NovelToon NovelToon

Simpanan Boss Lajang

MOURA PUTRI SARASVATI

Halooo reader terSayang Aku Gak?

Ini sebenarnya sapaan kedua ya… Mohon maaf untuk yang baru datang membaca novel ini, karena— novel dalam perbaikan atau revisi dari segi kerapian, kosakata juga menghilangkan alur yang tidak penting ataupun yang terlalu vul-gar. Terima kasih karena sudah mau mampir di karya othor yang receh dan tak seberapa ini, semoga terhibur dan juga jangan lupa untuk berikan apresiasi setelah membacanya. 🙂

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

BAB 1 : MOURA PUTRI SARASVATI

“Perkenalkan nama saya Moura Putri Sarasvati, atau bisa dipanggil Moura, Ara juga boleh!” ujar wanita cantik yang sedang memperkenalkan diri di depan beberapa rekan kerja barunya. “Mohon bimbingannya,” Dengan menundukan tubuhnya wanita cantik itu mengakhiri perkenalan.

“Selamat datang, Ara!”

Salah satu rekan kerja yang merupakan satu-satunya wanita disana menyambut kedatangan Moura. Moura tersenyum malu dan canggung, dia masih berdiri dengan sedikit gugup di tengah ruangan yang cukup luas. Riuh ruangan project dengan beberapa candaan yang keluar dan berasal dari 90% populasi para pria paruh baya yang mulai menggoda Moura. Mereka mulai dengan menggoda akan status Moura yang mereka kira adalah seorang gadis biasa. Keributan akhirnya terhenti saat sang manager mempersilahkan Moura untuk bergabung di tempatnya. Semua akhirnya kembali pada kesibukan masing-masing.

“Kenalin, aku Keysha. Tapi— panggil aja aku Key, kita sepertinya seumuran!” uluran tangan rekan baru Moura semakin membuat Moura bersemangat menyambut harinya. “Oh, iya— kamu melamar jadi Admin kan?”

Keysha yang merupakan rekan kerja sesama administrator, menunjukkan meja tempat dimana Moura bekerja nantinya. “Disini jarang sih dibilang admin, biasanya orang lebih suka dipanggil Clerk, biar keren katanya! Haha…”

Moura merasa Keysha adalah rekan kerja yang menyenangkan, sepanjang gadis itu menerangkan Moura bisa memahami garis besar pekerjaannya. Hari ini adalah hari pertama Moura kembali bekerja di salah satu perusahaan yang terbilang cukup besar di kawasan industrial di kota Batam. Adhiaksa Utama Group adalah tempat dimana Moura bekerja saat ini. Perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor kontruksi bangunan dan jalan, menjadi pilihan Moura untuk mengadu nasib kedepannya. Moura Putri Sarasvati sendiri adalah seorang single parent yang sudah memiliki buah hati yang masih bayi. Moura mencoba peruntungannya dengan bekerja setelah melahirkan putri semata wayangnya Shaqilla Shanum yang bulan ini tepat menginjak enam bulan.

Moura terbilang ibu muda yang terpaksa harus menerima takdirnya. Setelah lulus kuliah, dia terpaksa harus menikah dengan pacar yang dicintainya. Semua karena pacarnya menghamili dirinya sebelum ada ikatan pernikahan. Semua hal itu tentu mencoreng nama baik dari kedua keluarga besar mereka. Demi menutupi aib besar itu, kedua keluarga sepakat menikahkan mereka tanpa ada persiapan apapun.

Mantan suami atau mantan pacar yang menghamilinya itu bernama Raffa Abima, setelah menjalani biduk rumah tangga selama hampir satu tahun lamanya. Moura kembali menelan pil pahit. Dirinya memutuskan untuk bercerai dengan suaminya setelah putri mereka berusia enam bulan. Alasan itulah Moura harus bisa menghidupi putri semata wayangnya. Dia juga mencari pekerjaan di tempat yang jauh dari orang-orang yang mengenalnya.

Braaaak!

Suara pintu terbuka kasar sontak membuat semua mata mendelik menatap asal suara, tak terkecuali Moura.

“Pak Khairul, mana data tender dengan perusahaan Trinity?!” Suara bariton yang meresahkan langsung mencerca ruangan project. “Sudah sejauh mana progresnya?!”

Pria yang memiliki suara sedikit menggelegar dan tanpa permisi datang ke ruangan adalah presdir Adhiaksa Group, Noegha Adniakha Bagaskhara.

Setelah kalimat spontan dan mencercanya, pria itu menangkap sosok yang tidak dikenalinya. Dia bahkan hampir tidak berkedip saat menatap keberadaan Moura. ‘Siapa gadis ini? Sebelumnya dia tidak ada disini?’

“Pak Noegha, maaf saya terlambat… Anda sudah kembali?” Dengan tergesa manager project mendekati keberadaan bosnya.

Noegha duduk tanpa dipersilahkan di kursi yang khusus digunakan oleh para staff project dan planner dalam melakukan rapat koordinasi pekerjaan mereka yang berada di tengah ruangan.

“Key, kamu bisa ambil berkas Trinity?” titah tuan Khairul pada stafnya. “Oh iya, Moura! Kesini…”

Kedua gadis yang ada di ruangan sigap bangkit dan mengerjakan apa titah tuan mereka.

Noegha, sapaan akrab Presdir Adhiaksa itu menaikan sudut bibirnya seolah tengah memikirkan sesuatu. Sekilas mengenai orang nomor satu di kantor mereka, bernama lengkap Noegha Adniakha Bagaskhara. Pria itu membangun sendiri perusahaannya semenjak ia lulus dari sekolah menengah. Begitu cemerlangnya pria itu sampai di usia yang sangat muda dia justru memanfaatkan privilege yang di dapat dari keluarga besarnya dengan membangun bisnisnya sedari muda. Noegha terus mengembangkan perusahaannya hingga sebesar saat ini selama tujuh tahun lamanya. Hal inilah membuat Noegha yang penuh ambisi terlihat dingin, arogan dan otoriter dalam menjalankan bisnisnya. Wataknya yang keras di dukung dengan fisiknya yang sempurna membuat siapapun yang melihatnya jelas tergoda bahkan pada pandangan pertama sekalipun. Tidak terkecuali Moura tentu saja, dia sempat tertegun mengagumi pria dengan suara husky menggoda menggetarkan keseluruhan syaraf tubuh untuk segera menatapnya.

Moura sendiri walaupun sudah memiliki putri, sejatinya dia masih berusia sangat muda. Wajahnya jelas tidak terlihat seperti seorang wanita yang sudah memiliki seorang anak. Moura sangat pandai merawat dirinya luar dan dalam. Semua dia lakukan tentu dengan tujuan menuju good rekening. Tanpa privilege yang diwariskan keluarga berupa harta, Moura sedikit beruntung menggunakan penampilannya untuk bisa bekerja seperti sekarang. Siapa yang tidak tahu bahwa penampilan seseorang bisa mempengaruhi keberuntungannya.

Hatinya yang terluka, tapi Moura mati-matian mengubah takdirnya dengan merubah fisiknya, dan pola pikirnya. Dia tidak segan menipu statusnya yang single parent dan kembali menuliskan single dalam aplikasi resume saat melamar pekerjaan. Di jaman yang serba sulit ini, kita harus pandai mencari celah. Selebihnya, dia hanya bisa pasrah pada Tuhannya.

“Ini, Pak!” Keysha menyerahkan berkas yang diinginkan tuan mereka.

Moura sendiri sudah berdiri di samping managernya. Dia tengah mencuri pandang ke arah pria yang tidak dikenal yang sudah mencuri atensinya.

“Makasih Key, kamu bisa duduk lagi. Selanjutnya biar Moura yang belajar.”

Keysha mengerti dan beringsut mundur kembali ke meja kerjanya. Di sisi lain, debar jantung Moura sudah tak beraturan, antara gugup juga takut dia belum terbiasa bekerja.

“Maaf, Pak… Kenalkan, ini Moura… Kedepannya dia akan jadi asisten saya dalam beberapa pengerjaan proyek besar kita untuk fiskal tahun depan.”

Noegha tersenyum begitu tampan membuat Moura menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. ‘Ya Tuhaaan, kenapa disini ada Oppa Korea yang nyasar kemariiii!’

“Moura…” Dengan gugup Moura memperkenalkan dirinya. Noegha sempat terdiam sesaat sebelum dia merespon dan melepaskan jabat tangan Moura.

“Hm… Kamu tahu kan aku siapa?”

Moura terbelalak, tentu saja dia tidak tahu siapa pria arogan itu.

Setelah dipersilahkan ketiganya berbincang serius pasal pekerjaan mereka. Selama mereka berbincang, sudut mata Noegha terus memperhatikan penampilan staf baru yang mulai membuatnya merasa tertarik. Moura sendiri merasa canggung dan terus menunjukan sikap seriusnya. Ini adalah pekerjaan pertamanya, dia tidak boleh mengacaukannya.

Waktu bergulir dengan cepat, bos mereka begitu lihai mengulur waktu membuat diskusi mereka terasa alot. Hanya karena proyek yang sedang mereka bahas adalah mega proyek bagi Adhiaksa Group. Tentu saja, hal ini menjadi perhatian khusus bagi beberapa orang penting disana.

“Baiklah, karena sudah jam makan siang. Saya pribadi mengundang seluruh departemen proyek untuk makan siang bersama. Gimana Pak Khairul?” Sebelum benar-benar keluar, dengan wajah rupawannya Noegha mengundang mereka makan bersama.

Semua staff saling pandang, ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada dalam kamus Noegha menjamu staff jika bukan para Manajer. Mereka langsung menemukan jawaban yang sudah pasti menjadi satu-satunya alasan bos lajang mereka mengadakan perjamuan.

“Sumpah, baru kali ini Si Bos ajakin kita maksi!” seru Keysha membuat Moura hanya meringis tanpa tahu apapun.

Gadis itu sempat menggoda rekan kerja barunya, mereka kompak mengusili Moura pasal perubahan sikap bos mereka yang selalu terlihat dingin dan arogan mendadak jadi menghangat.

Di sisi lain, Noegha mengembangkan senyuman penuh arti menuju mobil kesayangannya. Dia menatap enggan pada layar ponselnya. “Hm?”

“Dimana lu? Kuy maksi…” ajak seseorang di seberang sambungan.

“Ni otw ke Barelang…” sahut Noegha santai sontak membuat rekannya atau asisten pribadinya memekik tidak percaya.

“Ngapain lu maksi jauh banget, coeg!”

“Ngasih apresiasi buat team project!”

“Hah?”

“Dah, bye!”

Noegha menutup panggilan sepihak dengan kembali menaikan sudut bibirnya. “Moura… Menarik!”

***

Seluruh anggota divisi project sudah berada di sebuah resto pinggir laut yang cukup terkenal di kota Batam. Lokasinya berada di salah satu ikon wisata terkenal di sana. Mata Moura menatap takjub keindahan sang pencipta yang menampilkan hamparan laut lepas di depan matanya. Dia juga bisa melihat jelas dari tempatnya berdiri salah satu ikon kota Batam yaitu Jembatan I Barelang yang begitu indahnya.

Sedikit informasi yang diketahui oleh Moura dari pulau Batam yang menarik hatinya selain akan menjadi tempat ia mengais rezeki kedepannya. Batam merupakan salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Riau (Kepri). Kota Batam merupakan kota terbesar di provinsi Kepri yang mencakup pulau Batam, Rempang, Galang dan beberapa pulau kecil lainnya. Ketiga pulau besar itu terhubung oleh jembatan yang semuanya terdiri enam jembatan.

Hal yang paling istimewa dari Batam adalah kekhususan kawasan perdagangan bebas dikarenakan memiliki basis industri yang beragam dan bernilai ekonomi tinggi. Konon Moura pernah mendengar salah satu peserta recruitment bersama dengannya mengatakan bahwa pulau Batam ini bentuknya menyerupai kepiting, mitosnya tempat yang seperti itu sangat cocok bagi orang yang ingin mengais rezeki di kota yang mendapat julukan Singapura-nya Indonesia.

Semua menjadi motivasi Moura yang tidak sabar mendapatkan pundi-pundi keuangannya. Dia juga bermimpi bisa dibayar dengan mata uang asing, ya minimal dollar Singapore pikirnya. Dia harus memiliki batu loncatan, sebelum dia berpijak di batu yang kokoh nantinya.

Disinilah Moura akan kembali memulai kehidupannya, membuktikan pada semua orang dia bisa berdiri sendiri tanpa perlu bantuan seorang pria hanya karena dirinya seorang single parent dengan membawa seorang bayi. Orang-orang berfikir karier seorang wanita akan berhenti saat mereka telah menjadi seorang istri dan ibu. Bahkan Moura di cemooh hanya karena dia sudah berstatus janda dengan anak satu. Mereka selalu berpikir hidup Moura tidak akan berkembang tanpa bantuan seorang pria yang akan menyokong kehidupannya. Moura akan buktikan mereka salah besar!!

“Kamu kenapa, Ra?” Tepukan bahu rekan kerjanya membuyarkan lamunannya.

“Eh, enggak…” Moura tersadar dari lamunan akan hidupnya yang bak roller coaster itu. “Seneng aja bisa langsung di ajak liat laut!”

Keysha terkekeh dengan respon Moura, beberapa bapak-bapak inspektor pun ikut serta mengeluarkan candaan ringan mereka. Menurut seorang inspektor, Batam berisikan orang pendatang dari berbagai wilayah di Indonesia. Moura hanya mangut-mangut saja menimpali candaan mereka.

Tak berapa lama, sebuah mobil mewah memasuki pelataran parkir dimana Moura dan yang lainnya masih berada disana. “Ck, gue baru tahu… Kirain, Raffi Ahmad doang yang punya mobil mewah begitu!” celetuk Moura tak sengaja terdengar oleh rekannya.

“Haha, norak ih Moura… Ini mah belum seberapa dibanding McLaren yang kadang beliau bawa ke kantor buat Flexing…” Keysha berbisik dengan sedikit terkekeh, entah mengejek bosnya atau menyanjungnya. Moura tidak memperhatikan betul, pasalnya— pandangannya tertuju memperhatikan Noegha yang sudah turun dengan aura mahalnya. ‘Ya Tuhaaan, apakah ini cobaan atau justru keberuntungan…’

Moura menundukkan pandangan dan menertawakan dirinya sendiri yang terlihat seolah sudah menyukai seseorang pada pandangan pertamanya.

Bersambung…

GERTAKAN

Moura menundukkan pandangan dan menertawakan dirinya sendiri yang terlihat seolah sudah menyukai seseorang pada pandangan pertamanya. Moura mendongak dan tersentak, tatapan matanya tepat saat Noegha juga sedang menatap ke arahnya sekarang.

Deg!

Noegha mengembangkan senyuman tipis dan berlalu cepat seolah mengabaikan Moura. Pria itu bergegas masuk ke dalam restoran. Seluruh pelayan menunduk menyambut kedatangan Noegha dan rombongan staf perusahaannya. Dengan cepat Noegha menginstruksikan untuk membawa mereka ke area yang cukup luas untuk menampung semua.

Moura yang mengekor di paling belakang, masih sibuk memindai tempatnya saat ini. Dia begitu norak dan sangat menyukai restoran yang berada diantara kepungan air laut. Gadis itu terus berjalan sampai suara berat Noegha menghentikan langkah kakinya.

“Sini, Moura!” seru Noegha menatap Moura tajam.

Semua serentak terdiam, mereka jelas tidak berani berkomentar. Noegha menarik kursi mempersilahkan Moura untuk duduk persis di sebelah kursinya.

Sebelum berjalan ke tempat dimana Noegha mempersilahkannya. Moura sempat berdebar, dia tidak sengaja mengatupkan bibir dan menggigitnya cepat membuat Noegha semakin berani terus menatapnya tanpa takut akan gunjingan dari bawahan yang sedang memperhatikan mereka.

‘Pupus sudah niat makan barbarly ku, bye-bye perbaikan gizi, huhu…’ pilu Moura dalam benaknya. Dengan gugup dia menunduk duduk dan tak lupa mengucap rasa terima kasihnya walau dia sebenarnya tidak menerima pengaturan itu.

Semua membaur mengeluarkan aura kecanggungan yang hinggap di diri masing-masing staf. Mereka sangat mengenal sifat arogan Noegha jika tidak sesuai dengan moodnya. Suara bising kembali menggema, tidak hanya dari beberapa staf yang saling berkomunikasi satu dengan yang lain. Melainkan, bos mereka sendiri tengah berbincang dengan pak Khairul. Moura mengerucut masam, dia jelas seperti berada di dimensi yang salah. Keysha yang berada di seberang terlihat mengoloknya dengan menutup mulut menahan tawa akan tingkah Moura yang terlihat seperti ABG Labil.

Beruntungnya, pramusaji segera datang menghampiri dan menghidangkan seluruh menu makan siang yang sudah dipesan. Raut wajah Moura berbinar seketika, rasa canggungnya mendadak hilang dikalahkan oleh rasa laparnya. Noegha yang memang terus memperhatikan gadis incarannya itu tersenyum tipis.

“Ih apa ni?” Moura bertanya pada Keysha dengan menunjuk salah satu piring saji berisi olahan seafood yang baru dilihat Moura.

“Oh, itu enak loh kamu wajib coba!” seru Keysha menjawab rasa penasaran Moura. “Kamu pasti belum pernah makan di Bandung, karena cuma ada di wilayah Kepri sini aja!”

“Owh, siput ya?” tanya Moura dengan wajah sangsi.

“Bukan, lah... Ini tu gonggong!”

“Iya, siput!”

“Bukan, lah. Gonggong!”

“Iya, sejenis siput kan itu?”

“Kalau di Sunda, namanya Tutut!”

Pecah tawa satu meja makan besar atas tingkah kedua admin mereka. Noegha sendiri menundukkan pandangan sekuat tenaga menahan tawa demi image dinginnya tidak luntur saat ini juga.

“Ish, lah! Kamu tuh bebal sekali…” protes Keysha merasa terbawa kesal. “Ini namanya Gonggong!”

“Ya, siput lah tuh!” Moura keukeuh pada pendiriannya.

“Siput itu tawar, Gonggong ini kan dari laut!”

“Owh, siput laut!”

“Bukan, lah!”

Rasanya Keysha ingin menguliti Moura saat ini juga, gadis pembuat masalah itu justru tengah cekikikan senang.

“Hahaha… Kalian ini!” Pak Khairul akhirnya membuka suaranya. “Udah Key, wajar Moura gak tau… Dia kan baru liat juga…”

Moura menaikkan kedua alisnya cepat beserta senyuman mengejek ke arah rekan kerja belum genap satu harinya itu. Dia seolah mendapatkan supporter membela dirinya yang lemah.

“Gonggong ini memang sejenis siput laut karena bentuknya mirip dengan Keong,” terang pak Khairul berharap pertikaian keduanya selesai saat ini juga.

Noegha menggeleng kepala, dia juga tidak bisa menahan diri menertawakan tingkah Moura. “Namanya memang Gonggong, biota endemik yang hidup di perairan laut Kepri."

Moura menoleh pada suara seksi yang juga mencoba menjelaskan lebih detail. Pria itu menunjukkan kudapan enak itu di depan mata Moura.

"Gonggong adalah salah satu jenis seafood yang menjadi ciri khas dari Kepulauan Riau, khususnya Tanjung Pinang dan Batam. Biasanya, orang di sini mengolahnya hanya dengan direbus dan disajikan utuh dengan cangkangnya.”

“Cara makannya pun cukup mudah, dengan mencungkil bagian dalam menggunakan tusuk gigi yang disediakan lalu di cocol dengan sambal pedas, kamu patut mencobanya, Moura…” Noegha melahap kudapan itu di depan wajah Moura yang sedikit merona atas tindakan bosnya kali ini. Moura tersadar saat Noegha mengupas daging Gonggong untuk disantap staf barunya.

“Ehm… T-terima kasih, Pak!”

Semua mata terbelalak sempurna saat bos lajang nan tampan mereka terlihat seperti tengah menggoda rekan kerja baru mereka saat ini. Dalam benak Moura sudah membayangkan, dia akan dikeroyok habis-habisan di dalam ruangan.

***

Semenjak pertemuan pertamanya dengan Moura, pria yang jadi Presdir Adhiaksa Group itu selalu merasa gelisah terbayang-bayang akan kecantikan Moura. Pria itu sampai harus membuka profil Moura yang ia dapat dari bagian resource. Entah apa yang ada dipikiran Noegha saat ini. Dia memiliki rencana untuk membuat gadis itu terjebak dan bisa berhubungan dengannya. Setelah beberapa kali, dia selalu gagal mengajak Moura untuk sekedar pulang bersama.

“Moura!”

Semua pandangan sontak menoleh ke arah asal suara. Termasuk Moura yang tengah diteriaki oleh Presdir mereka. “I-iya, Pak?”

Bruuk!

“Apa-apaan ini!” maki Noegha tanpa aba-aba. “Masa melengkapi berkas pendukung aja ga bisa?!” sambung Noegha berang membuat jantung Moura terasa melompat dari tempatnya.

Noegha melempar berkas yang dibawanya di depan Moura juga di hadapan rekan project lainnya.

“M-maaf,” ucap Moura mendekat dan mencoba memeriksa berkas yang dilempar bosnya barusan itu.

“Saya tidak mau tahu, sekarang juga laporan kerja ini dilengkapi.” Noegha kembali berkoar menekan. “Oh, ya! Perhitungan RAB di beberapa pekerjaan ini juga kamu buat salah,” Noegha menatap tajam ke arah perempuan yang sudah membuat kepalanya mulai berisi gadis itu. “Perbaiki!”

Noegha kembali meneriaki Moura seolah tengah menguji mental staf barunya itu. “Ingat, kamu serahkan sendiri berkas ini keruanganku, aku tunggu sebelum jam pulang kerja!”

Tanpa ada kalimat tambahan, Noegha keluar ruangan begitu saja. Moura hampir saja menitikan air matanya. Semua orang merasa iba pada gadis baru itu, terlebih Keysha. “Sabar, Ra… Beliau memang terkenal arogan kalau ngomong.”

Moura tersenyum getir membawa berkas dan berjalan tegas menuju meja kerjanya. ‘Sungguh pria yang kasar! Aku sumpahin jomblo selamanya!!’

“Eh, tapi—” Keysha mengekor di belakang tubuh Moura. Gadis itu sontak menoleh memperhatikan rekannya yang terlihat mencurigakan. “Baru kali ini juga, Tokek datang kesini maki-maki kamu? Harusnya sih kalau gak Pak Khairul yang Mbak Shaveera!”

Moura mendengus sebal, dia pikir akan mendapatkan kata mutiara penyemangat hidupnya. Nyatanya, kembali lagi kalimat yang seolah memojokkan dirinya. Kedatangannya seperti membawa pengaruh besar disana. Alih-alih senang karena jadi pusat perhatian, Moura justru merasa ini akan jadi bumerang untuknya.

***

Bruuuk!

“Hey!” maki seorang wanita cukup nyaring menyulutkan masalah di depan Moura yang tidak sengaja menabraknya. “Jalan tuh pake mata!!”

“Sorry—” Moura menunduk meminta maaf, dia sungguh berpacu dengan waktu saat ini.

“Lu anak baru ya?” cerca wanita itu kembali mempermasalahkan. “Lu gak liat cewek cantik kayak gini jalan sebelah mana?” tutur si wanita terasa membuat Moura ingin muntah saat ini juga.

“Saya sudah minta maaf, maaf aku benar-benar lagi buru-buru!” Moura tidak lagi memperdulikan respon si wanita yang diperkirakannya merupakan senior. Namun, naas memang… Si wanita dengan cepat mencekal tangan Moura untuk tetap disana.

“Mau kemana lu jam pulang kerja gini?” tanyanya menekan seolah tahu kemana tujuan Moura saat ini.

Wanita yang dianggap senior itu adalah Margareth, salah satu staf keuangan yang gaya juga tingkahnya benar-benar bikin orang muak sebenarnya. Gadis itu memindai tampilan Moura sangat jelas, dari atas hingga bawah. “Lu pasti punya niatan buat godain Pak Noegha, kan?”

Moura membuka mulutnya sekilas kemudian menutupnya kembali sebelum lalat hinggap disana.

Moura menarik kembali tangannya, dia tak gentar dengan gertakan Margareth. “Bukan urusan anda, ini urusan pekerjaan saya!”

Margareth menunjukan wajah syoknya, dia tidak menyangka akan respon berani Moura. “Shiiit! Berani sekali dia! Lihat saja—” Margareth menyeringai jahat sebelum keluar dari sana.

Bruuk!

Moura menghela nafas kesal, sudah dua kali dia bertabrakan dengan orang. ‘Sungguh, sial!’

Kali ini Moura bahkan hampir terjatuh karena sepatu hak tingginya mempersulit keseimbangan tubuhnya.

Dengan cepat, pria yang Moura tabrak merengkuh tubuhnya. Kedua netra mereka saling tatap dengan debar jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Keduanya terdiam entah apa yang ada dipikiran mereka saat ini. Adegan itu sungguh terlihat bak kebanyakan film drama yang mempertontonkan keromantisan di dalam kantor. ‘Pak Noegha!’

Noegha tersenyum senang, akhirnya Moura mau juga mendekati dirinya sekarang. Pria itu terus memindai tampilan cantik Moura yang membuatnya menelan ludah berat. ‘Moura—’

Cup~

“Aaarkk!”

Moura tersadar saat bibir penuh bosnya mendadak menyentuh bibir tipisnya. Gadis itu mendorong tubuh Noegha dan kembali berdiri tegak mengatur debar jantung dan pernafasannya. Noegha teramat kesal dengan sikap Moura yang selalu menolak keberadaannya.

“Saya sudah memperbaiki semua berkas seperti yang anda inginkan.” Moura mendorong berkas di tangannya dan memaksa Noegha menerimanya. “Saya permisi!!”

Noegha membuka mulut dan bibirnya lebar-lebar dengan tingkah tidak terduga yang sedang Moura mainkan. “Gadis ini!”

Dengan perasaan jengkel, Noegha kembali membanting berkas diatas meja kerjanya. Dia tidak percaya tidak bisa menaklukan seorang gadis seperti Moura. “Heh, kamu pasti seperti gadis lainnya… Kamu pasti sedang berpura-pura agar aku semakin tertarik padamu, kan?”

Bersambung…

BEAUTIFUL REVENGE

Keesokan harinya…

‘Ada apa sih? Gue salah kostum gitu?’

Pagi ini Moura seperti biasa kembali bekerja setelah menitipkan putrinya di salah satu daycare yang tak jauh dari tempat ia menyewa rumah. Sesampainya di lobby kantor Moura merasa sedikit aneh hari ini. Banyak pasang mata yang meliriknya dengan tatapan ketidaksukaan mereka padanya.

Moura akhirnya melipir mampir ke salah satu toilet gedung, dia memperhatikan pantulan dirinya di cermin toilet saat ini. Rasanya dia memakai pakaian biasa saja, setelan kemeja dan celana dasarnya yang dipadu dengan blazer yang mempermanis tampilannya. Moura tidak menemukan yang aneh, ia memasuki salah satu toilet untuk menuntaskan hajatnya segera.

Braaak!

Suara pintu toilet terbanting keras membentur dinding belakangnya.

“Dasar ja-lang!” pekiknya tiba-tiba. “Dia harus diberi pelajaran!” sambungnya terdengar kesal.

“Bener tuh, Reth!” timpal rekannya. “Padahal masih jadi anak kemaren sore, tapi– masa tiap sore dikunjungi terus sama Pak Noegha ke ruangannya!”

Margareth dan salah satu temannya memasuki area kamar mandi dengan menggosipkan seseorang yang tidak mereka ketahui bahwa orangnya berada di tempat yang sama. Moura tertawa dalam hatinya, nasib baik dia bisa mendengar sendiri rumor buruk dirinya yang sudah menyebar di dalam kantornya selama ini!

“Gedek banget pengen jambak rambut sok indahnya itu!” tutur Margareth berapi kembali menumpahkan kekesalannya. “Kemaren gue liat dia sengaja bikin ulah cium Pak Noegha!”

Moura membuka mulutnya lebar-lebar, dia yakin cicak juga bisa saja dikunyah olehnya saat ini. ‘Berarti dia cewek sore kemarin!’

Sayup Moura mendengar pintu kembali tertutup dan suasana hening membuat Moura merasa tenang. Gadis itu keluar dengan perasaan yang berkecamuk hebat, sebelum-sebelumnya Keysha memperlihatkan di forum kantor yang banyak mencatut namanya. Gadis itu menelan ludah mengambil pernafasan yang dalam. “Huh— kamu bisa Moura… Ingat, mereka bukan orang yang biayain seluruh tagihan hidup lo dan anak lo!”

Moura keluar kamar mandi dengan wajah datar seolah tidak terjadi apapun. Sesampainya di meja kerja, Moura mendapati Pak Khairul memanggil namanya. Dia berusaha tenang, dan kembali bangkit mendekat.

“Hari ini ada rapat dadakan, kamu siapin minum sama yang dibutuhkan selama rapat!” titah pak Khairul disambut anggukan mengerti.

Moura menuju ruangan pantry, dia menginstruksikan OB untuk menyiapkan apa saja yang harus di hidang di meja ruang rapatnya.

“Siapa yang meeting?” tanya Margareth pada si OB.

“Oh, itu Mba Moura dari team Proyek!”

“Owh…” Margareth tersenyum sinis, saat OB lengah dia mengambil kesempatannya.

Rapat sudah dimulai, semua berjalan sebagaimana mestinya. Namun, mendadak Moura merasa perutnya tidak bersahabat kali ini. ‘Aduh— tumben banget mules jam kerja begini!’

Dengan terpaksa tanpa bisa lagi Moura tahan, dia meminta izin keluar ruangan menuju toilet yang tak jauh dari sana. Tidak hanya sekali Moura izin, dia bahkan beberapa kali keluar masuk ruangan membuat semua orang merasa tidak fokus atas ulahnya.

“Kamu kenapa, Moura? Sakit?” tanya Pak Khairul mulai khawatir saat melihat wajah asistennya pucat pasi dengan keringat yang menghiasi wajah cantiknya.

“A-aku— gak tau… Perasaan tadi baik-baik aja, tapi—” Moura berusaha menjelaskan keadaannya.

“Kamu abis makan apa emangnya?”

Moura mengernyit, dia kembali mengingat apa saja yang masuk ke dalam mulutnya. “Aku cuma minum—”

Moura menatap cangkir kopi miliknya yang masih tersisa setengahnya. Perasaannya seolah menjadi firasat yang menunjukkan jawaban padanya. Akhirnya, Pak Khairul sendiri yang menyuruh Moura pulang dan beristirahat.

“Aku yakin ada yang mengerjaiku, sebelumnya aku sangat sehat!”

Moura dinyatakan diare oleh tim medis, dia mengantongi beberapa obat. Sesampainya di rumah Moura menyambar laptop miliknya, dia mengotak-atik benda itu dan memasuki salah satu server kamera pengawas yang berada di perusahaan dimana ia bekerja. Moura tidak percaya apa yang sudah ia lihat. Dia sendiri tidak mendendam, namun, jika dia diam maka wanita jahat itu akan semakin menjadi mempermainkan dia kedepannya.

“Kamu harus sedikit diberi pelajaran, kamu pikir kamu bisa seenaknya begini padaku?”

***

Keesokan harinya…

“Margareth!”

Sepagi buta ini, seorang wanita paruh baya tengah meneriaki nama seseorang di depan gedung Adhiaksa Utama.

“Keluar kau, Margareth!” pekik si wanita kembali melengking menarik atensi beberapa orang yang langsung mengerumuninya.

“Siapa kamu?” tanya Margareth balik dengan tatapan angkuh dan keheranannya.

Kebetulan yang seolah tengah terencana, gadis yang diteriaki namanya baru saja sampai di pelataran parkir. Gadis centil itu merasa heran atas keributan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

“Kau ja-lang!”

Plaaak!

Tidak hanya kata kasar yang wanita aneh itu suguhkan, melainkan sebuah tamparan cukup keras ikut membuat semakin menarik penampilan mereka saat ini. Margareth terhenyak, matanya membulat saat tamparan itu mendarat di wajah yang sudah dipoles dengan make up mahalnya.

“Kau yang ja-lang!” Tanpa perlu lama Margareth membalas dan menjambak rambut si wanita asing yang memuat huru-hara.

“Aku tidak mengenalmu... Apa urusanmu membuat onar disini hah?!”

Margareth kembali mencerca tidak mau kalah, mengapa ada orang yang begitu berani menampar dirinya yang cantik luar biasa itu.

“Pelakor mana yang mau ngaku!” umpat si wanita angkuh. “Aku cuma heran, dari dua juta jiwa pria di dunia, kenapa kamu pilih suamiku untuk kau goda, wanita ja-hanam!” Wanita itu kembali melontarkan kalimat tak kalah sadis membuat bulu kuduk Margareth bergidik ngeri.

“Cuiihh!”

Wanita tanpa identitas itu meludah jijik di depan wajah Margareth. Semua orang sontak merasa seolah tengah berdebar tidak karuan. Apalagi Margareth!

“Denger ya wanita gila!” Margareth menunjuk muka wanita paruh baya itu dengan wajah kesalnya. “Aku tidak kenal kamu, aku bahkan tidak tahu suamimu!” sambungnya menggebu. "Aku selebgram dengan dua puluh juta follower tidak mungkin melakukan hal hina itu!!" Dengan sombong Margareth juga mengibas rambutnya. "Sungguh kurang kerjaan, anda kalo mau fitnah liat-liat dulu napa, mana buktinya aku merebut suamimu?!”

Plaaak!

Si wanita asing itu ternyata sudah mempersiapkan dengan matang, dia merogoh tasnya dan melempar beberapa foto tepat di depan wajah Margareth tepat saat gadis itu meminta bukti. Setiap foto berterbangan, sebagian berhamburan tertiup angin membuat orang lain bisa melihat dengan jelas penampakan dalam foto tersebut. Semua tampak memekik tidak percaya setelahnya!

“Wow!!” pekik salah satu rekan kerja yang sangat senang nimbrung tiap ada keributan.

“Gilaaa, Margareth! Babon aja lu embat!” umpat salah satu karyawan lainnya sarkas menghina Margareth.

“Idih-idiiih… Tapi— walau Babon, kalau bisa beliin Tas Syeneeel ya—” Seorang wanita ikut serta membully si ratu bullying. Mereka menatap jijik ke arah Margareth yang mengernyit kebingungan.

Riuh semua orang mengolok-olok Margareth, foto-foto itu begitu jelas memperlihatkan seorang wanita dengan wajah yang sangat mirip dengannya tengah berada di sebuah bar dengan pria paruh baya yang buruk rupa dan juga beberapa foto memperlihatkan tindakan asusilanya. Wajah Margareth terlihat merah padam, dia merusak salah satu foto di tangannya.

“Ini fitnah!!” maki Margareth mencoba mendekati si wanita dan bersiap merobek wajahnya.

“Aku tidak kenal dengan pria jelek ini! Kamu pasti sengaja menjebakku, kan? Brengsek!!” Margareth berancang-ancang bersiap melakukan smack down di tempat untuk menjatuhkan wanita paruh baya yang sudah mencoreng nama baiknya.

“Kau tengok muka murah kau itu!” cibir si perempuan gila. “Apa kau pikir aku mau mempertaruhkan harga diriku demi memfitnahmu?”

“Hey Keong Ratjuuun!” Dengan sigap si wanita yang memang berpostur lebih tinggi dan sintal, mencekal tangan Margareth dan langsung mencekik wanita itu tanpa dosa. “Dasar pelakor hina, ja-lang!!”

Bruuuk!

Tanpa belas kasih wanita itu bertingkah kasar, dia menghempas tubuh Margareth hingga tersungkur di atas aspal jalanan.

Si wanita menepuk tangannya, dia kembali menunduk mengapit wajah Margareth yang sayu. “Pergi sana, ambil suami tak bergunaku itu! Kalian memang serasi, ja-hanam!!”

Si wanita menghempas wajah Margareth, dia kembali membuang ludah di hadapan wajah Margareth yang memucat. “Cuuiih!”

“Hari ini aku anggap sebagai ganti rasa sakit hati yang kalian toreh selama ini.”

Dengan tatapan tajam menghunus jantung Margareth, wanita asing itu menekankan kalimatnya dan menutup sesi keributan yang dimulainya dengan berjalan berbalik meninggalkan Margaret dengan seringai kepuasannya.

Semua orang dibuat tidak berkedip oleh Margareth dan kasusnya. Mereka bubar saat pihak keamanan menyadari keributan dan memaksa semua untuk membubarkan diri mereka dan tidak lagi merusak pemandangan pagi hari yang cerah ini.

“Dih kalo gue jadi Margareth malu banget!!” celetuk salah satu staf mengejek ke arah Margareth.

“Gue sih mening bunuh diri hahahaha!!” timpal rekan lainnya.

Di balik pilar, Moura tersenyum lebar dengan bersedekap tangan penuh kepuasan. “Aku tidak perlu mengotori tanganku untuk memukulmu, bi-tch!” gumam Moura menatap ke arah Margareth yang sibuk membersihkan dirinya dari debu jalan.

“Ini pasti jebakan, aku yakin ada orang yang sangat berani membuat aku malu seperti ini!” lirih Margareth. “Jika aku tahu siapa kamu, aku akan mengembalikannya 1000x lipat rasa malu yang aku terima saat ini!”

Gadis itu kembali terpaku di tempatnya saat sosok wanita yang dibencinya mendekatinya.

“Bagaimana rasanya dipermalukan di depan umum, hm?” bisik Moura tepat di samping telinga Margareth.

“Jadi ini ulahmu, bang-sat!” Dengan cepat Margareth menoleh bersiap menampar Moura.

Namun, dia kalah cepat, Moura mencekal balik tangan Margareth dengan keras.

“Aaarrkk! Sakiiit!”

“Dengar ya Margareth, aku tidak merasa pernah menyinggung atau mengusik kehidupanmu!” ujar Moura jelas dengan tatapan tajam dan aura dinginnya. “Mengapa kamu sangat senang mengurusi hidupku, hah?”

“Gak sekalian kamu urusi tagihanku?” Moura terus menekan pergelangan tangan musuhnya.

“Aaaarghh!” Margareth kembali mengaduh merasakan tulangnya seperti bergeser dari tempatnya.

“Kamu salah sudah berurusan denganku!” Dengan kasar Moura menghempas tangan Margareth sampai gadis itu kembali tersungkur di bawah kakinya.

“Ingat Margareth, di atas langit masih ada Hotman Paris!” ancam Moura percaya diri. “Jadi ga usah belagu, di kira cuma kamu aja yang bisa seenaknya menyebar rumor orang bahkan dengan sengaja membuat orang sakit karena obat pencahar itu. Semua sungguh kelewat batas!” Moura menunduk kembali terdengar seolah tengah mengancam.

Margareth terbelalak dengan perkataan Moura barusan, seingatnya— tidak ada yang mengetahui dirinya menaburkan bubuk pencahar di dalam cangkir kopi milik Moura. Margareth menatap nanar kepergian staf baru yang membuatnya malu seperti ini. “Tunggu saja pembalasanku, Moura!”

Di sisi lain, Noegha melebarkan senyumannya. Semua adegan demi adegan terekam jelas dalam ingatan Presdir Adhiaksa Group.

“Wanita gila mana, yang baru aja masuk kantor langsung berurusan sama Margareth si Ratu Bully? Ckck… Seleramu bukan main, Brow!” puji asisten Noegha menepuk bahu atasan sekaligus temannya.

Noegha mengulumkan senyumnya kemudian tertawa lirih. “Aku ingin memeriksa kamera pengawas semalam dan pagi tadi. Aku yakin, ada hal yang terlewat, dia tidak mungkin seberani itu!”

“Cie, belain Ayang~”

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!