Tubuhnya benar-benar terasa lemas, seorang wanita berkulit putih, wajah terlihat cantik alami, telah memakai makeup tipis. Gaun yang bagaikan transparan berada di tubuhnya. Tempat tidur bertaburkan kelopak bunga mawar.
Wanita yang menahan rasa sakit di kepalanya. Perlahan terbangun mencoba untuk duduk. Air matanya tiba-tiba mengalir, ketakutan. Tidak mengenal ruangan ini sama sekali.
Liora itulah namanya. Hal yang terakhir diingat anak tunggal sang kepala desa ini, adalah dirinya yang hanya lulusan SMU menerima tawaran pekerjaan dari tetangganya. Tawaran pekerjaan di kota besar menjadi pelayan restauran.
Tapi kenyataan pahit dialaminya, dirinya beserta wanita desa lain diantar ke tempat prostitusi. Melawan? Itu yang dilakukannya, hingga pada akhirnya kepalanya dibenturkan oleh preman penjaga tempat tersebut, menyebabkannya tidak sadarkan diri.
Pakaiannya kini ditatapnya, bahkan tidak mengenakan pakaian dalam sedikitpun. Berusaha menutupi lekukan tubuhnya dengan kedua tangannya, lekukan tubuh yang terlihat dari gaun transparan yang dikenakannya. Hingga suara pintu terbuka terdengar.
Jantungnya berdegup cepat, dapat mengira hal yang terjadi. Dirinya akan dijual, dijadikan budak napsu, kehilangan kesucian yang selama ini gadis berusia 20 tahun itu jaga.
Suara degupan jantung itu semakin cepat.
Tok! Tok! Tok!
Suara tongkat terdengar hingga seorang pemuda terlihat.
"Setan!" teriaknya ketakutan, berlari dari ranjang tidak mempedulikan tubuhnya yang hampir terekspos sempurna.
Sang pemuda meraba wajahnya sendiri, menghela napas kasar. Kakinya pincang, memakai kruk (sejenis tongkat) untuk berjalan. Perlahan melangkah mendekati Liora.
"Bahkan wanita penghibur ini takut padaku," gumamnya.
"Kamu manusia?" Liora perlahan menelan ludahnya, masih ketakutan. Apa ini pria hidung belang yang harus dilayaninya?
Gadis berusia 20 tahun yang hanya dapat menangis. Tertunduk dengan air mata mengalir.
Tok! Tok! Tok!
Suara tongkat sang pemuda semakin mendekat. Menatap ke arah gadis muda yang ketakutan. Liora benar-benar gemetar saat ini.
Bagaimana tidak, setengah rambut pemuda di hadapannya menghilang, dengan luka bakar parah yang belum kering sempurna. Begitu juga dengan wajahnya. Boneka Chucky? Bahkan rupa pemuda di hadapannya ini lebih mengerikan.
"Kamu takut?" tanyanya.
"Jangan sentuh aku!" pinta Liora menangis terisak, bagaikan anak kecil.
Pemuda yang tersenyum miris, dibalik wajahnya yang buruk rupa."Aku akan membawa pulang yang lain saja. Tapi jika aku tidak memilihmu, kamu mungkin akan melayani yang lebih buruk daripada aku,"
Gadis desa yang gemetaran menonggakkan kepalanya. Menatap sang pemuda yang berbalik hendak pergi.
Pemuda itu benar, orang cacat tidak akan melukainya. Bahkan mungkin tidak akan berhubungan badan dengannya."Paman! Kakak!Tolong aku! Aku tidak mau menjual diri! Aku ditipu!" teriaknya sesegukan. Tidak dapat memperkirakan usia sang pria. Celana panjang kain yang dipakai sang pria ditariknya.
Sang pria berwajah mengerikan itu menepis."Kamu takut padaku. Jadi aku akan menyewa wanita penghibur yang lain,"
Gadis itu tidak menyerah kembali merangkak, menarik ujung celana panjang sang pemuda."Tolong bawa aku, aku akan melayanimu!" ucapnya penuh harap, setidaknya pria cacat tidak akan dapat menodainya bukan?
Namun, hal yang memalukkan terjadi, celana panjang sang pemuda merosot. Menunjukkan celana boxer ketat yang dipakainya.
"Kamu!" bentak sang pemuda, murka.
Hingga mata mereka menoleh, seorang pria berjas tiba-tiba masuk."Tuan muda, nyonya menghubu..." kata-katanya terhenti, membulatkan matanya. Menatap adegan aneh di hadapannya."Maaf!" teriaknya kembali menutup pintu.
Sedangkan sang pria berwajah buruk rupa hanya dapat menghela napas kasar. Menarik kembali celana panjangnya, benar-benar menyebalkan baginya.
"Aku akan menyewa wanita lain!" geramnya, melangkah pergi. Sedangkan Liora hanya dapat menangis tidak mengetahui kelanjutan nasibnya akan bagaimana.
*
Malam semakin larut, mencari cara keluar dari kamar sudah dilakukannya. Tapi tidak ada hasil, hingga pada akhirnya pintu itu terbuka kembali. Kali ini hal yang lebih mengerikan terlihat, seorang pria paruh baya yang tengah mabuk berat.
"Cantik, aku menyewamu mahal. Puaskan aku..." ucapnya mengangkat paksa tubuh Liora. Membantingnya diatas tempat tidur.
"Paman! Jangan aku mohon..." teriak gadis itu kala lehernya ditelusuri, pria tua yang tidak dikenalnya.
*
Hujan mulai terlihat lebat. Sang pemuda berwajah dipenuhi dengan luka bakar terdiam menatap ke arah jendela. Entah apa yang ada di fikirannya, benar-benar terlihat tidak tenang.
"Tuan muda," panggil sang asisten yang tengah menyetir.
"Bahkan menyewa wanita penghibur saja, mereka ketakutan akan wajahku," gumamnya tersenyum pahit, setelah memasuki beberapa kamar dengan wanita penghibur yang berbeda disewanya.
Sang asisten hanya dapat menghela napasnya. Dahulu tidak seperti ini, Arga tuan mudanya, seorang pemuda yang berkepribadian hangat, serta humoris.
Kehidupan yang benar-benar sempurna berubah begitu saja kala terjadi ledakan besar di pabrik, tempat yang ditinjaunya. Rencana pernikahannya gagal total, calon istrinya meninggalkannya dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan.
Alasan omong kosong, walaupun tidak mencintai calon istri dari perjodohan kedua orang tuanya. Namun, dirinya menyadari wanita itu dan keluarganya hanya ingin menghindar darinya.
Luka bakar yang belum kering, air matanya mengalir. Adakah yang bersedia menikah dengan makhluk buruk rupa sepertinya? Tepat tengah malam kala dirinya masih berbaring di ranjang rumah sakit, Arga selalu mendengar tangisan ibunya. Yang mencemaskan putranya, sebuah perjodohan yang gagal, diingkari dengan alasan pendidikan.
Putranya yang kesulitan berjalan ditambah dengan wajah yang cacat yang mengerikan.
Entahlah, Arga hanya terdiam, mengingat air mata ibunya yang menetes untuknya. Mungkin itulah alasan dirinya mendatangi tempat prostitusi, berharap ada wanita yang setidaknya mencintai uangnya. Untuk mencintai fisik? Tidak ada wanita yang tidak jijik dengan wajahnya. Membawa sang wanita pulang, bukan untuk menikah. Namun untuk merawat dirinya, karena dirinya menyadari tidak akan ada wanita yang bersedia menikah dengan si buruk rupa.
Jemari tangannya terangkat, meraba luka bakar di pipinya pelan. Wanita bayaran terakhir masih diingatnya, memohon padanya, berakhir menarik celana panjangnya hingga terlepas. Entah kenapa wajahnya tiba-tiba tersenyum.
"Kita kembali..." ucapnya menghela napas kasar.
*
Liora berusaha memberontak, tangannya dililit menggunakan dasi. Bau alkohol menyeruak, wanita yang menangis dan berteriak dengan pakaiannya yang minim.
Srak!
Pakaiannya dirobek. Pria berkumis yang mulai menanggalkan kemejanya sendiri.
"Tuhan, tolong aku! Jika ada yang menyelamatkanku, kalau laki-laki aku akan mengejarnya mati-matian berusaha mencintainya, menjadikannya suamiku. Jika wanita aku akan menjadikannya saudaraku." batin Liora, sang anak tunggal kepala desa.
Gadis desa yang sejatinya cukup pintar. Hanya saja terjebak bujuk rayu tentangganya memberikan pekerjaan dengan gaji besar di kota. Tau begini lebih baik Liora melakukan pesugihan saja. Setidaknya yang datang pastinya siluman tampan.
"Ang....aa..." teriak Liora berusaha melepaskan dirinya kala pria itu mendekat. Wanita yang menutup matanya menahan rasa takut dan jijik.
Brug!
Suara benturan keras terdengar, tubuhnya tidak tersentuh sama sekali. Perlahan Liora membuka matanya. Menatap ke arah pemuda yang telah memukul sang pria menggunakan tongkat. Entah sejak kapan pemuda itu masuk ke ruangan dengan sang mucikari.
Sang mucikari yang segera melepaskan ikatan tangan Liora.
"Aku membelinya..." ucapnya Arga.
Dengan cepat Liora bangkit dari tempat tidur melupakan dirinya yang hampir tidak berpakaian. Memeluk kaki sang pemuda.
"Paman! Kakak! Terimakasih sudah membawaku!" teriaknya menangis.
Sang pemuda menghela napas kasar mengalihkan pandangannya. Dari pemandangan fulgar di yang ada di kakinya.
"Pakai!" perintah Arga, memberikan jas yang digunakannya. Dengan cepat Liora memakai jas yang kebesaran. Firasatnya benar, pria berwajah mengerikan ini tidak bermaksud jahat. Tidak mungkin akan menidurinya.
Takut? Itulah perasaan Liora saat ini. Perlahan berjalan menelusuri lorong dengan masih menggunakan jas kebesaran yang dipinjamkan pria berwajah mengerikan yang baru dua kali ditemuinya.
Matanya menelisik, menghela napas berkali-kali. Takut? Tentu saja, namun tempat prostitusi ini lebih mengerikan daripada mengikuti langkah pemuda ini.
Tok! Tok! Tok!
Suara tongkat yang digunakannya kala berjalan dengan kaki pincangnya. Liora mengepalkan tangannya memberanikan diri, menahan air matanya yang hendak mengalir.
"Paman, maksudku kakak, ada empat temanku lagi yang dijual. Bisa kamu menolong mereka?" tanyanya gemetaran.
"Jika aku menolong mereka, imbalan apa yang akan kamu berikan?" Arga menghentikan langkahnya.
"Tubuhku?" Liora mengedipkan sebelah matanya genit. Ini sudah menjadi janjinya kan? Orang yang menolongnya harus dikejar olehnya hingga menjadi suaminya. Janji kepada Tuhan walaupun hanya di dalam hatinya.
Janji yang bagaikan mengantarkan dari mulut singa masuk ke mulut dinosaurus. Bagiamana tidak, dari om-om gemuk menjadi pria cacat berwajah mengerikan. Tapi mungkin rasa syukur dari dalam hatinya, setidaknya jika dirinya tetap mendekam di tempat ini, entah berapa pria hidung belang yang harus dilayaninya.
"Ya Tuhan, Engkau telah mengirimkan musibah sekaligus penolong padaku. Aku hanya bisa mengucapkan, kenapa tidak yang lebih tampan sedikit saja?" batin Liora, sebagai umat-Nya yang bersyukur, sekaligus tidak pernah puas dengan pertolongan yang diberikan-Nya.
Arga beringsut mundur, benar-benar wanita yang agresif. Menghela napasnya berkali-kali."Memang kamu mau tidur denganku?" tanyanya entah kenapa sifat konyolnya yang kali ini keluar. Setelah sekitar sebulan menjadi pemuda pemurung.
Dengan cepat Liora berlindung di balik punggung Juan (asisten Arga)."Tidak," ucapnya tersenyum menampakan deretan gigi putih ala iklan Pepsodent.
Sedangkan Juan menipiskan bibir menahan tawanya. Satu bulan ini dirinya sudah cukup jenuh berhadapan dengan pemuda yang depresi setiap menatap cermin. Dan sekarang pemuda itu sudah bisa bercanda?
Juan perlahan menggeser posisinya agar Liora tidak berlindung di belakang punggungnya. Namun, dengan cepat gadis itu, kembali mengikuti Juan bergeser. Hingga pada akhirnya Juan mendorong kepala Liora yang sebenarnya berlindung dari rasa takutnya menatap sosok Arga.
Dan kini Liora kembali menunduk."Tuhan, kenapa engkau mengirimkan dia padaku. Ayahku yang jauh lebih tua, bahkan lebih tampan darinya. Apa dosaku ya Tuhan?" batinnya berdebat antara janji dan jijik.
Luka di kulit wajah yang belum benar-benar kering, setengah rambut yang terbakar, di tambah kaki yang pincang. Wanita mana yang tidak akan mengeluh antara menghela napas dan membayar hutang budi. Dirinya hanya dapat mengejar pria ini seperti janjinya, berusaha mencintainya. Walaupun...tapi... begitulah...
"Aku hanya bercanda, jangan dianggap serius. Juan, bebaskan teman-teman gadis ini, ancam mucikari jika tidak bersedia membebaskan mereka maka tempat ini akan dipenuhi dengan polisi." Kata-kata yang keluar dari mulut Arga.
Tok! Tok! Tok!
Suara tongkat bagaikan penanda kedatangannya. Punggung pemuda itu ditatap Liora. Benar-benar pria yang baik bagaikan malaikat. Namun sialnya pria itu harus menjadi suaminya, seperti janjinya pada Tuhan.
Tidak memandang fisik? Adakah cinta seperti itu? Bagaimanapun fisik yang utama, setara dengan isi dompet. Bagikan dongeng Beauty and The Beast. Beauty tidak akan mencintai Beast jika tidak kaya dan Beast tidak akan mencintai beauty jika tidak cantik.
Tapi perasaan manusia tidak ada yang bisa menebak dalamnya. Liora hanya menatap ke arah punggung Arga, pria yang tidak dikenalnya sama sekali.
"A...aku," gumamnya merasa ada yang salah dengan dirinya sifat pemuda yang benar-benar lembut. Dibalik rupanya yang mengerikan.
"Yang mana saja temanmu, aku akan membebaskan mereka dan mengatur kepulangan mereka ke tempat asalnya," ucap Juan mengejutkannya.
Liora melangkah bersama Juan, memeriksa kamar satu persatu. Benar-benar bersyukur ada orang yang telah menolong dirinya.
"Aku juga boleh pulang?" tanya Liora tidak tahu malu.
"Tidak! Tuan tidak mau rugi sudah membayarmu mahal-mahal, tugasmu adalah mengatur semua keperluannya tuan muda, dari mulai makan, minum, olahraga, membersihkan lukanya, dan ranjang," jawab Juan.
"Ranjang?" Liora mengenyitkan keningnya, membayangkan menyerahkan malam pertamanya pada sang itik buruk rupa.
"Iya ranjang, mengganti seprei menurut selera tuan muda. Kamu fikir tuan muda akan melakukannya dengan wanita penghibur sepertimu? Entah sudah berapa jagung dengan saus mayones yang kamu cicipi..." Juan berdidik antara ngeri dan jijik.
"Jagung dengan saus mayones?" gumam Liora tidak mengerti. Namun hanya sejenak menyadari ada hal yang janggal tentang jagung dengan saus mayones.
"A...aku masih perawan! Jangan salah!" bentak Liora, kesal.
Tapi mana ada pria yang akan percaya? Dirinya ditemukan Arga di tempat prostitusi. Sudah cukup wajar Arga dan Juan mungkin menganggapnya sudah pernah mencicipi jagung.
*
Hari sudah cukup malam, tidak banyak pembicaraan dalam mobil yang tengah melaju. Bahkan kala mobil memasuki rumah yang cukup besar.
Liora hanya tertunduk cemas entah bagaimana dengan nasibnya. Wanita yang melangkah mengikuti Arga. Seorang wanita paruh baya tiba-tiba bangkit dari sofa. Berjalan mendekat ke arah mereka.
"Kenapa kamu ke tempat prostitusi?!" teriak Intan (Ibu Arga) pada putranya. Wanita yang menatap tajam dengan air mata mengalir.
Mata Liora menelisik, terdapat satu orang lainnya yang duduk disana. Seorang wanita yang mungkin juga sudah berusia di atas 45 tahun.
Tania itulah namanya, ibu dari tunangan Arga. Yang membatalkan pernikahan dengan alasan pergi sekolah ke luar negeri. Setelah mengetahui keadaan Arga usai kecelakaan.
Mencari kesalahan Arga? Itulah yang dilakukan Tania. Hingga pembatalan pertunangan akan menjadi kesalahan di pihak Arga. Mengingat dua perusahaan besar yang hendak disatukan dengan menggunakan perjodohan yang diatur sejak dini.
Arga menghela napas kasar mentap ke arah Intan, ibunya."Ibu, aku hanya mencari kesenangan sesekali. Sementara Lisa (tunangan Arga) yang tinggal di Australia entah setia atau lebih menyukai pria asing yang perkasa. Dibandingkan denganku yang cacat mungkin tidak ada apa-apanya..."
"Arga! Aku bersyukur Lisa memutuskan kuliah di luar negeri daripada menikah denganmu. Sudah cacat! Bahkan membawa wanita penghibur ke rumah. Intan, aku sarankan beri nasehat pada putramu. Aku tidak akan membiarkan Lisa yang cantik menikah dengannya," Tania mulai bangkit, bersamaan dengan mulut Arga yang juga berucap.
"Aku setuju pertunangan kami berakhir. Ibu, sudahlah jika memang tidak berjodoh," Arga menghela napas kasar tersenyum.
"Sadar diri juga! Setelah ini aku akan mengumumkan putusnya pertunanganmu dengan putriku Lisa." Pada akhirnya tujuan kedatangan Tania tercapai. Tidak ingin memiliki menantu cacat wajah dan kaki.
Tok! Tok! Tok!
"Baik, tapi dengan ini aku selaku CEO Sky Control, menyatakan kerjasama kedua perusahaan berakhir. Aku akan mencari perusahaan yang lebih kompeten untuk menjadi suplaiyer." Jawab Arga berjalan lebih dekat menggunakan tongkatnya.
Tania mengepalkan tangannya, menghela napasnya dalam-dalam. Saat Arga berusia 12 tahun, perusahaan keluarganya sempat mengalami krisis sehingga memohon pada Intan untuk mengikat kerjasama perusahaan dengan perjodohan antara Arga dengan Lisa putrinya.
Kala itu Arga cukup pintar, rupawan dan sempurna. Tidak memiliki kekurangan seperti sekarang. Tidak ingin putrinya mengurus pria pincang dengan wajah bagaikan monster. Itulah yang ada di benak Tania. Apalagi perusahaan keluarganya sekarang sudah dapat bangkit.
"Baik! Keluarga kami juga tidak memerlukan bantuan dari keluarga kalian!" bentak Tania, ini mungkin merugikan. Namun sekali lagi, dirinya jijik bahkan ingin muntah saat melihat rupa Arga saat ini. Sama seperti putrinya yang menangis ingin membatalkan perjodohan yang sudah direncanakan dari 16 tahun lalu.
Karena itu, tidak sudi sama sekali, memiliki menantu pincang, berwajah mengerikan.
Dengan cepat Tania melangkah pergi, seolah melupakan hutang budinya pada keluarga Arga. Melupakan 16 tahun lalu dirinya yang merangkak memohon perjodohan antara Lisa dan Arga.
"Tania tunggu! Aku mohon jangan gegabah mengambil keputusan. Arga akan sembuh, aku mohon..." tangisan Intan terdengar, memegang kaki sahabatnya.
Putranya kini pincang bahkan memiliki wajah yang mengerikan. Siapa yang akan menikah dengannya? Ini memang egois namun dirinya tetap ingin hal yang terbaik untuk Arga.
"Ibu, sudah jangan berlutut..." Arga berusaha berlutut walaupun sulit menggerakkan salah satu kakinya. Berusaha membuat sang ibu melepaskan kaki Tania.
"Kamu dengar Arga! Ibumu bahkan lebih mengerti, tidak akan ada yang mau menikah denganmu. Ibu yang bodoh dan memalukan dengan anak yang pincang berwajah menjijikkan," cibir Tania hendak melangkah pergi.
Arga menghentikan langkah Tania dengan kata-katanya, pemuda yang tersenyum, masih berlutut di lantai memeluk tubuh ibunya."Bibi, aku akan menikah walaupun dengan wanita penghibur sekalipun. Bibi tahu kenapa? Lisa yang bibi kirim untuk bersekolah di luar negeri, akan menjadi lebih buruk dari wanita penghibur. Ini adalah kutukan dariku, karena bibi menghina ibuku..."
Sebuah kutukan dari sang pria, membuat Liora mengenyitkan keningnya."Ini bukan jaman Malin Kundang..." batinnya menahan tawa.
Tania menghela napas kasar."Kamu memang hanya dapat menikah dengan wanita penghibur yang materialistis. Tapi tidak dengan putriku, dia akan dijaga oleh beberapa bodyguard. Kemudian berjodoh dengan pengusaha muda yang tampan,"jawabnya berjalan pergi meninggalkan rumah yang sama besarnya dengan rumahnya tersebut.
"Arga! Hentikan dia! Arga! Dengan siapa kamu akan menikah nanti?!" jerit tangis Intan terdengar, tubuhnya didekap oleh putranya.
Liora menghela napas kasar bagaimana pun ini janjinya pada Tuhan. Jadi dirinya tidak boleh main-main untuk melaksanakannya. Kecuali pemuda ini memang berjodoh dengan wanita lain.
Menelan ludahnya beberapa kali, jijik? Tentu saja. Namun ini adalah calon suami masa depan gadis desa yang naif.
"Bibi aku yang akan menikah dengan putramu," ucap Liora penuh rasa percaya diri.
Arga dan Intan menonggakkan kepalanya bersamaan menatap aneh ke arah seorang gadis di hadapan mereka. Gadis yang masih mengenakan jas kebesaran dengan penampilan acak-acakan.
Wanita ini bukan wanita baik-baik, wanita penghibur materialistis yang dibawa putranya. Dengan cepat Intan segera bangkit entah kenapa rasa sedihnya lenyap. Mengambil mob lantai dari tangan pelayan.
"Dasar wanita murahan! Kamu siluman rubah yang ingin menggoda putraku kan? Kemari!" bentaknya hendak memukul Liora menggunakan mob lantai.
"Tolong!" teriak Liora berlari dikejar oleh intan.
Sedangkan Arga masih berlutut mematung. Menipiskan bibir menahan tawanya, menatap tingkah konyol ibunya dan sang wanita yang baru dibawanya.
Hingga Liora terpeleset, Intan dengan cepat mengepel wajah wanita yang dianggapnya wanita penghibur."Pergi kamu! Jangan ganggu putraku! Dasar wanita materialistis!" teriak Intan.
Hingga pada akhirnya Arga tertawa lepas, tidak dapat menahan tawanya lagi. Benar-benar aneh tingkah kedua orang yang tengah berkelahi. Sementara Juan memijit pelipisnya sendiri. Satunya ibu yang protektif ke putranya, satu lagi wanita penghibur aneh yang entah berapa jagung dengan saus mayones yang sudah dicicipinya.
Yang jelas tidak akan ada ketenangan di rumah ini lagi.
Namun, Intan menghentikan tindakannya. Menatap putranya yang masih tertawa memegangi perutnya. Setetes air mata Intan mengalir, pada akhirnya setelah sebulan lebih terpuruk putranya dapat tertawa lepas.
Wajah Intan menahan senyumnya, mulai bertindak lebih agresif lagi. Menginginkan putranya tertawa semakin kencang.
"Wanita murahan! Aku akan mengepel wajahmu sampai bersih!" ucapnya makin bersemangat.
"Bibi! Hentikan! Aku hanya wanita polos yang tidak mengetahui apa itu jagung dengan saus mayones yang dikatakan orang itu..." ucapan lebih tidak masuk akal lagi. Bagaikan menonton sebuah lelucon.
Liora dengan kata-kata serius namun memiliki tingkah konyol dan Intan yang ingin lebih banyak mendengarkan tawa putranya.
*
Hingga malam menjelang, Liora telah diberikan pakaian ganti oleh Juan. Termasuk pakaian dalam yang entah dipilihkan siapa. Namun terasa cukup pas untuknya.
Rumah dengan arsitektur ala bangsawan Eropa. Wanita yang hanya pernah menyaksikan ini di telivisi analog di rumahnya. Kini dirinya berada di tempat yang lebih mewah dari pada di rumah dalam sinetron kejar tayang.
Namun tetap saja, dirinya lebih ingin pulang ke rumahnya. Banyak yang melamar dirinya begitu lulus SMU, ada anak tunggal juragan tanah, ada juga seseorang dari keluarga ningrat, tidak ada satupun yang diterima ayahnya sang kepala desa.
Alasannya, dirinya tengah mengumpulkan uang untuk biaya pendidikan putrinya menjadi bidan. Hingga salah seorang tetangga menawarkan tawaran kerja ke kota dengan gaji tinggi. Dirinya mungkin bisa bekerja sambil kuliah itulah harapannya.
Namun, harapan tinggal harapan. Dirinya dijual ke tempat prostitusi. Apa ayahnya akan mengetahui segalanya dan menjemput dirinya? Entahlah, tapi ayahnya tidak akan rela memiliki menantu pincang. Itulah keyakinannya, tapi hutang budi tetaplah hutang budi. Janji adalah janji.
Sekali lagi dirinya mengeluh."Tuhan kenapa yang menyelamatkanku tidak Lee Min-ho, Roger Danuarta, atau Tom Cruise saja..."
Benar-benar umat yang tidak pandai bersyukur. Menghela napas berkali-kali dengan kaki yang lemas. Hendak turun menuju lantai satu.
Namun, langkahnya terhenti menatap seseorang yang dikenalnya."Sial!" umpatnya.
Kairan, seorang pengusaha yang membangun tempat wisata di desanya. Berkali-kali berdebat dengan Winata ayahnya yang menjadi seorang kepala desa. Musuh bebuyutan ayahnya ada di sini.
Ketakutan? Tentu saja, dirinya bersembunyi diam-diam mendengarkan pembicaraan Kairan dan Intan.
Pria paruh baya yang melonggarkan dasinya. Ayah kandung dari Arga. Sesuatu yang beberapa saat lagi akan diketahui Liora.
"Gila!" teriaknya murka membanting tasnya di sofa.
"Tenang ada apa?" tanya Intan menenangkan suaminya, yang beberapa hari ini belum pulang kala mengurus salah satu usaha sampingan mereka.
"Kepala desa (Winata, ayah Liora) benar-benar kolot! Siapa yang akan merusak lahan pertanian? Aku hanya ingin kerjasama!" geramnya murka.
"Apa ini drama Romeo dan Juminten? Dua keluarga yang saling bermusuhan? Tapi kenapa Romeonya jadi sejelek ini..." batin Liora menghela napas berkali-kali menggerutu tentang nasib buruk dan janjinya kepada Tuhan.
Tapi manusia memang begitu bukan? Pasti memiliki banyak keluhan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!