingkar di tangan nya, pukul 19.30 wib. 'Belum terlalu malam untuk kembali.' batinnya lagi.

Bulan melangkah memasuki lift hendak menekan tombol. Tiba-tiba, segerombolan orang merangsek masuk kedalam lift, hingga ia terpojok dibelakang Lift bergerak. Beberapa orang terlihat menekan tombol keatas.

"Apa? Lantai tujuh? Yang benar saja?" Batin Bulan dengan sedikit lemas.

Ia bermaksud turun tapi lift malah bergerak naik. Bulan hanya bisa pasrah. Dia menunggu di barisan belakang.

Beberapa orang mulai keluar dari lift ketika pintunya mencapai lantai tujuh. Beberapa masih ada yang tinggal, Bulan mencoba melangkah maju, ia memencet tombol lantai satu, diwaktu yang bersamaan beberapa orang masuk ke dalam lift,

Bulan mulai terdorong dan terjepit di tengah kerumunan manusia, Bulan tersenyum kecut. Namun ia sedikit lega, sudah menekan tombol lantai satu, Lift kembali bergerak.

Lantai tiga, pintu lift terbuka, Bulan terdorong oleh orang yang hendak keluar, sepatu nya terinjak hingga terlepas dan tertinggal. Kini Ia terlanjur ikut keluar dari lift, Bulan mencoba masuk, namun pintu lift sudah terlanjur tertutup.

" Hiiiyyyaaaaaaa.... " Teriaknya, sambil mengetok-ngntok pintu lift. " Sepatukuu.."

Bulan menyerah, mau diketok berapa kali pun pintu lift tak kan terbuka.

"Haaahh, kembali lagi kemari." Gumamnya, "Langkah yang sia-sia."

Bulam terduduk berjongkok di pinggir pintu lift. Ia melihat sekitar. Hanya lorong yang sunyi. Bulan kembali berdiri didepan pintu lift, sudah sampai di lantai satu.

Dia mencoba menekan-nekan tombol. Namun seolah tak berfungsi. Ia mulai berfikir , di lihatnya lorong di sisi kiri, lalu ia mulai berjalan. Yang jelas tak mungkin Bulan memilih arah kanan Di mana disana jelas ada resepsi dua penghianat dalam hidupnya.

'Mungkin ada pintu darurat disini' batin Bulan mencoba menghibur diri.

Bulan mulai mencari, Dia membuka pintu yang dirasa pintu darurat.

Dia mencoba masuk. Seperti lorong yang tampak remang, perlahan mulai melebar, terdengar suara orang bercakap-cakap. Sepertinya sesuatu yang serius. Bulan mengintip dari balik tembok lorong ruangan itu.

Di sana berdiri dua orang pria berbadan besar, dan dua orang berbadan sedang dan satu orang dengan tato naga di lehernya.

"Kau sudah melakukan nya?" Suara pria dengan tato dilehernya, "bagaimana hasilnya?"

"Mereka sudah masuk perangkap. Umpannya juga sudah siapkan."

"Bagus."

"Saat ini mungkin mereka sudah merasakan efek sampingnya. Dosis yang kami berikan cukup tinggi, mereka pria lajang pasti kesenangan malam ini dengan umpan kita. Ha-ha-ha."

"Ha-ha-ha..." Disambut dengan suara tawa yang lain.

Pria bertato naga itu lalu terdiam, dalam sekejap suasana berubah dingin dan suram.

"Dengar kalian semua, Jika kali ini gagal, habislah kita semua." Suaranya begitu berat dan tegas, sepertinya dialah pemimpin orang-orang tersebut. Dia terkesan mendominasi.

" Lawan kita adalah pemilik JD Grup sekaligus ketua perkumpulan Leander. Hidup dan mati kita tergantung ini." Tegas pria itu lagi.

Tanpa sengaja, pria itu melihat Bulan yang sedang mengintip. Bulan yang bertemu pandang dengan mata tajam menakutkan itu pun tertegun.

"Siapa disana?" Teriaknya.

Sontak Bulan mengambil langkah seribu, berlari keluar. Dia berlari dengan sepatu yang tinggal sebelah. Ia merasa kesulitan lalu dilepasnya sepatu yang menghambat laju larinya. Bulan bawa sepatu yang hanya sebelah itu, berlari. Sementara para pria itu mengejar dibelakang.

Bulan sangat ketakutan. Jantungnya terus terpompa seeiring kecepatan larinya."Habislah aku jika tertangkap. Astaga, kenapa aku bisa sesial ini?"

Sampailah ia di depan pintu lift yang terbuka. Bulan langsung masuk dan sembarang memencet tombol. Pintu tertutup tepat saat pria-pria yang mengejarnya sampai didepan pintu. Bulan bernafas lega.

Dilihatnya tombol lantai lima menyala. Ia memencet itu rupanya. Lalu ia teringat, kamar 306 yang ada dilantai lima.

'Benar ! Terlalu berbahaya berkeliaran diluar. ' Batin Bulan saat itu dengan nafas yang ngos-ngosan."Selamat. Semoga mereka tidak mengejar sampai ke lantai lima."

Waktu menunjukkan pukul 21.03 wib Bulan keluar kamar mandi dengan berbalut handuk di tubuhnya. Ia berjalan mengambil hairdryer dan mulai mengeringkan rambut. Tentu saja di kamar 306.

Bulan memandang berkeliling,ia masih merasa takjub. Beberapa saat yang lalu waktu ia pertama kali masuk ke dalam suite room itu. Mulutnya sampai ternganga saking bagusnya dan mewahnya ruangan itu.

Di kamar mandi pun dia juga masih dibuat ternganga oleh fasilitas dan apiknya tempat yang terkesan elegan itu.

Rambut Bulan baru setengah kering dan lembab, saat ponsel nya berdering. Membuyarkan lamunan akan ketakjuban kamar itu.

Bulan menghentikan aktifitas nya mengeringkan rambut. Bulan mengambil benda pipih dari dalam tasnya. Tampak dilayar nomor Awan, Bulan menggeser tombol terima.

"Hallo?"

"Kamu di mana?" Suara Awan terdengar lebih berat dan sengal.

"Di kamar 306. Kamu menyuruhku menunggu di sini."

"Pergi dari sana sekarang! Jangan sampai terlihat siapapun!" perintah Awan langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Bulan.

Bulan bingung, Ia terdiam cukup lama mencoba mencerna apa yang Awan ucapkan di telpon tadi. Lama termenung, akhirnya Bulan memutuskan mengikuti apa yang pria itu perintahkan,

Ia beranjak namun pendengarannya menangkap seperti suara pintu di buka dan menutup kembali. Ia lalu berjalan untuk memastikan. Terlihat olehnya Awan berdiri dan bersandar menyamping pada tembok kamar.. Dia terlihat kacau dengan pakaian yang sedikit berantakan, dan beberapa bercak merah.

Bulan tak bersuara,hanya menatap dengan pandangan bingung.

Awan menoleh ke arah Bulan . Terlihat Bulan dengan balutan handuknya, dan rambut yang setengah kering terurai ke depan. Awan menelan saliva nya menahan hasratnya yang kian menggebu, dan memejamkan matanya . Tubuhnya terasa semakin panas, wajahnya yang sudah memerah semakin merah karenanya. Awan benar-benar sudah di puncak hasratnya, ia hampir kehilangan akal sehatnya.

"Sial! Melihat nya hanya mengenakan sehelai handuk makin membuat tubuhku panas." Pikir Awan kembali menelan ludahnya dengan susah.

"Kenapa kamu masih disini?" suara Awan lirih namun bermata tajam. Awan masih mencoba membendung hasrat nya yang makin menggebu.

"Apa yang terjadi?" suara Bulan pelan, perlahan bulan mendekat pada Awan, tangannya terulur hendak menyentuh pria itu karena khawatir.

"Jangan mendekat!!" Perintah Awan cepat, menghentikan langkah Bulan seketika. " Aku tak ingin mengunakanmu."

Awan berjalan sempoyongan mendekati sebuah meja tak jauh dari sana dan mengambil pisau buah. Ia mengangkat tangan nya dan hendak menusuk paha kanannya. Buru-buru Bulan menahan pisau itu dengan tangan nya. Ia membungkuk tepat di depan Awan.

" Apa yang kamu lakukan?" pekik Bulan mendongak menatap wajah Awan dari bawah. " Kamu waras?" Bulan masih berusaha menahan dan merebut pisau itu.

Awan yang semakin kesulitan menahan gejolak di dirinya, menarik lengan Bulan dan membenturkan ke tembok, di tahannya tubuh Bulan yang terlihat terkejut itu dengan tubuhnya.

Awan mencium bibir pink alami Bulan dengan buasnya, lalu menjalar hingga ke lehernya. Bulan meronta, berusaha melawan.

Bersambung.

®®®®®®

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!