NovelToon NovelToon

Pregnant After Divorce

Cerai

"Putri, aku mau bercerai."

Aku mengalihkan pandanganku dari piring makanan yang ada dihadapanku dan langsung menatap kearah Mas Al, cinta dalam hidupku, suamiku selama 5 tahun ini.

Aku langsung menelan ludah ku dengan berat.

'Oh ya Tuhan, kumohon semua ini hanyalah sebuah mimpi.' ucap ku dalam hati, menutup mataku dan berdoa. Berharap saat aku membuka mataku, aku bisa terbangun dari semua mimpi buruk ku ini.

Tapi Mas Al masih ada dihadapanku saat aku membuka mataku. Aku tidak bisa membayangkan rasa sakit yang ada dalam hatiku. Aku seolah berhenti bernapas. Aku perlahan melepaskan sebuah gelas jus dari tanganku yang tiba-tiba terasa begitu berat di jemari ku yang bergetar hebat ini.

Ekspresi suamiku tampak begitu dingin dan membatu. Hal itu membuatku merasa jauh lebih buruk di dalam diriku. Kami sudah berbagi semua perasaan kami selama bertahun-tahun pernikahan dan sekarang dia melihatku seolah aku ini adalah orang asing dan bukan wanita yang sama yang dia cintai selama hidupnya setelah hari pernikahan kami yang disaksikan keluarga dan para sahabat.

Aku merasa ingin menolak mendengarkan apa yang dia katakan kepadaku. Aku harap semua itu tidak nyata dan dia hanya melakukan sebuah prank seperti yang dia lakukan sebelumnya, saat ia mencoba untuk bercanda denganku. Tapi ekspresi di wajahnya tidak menunjukkan bahwa dia tengah bercanda ataupun bibirnya yang menunjukkan sedikitpun senyuman. Kali ini aku tahu bahwa ketakutan terbesar ku akhirnya datang dalam hidupku.

Tanganku begitu bergetar, aku lantas menaruh tanganku di atas meja. Tenggorokanku terasa kering, saat kami saling menatap satu sama lain tanpa mengatakan satu patah kata pun selama 5 menit. Jus yang ada di depanku mungkin bisa menghilangkan kekeringan di tenggorokanku dan aku hendak meminumnya. Namun, saat jemari ku menyentuh gelas jus itu, aku tidak sengaja membuatnya terjatuh.

Jus itu berceceran di taplak meja sebelum aku bisa menangkapnya. Gelas itu sekarang sudah kosong, sama seperti apa yang aku rasakan di dalam diriku.

Mataku tertuju kepada semua kekacauan yang aku buat di atas meja, seolah aku melihat hatiku berdarah sekarang. Itu mungkin sama merahnya seperti taplak meja yang terkena jus buah naga itu.

"Kenapa Mas Al? Apakah aku tidak cukup baik untukmu?" Ucap ku dan tanpa ekspresi di wajahku.

Aku seharusnya marah sekarang. Tapi daripada merasa marah kepada suamiku, aku melihat padanya dengan ekspresi permohonan maaf yang terlihat wajahku.

5 tahun yang lalu, di depan semua keluargaku, dia berjanji kepada Tuhan agar kami saling mencintai sepanjang hidup dan itulah yang aku lakukan selama ini dalam hidupku. Aku berjanji untuk menemaninya, untuk menjadi istri yang baik, untuk memberikan apa yang dia inginkan selama aku bisa melakukannya. Seperti yang aku katakan, aku akan selalu memberikan semuanya bahkan jika itu berarti melepaskan dia untuk kebebasan yang dia minta.

"Ini bukanlah kesalahanmu, ini adalah salahku. Aku minta maaf, aku merasa bahwa aku sudah tidak mencintaimu lagi." Balas Mas Al dengan tenang yang membuatku merasa jika dia dapat merasakan sakitnya di hatiku juga.

Aku tidak bisa melihat ekspresi yang sedih dan ada penyesalan diwajahnya. Yang bisa aku lihat di matanya hanyalah sorot yang terlihat lelah. Aku terdiam, aku merasa mati di dalam diriku. Aku merasa bahwa penyesalan nya itu karena pernikahan kami.

Dadaku terasa sesak, membuat diriku sulit untuk bernapas. Rasanya seperti sebuah pisau menancap langsung ke hatiku.

'Aku tidak mencintaimu lagi.' Kata-kata itu adalah kata yang paling ditakutkan oleh seorang istri.

Setelah aku mengorbankan semua mimpiku hanya untuk membuatnya bahagia, dia menyakiti hatiku dengan seribu hujaman pisau langsung ke jantungku. Kerusakan nya sudah begitu parah, dan hatiku tidak bisa lagi disembuhkan.

Melihat bagaimana caranya membuat keputusan ini, membuat hatiku membeku. Dia menunjukkan tidak ada rasa sakit sedikitpun dengan perpisahan yang membuatku berpikir bahwa jika dia memang tidak pernah mencintai aku sebelumnya.

Aku tahu bahwa aku tidak punya hak untuk meminta cintanya, sejak kami berdua tahu bahwa orang tuaku memaksa dia untuk menikahi aku saat itu. Semua itu terjadi setelah mereka mengetahui, bahwa kami tertidur di ranjang yang sama suatu malam, saat aku berhasil menggoda dirinya.

Iya, akulah orang yang menggodanya karena aku tergila-gila padanya.

"Aku mau seorang anak, Putri. Dan sebagai istriku, kau gagal memberikan aku satu anak saja. Karena kau tidak bisa memberikan tanggung jawab untuk membuktikan kepadaku hal itu, maka aku tidak punya alasan lagi untuk tetap menjalankan pernikahan ini denganmu."

Kerutan langsung muncul di wajahku setelah mendengarkan ucapan Mas Al itu. Ucapannya terlihat seperti dia mencoba untuk menyerah akan diriku karena tidak bisa membuktikan padanya, dengan memberikannya seorang anak lagi. Itu membuatku ingin berteriak dan menamparnya dengan sangat keras. Aku menyerah hanya untuk memberikan apa yang dia butuhkan, yaitu seorang anak.

"Aku sudah melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan untuk memberikan seorang anak kepadamu Mas. Tidak bisa kah kalau melihat semua perjuangan ku untuk memberikan kepuasan di hatimu. Aku selalu melakukan check-up ke dokter melakukan diet ketat dan selalu mengikuti saran dokter. Bahkan jika kadang-kadang sulit bagiku untuk mengikuti semua yang dokter katakan, aku selalu melakukannya dan bahkan jika phobia yang aku rasakan terhadap suntikan sangat besar, aku tetap memberanikan diri dengan rasa sakit itu. Ada banyak waktu yang aku terima untuk disuntik kapanpun aku pergi ke rumah sakit."

Panjangnya kata-kata yang aku ucapkan kepada nya dengan penuh air mata, tapi sebaliknya dia hanya melihatku dengan ekspresi dingin. Tatapan matanya bahkan tidak menghiraukan aku dan dia sama sekali tidak merasa simpati kepada hari bahagia kami di masa lalu.

Saat ini, semua orang yang berada di dalam restoran melihat kearah kami. Tapi untuk mengklarifikasi semuanya, orang-orang hanya tampak tertarik untuk melihat kearah Mas Al.

Mereka melihat kearah Mas Al dengan tatapan penuh kekaguman. Sementara aku di sisi lain, tidak menerima apapun. Tapi tatapan tidak menarik seperti biasanya dari mereka.

Aku mengerti bahwa beberapa orang, hampir semuanya menatap Mas Al seperti idola mereka. Sejak Mas Al menjadi seorang milyuner dengan kerja kerasnya sendiri dan dia memenangkan penghargaan dan sebuah piala kemenangan sebagai pembalap mobil di masa lalu, dia juga benar-benar diberkahi dengan wajah yang tampan.

Alden Carter Grayson, atau yang lebih sering ku panggil dengan sebutan Mas Al. Pria yang duduk seperti seorang setengah dewa yang duduk berseberangan di kursi di depanku, merupakan salah seorang playboy terkenal yang wajahnya selalu tampil di majalah dan di seluruh negara ini.

Mas Al sangat populer dan aku yakin tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tidak mengetahui tentang dirinya. Kalaupun ada orang seperti itu, pasti orang itu hidup di bawah batu atau di dalam gua yang sampai tidak mengenali pria paling tampan dan paling seksi di dunia ini.

Dia adalah deskripsi sempurna dari pria yang di impikan semua wanita. Tapi bagiku, Mas Al adalah mimpi terburuk ku.

Bersambung....

Melepasmu

Dengan seluruh kemampuan terbaikku, aku mencoba untuk membuat air mataku tidak turun ke pipiku dan menahan daguku agar tetap tidak menunduk, saat aku menatap kearah mata Mas Al yang begitu dalam.

Sejak mulai saat ini, mungkin adalah terakhir kalinya kami bisa melihat satu sama lain sebagai pasangan suami dan istri. Aku mungkin akan mencoba untuk berani menatap wajahnya, memperlihatkan bagaimana aku bisa melawannya.

"Aku tidak bisa terus seperti ini Putri." Bisik Mas Al dengan suara yang hanya cukup untuk aku saja yang bisa mendengarnya.

Ini semua terasa begitu menyakitkan, mendengar suara suamiku yang menyerah dengan rasa sakit dalam hubungan kami. Aku berjuang untuk nya selama 5 tahun hanya untuk mendengarkan dia mengatakan kata itu kepadaku. Jadi kerja keras ku untuk tetap bersamanya selama ini, hanya terbuang sia-sia begitu saja.

"Aku mohon kepadamu Mas, berikan aku waktu beberapa saat. Aku berjanji untuk memberikan padamu seorang anak disaat yang tepat nanti." Ucap ku berusaha untuk membuatnya mengubah pikirannya.

Aku merasa jika aku merendahkan diriku sedikit saja, mungkin kami bisa menghadapi situasi ini dan perceraian tidak akan terjadi diantara kami.

"Permintaan mu tidak berguna lagi Putri." Ucap Mas Al seraya berdiri dari kursinya, membuat mataku membulat dengan begitu sempurna karena rasa terkejut ku.

Setelah mendengarkan ucapan kasar yang keluar dari mulut suamiku, aku tiba-tiba kehilangan tangis yang ada di dalam diriku. Aku tiba-tiba menjadi begitu marah, mataku dipenuhi dengan begitu banyak kebencian untuk dirinya. Aku lantas menggeser kursi ku dengan anggun, seperti seorang Ratu seolah aku tidak mau menolak peperangan yang dibuat oleh Mas Al.

"Jika memang itu yang kau inginkan, aku akan memberikanmu kebebasan seperti yang kau minta Mas." Ucapku dengan tegas.

Jika kata-kata bisa membunuh seseorang, Mas Al seharusnya bisa mati dengan ucapan tajam yang aku tembakkan kepadanya.

Aku lalu mengeluarkan cincin pernikahan kami dari jari manis ku dan dengan kasar membuangnya di atas meja.

Jantungku berdegup begitu kencang kali ini karena aku yang begitu emosi. Bahkan saat aku melihat kearahnya, aku tidak lagi merasakan hal lainnya kecuali kebencian. Aku tidak berbicara lagi dan langsung membuat langkah lurus keluar dari dalam restoran. Aku tidak lagi memberikan tatapan ku kepadanya, saat aku berada di luar. Aku langsung memanggil sebuah taksi dan dengan cepat masuk ke dalamnya.

Dia dengan begitu mudah mengakhiri apa yang sudah aku perjuangkan selama 5 tahun lamanya. Dia begitu kejam untuk mengakhiri hubungan kami di hari jadi pernikahan kami yang kelima.

Aku tidak menangis, saat aku akhirnya sendirian di dalam taksi ini. Aku bahkan tidak menangis setelah aku melihat sebuah figur pria yang begitu familiar, bertubuh tinggi dan berotot, tampak keluar dari dalam restoran dan berlari ke area parkir untuk mengejar aku. Aku hanya tidak bisa menangis bahkan walaupun semua ini terasa begitu menyakitkan.

Aku bahkan tidak menangis saat taksi yang aku melaju dengan cepat dan dia tetap mengikuti taksi ini. Tapi gagal saat supir taksi itu bermanuver masuk ke dalam jalan tol. Aku berbalik setelah melihat kejadian yang membuat jantungku berdetak begitu kencang.

"Tolong pergi ke rumah sakit Harapan Keluarga." Ucap ku kepada supir dan tidak mengatakan hal lain lagi.

Aku merebahkan kepalaku di kursi belakang dan menutup mataku dengan tenang. Bahkan jika aku ingin menangis, air mataku sudah tidak lagi mau turun dari mataku. Aku tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena mental, fisik, emosional, dan psikologis ku yang terasa begitu sakit. Akhirnya aku membuat rasa itu menjauh dariku, karena rasa itu membuat aku merasa bodoh karena rasa sakit itu.

Aku akhirnya perlahan membuka mataku. Tatapan ku melihat ke sisi jendela dari mobil yang masih bergerak itu. Aku hanya menatap kearah bayangan melihat semuanya dengan tidak jelas. Kegelapan malam yang terlihat di jalan tol, mengingatkan aku bagaimana saat ini aku sudah menjadi sendirian.

Bukan hal itu yang ingin aku salah kan. Aku menyadari bahwa aku memang mendapat sedikit masalah juga selama ini atas kondisi kandunganku. Tapi jika suamiku masih mencintai aku, dia tidak akan pernah mempermasalahkan kekuranganku atau masalah yang aku punya dengan kandunganku. Tapi dia akan menyemangati aku dengan kegagalan yang aku punya dengan terus menerima aku dan mendorong ku. Di sisi lain, diriku sangat mencintai Mas Al selama 5 tahun.

Taksi yang aku tumpangi bergerak dengan sangat cepat melewati jalanan tol dan berhenti di depan Rumah Sakit Harapan Keluarga. Aku dengan cepat turun dari dalam taksi dan menutup pintu dengan keras. Jika saja aku tidak mendengar suara klakson dari taksi itu, aku tidak akan mengingat jika aku belum membayar sopir taksi itu.

"Maafkan aku." Ucap ku saat jendela supir taksi itu terbuka dan dengan cepat aku memberikan uang kepada supir itu dengan canggung. "Tolong ambil saja kembaliannya." Lanjut ku dengan wajah yang memerah karena malu.

Aku langsung berbalik dan berjalan menjauhi taksi itu dan mendengar taksi itu langsung tancap gas. Desain eksterior berwarna putih dari rumah sakit yang besar itu menyapa pandanganku saat aku melihat ke dalamnya. Aku benci tempat ini, aku sangat membencinya.

Perutku terasa mual saat perlahan aku mau berjalan kearah lorong yang sangat familiar dari tempat ini. Dimana setiap malam aku menghabiskan waktu di sini.

Jantungku mulai berdegup kencang, saat aku hendak masuk ke dalam sebuah ruangan yang sangat familiar yang membuatku ketakutan. Aku seharusnya sudah terbiasa dengan perasaan ini. Aku sudah melewatinya setiap hari. Aku mengatakan kepada diriku sendiri untuk bisa kuat kali ini.

Aku tidak langsung masuk ke dalamnya, tapi aku berdiri di depan pintu itu menutup mataku dengan tenang. Aku selalu melakukan hal ini setiap hari, lebih tepatnya hampir setiap malam aku mengunjungi dirinya. Ini adalah caraku untuk mengumpulkan keberanian ku. Aku harus masuk melewati pintu ini.

Detak jantungku semakin keras, sehingga aku bahkan bisa mendengarkan suara detak jantungku di telingaku.

'Bagaimana jika aku melihat tempat tidur itu kosong? Bagaimana jika dia tidak bernapas lagi? Bagaimana jika aku datang terlambat kali ini?'

Ketakutan terdalam ku membuat aku dipenuhi ketakutan dan perlahan pintu itu terbuka dan air mata jatuh ke pipiku, bahkan sebelum aku menyadarinya. Padahal aku tidak menangis saat Mas Al meninggalkan aku, tapi aku tidak bisa berjanji untuk tidak menangis saat wanita yang selalu ada dalam hidupku akan meninggalkan aku juga.

Aku menghapus air mataku dengan lengan blouse yang aku gunakan.

"Mama!" Aku memanggilnya saat aku membuka pintu.

Tapi tidak ada respon, aku lantas masuk dengan kaki yang gemetar dan disaat yang bersamaan, tanganku mulai terasa membeku.

Bersambung.....

Mimpi Buruk

"Ma...!!! Ucap ku lagi dengan begitu panik.

Suaraku terasa tercekat di tenggorokanku karena tidak mendengar balasan dari Mama untuk yang kedua kalinya.

Terasa seperti ada sebuah batu besar yang menghujam ke arah ku saat melihat tempat tidur itu kosong. Aku merasa mati dari dalam diriku.

"Sayang....!!!" Sebuah suara yang terdengar begitu lemah berbisik dari arah sofa.

Aku langsung berlari ke arahnya, memeluknya dengan erat dalam lengan ku. Aku ketakutan seolah saat ini adalah menjadi yang terakhir kalinya aku bisa memeluk Mama dan aku bergelayut pada Mama dengan begitu erat seperti anak yang ketakutan dan baru saja menemukan ibunya setelah terpisah dari ibunya.

Aku akhirnya bisa bernafas lega.

"Sayang, kau akan membuat Mama sesak." Ucap Mama dengan tawanya.

Aku lantas melepaskan pelukanku pada Mama. Pipiku terasa memanas dan aku langsung mencium kening Mama berkali-kali.

Aku hampir saja tak sadarkan diri karena ketakutan setelah aku berpikir bahwa Mama akhirnya berhenti berjuang untuk melawan kanker stadium 3 yang Mama idap selama ini.

Mama adalah satu-satunya yang aku punya sekarang, setelah Papa meninggal beberapa tahun yang lalu karena penyakit kronis yang dialaminya. Aku tidak bisa menerima jika aku harus kehilangan Mama juga. Pikiran itu bahkan sudah membunuhku.

"Aku pikir.... Aku pikir Mama..." Air mataku langsung terjatuh di pipiku saat aku berlutut di depan Mama.

Rasa sakit itu sangat parah hingga aku tidak bisa bernapas dengan benar.

"Hus.... berhentilah menangis Putri. Mama benci melihat matamu yang indah itu menangis."

Tubuh Mama yang kurus itu selalu mendekap ku dengan cintanya yang hampir selama 23 tahun itu terus mengusap air mata di pipiku.

"Pertama kali Mama melihatmu menangis adalah saat kau dilahirkan. Dan saat itu Mama berjanji kepada diri Mama sendiri, untuk selalu mengusap air mata dari matamu yang indah itu. Mata mu adalah mata yang paling indah yang pernah Mama lihat. Dan Mama berjanji kepada diri Mama sendiri untuk mencurahkan cinta yang Mama punya ke padamu selamanya."

Bibir Mama melengkung, menyiratkan sebuah senyuman yang membuat hatiku luluh. Sentuhan lembut tangan Mama mengusap rambutku yang berantakan untuk membuatnya rapi.

"Jadi berhentilah menangis. Mama mau melihat matamu yang berwarna hijau dan coklat itu dengan jelas." Ucap Mama dan menatap kearah mataku yang memang memiliki kelainan dengan warna iris yang berbeda di kedua bola mataku, yang sebelah kiri berwarna coklat dan yang sebelah kanan berwarna hijau.

Kelembutan dari suara Mama menghentikan air mataku saat aku berdiri setelah berlutut di lantai.

"Ini sudah larut malam. Mama harus tidur." Ucap ku seraya mengambil album foto dari pangkuan Mama dan membantu Mama untuk bangun dari sofa.

Mama begitu kurus hingga aku bisa menggendong Mama di lengan ku tanpa kesulitan sedikitpun.

"Aku tidak akan menangis lagi Ma." Ucapku.

"Janji?" Ucap Mama.

"Aku berjanji Ma." Balas ku.

Aku membuat janji kelingking dengan Mama. Mama lantas memberikan senyuman ceria yang membuat kekhawatiran ku mendadak menghilang begitu saja. Mama tidak mengatakan apapun saat aku menaruh tubuh Mama di atas tempat tidur.

"Salah satu momen yang paling membahagiakan dalam hidup adalah melepaskan salah satu hal yang tidak bisa kau rubah. Selama proses itu, kau akan kehilangan seseorang dengan penuh rasa sakit. Tapi hanya dengan cara seperti itu kau bisa menemukan jati dirimu sendiri." Ucap Mama.

Aku lantas menemani Mama tidur dan tetap berada disisi Mama. Hal itu membuat hatiku terasa bahagia karena mengetahui satu-satunya harta yang bisa aku jaga selama ini ada bersamaku. Tidak lama setelah itu, Mama pun tertidur lelap. Aku mendengarkan nafas Mama yang lembut, saat aku melihat dada Mama yang naik dan turun dengan perlahan.

"I love you Ma." Bisik ku dan mencium pipi Mama.

Bibirku melengkung tersenyum saat aku mendengarkan Mama merespon ucapan ku dalam tidurnya.

"I love you too sayang."

Aku lalu duduk di sebuah sofa dan mengambil gitar yang menggantung di tembok. Jemari ku menarik resleting tas gitar itu dan mengeluarkan gitar kesayanganku dengan lembut.

Gitar itu adalah pemberian Mama saat aku berusia 18 tahun dan aku sangat mengagumi gitar itu karena Mama yang memberikannya kepada ku.

Aku mulai memainkan senar. Suara pertama yang aku buat begitu menakjubkan, aku bahkan hampir menutup mataku karena merasakan kehangatan yang tersebar di hatiku. Aku merasakan ketenangan dari dalam diriku dan memainkan senar gitarku sembari menutup mataku.

-------------------------------------

"Tolong Mama, jangan tinggalkan aku. Aku mohon." Ucap ku dengan begitu putus asa yang terdengar dari ruangan kedelapan dari lorong rumah sakit.

Suara tangis ku yang menjadi-jadi memenuhi ruangan itu dan aku bergelayut dengan begitu erat pada tubuh Mama yang sangat dingin. Aku tidak mau membiarkan Mama untuk pergi. Mama tampak begitu kurus dengan kulitnya yang menempel di tulangnya yang membuatku semakin terluka. Melihat Mama yang seperti itu membuat hatiku seperti terasa berdarah.

Mama begitu membeku saat aku mencoba dengan semampuku untuk menggenggam tangan Mama dalam ketakutan yang sangat dalam.

"Mama minta maaf sayang." Ucap Mama dengan suara yang begitu lemah.

Air mata Mama terjatuh ke wajahnya dan menghembuskan nafas dengan lemah. Jemari Mama bergetar kemudian menjadi membeku dan terjatuh seperti pohon yang tumbang.

Suara teriakan keluar begitu saja dari tenggorokanku. Rasa takut dari dalam hatiku membuat pipiku memanas.

"Tolong jangan lakukan ini padaku Ma."

Aku memohon dan terus memohon sampai suaraku terdengar serak bahkan aku terdengar seperti seorang yang berbisik dan sampai aku sendiri tidak bisa mendengar suaraku.

"Tolong, jangan tinggalkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku Ma."

Dengan kekuatan terakhir yang aku punya dan aku pun mencoba berdiri, namun aku terjatuh ke lantai. Untuk yang pertama kalinya dalam hidupku, aku berharap bahwa aku juga ikut mati bersama Mama.

Aku pun terbangun dengan suara nafasku yang terengah-engah. Aku mendapati diriku yang ternyata tertidur di sofa di dalam ruangan Mama, setelah memainkan gitar tadi. Aku mengambil nafas dalam sebelum aku mengambil air untuk minum. Namun lebih dulu aku melihat tempat kepalaku berbaring yang sudah basah karena dipenuhi dengan air mata. Aku tiba-tiba berpikir sudah berapa lama aku menangis.

Jantungku terus berdegup kencang di dalam dadaku, seolah aku tengah berlari maraton dan disaat yang bersamaan merasa ketakutan karena aku mendapat mimpi buruk itu terus ada dalam diriku. Kemeja merah yang aku gunakan sudah basah dipenuhi dengan keringat dari mimpi yang tampak nyata tadi itu, yang membuatku kehilangan kekuatanku.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!