NovelToon NovelToon

Gairah Cinta Berdarah

Twilight

"Heuh ... Hari ini benar-benar melelahkan," gumam seorang wanita berusia 31 tahun yang saat ini masih duduk di meja kerjanya di dalam kantor yang sudah terlihat sepi.

Dia pun merapikan meja kerjanya lalu mulai bangkit dan keluar dari dalam ruangan Presiden Direktur dimana perusahaannya berada.

Sepi dan hening, itulah kesan pertama yang dia dapatkan saat kakinya mulai keluar dari dalam ruangan, karena ini sudah larut malam maka semua karyawannya pun sudah tidak ada satupun yang tersisa.

Setiap ruangan yang dia lintasi pun nampak sepi dan gelap, hanya suara ketukan yang berasal dari sepatu yang dikenakannya yang kini terdengar nyaring begitu menyeramkan sebenarnya.

Tuk ... Tuk ... Tuk ....

Suara high heels yang dikatakan wanita bernama Asmara Pradipta 31 tahun terdengar begitu menyeramkan bagi siapapun yang mendengarnya, akan tetapi dia sama sekali tidak merasa takut sedikitpun meski suara burung hantu tiba-tiba terdengar dari luar ruangan kantor.

"Astaga, itu burung bukannya tidur malah kelayapan," gumamnya masih berjalan dengan menenteng tas branded yang dia lingkarkan di pergelangan tangan kirinya.

Sampai akhirnya, dia pun sampai di lorong parkiran dimana mobilnya berada, Asmara pun mengangkat tinggi dan menekan kunci mobilnya hingga mobil mewah berwarna putih miliknya pun seketika menyala.

"Sepi amat kayak kuburan, astaga ... apa aku kerja terlalu keras, hingga tengah malam kayak gini baru pulang? padahal harta gak bakalan di bawa mati lho,'' gumamnya lagi masih saja berbicara sendiri.

Ceklek ....

Pintu mobil pun hendak di buka, Mara hendak masuk ke dalam mobil. Namun, tiba-tiba saja dirinya melihat bayangan hitam melintas tepat di seberang mobil miliknya membuat wanita berwajah eksotis itu seketika mendengus kesal.

"Mahluk jahanam, jangan pikir aku takut sama kalian, heuh ..." Teriak Mara suaranya memantul di udara terdengar begitu nyaring.

Setelah itu, dia pun benar-benar masuk ke dalam mobil dan segera menyalakan mobil dan melesat meninggalkan halaman parkiran.

Setelah mobil tersebut benar-benar meninggalkan parkiran, makhluk yang tadi melintas itu pun tiba-tiba saja menunjukkan diri dan tersenyum menyeringai menatap mobil tersebut sampai benar-benar menghilang di telan kegelapan.

"Akhirnya aku menemukanmu keturunan terakhir keluary Pradipta, aku akan membalaskan dendam atas kematian hampir seluruh ras ku yang leluhur mu lenyap'kan 1000 tahun yang lalu. Aku akan menghisap darahmu dan memotong-motong tubuh kamu dan aku lempy ke laut sebagai santapan ikan hiu," ucap Makhluk tersebut mengeluarkan taring di antara gigi putihnya.

Setelah itu, dia pun melesat secepat kilat mengejar mobil yang dikendarai Asmara yang saat mulai sudah melesat di jalanan.

Blug ....

Ckiiiit ....

Mara tiba-tiba saja menginjak pedal rem secara mendadak saat mobil miliknya seperti menabrak seseorang. Dia pun berdecak kesal lalu keluar dari dalam mobil.

"Brengsek, nabrak apaan aku?" Gumamnya mulai membuka pintu mobil.

Ceklek ...

Blug ....

Pintu mobil pun di buka lalu kembali di tutup dengan sedikit bertenaga. Mara berjalan menatap sekeliling dengan perasaan heran karena tidak ada jejak apapun di depan mobilnya padahal dia jelas menabrak seseorang.

"Hah ... Ko gak ada siapa-siapa? Apa tadi aku menabrak hantu? Sial ..." Gumamnya, wajahnya terlihat kesal lalu hendak kembali masuk ke dalam mobil.

Dia pun hendak berbalik, namun tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang aneh. Semilir angin tiba-tiba saja berhembus begitu dingin menyapu rambut panjangnya juga menyapu permukaan kulit halusnya hingga membuatnya seketika merinding.

Sosok yang tadi mengikuti mobil Mara pun sudah berada tepat di belakangnya kini, dia nampak tersenyum penuh kemenangan menatap tubuh wanita itu dari ujung kaki hingga ujung rambut.

'Tamat riwayatmu sekarang manusia jahanam,' (batinnya seketika membuka mulut serta memperlihatkan gigi taringnya.)

Makhluk itu pun membuka mulutnya lebar-lebar menatap leher Asmara dan hendak mengigitnya seketika membayangkan betapa lezatnya darah segar yang akan dia hisap nantinya.

Manis, lezat dan energi serta rasa hausnya seketika pasti akan hilang dan dia sudah benar-benar tidak sabar ingin segera menghisapnya habis dari tubuh wanita yang merupakan keturunan terakhir dari keluarga Pradipta musuh bebuyutannya.

Akan tetapi, kenyataan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan di dalam otaknya. Karena tiba-tiba saja Asmara menoleh dan seketika terkejut lalu melayangkan tendangan tepat di antara kedua sisi belahan kakinya.

Blug ....

"Argh ..." Makhluk itu seketika meringis kesakitan memegangi pusaka miliknya yang dihantam keras juga bertenaga.

"Brengsek, sedang apa kamu?'' teriak Mara menatap laki-laki asing berdiri tepat dibelakang seperti hendak mencium lehernya.

"Aaaaarrrrhhhg ... Sialan, kenapa kamu tenang di bagian ini?" Teriak laki-laki itu seketika berguling dan terpingkal-pingkal di atas aspal mendekap erat pusaka miliknya yang terasa begitu nyeri tidak tertahankan.

"Kamu siapa? Kamu pasti orang me*um yang mau mempe*kosa aku? Atau, kamu rampok yang mau merampok semua harta aku, hah?"

"Tidak, bukan. Saya justru mau nolongin kamu, saya kira mobil kamu mogok tadi," jawabnya beralasan.

"Bohong ..."

"Betul, Nona. Coba lihat, ban mobil anda terkena paku," ucapnya lagi secepat kilat matanya mengeluarkan sinar laser yang memindahkan paku lalu ditancapkan di ban mobil tersebut tidak terlihat sama sekali oleh mata Mara.

"Lha, ko iya. Ya ampun maaf ya. Saya gak tau kalau ternyata kamu orang baik."

"Makannya, nanya dulu dong jangan main tendang-tendang aja. Pusaka saya sakit tau, pokoknya kamu harus tanggung jawab ya kalau saya sampai im*oten. Aaarhhhhhhhh ... Sakit.''

"Maaf-maaf, saya benar-benar tidak tau kalau--"

"Sudah, bawa saya ke rumah kamu sekarang. Kalau tidak, saya akan melaporkan kamu ke polisi dengan tuduhan kekerasan sek*ual.''

"Dih, ngaco kamu."

"Siapa yang ngaco? Kamu mau lihat pusaka milik saya ini? Sekarang pasti lemes banget gara-gara kamu."

"Nggak, jangan. Dasar me*um,'' Mara seketika menutup wajah dengan telapak tangannya.

"Ya udah, bawa saya ke rumah kamu sekarang juga. Saya janji tidak akan memakan kamu."

"Hah?"

"Maksud saya, saya gak bakalan ngapa-ngapain kamu. Saya gak suka wanita." Ucapnya mencoba untuk berdiri.

"Kamu ho*o?'' Tanya Mara tersenyum mengejek.

"Terserah kamu mau bilang apa? Yang jelas saya harus beristirahat sekarang. Anu saya sakit sekali ini, aaarhhhhhhhh ..." Teriaknya lagi.

"Tapi, gimana mau pulang. Ban mobil aku 'kan kena paku?" jawab Mara menatap ban mobilnya miliknya.

'Dasar bodoh, kenapa pake di ke situin segala si itu paku, dasar bodoh,' ( batin laki-laki tersebut)

''Ya udah gini aja, nama kamu siapa? rumah kamu dimana? Saya bakalan pesenin kamu taksi online,'' tanya Mara menatap wajah tampan laki-laki yang kini terlihat jelas saat laki-laki bertubuh kekar itu mulai berdiri tepat di depan tubuhnya.

''Nama aku Edward Cullen, panggil aja Edd.''

''Edward? mirip nama Vampir di film Twilight, hihihi ...'' ucap Mara terkekeh teringat serial yang menjadi tontonan pavoritnya.

Edward yang kini sudah tidak terlalu kesakitan pun seketika menatap wajah Mara dengan tatapan tajam seraya berjalan mendekati wanita itu. Matanya pun mulai memerah, seiringan dengan itu gigi taring Edward pun mulai kembali keluar dan siap untuk menerkam wanita bernama Asmara Pradipta itu.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Mutiara Pelindung

Perlahan rasa sakit di bagian pusaka milik Edward pun mulai menghilang, laki-laki berwajah tampan dengan rambut yang sedikit gondrong itu pun tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi lebih serius, kulit wajahnya seketika memutih layaknya mayat hidup.

Kedua bola matanya pun nampak memerah lengkap dengan kedua taringnya yang keluar begitu tajam layaknya gigi hewan buas yang siap menerkam mangsanya.

Seiringan dengan itu, semilir angin pun berhembus begitu dingin menyapu rambut panjang Mara yang kini tersibak memperlihatkan leher jenjangnya, membuat Edward tersenyum menatap leher putih itu dengan kedua gigi taring yang kini terlihat begitu jelas oleh kedua mata Mara.

Perlahan, Edward berjalan maju seraya menatap wajah Mara yang kini intens memperhatikan wajah laki-laki itu dengan gerakan kaki yang juga sontak berjalan mundur mengikuti gerakan kaki Edward hingga tubuhnya bersandar mobil miliknya kini.

'Tamat riwayatmu, manusia hina. Akhirnya dendam ku akan terbalaskan,' (batin Edward.)

Dia pun memiringkan kepalanya hingga sejajar dengan leher Mara diiringi suara burung hantu yang tiba-tiba terdengar begitu menakutkan.

Kuuuuk ... Kuuuuk ... Kuuuuk ....

Suara burung hantu terdengar begitu nyaring.

Sedetik kemudian, wajah Edward sudah benar-benar berada dekat dengan wajah Mara. Dia pun tersenyum penuh kemenangan membuka mulutnya lebar-lebar.

"Ini apa? Apa kamu baru pulang dari pestival Helloween? Waaah ... Giginya terlihat asli ya." Tanya Mara secara tiba-tiba memecah keheningan seraya memegangi satu persatu gigi taring Edward membuatnya seketika membulatkan bola matanya merasa terkejut.

'Apa ini? Kenapa wanita ini tidak takut sama sekali? Seharusnya dia terkejut, berteriak kencang atau minta tolong kek. Argh ... Gigiku,' (batin Edward)

"Argh ..." Edward meringis saat giginya di utak-atik bahkan berusaha untuk di cabut tanpa rasa takut oleh wanita bernama Mara itu.

"Ko susah si bukanya? Ini gigi palsu kan?" Gumamnya dengan begitu polos, mencoba menarik empat taring yang sebenarnya tajam itu dengan sekuat tenaga.

"Arghhh ... Sakit, Nona. Apa-apaan ini," teriak Edward menepis kedua tangan Mara kesal.

"Diam dulu, aku penasaran sama gigi palsu ini. Kenapa terlihat nyata banget si." Jawabnya lagi dengan tangan yang membuka lebar mulut Edward memperhatikan keempat taring yang menonjol di sela-sela gigi lainnya.

Edward pun seketika menjentikkan jarinya lalu waktu pun seketika terhenti. Sebagai raja Vampir, tentu saja Edward mampu melakukan hal itu hanya dengan satu jentikan jarinya saja.

Mara dengan posisi kedua tangan di depan wajah Edward, kini seolah membeku tidak bergerak sedikitpun. Kedua matanya pun membulat sempurna tidak berkedip.

"Dasar wanita tidak tahu diri, gigi saya di otak-atik kayak gini. Belum tau dia, gimana rasanya di gigit sama Vampir?" Ucapnya menatap wajah Mara yang terlihat begitu cantik terdiam layaknya patung manekin.

"Hmm ... Kamu cantik juga, tapi sayang sekali, sebentar lagi kamu akan mati di tanganku. Hahahaha ...'' ucap Edward berjalan mengelilingi wanita bernama Mara seraya menatap tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung rambut.

Kemudian, dia pun menyibakkan rambut panjangnya dan menatap leher wanita itu seraya membuka mulutnya lebar-lebar.

"Haaa ..." Gumam Edward siap mengigit.

Semakin dekat saja wajah Edward hingga gigi taringnya hampir saja benar-benar menyentuh leher Mara. Bahkan, ujung taringnya pun hampir sampai di kulit lehernya yang begitu mulus diiringi hembusan angin dan suara burung hantu yang terdengar semakin nyaring.

Akan tetapi, tiba-tiba saja sebuah kilatan cahaya yang menyilaukan muncul dari belahan d*da Mara, terasa panas bahkan membuat tubuh Edward seketika terpental seolah terdorong oleh kekuatan yang sangat besar.

"HAAAAA ...."

Bruk ....

Edward terpelanting sejauh dua meter di depan Mara, dan seketika waktu pun kembali normal dan Mara pun bergerak seperti biasa seolah tidak terjadi apapun.

"Lagi ngapain kamu tiduran di situ?" Tanya Mara menatap tubuh Edward yang kini tertelungkup di atas aspal.

'Sial, apa itu tadi? Apa dia punya pelindung? Atau, mutiara pelindung itu di turunkan kepada dia oleh leluhurnya? Argh ... Tubuh saya sakit semua,' (batin Edward merasa kesakitan.)

Edward tidak menjawab pertanyaan Mara, dia bangkit lalu berdiri seraya memijit tubuhnya yang terasa sakit semua.

"Di tanya malah diam aja, lagi apa kamu di sana? Hahahaha ..." Tanya Mara seraya menertawakan Edward.

'Sepertinya tidak akan mudah menghabisi wanita ini, mengingat bahwa dia adalah keturunan terakhir keluarga Pradipta, mungkin saja dia benar-benar di bekali mutiara pelindung?' (batin Edward menatap wajah Mara tanpa berkedip.)

"Hey, malah bengong lagi." Tanya Mara membuyarkan lamunan Edward seketika.

"Hah ... Kamu bilang apa tadi? Maaf, tubuh saya sakit semua ini." Jawab Edward sedikit bterbata-bata.

"Nah di sana ada taksi, aku pulang duluan ya orang asing." Ucap Mara mengulurkan tangannya menghentikan mobil taksi tersebut.

Mobil pun seketika berhenti dan Mara masuk ke dalam mobil tersebut. Namun, sebelumnya dia pun mengambil tas besar miliknya dan memastikan mobil miliknya yang akan dia tinggalkan di sana terkunci dan aman.

"Bang, antar saya ke jalan ******* ya." Pinta Mara duduk di kursi penumpang.

"Baik, Nona." Jawab sang supir tersenyum ramah.

Mara pun menyandarkan tubuh sarta kepalanya di sandaran kursi mencoba memejamkan mata.

"Dasar Laki-laki aneh," gumamnya mencoba menetralkan pikirannya setelah bertemu dengan pria aneh yang memiliki taring.

"Siapa yang aneh?" Tiba-tiba terdengar suara laki-laki tepat di sampingnya, membuat Mara seketika terkejut membuka kedua matanya lebar-lebar.

"Haaa ... Kamu? Lagi apa kamu di sini? Sejak kapan kamu di sini? Kapan masuknya?" Teriak Mara tersentak menggeser tubuhnya ke arah samping.

"Dari tadi saya di sini ko, kamu'nya aja yang gak liat," jawab Edward santai.

"Bohong, tadi jelas-jelas kamu aku tinggal di sana lho?"

"Hahahaha ... Kamu benar-benar lucu, Nona. Kayaknya otak kamu benar-benar kelelahan karena seharian bekerja, sampai-sampai kamu gak sadar saya ada di sini dari tadi."

Mara menarik napasnya panjang, mencoba mengontrol detak jantungnya yang saat ini berdetak tidak beraturan.

"Terus? Kenapa kamu ikut masuk ke sini?"

"Saya mau ikut pulang ke rumah kamu 'lah."

"Hah? Nggak ... Nggak ... Enak aja, emangnya rumah saya tempat penampungan Tunawisma apa? Sekarang juga kamu turun. Bang, berhenti di depan, bang." Pinta Mara kepada sang supir.

"Baik, Nona." Jawab sang Supir taksi lalu melipir dan menghentikan laju mobilnya.

"Keluar sekarang juga." Ketus Mara.

Bukannya menuruti keinginan wanita itu, bola mata Edward seketika kembali memerah seraya menatap kedua mata Mara seolah sedang menghipnotisnya.

"Bawa saya ke rumah kamu sekarang juga," gumam Edward benar-benar menggunakan kekuatannya untuk mengendalikan pikiran wanita bernama lengkap Asmara Pradipta itu.

"Bawa saya ke rumah kamu, bawa saya ke rumah kamu dan ijinkan saya tinggal di rumah kamu, Nona cantik." Gumamnya lagi dengan bola mata memerah bahkan terlihat terang.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Wanita Kaya Raya

"Kamu lagi ngapain?"

Edward seketika terkejut.

'Lho, kenapa dia masih sadar si? Seharusnya dia terhipnotis dong,' (batin Edward.)

"Eu anu, saya--''

"Jalan lagi, bang. Antar saya ke alamat yang tadi saya sebutkan," pinta Mara secara tiba-tiba membuat Edward seketika tersenyum senang.

"Baik, Nona."

Mobil pun kembali melaju di jalanan memecah kegelapan malam yang mulai semakin larut.

'Huuh ... Syukurlah, saya pikir dia gak mempan buat di hipnotis,' (batin Edward bernapas lega.)

Perjalanan pun berlangsung tanpa sepatah katapun, Mara yang memang sudah benar-benar merasa kelelahan setelah seharian bekerja pun seketika memejamkan mata seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil.

'Mimpi apa aku semalam bisa ketemu laki-laki aneh kayak dia.' (batin Mara.)

Akhirnya, setelah menempuh perjalan selama kurang lebih 30 menit, mobil taksi tersebut tiba di alamat yang tadi disebutkan oleh penumpangnya.

Ckiiit ....

Mobil pun berhenti tepat di depan pintu pagar.

"Permisi, Nona. Kita sudah sampai." Ucap sopir tersebut menoleh ke arah belakang dimana penumpangnya berada.

"Oh, sudah sampai? Kenapa cepet sekali, huaaaaa ...." Jawab Asmara Pradipta merentangkan kedua tangannya lalu sedikit terkejut saat tangannya itu menyentuh wajah Edward yang berada tepat di sampingnya.

"Hiih ... Kamu, ngagetin aja si?" Ketus Mara dengan wajah kesalnya.

Edward hanya mengangkat kedua bahunya dengan sedikit tersenyum hambar.

"Berapa, bang?"

"57.000, Nona.''

"Baiklah, kembaliannya ambil saja ya," ucap Mara menyerahkan uang satu lembar.

"Terima kasih, Nona." Jawab sang supir.

Mara pun keluar dari dalam mobil, begitupun dengan Edward yang saat ini tersenyum penuh kemenangan karena akhirnya bisa selalu berada dekat dengan musuh bebuyutannya dan akan segera menghabisinya di saat dia memiliki kesempatan.

Tentu saja, dia harus mencari tahu terlebih dahulu kekuatan apa yang sempat memancar dari tubuh wanita ini sehingga membuatnya terpelanting sejauh 2 meter.

"Ini rumah kamu?" Tanya Edward menatap rumah besar dan mewah dengan pagar berwarna coklat tinggi menjulang.

"Iya, kenapa? Terkejut? Aku memang wanita terkaya di negara ini, jadi jangan heran melihat rumah aku yang megah ini," jawab Asmara dengan begitu sombongnya.

"Hmmm ... Anda benar-benar hebat, Nona. Masih muda udah kaya raya seperti ini. Tidak seperti saya, saya hanya tinggal sebatang kara dan miskin pula.''

Mara hanya tersenyum tidak peduli lalu mulai membuka pintu pagar.

Breeeeet ....

Suara pintu pagar yang di buka, membuat suasana malam yang semula hening seketika terdengar suara kicauan burung yang saling bersahutan dan terbang dari ranting pohon besar yang berada tepat di pinggir jalan merasa terkejut dengan suara pintu pagar yang terdengar begitu nyaring.

Kuuuuk ... Kuuuuk ... Kuuuuk ....

Suara burung hantu pun kembali terdengar, suara yang sama persis seperti yang terdengar oleh telinga Mara saat dirinya masih berada di dalam kantor.

"Astaga itu burung, sampe ngikutin aku ke sini segala? Gak ada kerjaan banget si," gerutunya kesal menatap sekeliling mencari sosok burung hantu tersebut.

"Emangnya burung hantu di dunia ini cuma ada satu apa?" Celetuk Edward tersenyum kecut berjalan tepat di belakang Mara.

"Emangnya kamu tau jumlah populasi burung hantu di dunia ini ada berapa?"

Edward terdiam tidak menanggapi.

"Gak tau 'kan?"

"Populasi burung hantu di dunia ini memang hampir punah, Nona. Tapi, bukan berarti hanya tinggal satu juga."

"Tau darimana kamu? So tau."

Ceklek ....

Asmara mulai membuka pinta rumahnya lalu masuk diikut oleh Edward.

"Tentu saja saya tau, Nona. Mereka itu sahabat saya.''

"Hah?" Asmara seketika terkejut menatap wajah Edward dan benar-benar merasa ada yang aneh dengan laki-laki ini.

"Eu ... Maksud saya, saya sering baca di google mengenai perburungan. Begitu, Nona. Hehehehe ....''

"Dasar aneh."

Bruk ....

Mara menjatuhkan tubuhnya di kursi ruang tamu karena dirinya malas naik ke lantai dua dimana kamarnya berada, tubuhnya yang benar-benar terasa lelah juga rasa kantuk yang sudah tidak lagi bisa dia tahan membuatnya seketika langsung memejamkan mata.

"Apa dia tidur?" Gumam Edward dengan kecepatan kilat tiba-tiba sudah berjongkok tepat di pinggir kursi dimana Mara tertidur.

Dia pun menatap wajah wanita itu dengan tatapan tajam. Memperhatikan setiap jengkal wajahnya, dari mulai mata dengan bulunya yang lentik sempurna dan kedua alisnya ditata begitu rapi tanpa cela sedikitpun.

Hidung mancung, pipi mulusnya yang terlihat begitu licin, terakhir pandangan matanya pun tertuju pada bibir merahnya yang terlihat sedikit tebal sensual.

"Kamu itu cantik sebenarnya, tapi sayang--"

"Mom, Dad ... Kalian dimana? Kenapa kalian ningalin aku sendirian di rumah ini," gumam Mara seketika mengigau membuat Edward tidak meneruskan ucapannya.

"Kedua orang tua kamu udah mati, Nona cantik. Kamu tau siapa yang membunuh mereka? Akulah orangnya, akulah vampir yang udah sudah membunuh mereka, dan tidak lama lagi kamu juga akan segera menyusul mereka ke alam baka," gumam Edward.

Seketika, buliran air mata menetes begitu saja dari ujung pelupuk mata indah wanita bernama Mara itu dan sepertinya dia sedang bermimpi buruk di dalam tidurnya.

"Aku janji akan mencari keberadaan makhluk jahanam itu dan membalaskan dendam kalian, Mom, Dad." Gumam Mara lagi masih dalam keadaan tertidur lelap.

"Coba saja kalau berani, saya yang akan membunuh kamu terlebih dahulu, Nona." Edward balas bergumam, masih dengan mata yang menatap lekat wajah Asmara Pradipta begitu mengagumi kecantikan wanita itu sebenarnya.

"Huaaaa ..." Mara tiba-tiba saja merentangkan kedua tangannya dan melingkarkan di leher Edward, membuat laki-laki yang merupakan raja Vampir dengan kekuatan yang luar biasa itu seketika panik lalu mencoba melepaskan diri.

"Sial, sedang apa dia?" Gumamnya berusaha melepaskan lingkaran tangan wanita itu.

Entah mengapa, bersentuhan dengan Asmara membuat kekuatannya seketika menghilang, tubuhnya mendadak terasa kaku dengan jantung yang berdetak kencang.

Dia pun mencoba memejamkan mata hendak mengunakan kekuatannya dalam berpindah tempat yang biasanya mampu dia lakukan hanya dengan memejamkan mata saja.

"Ada apa ini? Kenapa kekuatan saya tidak bisa digunakan? Astaga, ada apa dengan saya?''

Dia pun menjentikkan jarinya dan berusaha menghentikan waktu, dan usahanya pun berhasil. Waktu pun seketika terhenti dan Edward bisa melepaskan lingkaran tangan Asmara dengan mudah akhirnya.

"Sebenarnya kekuatan apa yang dia miliki sampai-sampai saya tidak bisa menggerakkan tubuh saya tadi,'' gumam Edward menatap belahan d*da Mara dimana sumber kilatan cahaya itu berasal.

Perlahan tapi pasti, dia pun semakin intens bahkan jari-jarinya mulai menyibakkan sedikit kemeja bermotif bunga yang dikenakan oleh wanita itu sehingga belahan d*da berbentuk hati terlihat jelas dimatanya kini.

Sedetik kemudian ....

Flash ....

Blug ....

Kilatan cahaya keluar dari sebuah kalung berwarna pink yang melingkar di leher Mara, membuat tubuh Edward kembali terpelanting sejauh tiga meter, dan waktu pun kembali berjalan normal.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!