Disarankan membaca Novel dengan judul MENCINTAI AYAH TIRI KU. Novel ini lanjutan dari novel MENCINTAI AYAH TIRI KU.
Suara ketukan pintu itu menghentikan aktivitas intens keduanya yang sudah menggila. Dalam situasi ini, mereka akan merasakan enggan jika harus menghentikan kegiatan yang belum tuntas itu.
Kembali suara ketukan disertai panggilan mommy dan ayah Mukid, melengking keras. Bahkan kini sudah terdengar tidak sabar lagi untuk dibukakan pintunya.
"Sayang! Anakku eh anak kita sudah ribut di depan pintu. Mas Mukid," ucap Sinta.
Mukid hanya tersenyum senang ketika mendapati wajah panik Sinta lantaran pagi ini kegiatan nya harus terganggu lantaran Bana mengusik sarapan pagi ini.
"Nanti kita teruskan setelah aku mengantarkan Bana ke sekolah. Oke?" bisik Mukid seraya turun dari tempat tidur itu dan menyelimuti Sinta dengan selimut tebal.
Ini adalah peristiwa yang sulit dimengerti oleh Sinta. Demikian juga halnya dengan Mukit. Keduanya benar-benar tidak menyangka jika antara Mukit dan juga Sinta bisa disatukan lagi oleh takdir. Seharusnya mereka saling jauh dan tidak lagi mengenal. Namun seolah mereka telah dipermainkan oleh jalan garis hidup mereka yang pada akhirnya bertemu dan memutuskan kembali mengulang hubungan indah sebelum mereka saling menjaga jarak dan perasaan mereka.
Mukid dulu adalah ayah tiri Sinta yang menikah dengan mama nya Sinta. Karena batas usia dan hidup seseorang di dunia sudah ditentukan oleh Sang pemberi Hidup, sampai akhirnya Maimunah meninggal dunia. Siapa yang menyangka nya jika maut Maimunah datang disaat dirinya berjuang melahirkan bayinya.
🦋🦋🦋🦋🦋
Setelah acara pesta pernikahan Mukid dan Sinta digelar di kota Malang, kini keduanya berencana melakukan perjalanan untuk berbulan madu ke tempat-tempat indah dan dingin. Walaupun di Malang banyak lokasi tempat wisata yang indah dan tentu saja cuaca nya lebih dingin daripada di Malang kota nya. Apalagi di Batu kota Malang yang daerah itu sangat dingin.
Bana berencana ikut ketika Mukid dan Sinta berencana berbulan madu. Namun karena nenek Wati mencegahnya dan memberikan pengertian kepada Bana, maka Bana menjadi mengerti.
"Mommy, om ganteng Mukid! Nanti jangan lupa bikinkan adik buat Bana yang banyak yah! Lima laki-laki semua. Bana gak suka anak kecil wanita, dia suka menangis seperti Zahra tetangga kita itu. Adik Bana harus lima laki-laki semua nya," kata Bana saat Mukid dan Sinta hendak berangkat ke luar kota. Mukid hanya tersenyum lebar saat Bana meminta adik bayi lima sekaligus. Berbeda dengan Sinta yang terlihat manyun bibirnya.
"Kamu pikir membuat bayi seperti mencetak puding,hem?" protes Sinta. Bana cemberut mendengar ucapan mommy nya.
"Mommy ini, aku kan mau adik yang banyak. Di rumah ini biar ramai gitu loh, mommy!" sahut Bana.
"Iya, iya! Nanti mommy belikan di supermarket," kata Sinta akhirnya. Bana cemberut saja mendengar ucapan dari mommy nya. Namun berbeda dengan Mukit. Mukit menjadi bersembunyi saat Bana menyuruhnya bikin adik bayi yang banyak, apalagi lima sekaligus.
"Jangan sedih dong, Bana sayang! Nanti om ganteng akan bekerja keras untuk memberikan Bana adik bayi yah!" ucap Mukit seraya berjongkok menyamakan tinggi dari Bana. Bana tersenyum lebar mendengar nya.
"Bana, ayo kita makan puding coklat buatan nenek! Papa dan mommy kamu harus segera berangkat berbulan madu sayang," Tiba-tiba nenek Wati datang lalu mengajak Bana ke ruang makan.
"Sebentar nenek buyut! Kita harus melepaskan kepergian mommy dan om ganteng sampai mereka naik mobil," kata Bana.
"Loh, kok masih saja memanggil papa kamu dengan om ganteng sih, nak? Kamu harus memanggil om ganteng sekarang dengan papa. Karena om ganteng sudah menikah dengan mommy dan menjadi papa Bana," jelas nenek Wati.
"Hem, kayaknya susah aku memanggil om ganteng dengan papi. Tapi baiklah, akan Bana coba. Papi mukid yang ganteng," kata Bana. Sinta yang mendengar nya menjadi menyipitkan matanya.
"Gak perlu pakai embel-embel ganteng segala! Ganteng juga ayah Radit," gumam Sinta yang tentu saja didengar oleh Mukid. Nenek Wati dan Bana hanya terkekeh saja mendengar ucapan Sinta.
"Ya sudah, mommy, papi Mukid! Selamat bersenang-senang dan bekerja keras bikin adik bayi untuk Bana yah!" kata Bana sambil menjabat tangan mommy dan Mukid. Sinta rasanya ingin menggigit pipi chubby milik Bana.
🦋🦋🦋🦋🦋
Dan kau saat ini adalah belahan jiwaku.
Dan kau saat ini adalah urat nadiku.
Jika jauh kurasa, seperti hilang separuh jiwaku terbang.
Jangan pergi dan tinggal kan aku seperti dulu...
Jangan lari jika aku marah dan bosan dengan mu..
Tetaplah di sini temani aku saat aku lelah, senang maupun marah...
"Sinta!" bisik Mukid sambil mendekap erat Sinta dari belakang. Sinta menikmati indahnya pelukan hangat dari Mukid. Sudah sangat lama hal itu tidak Sinta rasakan. Apalagi Mukit mulai mengecup lembut di leher jenjang Sinta. Sinta sedikit menggelinjang dan memejamkan matanya.
"Sayang! I miss you! Kita mulai sekarang yuk!" kata Mukid lagi.
Kini keduanya saling berhadap-hadapan. Kedua netra mereka saling pandang. Ada bahasa yang tersirat di dalam bola mata mereka. Tatapan penuh makna dari bola mata Mukit yang mampu menusuk jantung Sinta. Sinta seperti terhipnotis dengan pandangan tajam itu. Apalagi serta merta jari Mukid kini mengangkat dagu Sinta. Kedua bibir itu saling menempel sudah. Hanya menempel saja.
Dingin! Yah cuaca di balkon kamar itu masih terasa dingin di sana. Pelan-pelan Mukid mulai mengecup bibir Sinta. Sinta yang awalnya tidak membalas namun akhirnya ikut membalasnya. Hingga akhirnya Mukid membimbing Sinta masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuh Sinta penuh kehati-hatian seperti boneka.
"Aku akan pelan-pelan dan lembut melakukan nya. Kamu pasti sudah sangat lama tidak melakukan ini kan?" bisik Mukid. Mata Sinta melebar.
"Apakah setelah mama aku meninggal, kamu masih sering melakukan ini, om?" tanya Sinta. Mukit mengerucut bibir nya.
"Kenapa memanggil aku, om sih?" protes Mukit.
"Aku ingin mengulang seperti dulu! Boleh kah?" sahut Sinta.
"Kamu belum menjawab, om. Setelah mama meninggal dunia, om mukid melakukan seperti ini dengan siapa?" kata Sinta kembali mengulang pertanyaan nya. Padahal Mukit sudah benar-benar menikmati permainan indahnya.
"Tidak pernah,sayang!!! Jangan dibahas lagi! Sinta, Oke?!" ucap Mukid.
Sinta tersenyum menatap lekat wajah suaminya yang tampan.Dirinya tidak akan pernah menyangka jika bisa berjodoh dengan Mukid, ayah tirinya dulu. Laki-laki yang dulu menjadi suami dari mama nya.
"Mommy, bukakan pintu! Ayah mukid, bukakan pintunya dong! Aku mau sekolah, nanti kesiangan dan telat. Aku gak mau sampai dihukum oleh teacher," Ucap Bana dengan suara teriakannya disertai menggedor pintu kamar mommy nya yang terlihat sudah tidak sabaran lagi.
"Haduh, ngapain sih mommy dan ayah di dalam? Apakah mereka belum bangun?" Gumam Bana.
Nenek Wati yang mendengar kehebohan pagi itu, segera mendatangi Bana yang masih berdiri di depan pintu kamar mommy nya.
"Bana, sayang! Ayo, lebih baik Bana sarapan dulu dan menunggu mommy dan ayah Mukid di bawah. Mereka pasti sedang mandi, makanya tidak mendengar panggilan Bana," Kata nenek Wati sambil meraih tangan Bana.
"Baik nenek buyut! Tapi mommy ku ini benar-benar deh! Aku panggil dari tadi tidak juga dibukakan pintu nya. Mommy sekarang jadi sangat pemalas sekali, nek! Nenek bisa bikin jamu penghilang rasa malas untuk mommy aku tidak?" Ucap Bana sambil berjalan beriringan bersama dengan nenek Wati.
"Iya, nanti nenek buatkan!" Sahut nenek Wati asal supaya Bana berhenti ngoceh nya.
*****
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pintu itu menghentikan aktivitas intens keduanya yang sudah menggila. Dalam situasi ini, mereka akan merasakan enggan jika harus menghentikan kegiatan yang belum tuntas itu. Bahkan Mukid belum sempat melakukan gerakan intens penuh nikmat.
Kembali suara ketukan disertai panggilan mommy dan ayah Mukid, melengking keras. Bahkan kini sudah terdengar tidak sabar lagi untuk dibukakan pintunya.
"Om Mukid! Anakku eh anak kita sudah ribut di depan pintu. Om Mukid," ucap Sinta.
Mukid hanya tersenyum senang ketika mendapati wajah panik Sinta lantaran pagi ini kegiatan nya harus terganggu lantaran Bana mengusik sarapan pagi ini.
"Nanti kita teruskan setelah aku mengantarkan Bana ke sekolah. Oke?" bisik Mukid seraya turun dari tempat tidur itu.
"Mukid, kamu mau kemana?" tanya Sinta.
"Cuci muka dan gosok gigi dulu!" Jawab Mukid.
"Hah? Tidak mandi?" Tanya Sinta.
"Hanya mengantar Bana saja kok setelah itu aku balik lagi ke rumah dan menyelesaikan urusan kita yang belum selesai," Kata Mukid. Sinta menggelengkan kepala nya saja saat suaminya tetap mengejar terus sebelum mendapatkan apa yang dia mau.
Mukid keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka dan menggosok giginya.
"Jadi, kamu tidak ke kantor sayang?" Tanya Sinta.
"Ke kantor tapi agak siangan! Kamu ikut dengan ku nanti siang yah!" Jawab Mukid.
"Hem, baiklah! Tetapi nanti mampir ke perusahaan nenek juga yah. Pabrik rokok nenek yang seharusnya aku urus, satu bulan ini sudah lama di handle oleh asisten pribadi ku. Setelah ini aku juga ingin kembali aktif ke kantor," Ucap Sinta.
"Oke, aku turun dulu sayang! Pasti di bawah Bana sudah cemberut menunggu ku," Kata Mukid sambil mengecup kening dan juga bibir Sinta. Sinta kembali memasang selimut nya dan bermalas-malasan di atas tempat tidur nya.
*****
Di dalam mobil, di mana Mukid sedang menyetir dan di samping nya ada Bana yang rapi memakai seragam sekolahnya.
"Ayah Mukid yang ganteng, sebenarnya tadi sewaktu di dalam kamar bersama mommy, ayah Mukid dan mommy lagi ngapain sih? Aku sampai ketuk ketuk pintu beberapa kali dan sangat lama menunggu berdiri di pintu kamar mommy tidak juga di bukakan, rasanya pegel banget kakiku nunggu dibukakan pintu. Sedangkan Bana hari ini piket loh," keluh Bana. Mukid nyengir kuda mendengar keluhan dan juga pertanyaan dari ayah tiri nya tersebut.
"Maaf, ayah dan mommy tadi masih tidur. Jadi ketika Bana mengetuk pintu kamar, ayah langsung saja mandi. Jadi lama deh, Bana nungguin nya," alasan Mukid sambil meringis saja.
"Mommy juga aneh, kenapa juga gak bukain pintu kamarnya dulu. Mommy akhir-akhir ini jadi sangat malas bangun pagi. Bana lihat, mommy suka malas-malasan di atas kasur. Haduh!" Keluh Bana. Mukid semakin gemas melihat tingkah anak tiri nya. Rasanya kalau tidak sedang menyetir, Mukid ingin menggigit saja pipi chubby nya.
"Sebenarnya Bana juga sudah tidak sabaran ingin memiliki adik. Tetapi akhir-akhir ini mommy menjadi berbeda. Mommy jadi kurang perhatian dengan aku. Biasanya setiap malam mommy ke kamarku dan menemani aku belajar. Tetapi sekarang? Setelah makan malam, mommy masuk kamar bersama ayah Mukid," Keluh Bana.
"Ini belum ada adik bayi saja mommy sudah tidak memperhatikan aku. Apalagi nanti kalau sudah ada adik bayi," Tambah Bana. Mukid menjadi mengernyitkan dahinya.
"Maafkan mommy dan juga ayah Mukid yah, Bana! Mulai sekarang kami lebih perhatian dengan Bana deh! Oke?" Ucap Mukid. Bana melebarkan bola matanya melihat ke arah ayah tirinya itu.
"Ayah Mukid janji?" Sahut Bana.
"InsyaAllah! Ayah Mukid akan berusaha menjadi ayah Bana yang penuh perhatian. Oke? Sekarang Bana senyum dong, jangan sedih dan cemberut seperti itu," Kata Mukid. Bana langsung menunjukkan senyuman lebarnya.
"Terimakasih ayah Mukid yang ganteng! Seneng rasanya sudah mempunyai ayah lagi seperti ayah Mukid. Pasti mommy juga sangat bahagia memiliki ayah Mukid yang penyayang," Ucap Bana.
"Aamiin!" Sahut Mukid.
"Tapi ayah! Aku mohon, ayah jangan cepat meninggal dunia seperti ayah Radit yah! Aku takut gara-gara ayah Mukid menikah dengan mommy ku, ayah Mukid jadi stress dan frustasi karena mommy suka ngomel dan merajuk," ucap Bana.
Mukid yang mendengar ucapan Bana tersebut menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hem, sayang! Bana tidak boleh bicara seperti itu, sayang! Ayah Radit meninggal dunia lantaran sudah takdir nya sayang! Bukan lantaran ayah Radit stress dan frustasi karena mommy suka ngomel dan merajuk," kata Mukid membenarkan pemikiran Bana.
"Hem begitu yah, ayah! Tapi yang Bana lihat berita di televisi kasus meninggal nya suami atau istri lantaran istri atau suaminya suka marah-marah dan ngomel. Lalu terjadi serangan jantung yang mengakibatkan meninggal nya suami atau isteri tersebut," Jelas Bana.
"Benar! Tapi tidak semua orang memiliki permasalahan yang sama," Sahut Mukid. Kembali Mukid menggaruk tengkuknya sendiri yang tidak gatal.
*****
Setelah mengantarkan Bana ke sekolah, Mukid sangat bersemangat menaiki anak tangga menuju kamar istrinya itu. Sinta masih belum bangkit dari tempat tidur nya. Benar! Sinta masih tertidur dengan pulas di balik selimut nya. Mukid pelan-pelan menarik selimut yang menutupi tubuh Sinta.
"Kok menjadi sangat pemalas sekali sih, istriku," Gimana Mukid sambil menatap lekat wajah cantik alami Sinta tanpa make up saat tidur seperti itu.
Mukid mengusap pipi Sinta yang sangat halus. Mukid tersenyum melihat istrinya yang cantik. Dia merasa beruntung bisa memiliki istri cantik dan pintar seperti Sinta. Bibir itu lalu mengecup pelan kening dan juga bibir mungil Sinta. Tidak ada pergerakan ketika Sinta mendapatkan kecupan hangat Mukid di kening dan bibir nya.
"Mukid!" gumam Sinta. Mukid tersenyum lebar mendapati istrinya sudah membuka mata nya.
"Selamat pagi, Cinta! Saatnya sarapan pagi dan bangun!" Ucap Mukid nakal.
" Pagi, sayang!" sahut Sinta. Mukid mengecup pundak Sinta dengan penuh kelembutan.
"Akhirnya, kita bisa melakukan sarapan pagi bersama, sayang!" bisik Mukid di telinga Sinta.
"Heem, ayo turun dan mandi! Kamu harus bekerja dan nafkahi istri kamu ini," kata Sinta yang membuat Mukid tersenyum bahagia.
"Tentu dong!" Sahut Mukid bersemangat.
Ratna melihat benda kecil dan pipih yang merupakan alat tes kehamilan itu. Ratna shock dan sedih ketika mendapati kalau dirinya sedang hamil.
"Candra harus mengetahui ini kalau aku sudah hamil dan telat lima minggu," gumam Ratna.
Tanpa ragu-ragu Ratna segera meluncur ke kampus tempat Candra mengajar di salah satu perguruan tinggi di kota Malang itu. Beruntung kerjaan Ratna di kantor sudah selesai dan tidak ada acara di luar lagi setelah jam kerja. Sedangkan Ratna sudah menghubungi Candra kalau saat ini dia posisi nya masih di kampus dan masih ada janjian dengan tiga mahasiswa nya yang sama-sama melakukan bimbingan skripsi. Candra akan pulang telat lantaran berada di ruangannya untuk membimbing mahasiswanya satu persatu.
Di ruangan tempat pak Candra, kini di depannya ada seorang mahasiswi sedang melakukan bimbingan skripsi. Mahasiswi itu mendapatkan giliran yang terakhir. Suasana di kampus sudah sepi lantaran jam sudah menunjukkan pukul setengah lima. Namun Candra masih fokus memberikan bimbingan nya. Dengan serius mahasiswi tersebut menyimak semua yang disampaikan oleh Candra.
Mahasiswi tersebut bernama Dora. Dora berpenampilan sangat seksi dan suka berpakaian ketat. Namun lantaran sedang bimbingan skripsi, Dora menutupi bagian atas nya dengan blazer.
"Saya rasa cukup bimbingan sore ini, Dora! Silahkan diperbaiki bagian-bagian kurang yang sudah saya beri tanda dan sampaikan tadi. Oke, selamat sore, Dora! Silahkan keluar dari ruangan saya," Ucap Candra kepada Dora, sambil mengajaknya bersalaman.
"Terimakasih pak Candra!" Sahut Dora sambil menjabat tangan dosen nya itu. Dora meninggalkan ruangan itu dan Candra kini bisa bernafas lega lantaran semuanya sudah selesai aktivitas hari ini. Dia sudah bisa kembali pulang.
Candra menyandarkan kepalanya di kursi. Kedua matanya terpejam. Hari ini dia sangat letih karena jadwal mengajarnya padat ditambah memberikan bimbingan skripsi pada ketiga mahasiswinya hari ini.
Namun sebelum Candra benar-benar bisa bernafas dengan lega suara Ratna membuyarkan rasa letihnya
"Pak Candra!" panggil Ratna. Candra melebar bola matanya lalu terlihat melebarkan senyumnya.
"Ya ampun, sayang! Aku pikir kamu bercanda kalau mau ke sini? Kenapa harus kemari sih sayang? Aku kan sebentar lagi mau pulang juga," ucap Candra dengan memberondong pertanyaan.
Candra segera berdiri dan menghambur merengkuh tubuh Ratna dan mencium pipinya dengan gemas.
"Habis kangen banget sama kamu pak dosen!" Ledek Ratna. Candra terkekeh saja.
"Aku juga kangen!" Bisik Candra lalu mulai menutup pintu ruangan itu rapat-rapat.
Setelah usai melakukan kegiatan intens antara dua orang lawan jenis itu, Ratna kini duduk di kursi ruangan itu lalu menatap laki-laki yang sudah merasakan bahagia setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dengan nya.
"Pak Candra, aku sudah telat bulan ini. Aku hamil," Kata Ratna langsung ke tujuan dirinya menjumpai Candra di kampus.
"Wah, bagus dong kalau kamu bisa hamil. Itu tanda nya aku benar-benar laki-laki tangguh dan tulen," Jawab Candra santai. Candra kini meraih dagu Ratna dengan penuh kasih sayang.
"Tapi apakah kamu akan menikahi aku, pak Candra?" Tanya Ratna yang ucapannya seperti sangat meragukan Candra untuk bertanggung jawab terhadap semuanya.
"Tentu saja sayang! Aku kan sudah berbuat dan aku akan bertanggung jawab," Sahut Candra. Ratna kini bisa bernafas lega mendengar semuanya.
"Benarkah? Terimakasih pak Candra! Aku pikir, pak Candra akan lepas dari semuanya ini," Kata Ratna.
"Hai, kok ngomong seperti itu sih sayang? Aku menyayangimu dan aku akan menikahi kamu, apalagi sekarang aku tahu kamu sedang hamil anakku. Ratna tersenyum lega. Kini Ratna memeluk Candra dan menenggelamkan kepalanya di dada bidang dosen muda itu.
"Aku menyukai kamu, Pak Candra! Jangan tinggalkan aku," ucap Ratna dengan manja.
"Iya, aku tahu itu! Aku tidak akan menjauh dari kamu, apapun yang terjadi, sayang!" sahut Pak Candra.
*****
Suami istri itu sedang berbaring santai di atas peraduan sambil bercengkrama dan bercerita tentang kisah mereka dahulu. Sesekali saling cubit dan menggelitiki lantaran gemas karena mengungkit kisah lama yang membuat saling cemburu dan juga gemas. Pasangan suami istri itu dulu sama-sama pernah menikah dengan orang lain dan pernah membina rumah tangga. Dan mereka akhirnya juga mengalami kisah yang sama harus ditinggal kan oleh pasangan masing-masing lantaran meninggal dunia.
"Malam minggu, ada acara pesta ulang tahun CEO muda kolega ku. Kamu harus ikut bersama dengan aku untuk menghadiri Undangan pesta ulang tahun nya, loh sayang!" Kata Mukid.
" Malas ah!" Sahut Sinta cepat.
"Apakah kamu mau jika aku diganggu oleh wanita-wanita cantik di pesta itu?" Kata Mukid.
"Hanya di ganggu saja bukan? Itu artinya suamiku masih laku keras bukan?" Sahut Sinta. Mukid dengan cepat menarik hidung Sinta lantaran gemas.
"Pokoknya, kamu harus ikut dan mendampingi aku," Ucap Mukid sambil merubah posisi nya merengkuh tubuh Sinta. Keduanya kembali berciuman dan akhirnya kembali melakukan ritualnya sebagai suami istri setelah obrolan panjang keduanya yang tidak bermanfaat.
*****
Di acara pesta ulang tahun.
"Kenalkan ini istriku, Sinta! Sinta, ini tuan muda Drajat, salah satu CEO muda yang sukses dan dikenal seantero dunia bisnis," Kata Mukid mengenal kan Sinta pada tuan muda Drajat.
"Drajat Ajisaka," ucap laki-laki dewasa yang satu umuran dengan Mukid sambil menjabat tangan Sinta sambil menatap wajah Sinta tanpa berkedip.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!