NovelToon NovelToon

Watching You

Je (Javir Erlangga)

Gugup ...

Itu yang dirasakan Javir malam itu, meski dia sudah yakin dan tau hasil akhir dari acara ini tetap saja dia gugup.

Malam ini dia akan bertunangan dengan sosok gadis yang masih kelas dua SMA, yang selalu mengikutinya beberapa bulan terakhi ini.

Angela Lovita

Gadis itu turun dari tangga dengan senyum segaris dan kedua tangan mengepal.

Dia pasti gugup juga.

Kalimat itu yang pertama kali muncul diotak Javir saat melihatnya.

Javir membuka kotak cincin pertunangan mereka ditangannya, menatap cincin itu dengan senyum kecil. Cincin pilihan yang sangat terlihat sederhana, namun memiliki arti yang kuat.

Cincin yang hanpir menyerupai Infinity dengan ukiran nama mereka didalamnya, Jeje & Angel panggilan mereka satu sama lain.

"Gea duduk disamping Javir" ucap Ara, Bunda sambung Gea.

Ya ... Gea adalah anak dari istri kedua Abraham Ganendra, setelah mereka bercerai, Gea memilih hidup bersama Abra dan Ara.

Sebelum duduk disamping Javir, Gea sempat menoleh pada Javir sehingga tatapan mata mereka bertautan sejanak sebelum Gea memutuskan tautan mata mereka dan menghela nafas, kembali berjalan duduk disamping Javir.

Ada sesuatu yang janggal, Javir tiba-tiba merasakan hal itu.

Sesekali Javir melirik memperhatiakn Gea dari samping mencoba menghilangkan perasaan buruk yang perlahan dirasakannya.

"Baiklah ayo kita mulai" ucap Abra, Ayah Gea.

Tangan Gea tiba-tiba terangkat, membuat Javir semakin merasa keanehan.

Javir menerutkan kening menatap Gea dengan tatapan penuh pertenyaan, tetapi perempuan itu tidak menoleh padanya.

"Kenapa harus dengan Gea?" Tanya Gea dengan suara lirihnya.

Saat itu, gadis itu menundukkan kepala dalam, bahkan suaranya terdengar sangat lirih.

Semua menatap kearahnya, tak terkecuali Javir yang duduk disampingnya.

Dada Javir mulai bergemuruh tidak tenang, kegugupannya berubah seketika. Kalimat yang di ucapkan Gea terdengar seperti peringatan yang tidak membuatnya tenang.

"Ayah sudah jelasin ke Gea ..."

"Gea berubah pikiran" potong Gea mengangkat kepalanya menatap Abra.

Semua tercengang tak percaya.

Javir menatap ke Ara dan Abra dengan tatapan tak mengerti.

Wajah bahagia semua orang berubah seketika, bahkan tawa dan candapun tidak lagi terdengar olehnya.

Dari dua minggu yang lalu setelah Malvin, Papa Javir kekantor Abra, dua keluarga itu berkumpul bersama dengan Javir dan Gea menanyakan pendapat mereka.

Javir pada awalnya terkejut, tetapi menerima rencana pertunangannya dengan Gea, sedangkan Gea saat itu tersenyum bahagia.

Mereka berdua juga meminta waktu untuk semakin saling mengenal selama dua minggu untuk memberikan jawaban pasti, dan tiga hari lalu mereka berdua memberikan jawaban yang sama, bahwa mereka mau dijodohkan.

Tetapi kenapa malam ini Gea berkata kenapa harus dengan Gea?, bahkan dengan gampangnya mengatakan berubah pikiran secara tiba-tiba.

"Gea jangan bercanda" tegur Javir.

Tatapan mata Gea masih tertuju pada Abra, tidak menatap Javir yang sedang berbicara dengannya.

"Mungkin Gea sedang gugup atau butuh waktu lagi ya?" Tanya Bela, Mama Javir lembut.

"Apa Gea terlihat gugup?" Gea malah balik bertanya kali ini nada suaranya terdengar datar. "Gea gak butuh waktu lagi, dua minggu juga sia-sia terbuang" Gea tersenyum segaris berdiri dari duduknya.

Javir ikut berdiri menghalangi langkah Gea yang hendak pergi naik ketangga. "Kamu kenapa?" tanya Javir menatap wajah Gea dalam, sedangkan Gea yang membuang muka.

"Apa karena setelah tunangan aku keluar Negri dan kamu gak mau LDRan?, kita sudah bahas itu kan Gea?."

Javir mencoba menebak-nebak apa yang membuat Gea berubah pikiran dengan pertunangan mereka.

Gea tersenyum lebar, kali ini dia membalas tatapan Javir. "Aku bukan mainan, aku juga bukan tempat sampah" dua kaliamat yang diucapkan Gea penuh penekanan.

Setelah mengatakan itu Gea berjalan melewati Javir yang masih terdiam ditempatnya.

Apa maksud dari ucapan Gea?, Javir tidak mengerti.

"Gea keluarga Javir sudah ..."

"Ayah" potong Gea untuk yang kedua kalinya Gea menghentikan langkahnya didepan tangga, tanpa membalikkan badan dia berkata "barang bawaannya gak usah dikembalikan, nati Gea yang ganti ngambil uang tabungan Gea."

Tangan Javir mengepal kuat, dia masih terdiam ditempanya berdiri.

Abra melangkahkan kakinya dengan cepat menghampiri Gea yang masih berdiri didepan anak tangga. "Bukan masalah barang sayang, Om Malvin tidak kekurangan uang, ta ...."

"Ayah" potong Gea lirih sembil mendongakkan kepalanya menatap Abra. "Gea capek" ucap Gea begitu lirih.

Mata Javir terbelalak mendengarnya, suara Gea sangat lirih dan berserak.

"Naiklah."

Javir menatap Abra, tidak peecaya dengan apa yang dikatakan Abra barusan.

Abra malah menyuruh Gea naik?.

Tatapan mata Javir beralih pada Gea yang terlihat berjalan terburu-buru, menghela nafas dan membuang nafas beberapa kali.

Gea sedang menahan tangis, Javir tahu kebiasaan Gea yang satu itu.

Apa yang salah?.

Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Papanya, bahkan sejak mereka pulang dari rumah Ganendra, Papanya hanya diam tidak mengatakan apapun.

Javir menatap langit-langit kamarnya, semua memorinya saat bersama Gea berputar begitu saja tampa bisa dihalangi.

Apa kesalahan Javir?, Javir pun tidak tahu apa.

Gea masih terlihat baik-baik saja kemarin saat mengambil cincin pertunangan mereka di mall. Gea masih tertawa lepas, merangkul lengannya dan bersikap manja seperti biasa.

Otak Javir benar-benar mumet.

Dia butuh refresging.

Javir membuka komputernya, fokus memencet beberpaa tombol keybord leptopnya sebelum memasukkan leptopnya kedalam ransel dengan beberapa baju dan meloncat dari beranda kamar lantai duanya.

^-^

Sudah beberapa hari Javir menunggu Gea didepan rumahnya untuk mengantar gadis itu seperti biasa.

Hari pertama Ara mengatakan Gea tidak masuk sekolah karena ada dirumah Kakeknya.

Hari kedua, Gea sudah berangkat.

Hari ketiga, Gea berangkat lebih pagi lagi.

Dan akhirnya Javir jatuh sakit, pagi hari dihari keempat Javir tidak kerumah Ganendra, tetapi saat sore Javir didepan sekolah Gea, memeperhatikan Gea dari jauh.

Jika dia menampakkan diri sekarang didepan Gea, gadis itu pasti akan kabur dan menghindar lagi.

Javir menyandarkan kepalanya terasa semakin sakit ke setir mobilnya sambil memejamkan mata.

Tok Tok Tok

Dengan terpaksa Javir membuka matanya dan menoleh kesamping, tenyata Malvin berdiri disamping mobilnya menatapnya dengan tatapan tajam.

Javir menghela nafas sebelum membuka pintu mobil dan keluar.

"Wah ... Ternyata benar kamu disini" ucap Malvin dengan nada dingin. "Apa kamu sudah gila karena ditolak Gea?, kabur dari runah, merusak semua alat pelacak dan pendeteksi yang Papa buat agar tahu kamu dimana. Gonta ganti mobil agar Papa terkecoh, hebat!."

Javir tidak mengatakan apapun, dia tidak punya tenaga untuk adu mulut dengan Ayahnya kali ini.

"Selama ini tidur dimana?" Tanya Malvin.

"Di BEM" jawab Javir santai.

"Kenapa suaramu serak begitu?, kamu sakit?."

Plak ...

"Ah ..."

Telapak tangan Malvin menggeplak kening Javir dengan keras.

"Papa mau memastikan aku sakit apa mau mukul?."

"Dua-duanya" jawab Malvin santai, "pulang sekarang, lusa berangkat menyusul Aslan dan Regan."

Ya ...

Meski pertunangan mereka gagal, rencana keberangkatan Javir masih berlanjut.

Seminggu setelah gagalnya pertunangan itu, Javir pergi keluar negeri menemani Regan dan Aslan (anak angkat keluarga Ganendra) seperti rencana awal Malvin Papanya dan atasnnya Abra, Ayah Aslan, Gea dan Regan.

Javir pikir mereka tidak akan bertemu selama beberapa tahun kedepan, nyatanya setelah beberapa bulan Gea kenegara itu bersama keluarga Ganendra.

Setiap kali mereka berpapasan, suasana pasti serasa dingin.

Setiap kali berdua pasti Gea memilih diam.

Merasa Gea sepertinya terganggu malam itu Javir pergi ke club malam, tangannya membuka salah satubaplikasi di ponselnya.

Memcoba memperhatika Gea dari cctv rumah.

Aslan, Regan dan Gea berada disatu kamar, sehingga Javir bisa mendengarkan obrolan mereka melalui penyadap yang dia pasang di jam tangan Regan, saat itu Javir tahu apa kesalahannya sehingga Gea memutuskan untuk berubah pikiran.

Meski Javir meminum alkohol, nyatanya sebenarnya dia masih kuat untuk berjalan. Tetapi Javir membiarkan Alaric anak teman Ayahnya, memapahnya untuk berjalan masuk kedalam rumah.

Langkahnya terhenti kala melihat Gea berdiri didepannya.

Javir menatap Gea dalam, menghala nafas menatap mata coklat itu. Dia merindukan tatapan Gea yang seperti sekarang.

perlahan Javir melepas rangkulan tangan Alaric berjalan menghanpiri Gea, sesampainya didepan Gea tubuh Javir melemas dan memeluk Gea erat.

"Aku selalu memikirkanmu ..." guma Javir dengan sepenuh hati, "aku selalu menunggu kamu menghubungiku ... aku selalu menunggu kamu menjelaskan apa yang membuatmu menjauh dariku ... aku ... hehehe ... aku ... aku merindukanmu." Kening Javir menyandar pada pundak Gea.

Javir mengatakan segala hal yang ingin dia katakan, apa yang terpendam selama berbulan-bulan.

"Alaric, bawa dia kekamarmu."

Suara bariton Abra yang begitu tegas membuat Javir mengeratkan pelukannya.

Saat ini mereka mengaggapnya sedang mabuk, jadi ini kesempatannya untuk bisa memeluk Gea yang dia rindukan.

Tangan Alaric menarik tubuh Javir tetapi Javir semakin erat memerluk Gea, nyaman ... dia tidak ingin melepaskan pelukannya.

"Kamu tiba-tiba mengusik ketenangan hidupku, tetapi setelah itu kamu pergi ... kamu tidak mau bertemu denganku ... kamu ..."

Buk ...

Javir tidak mengingat apapun lagi setelah itu karena Abra memukul wajahnya.

^-^

Dan disinilah dia ...

Lima tahun kemudian kembali menatap Gea secara langsung, tampa harus melalui media sosial dan meretes beberapa cctv dari kejahuan.

Javir menghentikan langkahnya tidak berhenti menuruni tangga.

Menatap Gea yang baru saja masuk kedalam rumah dengan menggenggam tangan dua anak berseragan taman kanak-kanak ditangan kanan dan kirinya.

Tampak bahagia dengan senyumnya.

"Masih disini?"

Tampa mengalihkan tatapannya pada Gea Javir menjawab, "ya" ucapnya singkat.

Javir tahu jika yang berdiri disampingnya adalah Abra, Ayah Gea. Tetapi Javir tetap saja tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Gea.

"Pulanglah"

"Ya"

Javir masih enggan melepas tatapannya dari gadis itu, apalagi pulang sekarang juga.

Plak ...

"Aw ..."

Abra memukul lengan Javir dengan keras hingga Javir mengadu kesakitan dan secara sepontan menoleh pada Abra dengan tatapan marah.

Mata Abra yang memelototinya membuat tatapan marah Javir sirna, Javir langaung menyengir kuda.

"Iya Ayah iya" ucap Javir terpaksa berjalan menuruni tangga.

Saat menuruni tangga, Javir kembali menoleh kesamping untuk menatap Gea.

Tampa sengaja tatapan mereka bertautan, dada Javir berdetak kencang karenanya.

Gila ... kenapa loe hanya begini saat dengan dia, keluh Javir dalam hati pada jantungnya.

"Abang Je ..."

Bilqis berlari kearah Javir bersama Chaka kembarannya.

Javir merendahkan tubuhnya merentangkan tangan memeluk mereka berdua, namun tatapannya masih mengarah pada Gea.

"Abang kapan datang?" Tanya Bilqis melepaskan pelukannya.

Terpaksa Javir mengalihkan perhatiaannya dari Gea pada dua anak kecil didepannya.

"Dua hari lalu" jawab Javir dengan senyum.

"Oh ya?" Tanya Bilqis girang.

"Abang-abang yangblain polang enggak?" Tanya Chaka.

Javir menggelengkan kepalanya pelan.

Terdengar helaan nafas Bilqis yang mengekpresikan kekesalannya, "kalian berempat memang anak lupa kampung halaman."

Javir tertawa kecil mendengar ucapan Bilqis yang penuh kecewa.

"Ayo ganti baju" perintah Abra namun dengan suara lembut.

Bilqis dan Chaka berlari kecil menuju kamar mereka berdua, diikuti Abra yang berjalan dibelakangannya.

"Hai" sapa Gea.

"Hai" balas Javir.

Mereka terdiam beberapa saat, saling tatap namun tidak ada yang mengatakan apapun.

Gea menunduk memutuskan tautan tatapan mereka. "Lagi diskusi masalah hotel yang mau kalian bangun ya?" Tanya Gea tampa menatap Javir.

"Ya" jawab Javir singkat.

"Semoga sukses" ucap Gea.

Sebelum Gea melangkah pergi, Gea sempat tersenyum sekilas padanya lalu berjalan melewati Javir menyusul si kembar dan Abra.

Javir menghela nafas sebelum melangkah keluar rumah Ganendra, masuk kedalam mobil milik Papanya namun hanya duduk didalam mobil tidak berniat menyalakan mesin mobil dan pergi.

"Ya Tuhan ... dada gue serasa mau meledak" ucap Javir tampa tenaga.

^-^

.

Selamat datang dikarya Author yang ke 4 😇

Semoga suka untuk karya ini 😍

Jangan lupa 👍Like, 💬Coment dan tambah ke ❤️Favorit ya ...😉 biar gak ketinggalan tiap kali Author update

Mohon dukungannya juga ya 🥰

Love you 😘

Unik Muaaa

Gea (Angela Lovita)

"Ini kan perpisahan kita bro," saat itu Gea langsung bersembunyi. "setelah gue bertunangan gue langsung pergi keluar negri, loe tahu sendiri kan?, gue pernah cerita masalah itu. Nanti nih sana, hidup gue kembali lagi bebas seperti Papa gue masih tinggal di Madura wahahaahaaa ... Ah ... gue bosen harus jadi anak baik terus."

Itu kalimat pertama yang Gea dengar langsung dari Javir malam itu, begitu jelas sehingga terekam jelas dalam memori otal Gea.

"Wahahaha ... Mau bagaimana lagi coba?" Terlihat Javir masih berdiri disamping mobilnya, belum juga masuk kedalam mobil. "Gue ingin kebebasan gue kembali, jadi gaka da pilihan lain .... satu-satunya jalan ya gue harus bertunangan dengan Gea, biar Papa gue percaya, dan nanti diluar negri sana gue bebas mau ngapain aja."

Saat itu Gea tersenyum miris setelah mendengar kalimat kalimat yang diucapkan Javir.

Ternyata Javir menyetujui pertunangan mereka hanya karena mau menggunakan Gea sebagai kartu kebebasnya, bukan mencintainya seperti Gea yang mencjntai Javir setulus hati..

"Alah ... Lagi pula ia gak mungkin tahu juga apa yang gue lakuin disana kalik ..., anak kecil kayak dia mah yang terpenting asalkan gue bersikap baik didepannya semua akan beres, seperti gue didepan Papa gue gitu."

Teman Javir tertawa mendengarnya.

"Jadi anak baik, tapi didepannya ... belingsatan di belakangnya kayak sekarang ini. Kalau ketahuan mabuk-mabukan ginu udah habis gue."

Javir tertawa lepas saat itu, begitu bahagia, tampa beban dan terlihat sempoyongan saat berjalan.

Bahkan yang diucapkannya terputus-putus, namun nyaring sampai terdengar dengan jelas oleh Gea.

Tidak seperti Gea yang merasakan kehancuran hatinya, sesak yang menyelimuti dirinya.

Sebelum kejadian itu, dia dan Javir pergi ke mall untuk mengambil cincin pertunangan pesanan mereka berdua. Tetapi bukannya pulang, setelah Javir pergi Gea malah meminta taxi yang dia tumpangi untuk mengikuti Javir.

Mobil Javir masuk ke parkiran club, Gea yang tahu jika dia akan dilarang masuk kesana pada awalnya memutuskan untuk pulang, tetapi saat di tengah perjalanan dia kembali berubah pikiran dan memutuskan untu pergi kerestaurant didekat sana, menatap kejalan raya menunggu mobil Javir lewat.

Entahlah ... Dia tiba-tiba merasa khawatir takut terjadi apa-apa pada Javir, karena besok malam mereka akan bertunangan.

Beberapa kali Abra menghubunginya, dengan ragu Gea menjawaban panggilan Abra dengan berbohong jika dia masih makan malam bersama Javir setemah kelelahan mengelilingi mall.

Kebohongan Gea saat itu mampu membuat Abra tenang dan tidak menghubunginya lagi.

Gea menyalakan layar ponselnya, sudah jam dua belas, sebentar lagi pasti Ayahnya akan menghubunginya lagi, terlebih restaurant itu sepertinya akan tutup.

Jadi Gea memutuskan untuk keluar dari restaurant itu, dan menunggu Javir keluar dari dalam club.

Niat untuk mengejutkan Javir sirna saat dia mendengar percakapan Javir dengan temannya.

Saat itu juga Gea merasa hancur, merasa dimanfaatkan dan kecewa yang begitu mendalam pada Javir. Sehingga dia memutuskan untuk membatalkan pertunangan mereka, sebelum perasaan Gsa semakin dalam pada Jabir nantinya.

"Gea!"

"Ah ya ..."

Gea terperanjat, menatap kesekeliling memastikan dia dimana. Dia di rumahnya, dirumah keluarga Ganendra dan tampa sadar dia ngelamun ditaman belakang rumah.

Gea tersenyum pada Ara yang menatapnya dengan kening mengerut, "ya Bun" ucapnya riang menutupi perasaan kacau balaunya.

Mata Ara langsung memicing penuh curiga, "apa ada masalah?" Tanya Ara begitu perhatian seperti biasa.

Meski Gea bukan anak kandung Abra dan Ara, tidak ada perbedaan bagaimana Ara dan Abra memperlakukannya dan anak-anak kandung mereka, Ara dan Abra sangat perhatian dan sayang padanya.

"Gak ada Bun" jawab Gea.

"Ok ... Bunda tidak mau memaksa kamu, karena si kembar dan Ayah sudah menunggu dimeja makan."

Gea menganggukkan kepala.

Dia berjalan mengikuti Ara dari belakang memasuki rumah menuju meja makan keluarga.

Disana sudah ada si kembar dan Ayah Abra yang sudah duduk menunggunya dan Bunda Ara untuk makan bersama.

"Ayah, Bang Je pulang, kenapa Bang Ar, Abang As dan Abang Al tidak?" Tanya Chaka.

"Bang Je kerja di Indonesia sekarang, kalau Bang Ar dan Bang As masib harus kuliah, nanti kalau sudah lulus baru pulang" jawab Abra. "Abang Al pasti juga ikut tinggal disini, tapi itu nanti."

Abang-abang yang dimaksud Chaka dan Abra adalah Regan, Aslan, Javir dan Alaric.

Kebiasaan Bunda Ara yang memanggil nama orang secara singkat membuat Bilqis dan Chaka ikut-ikutan memanggil Abang mereka Adam Regan Zeroun Ganendra dengan panggilan Abang Ar.

Aslan Bumi Putra, teman Regan semasa kecil yang sudah keluarga Ganendra anggap anak, malah Ara panggilan As.

Alaric Lorenzo Romanov, anak temen Abra saat kuliah diluar negri Ara panggilan Al.

Bahkan Javir Erlangga dipanggil Je, hingga Gea sejak dulu memanggil Javir dengan panggilan Je atau Jeje.

Jika Ara sudah menganggap seseorang sebagai keluarga, maka dia tidak akan memanggil mereka dengan nama panggilan mereka, dia akan memanggilnya dengan panggilan sayang.

Sehingga orang-orang disekitarnya juga ikut memanggil orang itu dengan nama panggilan yang Ara berikan.

"Tahu dari mana Bang Je pulang sayang?" Tanya Ara pada Chaka, sambil menyendokkan nasi kepiring Abra.

"Tadi siang" jawab Bilqis dengan semangat, "waktu Kak Gea jemput kami tadi, jarum kecilnya ada diangka satu jadi itu jam satu, jadi waktu itu sudah siang Bunda."

Gea melirik kearah Ara, ternyata Ara juga melirik padanya dan tersenyum segaris menenangkan.

Gea membalasnya dengan senyum segaris.

Menundukkan kepala dan mulai menyendok nasi didepannya, meski Gea sudah tidak berselera untuk makan.

^-^

Gea menyibukkan diri dengan mengedit beberapa video untuk dia upload di satu platform menonton video secara online dengan nama channel Anglov Channel miliknya.

Matanya benar-benar tidak bisa terpejam meski dia paksakan.

Pertemuannya dengan Javir membuatnya semua berantakan, entah itu perasaannya, otak maupun jadwalnya yang seharusnya sudah selesai mengedit dan mengupload video.

Terakhir bertemu empat tahun lalu, setelahnya Gea selalu menghindar untuk bertemu dengan Javir, karena pasti akan berakhir seperti ini.

Merindukannya.

"Angela Lovita!"

Gea langsung emringis mendengar teriakan Yesi, sahabatnya sekaligus anak dari sahabat Ayah Abra juga.

Yesi duduk didepan Gea, menyerobot minumannya dan menghembuskan nafas beberapa kali mencoba menirmalkan pernafasannya.

"Loe habis lari maraton?" Tanya Gea.

Mata Yesi mendelik, lalu tersentak seakan ingat akan sesuatu. "Oh My God Gea ..." teriaknya heboh.

"Teriak lagi, gue timpuk kepala loe" ancam Gea sambil mengangkat leptopnya.

"Ya Yuha Gea ... Gimana gue gak excited coba, coba loe tebak apa yang baru gue lihat."

Kening Gea langsung mengerut, menggelengkan kepala masa bodoh dengan apa yang dilihat Yesi. "Emangnya gue dukun yang bisa tahu loe baru ngaoain dan baru ngeliat apa" gerutu Gea.

Plak ...

"Aw ... Apaan sih ... Main mukul-mukul" omel Gea.

Yesi memukul lengan Gea keras, hingga Gea mengelus lengannya karena sakit.

"Gue ketemu Kak Je di kantor Ayah loe" seru Yesi.

Gea hanya dia sesaat dna kembali menunduk mencoba kembali fokus pada layar komputernya.

"Loe gak terkejut sih?" Tanya Yesi dmegan nada kecewa.

"Gue udah tau."

"Oh ya?, tapi udah ketemu belum?, dia tambah guwabteng loh ..."

Gea memilih diam tidak menjawab.

"Dia tambah ganteng Ge ... Serius ... Kalau loe udah gak ada rasa sama dia bilang ke gue ya, gue yang pertama mengajukan diri sma Om Malvin untuk menjadi pendampingnya.

Tangan Gea yang sejak tadi bergerak di atas komputernya terhenti. "Terserah gue gak ngurus, dia masa lalu gue."

Gea berdiri dari duduknya berjalan kearah dapur.

"Oh ya ... Beneran loh ya ... Jangan nyesel nanti kalau gue jadian sama Kak Je"

"Hem" jawab Gea sekenanya.

Yesi yerus saja mengikutinya seperti ekor, Gea ingin menjauh agar Yesi tidak terus mengganggunya.

Gea mendengar suara si kembar langsung menoleh kearah jam dinding.

Sial ... dia lupa menjemput si kembar.

Gea berjalan tergepoh-gepoh hendak keluar rumah untuk mengjampiri mereka, langkahnya semakin berat saat melihat Javir berjalan masuk keteras rumah dengan menggendong Bilqis dan menggandeng tangan Chaka.

Terlihat Bilqis lebih banyak berceloteh, sedangkan Javir sesekali menanggapinya dan tertawa kecil.

"Oh ... Hot dady"

Dua kata lebay yang dilontarkan Yesi berhasil menarik perhatiannya pada Javir.

Chaka berlari kecil menghampiri Gea, "untung saja Kak Gea belum berangkan jemput" ucap Chaka.

Gea tersenyum mengelus rambut Chaka, "Hehee ... Maaf ya ... Kak Gea mulai tadi ngedit video jadi lupa, ini malah baru mau berangkat."

"Untung aja ada Bang Je, jadi Bee langsung ikut Bang Je" sahut Bilqis.

"Bang Je gak tahu nomor telephone kak Gea, jadi Aka takut Kak Gea jemput kesekolah."

Gea tersenyum lembut, "maaf ya ..."

Kepala Chaka mengangguk pelan.

Tanagn Gea yang terulur kearah Javir memberi isyarat untuk mendekat.

Javir melangkah mendekatinya.

"Bee ayo turun Kak Gea bantu ganti baju" ucap Gea.

Langkah Javir terhenti, meenurunkan Bilqis dari gendongannya.

"Terima kasih" ucap Gea singkat.

Tangan Gea menggenggam tangan si kembar untuk masuk kedalam rumah tampa mempersilahkan Javir.

Yesi yang ditinggal begitu saja dengan Javir jadi kebingungan sendiri. "Itu Kak ... Ayo silahkan masuk" ucap Yesi dengan gerogi.

"Ok ... Yesi kan?"

"Oh My God ... Masih ingat ternyata" ucap Yesi kegirangan.

Javir hanya tertawa kecil mendengarnya.

Padahal saat dikantor Ganendra tadi Jabir hanha tersenyum sekilas dan berjalan melewatinya bersama Abra.

"Silahkan duduk Kak, gue buatin minuman dulu ya."

Yesi berlari kecil kearah dapur.

Javir duduk di sofa, menatap pada meja yang berantakan dengan layar leptop yang menyala dan layar ponsel Gea yang juga menyala karena ada notifikasi masuk.

^-^

Watching You

Terlihat wanita itu sedang tertawa bahagia bersama beberapa pria disampingnya, para fansnya yang juga ikut tertawa.

Hari ini hari rabu, An Angel Caffe and Resto pasti ramai pembeli, bahkan juga ada pengunjung yang ingin menonton dia bernyanyi.

Dia adalah Angela Lovita

Pemilik Caffe and Resto An Angel, pemilik EO An Angel, sekaligus seorang Content Creator di salah satu platform menonton video secara online dengan nama channel Anglov Channel.

Jika para fans sampai rela datang jauh-jauh dari luar kota untuk melihat Gea perfome, atau menunggu Gea upload video baru di channelnya, lain halnya dengan seorang Javir Erlangga.

Javir malah sedang duduk santai, sedang menatap semua apa yang sedang Gea lakukan dari layar ponsel yang dia pegang.

Seperti biasa jika sedang gabut, Javir akan membuka layar ponselnya dan memperhatikan apa yang Gea lakukan melalui beberapa cctv yang sudah dia retes.

Kebiasaan itu sudah terjadi sejak tiga tahun yang lalu, sejak Javir berhasil meretes ponsel Gea, berlajut hingga sekarang sampai Gea memiliki Caffe and Resto.

Flash back

Saat Javir dipersilahkan duduk oleh Yesi dan didepannya ada leptop dan ponsel Zia, otak javir langsung berputar.

Dengan cepat dia mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan sesuatu terjadi pada ponsel dan leptop Gea didepannya.

"Untung gue tahu passwor ibternet rumah ini" guma Jabir lirih.

Sesekali Javir menoleh kearah dapur maupun kearah anak tangga memasyikan jika Gea ataupun Yesi belum datang.

"Kak ... gue lupa" itu suara Yesi.

Cepat cepat Javir menutup layar ponsel dan leptop Gea dengan kertas yang berserakan disana agar Yesi tidak melihat proses peretesan hang dilakukannya.

"Mau minum apa?" Tanya Yesi dnegan malu.

"Terserah" jawab Javir asal.

"Hem ... yang dingin apa yg hanget?"

"Dingin" kata itu yang pertama kali muncul diotak Javir, tetapi beberapa detik itu juga otaknya berfikir dan berteriak, "jik ada bawakan aku jus jeruk, biasanya Bunda pasti nyetok" ucap Javir sedikit teriak agar Yesi yang sudah berjalan kedapur mendengarnya.

Peretesan membutuhkan beberapa menit lagi, jika hanya sirup maka Yesi akan kembali dengan cepat.

Sembilan puluh persen

Sembilan iuluh satu persen

Sembilan pukul dua persen

Javir menghitung persenan peretesan hingga seratus persen.

Mata Javir berbinar dan dengan cepat mengembalikan semua kertas dan ponsel Gea secara semula.

"Kamu ngapain?" Tanya Gea.

Javir terdiam menatap Gea dengan dalam.

"Ngapain pegang-pegang kertas-kertas aku?"

Diam-diam Javir menghela nafas lega, ternyata Gea tidak melihat perbuatannya.

Akhirnya Javir tersenyum lebar dan menggeser duduknya agar Gea duduk disampingnya dan didepan leptop miliknya.

Bukannya duduk disampingnya, Gea malah duduk di single sova dan menyeret leptopnya mendekat.

Dan kejadian peretesan itu juga terjadi berulang-ulang setiap Gea berganti ponsel.

Bahkan saat peretesan cctv Caffe dan Restonya Abra yang merekomendasikan Javir untuk memasangnya, sehingga pekerjaan javir menjadi lebih muda.

Flash end

Gea benyanyi dengan merdu diiringi band dan partner nayanyinya.

Javir tersenyum semakin lebar melihatnya.

Jangan ditanya kenapa Javir melakukan hal itu, karena itu semua hanya memiliki satu alasan, ada rasa disana ... dipojok hati terdalam Javir.

Melihat Gea dari kejahuan menenangkannya, mengetahui Gea ada dimana juga demikian.

Bahkan melihat Gea tersenyum dan bahagia dalam diam, sebenarnya juga untuk menghilangkan sesak di dada Javir.

Karena kebodohannya dia kehilangan sosok wanita yang mencintainya dan saat itu dia tidak sadar juga mencintai seorang Angela Lovita.

^-^

"Dia lulus di ujian spesialisnya" ucap Aslan.

Anak angkat keluarga Ganendra yang menemani Regan kuliah di luar negeri, Aslan Bumi Putra. Baru tiga tahun lalu dia pulang ke Indonesi untuk bekerja di perusahaan Ganendra.

"Bunda sama Ayah sepertinya gak bisa dateng sekarang" celetuk Alaric.

Alaric Lorenzo Romanov, seorang model internasional sekaligus aktor. Memutuskan untul melanjutkan karisnya di Indonesia, sekaligus karena mau membangun Hotel bersama Javir, Regan dan Aslan.

Dan hotel mereka sekarang sudah berdiri Empat tahun lamanya.

"Terus gimana kita mau dateng gitu?" Tanya Javir.

"Kalau gue sih iya-iya aja" sahut Alaric, "tapi loe siap gak menyamarkan kedatangan kita?."

"Ok, kapan berangkat?" Ucap Javir dengan penuh keyakinan.

"Sekarang gimana?" Jawab Aslan, "gue tinggal kilik, kita berangkat tiga jam lagi."

Tak ...

Tangan Javir yang sejak tadi memegang ponselnya langsung menjatuhka ponselnya keatas meja.

Jika mereka berangkat hari ini juga secara mendadak begini, Gea pasti tidak akan ikut bersama mereka.

Padahal Javir sudah membayangkan Gea akan ikut terbang dengan mereka bertiga.

"Gea gak ikut bareng kita?" Tanya Javir tidak bisa menahan diri agar tidak bertanya.

Mata Aslan langsung melirik kearah ponsel ponsel Javir yang tergeletak diatas mekam.

Beda halnya dengan Alaric yang terkekeh sambil memainkan ponselnya mendengar pertanyaan Javir barusan.

"Sekarang Rabu, dia masih perfom" ucap Javir.

"Darimana loe tahu dia masih perfome?" Tanya Aslan menatapnya dengan tatapan penuh mebyelidik.

Javir menyengir mengangkatbponselnya, "gue liatin dia di insta."

"Loe tahukan salah satu alasan Geakeluar dari Rumah karena apa?, karena loe waktu itu sering kerumah Ganendra. Jadi Gea gak mungkin mau brrangkat bareng kita kalau ada loe, jangan mengharap deh Je" ucap Aslan secara terang-terangan. "Mendingan loe liatin terus tuh intasnya Gea, kalau loe sayang dia ya majulah."

Javir hanya mengangkat bahu cuek, dia bukan hanya melihat Gia, tetapi lebih tepatnya Javir malah lebih condong mengawasi Gea.

"Done, kita berangkat sekarang."

"Ok"

Sebelum berdiri dari duduknya Javir menghela nafas, masih menatap layar ponselnya sejenak. "I Watching You" bisiknya selirih mungkin.

^-^

Gea baru saja mengunci pintu Caffe and Restonya, karena dilantai dua ada karyawan EO yang menginap, Gea memutuskan untuk pilang kerumah kali ini.

"Hai ..."

"Oh My Go!" Seru Gea terkejut.

Dibelakangnya sudah ada Aslan yang terkekeh kecil melihatnya yang terkejut.

"Ih ... As ngagetin aja" omel Gea.

Aslan terkekeh, merangkul lengan Gea. "Mau pulang kerunah kan?" Tanya Aslan.

Gea lengsung menjauhkan kepalanya menatap Aslan dengan kening mengerut. "Loe tahu dari mana gue mau pulang kerumah?" Tanya Gea curiga, "Ayah gak merintah loe sama karyawan gue untuk ngawasin gue kan?."

"Insting seorang kakak" ucap Alsan dengan tegar.

Sambil tertawa kecil Aslan menarik Gea untuk masuk kedalam mobilnya.

Sebelum pulang dari restaurant tempat Javir, Alaric dan dirinya berkumpum tadi, Javir tiba-tiba mendekatinya dan bertanya dnegan nada ragu.

"Kalau loe mau pulang ke rumah Ganendra, sekalian aja mampir ke An Angle, jam segini biasanya dia baru selesai perfome."

Setelah mengatakan itu Javir langsung terburu-buru melangkah masuk mobil dan pergi begitu saja.

^-^

Sampai di Negara tempat Regan menuntut ilmu dan negara Alaric berasal, mereka langsung disambut dua orang yang membawa dua mobil.

Satu untuk mereka langsung menmui Regan di rumah sakit tempat rekan bekerja, dan satu lagi mobil untuk membawa barang-barang mereka bertiga.

"Hei Dokter Adam" seru Alaric mengeluarkan kepalanya sambil melambaikan tangan keluar.

Sontal saja Aslan yang duduk disamping Javir yang mengemudi menarik Alaric untuk duduk kembali di jok belakang.

"Loe gak sadar diri loe sia?" Omel Aslan.

Alaric malah menyengir kuda seakan merasa tidak bersalah, bahkan setelah Javir memarkirkan mobil mereka, Alaric langsung membuka pintu mobil dan keluar mengjampiri Regan.

Brak ...

Aslan yang kesal melempar pasker ke dashbord mobil, "kurang ajar, berani-beraninya dia keluar gak pakek masker."

Javir hanya tertawa kecil, dia ikut keluar membuntuti Aslan yang baru saja keluar terburu-buru untuk memukul lengan Alaric.

"Wah ... kita gak bawa bunga nih" ucap Javir memukul pelan lengan Regan.

"Ngapain kalian disini?" Tanya Regan menatap mereka dengan kening mengerut.

"Ya kali saudara kita lulus ujian kita gak dateng" sahut Aslan.

"Halah ... gue tahu kalian kesini emang sengaja dateng di pasin gue ngadain pesta kecil-kecilan sama yang lain."

Sontak saja Javir, Alaric dan Aslan tertawa ngakak karena tebakan Regan ada benarnya.

"Itu Alaric"

"Oh My God!"

Mulai lah sudah para fans Alaric akan mengerubuni mereka.

Seperti biasa, tampa pikir panjang Javir dan yang lainnya langsung melangkah mindur dari kerumunan.

"Gue bilang apa, pakek masker Al ..." teriak Aslan kesal.

Hemz ... menunggu Alaric yang dikerubuni fans seperti itu akan membutihkan waktu.

Javir melangkah menjauh, membuka ponselnya melakukan kebiasaannya.

Kening Jair mengerut tidak menemukan keberadaan Gea di rumah Ganendra maupun di Caffe An Angel.

Jemari Javir mulai meraksi, mengoyak atik ponselnya dan matanya terbelalak melihat titik lokasi Gea yang juga berada di negara ini.

"Loe lagi mengawasi Gea?"

Dor ...

Javir langsung menoleh kesamping.

Regan berdiri di sampinnya dengan senyum saekasmenya.

Javir hang terkejut sampai tidak menghiraukan layar ponselnya hang masih menyala memperlihatkan titik lokasi Gea.

"You watching her, like an eagle"

^-^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!