Pagi ini merupakan pagi yang sangat sibuk di kediaman keluarga Werner. Sebab, Noah Olsen Werner, anak laki-laki keluarga tersebut rencananya akan menggelar pemberkatan pernikahan di sebuah gereja, yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Wanita beruntung yang akan menjadi menantu keluarga konglomerat itu adalah Maria Anna Kendrick, anak dari pemilik dua hotel termewah di Fantasiana, Ibu Kota Zernedien.
Hingga saat ini, selain keluarga, tidak ada satupun yang mengetahui soal hubungan keduanya, yang telah terjalin selama hampir tiga tahun. Noah dan Maria memang telah bersepakat untuk tidak membeberkan hubungan mereka ke publik atas dasar kenyamanan dan privasi.
Pernikahan mereka saat ini bahkan digelar dengan sangat pribadi dan terbatas. Tamu undangan hanya berkisar lima puluh orang saja, dan kebanyakan dari mereka terdiri dari keluarga inti kedua belah pihak.
Para asisten rumah tangga di kediaman keluarga Werner tengah sibuk berlalu-lalang, saat Bella keluar dari kamar. Dari penampilannya yang sedikit berantakan, bisa dipastikan bahwa gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya.
"Bella!" Tiba-tiba suara teriakan terdengar dari arah walk in closet milik ratu rumah ini, Jessica Verro Werner, sang ibu angkat.
Tak ingin mendapatkan kemarahan dari Jessica, Bella bergegas pergi menuju tempat wanita itu berada.
"Enak sekali kau, baru bangun tidur jam segini! Jangan karena tidak berpartisipasi di acara ini, kau bisa bangun tidur sesuka hatimu!"
Bella yang baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan, sudah mendapatkan sambutan manis dari Jessica. Sambutan yang hampir setiap hari dia dapatkan selama lima belas tahun tinggal di tempat ini.
"Maaf, Ma." Seperti biasa, tanpa bantahan Bella hanya akan melontarkan permintaan maaf sambil menundukkan kepalanya.
"Maaf, maaf! Sekarang ambilkan sepatuku di lemari teratas!" seru Jessica sembari menunjuk salah satu bagian lemari tertinggi yang berada persis di hadapannya.
Bella menurut. Gadis itu mengambil tangga mini yang tergeletak di sudut ruangan dan mulai menaikinya. Diiringi teriakan Jessica, Bella mengambil sepasang stiletto dan wedges untuk dipilih sang ibu angkat nanti.
"Hati-hati, Bodoh! Sepatu-sepatu itu lebih mahal dari harga dirimu!" Teriakan Jessica kembali bergema, ketika Bella tanpa sengaja terpeleset anak tangga yang dia naiki.
Bella terdiam. Meski hinaan kerap menggores hatinya berulang kali, dia tak pernah berani membalas. Mau bagaimana lagi, karena merekalah, Bella tak harus tinggal di panti asuhan lebih lama setelah kehilangan kedua orang tuanya.
Keluarga Werner memang bukan keluarga kandung Bella. Harold Mathieu Werner, sang ayah angkat, merupakan sahabat dari mendiang ayahnya, Nicholas Gladwin. Kecelakaan yang merenggut hidup kedua orang tua Bella, membuat Harold berinisiatif untuk mengangkat gadis itu sebagai bagian dari keluarga Werner.
Selama lima belas tahun tinggal bersama keluarga ini, hanya Harold lah yang benar-benar memberikan kasih sayang padanya, sedangkan Jessica lebih banyak menganggap Bella tak lebih tinggi dari asisten rumah tangga mereka. Sementara Noah, sang kakak angkat, malah tak pernah menganggap keberadaan gadis itu.
Noah akan lebih banyak mengabaikannya meski mereka berada dalam satu tempat yang sama.
"Hei, jangan melamun, Bodoh! Cepat bantu pakaikan!" titah Jessica sambil melipat dan mengangkat tinggi-tinggi satu kakinya. Hal itu nyaris membuat wajah Bella terkena ujung kaki wanita itu.
Bella bergegas mengambil sepatu dan mencoba mencocokkannya pada kaki Jessica. Setelah memastikan bahwa wedges-lah yang menjadi pilihan wanita itu, Bella langsung menyimpan kembali stiletto milik Jessica ke tempat semula.
"Bagaimana penampilanku?" tanya Jessica yang kini berdiri menatap pantulan dirinya di cermin.
"Cantik, Ma," puji Bella tulus. Dibalik sifatnya yang buruk, Jessica memang memiliki penampilan yang fantastis. Tubuh wanita itu bahkan masih terlihat seksi meski telah berkepala enam.
"Aku bukan sedang bertanya padamu ... tapi, boleh juga pujianmu."
Martha, kepala asisten rumah tangga yang juga berada di sana, tersenyum sinis sambil menatap Bella dengan pandangan menghina. Orang kepercayaan Jessica itu memang ikut-ikutan membenci dirinya. Jika sang ibu sedang tidak berada di rumah, ia lah yang paling berkuasa.
"Nyonya, Tuan Harold dan Tuan Noah sudah menunggu." Salah seorang asisten rumah tangga mereka yang lain, tiba-tiba masuk ke dalam ruangan untuk memberitahu.
"Ahh, benar juga!" Dengan langkah terburu-buru, Jessica keluar dari dalam ruangan kesayangannya itu menuju tangga rumah.
Bella yang turut mengikuti Jessica di belakang, nyaris saja menabrak punggungnya, saat wanita itu berbalik dan mengacungkan jari telunjuknya tepat di wajah Bella. "Ingat Bella, tidak ada keluar rumah! Tetaplah di kamarmu setelah membantu membersihkan seisi rumah ini, mengerti?"
"Mengerti Ma." Bella mengangguk patuh. Lagi-lagi dia akan mengurung diri di istana megah ini, seperti yang biasa dilakukan gadis itu.
Jessica adalah ratu di istana megah ini. Oleh sebab itu, setiap perintah yang keluar dari mulutnya adalah mutlak. Itulah mengapa dia tak pernah mengenyam pendidikan di sekolah umum. Jangankan pergi ke sekolah seperti orang lain, keluar dari rumah saja dia tak pernah diperkenankan.
Maka tak heran, bila hanya segelintir orang saja yang tahu bahwa dirinya juga merupakan bagian dari keluarga Werner.
"Good!" Jessica bergegas turun dari tangga dan masuk ke dalam mobil.
"Darling, Bella benar-benar tidak ikut?" tanya Harold saat mendapati hanya sang istri lah yang masuk ke dalam menyusul mereka.
"Ya. Tidak ada pertanyaan selanjutnya Sayang, waktu kita sudah semakin sempit!" sahut Jessica.
Harold terdiam sejenak, sebelum kemudian meminta Oliver, sang supir pribadi, untuk menjalankan mobilnya meninggalkan rumah.
Bella yang ternyata berdiri di balik jendela rumahnya, hanya bisa menatap kepergian Limosin mewah tersebut, hingga menghilang dari pandangan.
"Hei, apa yang kau lakukan? Cepat sapu semua lantai dua hingga bersih, atau kau tidak akan kuberi makan sampai malam hari!"
Martha berdiri di hadapan Bella sembari bertolak pinggang. Wanita tua yang sudah puluhan tahun bekerja pada keluarga Werner itu pun mulai melempari Bella dengan sapu dan kain kotor untuk ia gunakan nanti.
Selama ini Bella memang tidak diperkenankan membereskan rumah menggunakan alat-alat elektronik seperti asisten rumah tangga lain. Itulah mengapa Bella sering mengalami sakit pada beberapa bagian sendi di tubuhnya.
Harold sama sekali tidak mengetahui sikap Jessica dan Martha yang memperlakukan Bella seperti pembantu, sebab pria itu memang jarang berada di rumah.
Satu-satunya teman baik Bella di rumah ini hanyalah Viola, asisten rumah tangga termuda yang sekarang sedang mengambil cuti.
Tanpa banyak bicara, Bella segera naik ke lantai dua dan menyapu seluruh ruangan megah tersebut, sedangkan Martha dengan santai membersihkan lantai satu menggunakan vacuum cleaner.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(Nama kota atau negara yang terdapat dalam cerita ini seratus persen fiktif, agar tidak menyalahi aturan mau pun sejarah yang sebenarnya, bila memakai nama kota atau negara yang ada di dunia nyata).
Ini adalah kisah tentang ketidakberdayaan seorang gadis menghadapi suami dan keluarga angjatnya. Jadi dimohon pengertiannya dengan tidak memberikan komentar menyudutkan.
Bagi yang tidak berkenan dan ingin mencari bacaan sesuai yang dimau (MC wanita kuat dan tidak mudah tertindas) bisa diskip yang ini ya, dan beralih ke novel saya yang lain. Silakan dicek.
Terima kasih. 😇
Suasana di dalam Gereja St. Christopher mendadak diliputi kegelisahan. Hal itu dikarenakan sang pengantin wanita, Maria Anna Kendrick, belum juga muncul bersama kedua orang tuanya, padahal pemberkatan pernikahan akan dilakukan kurang dari tiga puluh menit lagi.
Noah yang masih berada di ruang ganti sudah berkali-kali menghubungi Maria, tetapi ponsel wanita itu tidak juga aktif.
Beberapa kerabat Maria yang sudah datang pun berusaha menghubungi wanita itu maupun kedua orang tuanya. Namun, mereka juga mendapati hasil yang sama. Ponsel ibunda Maria bahkan kini tidak dapat dihubungi.
"Sayang, apa kalian bertengkar sebelumnya, atau jangan-jangan terjadi sesuatu dengan Maria?" tanya Jessica khawatir. Wanita itu sibuk mondar-mandir demi mengurangi kegelisahan yang mendera.
"Tidak Ma, kami dalam kondisi baik-baik saja." Jawab Noah yang tak kalah gusar. Berkali-kali pria itu menatap ponselnya, berharap ada pesan singkat yang masuk dari sang kekasih tercinta.
Jessica kemudian berjalan menghampiri sang suami yang sedang duduk di kursi. "Honey, bagaimana ini?"
Harold menggenggam tangan Jessica guna meredakan kekalutan sang istri. "Masih ada waktu. Mungkin mereka sedang terjebak kemacetan. Central Street sedang mengalami perbaikan jalan bukan? Bisa jadi perjalanan mereka terhambat karena itu."
"Kalau memang seperti itu, seharusnya mereka bisa melalui jalan lain alternatif lain. Ini kota besar dengan banyak jalan yang saling terhubung!" sahut Jessica dengan raut wajah luar biasa kesal.
"Tenanglah, bila sampai waktunya tiba mereka belum datang juga, aku akan menyuruh Oliver untuk menyusul," ujar Harold. Biar bagaimanapun sebagai kepala keluarga, dia tak boleh turut menunjukkan kegelisahannya.
Sementara itu di kediaman keluarga Kendrick sendiri telah terjadi kekacauan, sebab Maria, anak bungsu mereka, tiba-tiba pergi dari rumah dan meninggalkan sepucuk surat di kamarnya.
Tak banyak yang Maria tulis di kertas tersebut, selain hanya kalimat permintaan maaf karena telah dengan tidak bijaksana meninggalkan acara pernikahannya sendiri.
Ini adalah keputusan yang sangat sulit bagi Maria, sebab wanita itu jelas masih mencintai Noah. Namun, kehadiran Jason, pria masa lalunya yang hingga kini Maria rindukan, secara tiba-tiba membuat wanita itu mengambil keputusan memalukan ini.
Aku mencintai Noah, Mom, Dad, tetapi aku juga sangat mencintai Jason. Dialah pria yang kuharapkan bersanding denganku di pelaminan. Selama tiga tahun menjalin kasih, baru saat ini kusadari bahwa kami memang benar-benar tidak pantas hidup bersama dalam ikatan pernikahan.
Sampaikan juga permintaan maafku pada Noah dan keluarganya.
Aku mencintai kalian.
"Bagaimana ini, ya Tuhan!" jerit tangis Wanda, ibunda Maria, kembali pecah saat membaca surat putrinya sekali lagi. Wanita paruh baya itu bahkan tidak berani mengangkat puluhan telepon dari kerabat maupun calon besannya. Dia malah dengan sengaja mematikan ponsel miliknya agar dapat menenangkan diri sejenak.
Ben, kakak Maria, yang turut menyaksikan kekalutan kedua orang tuanya memutuskan untuk pergi ke Gereja dan memberitahukan semua kepada keluarga Werner.
"Kita tak boleh lari begitu saja! Disini kitalah yang bersalah!" Sepenggal kalimat bernada dingin terlontar dari mulut Ben, sebelum kemudian pria itu pergi meninggalkan rumah.
...**********...
"Lantai ini masih berdebu semua, Bodoh! Apanya yang sudah kau bersihkan!" teriakan Martha menggelegar memenuhi lantai dua kediaman megah keluarga Werner. Wanita itu baru saja melakukan pemeriksaan setelah Bella selesai membersihkan. "Lihat lantai satu, semua bersih tanpa debu setitik pun!" sambungnya keras.
"Lantai satu jelas bersih karena menggunakan penyedot debu, sedangkan aku menggunakan sapu biasa." Jawab Bella.
Mendengar jawaban dari gadis itu, Martha malah semakin murka. Dia mendorong Bella hingga tersungkur di lantai, lalu bertolak pinggang. "Berani sekali kau, anak pungut! Sekarang, bersihkan semuanya dari awal! Awas kalau tidak, aku akan mengawasimu dari jauh!"
Helaan napas keluar dari mulut Bella, begitu Martha meninggalkan dirinya sendirian.
Di rumah ini, Martha lah yang memiliki kedudukan paling tinggi setelah sang pemilik rumah. Tidak ada yang berani melawan perkataannya, terlebih setelah wanita itu diangkat menjadi kepala asisten rumah tangga beberapa tahun silam.
Jessica pernah bersabda, bahwa setiap perkataan yang keluar dari mulut Martha memiliki hukum dan kedudukan yang sama seperti dirinya.
Itulah mengapa Bella tak bisa melawan. Gadis itu lebih memilih menurut dari pada harus terkena masalah dilain waktu.
Sebaris senyum getir terpatri di wajah cantik Bella. Dengan gontai dia bangkit dari posisi jatuhnya dan mulai mengulang kembali pekerjaan yang sama seperti tadi.
...**********...
Ben hanya bisa berdiri mematung di hadapan Noah, Harold, dan Jessica, sembari menerima tamparan dan cacian dari ibunda calon adik iparnya tersebut. Dengan langkah berani, dia maju menghadapi keluarga Werner dan mengatakan semuanya. Tak lupa sepucuk surat yang Maria tulis pun diberikan Ben kepada Noah.
Jessica histeris. Kendati tamu undangan hanya sedikit, tetapi mereka adalah orang-orang penting dijajaran Werner Company, mau pun kolega Harold dan Noah.
"Ini adalah aib! Mau ditaruh di mana wajah kita kalau sampai mereka tahu berita ini? Harold, kau jangan diam saja!" teriak Jessica marah pada suaminya yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.
Noah sendiri masih terlihat sangat syok setelah membaca surat dari Maria. Jason merupakan teman sekelas Noah semasa kuliah dulu, dia juga merupakan mantan kekasih Maria.
Kisah percintaan Maria dan Jason di kampus cukup terkenal. Hampir tak ada dari para penghuni kampus yang tidak mengetahuinya. Maklum saja, Jason adalah musisi ternama yang sedang naik daun.
Perpisahan mereka terjadi ketika Jason lebih memilih pergi berkarir di Vanlousiana, dan memutuskan Maria. Tak lama setelah itu mereka berdua pun mulai menjalin hubungan.
Noah sebenarnya telah mendengar kabar, bahwa Jason sudah kembali ke tanah air sejak beberapa bulan lalu. Namun, dia pikir hal itu tidak akan menjadi masalah berarti, sebab Maria telah bersamanya dan berikrar tidak akan pergi ke mana pun.
Akan tetapi, nyatanya semua janji yang terlontar dari mulut Maria hanyalah omong kosong belaka.
"Aargghh!" teriak Noah. Pria itu menjatuhkan dirinya ke lantai lalu merobek-robek kertas tersebut.
Jessica buru-buru menghampiri sang putra untuk menenangkan hatinya.
"Sayang, kuatkan hatimu, Nak," ucap Jessica lirih. Air mata senantiasa mengalir membasahi pipi wanita itu.
"Bagaimana ini? Bagaimana ini?" gumam Jessica. Ia tak ingin harga diri anaknya tercoreng.
"Hanya ada satu cara." Harold yang sedari tampak memikirkan sesuatu, tiba-tiba membuka suaranya. Pria paruh baya itu kemudian mengalihkan pandangannya pada sang putra. "Noah, menikahlah dengan Bella. Hanya itu satu-satunya jalan demi menyelamatkan harga diri keluarga ini."
Mendengar usulan sang ayah, baik Noah maupun Jessica sontak meradang.
"Yang benar saja! Lebih baik pernikahan dibatalkan dari pada Bella yang harus menjadi istri putraku!" hardik Jessica keras.
"Aku tak sudi, Pa!" Sejalan dengan sang ibu, Noah pun menyuarakan pendapat yang sama.
"Baiklah, tetapi dikemudian hari jangan menyesal bila keluarga ini tertimpa perbincangan miring di luar nantinya. Berita soal pernikahan Noah telah tersiar, meski publik tidak mengetahui siapa pengantin wanitanya. Justru itu merupakan salah satu keuntungan. Terlebih Bella tidak pernah menampakkan diri di publik," ujar Harold panjang lebar. Kendati terdengar jahat, tetapi menurutnya itu merupakan usulan terbaik yang dia miliki saat ini.
Selain itu Harold juga memiliki maksud lain. Dengan menjadi istri dari Noah, Bella akan sepenuhnya terhubung dengan keluarga Werner. Kini mereka berdua mungkin menolak, tetapi kedepannya Harold yakin istri dan putranya lambat laun akan menerima kehadiran Bella, seiring dengan perubahan status di keluarga mereka.
Rasa sayang yang dimiliki Harold untuk Bella, membuat pria itu mengambil langkah tersebut.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ini adalah kisah tentang ketidakberdayaan seorang gadis menghadapi suami dan keluarga angkatnya. Jadi dimohon pengertiannya dengan tidak memberikan komentar menyudutkan.
Bagi yang tidak berkenan dan ingin mencari bacaan sesuai yang dimau (MC wanita kuat dan tidak mudah tertindas) bisa diskip yang ini ya, dan beralih ke novel saya yang lain. Silakan dicek.
Terima kasih. 😇
Bella baru saja menyelesaikan acara mandinya, saat Oliver, supir pribadi keluarga Werner, tiba-tiba datang dan mengetuk pintu kamar gadis itu.
Dia bahkan sampai harus terburu-buru mengenakan pakaiannya agar Oliver tidak terlalu menunggu lama.
Bella sebenarnya sempat terkejut dengan kedatangan Oliver di rumah. Sebab, saat ini dia seharusnya sedang mengantar ayah dan ibu angkatnya, bersama seluruh para tamu undangan menuju salah satu hotel milik keluarga Kendrick, untuk melaksanakan acara makan siang yang juga diselenggarakan secara tertutup.
Namun, mengapa tiba-tiba Oliver pulang ke rumah dan menemui dirinya?
"Nona, Anda diminta ikut bersama saya ke gereja saat ini juga." Itulah sebaris kalimat yang terurai dari lisan Oliver, saat Bella menanyakan alasan pria itu pulang ke rumah.
Bella mengerutkan keningnya. Waktu pemberkatan seharusnya telah usai, tetapi mengapa mereka masih berada di sana?
"Ada apa memangnya, Pak? Bukankah aku dilarang pergi ke sana?" tanya gadis itu terheran-heran.
"Maaf Nona, saya tidak diperkenankan menjawab. Anda bisa mengetahuinya secara langsung, ketika sampai di sana nanti. Tuan dan Nyonya lah yang meminta saya untuk menjemput Anda," jawab Oliver santun.
Bella sontak terdiam. Entah mengapa, tiba-tiba perasaannya diliputi rasa ketidaknyamanan kala mendengar jawaban Oliver.
Mengapa ayah dan ibu angkatnya meminta gadis itu untuk pergi ke sana? Dia mungkin tidak akan heran dengan sikap sang ayah, tetapi ibunya? Sungguh sebuah keanehan, padahal pagi tadi Jessica jelas-jelas meminta dirinya untuk tidak pergi ke mana pun.
Tiba-tiba isi kepala Bella mendadak dipenuhi banyak pertanyaan.
Namun, meski memiliki segunung perasaan tak nyaman yang menggulung memenuhi hatinya, Bella tetap menuruti permintaan Oliver. Ingat, biar bagaimana pun perintah sang ibu adalah mutlak baginya.
Tak ingin membuat Oliver menunggu lama, gadis itu pun bergegas mengganti pakaiannya dengan pakaian terbaik yang ia miliki, sebelum kemudian ikut bersama Oliver ke gereja, tempat di mana pernikahan sang kakak sedang berlangsung saat ini.
Sesampainya di halaman gereja, Oliver langsung mengantar Bella masuk melalui pintu belakang menuju bangunan terpisah.
"Pak, bukankah gerejanya ada di depan? Mengapa kita ke sini?" Lagi-lagi Bella tak dapat menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan. Keduanya kini sedang berjalan memasuki lorong bangunan.
Oliver sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Bella. Pria berpenampilan tinggi besar itu terus melangkah masuk menuju satu-satunya pintu yang ada di sana.
Beberapa pasang mata langsung menyoroti kedatangan Bella yang baru saja muncul, tak terkecuali dengan Noah dan Jessica.
Bella memang sudah terbiasa mendapati pandangan demikian dari mereka berdua, hanya saja sepertinya hari ini tampak sedikit berbeda.
"Ma—maaf Ma, aku bukannya ingin ikut ke sini. Aku hanya menuruti perintah dari Papa dan Mama melalui Mr. Oliver." Dengan sedikit panik, Bella berusaha menjelaskan pada Jessica perihal alasannya datang ke tempat itu.
"Bella." Tiba-tiba Harold datang menghampirinya.
"Iya, Pa," jawab Bella santun.
Seulas senyum lembut muncul dari wajah sang ayah. Itulah satu-satunya kehangatan yang hanya bisa Bella dapatkan selama tinggal bersama keluarga Werner.
"Kau tahu, Papa sangat menyayangimu, kan?" tanya Harold seraya mengelus rambut panjang Bella.
Bella mengangguk tanpa keraguan. "Aku sangat tahu," jawabnya lugas.
"Kalau begitu, Papa harap kau mau menuruti permintaan Papa. Selama ini Papa tak pernah meminta apa-apa darimu, bukan?"
Bella terdiam sejenak. Sepertinya kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Harold sedikit menakutkan sekaligus membingungkan.
"Iya, Pa." Bella kini hanya mampu menganggukkan kepalanya.
Harold kemudian memegangi tangan Bella dengan penuh kasih sayang dan pengharapan. "Menikahlah dengan Noah." Sebaris kalimat singkat meluncur begitu saja dari lisan pria yang telah membesarkannya itu.
Kalimat yang cukup membuat dada gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu sesak seketika. Suasana agung yang tercipta di tempat sakral ini, bahkan sama sekali tak mampu menghilangkan perasaan kacaunya yang mulai menggunung tinggi.
Kaki Bella sontak goyah. Lantai marmer yang dia pijak saat ini, seolah tidak jauh berbeda dengan lumpur hidup yang kapan saja bisa menelannya ke dalam.
Rasanya hal itu jauh lebih baik dari pada menghadapi pembicaraan yang baru saja dilontarkan sang ayah, bukan? Batin Bella menjerit.
Mengetahui reaksi putri angkatnya, Harold pun berusaha memberi penjelasan singkat mengenai kepergian Maria, yang seharusnya menjadi pengantin wanita Noah hari ini.
Butuh waktu bagi Bella untuk memutuskan semuanya, tetapi pihak penyelenggara maupun Harold sendiri tidak bisa memberinya kesempatan untuk sekadar berpikir. Detik itu juga Bella dituntut untuk langsung menjawab.
...**********...
Para tamu yang sejak tadi menunggu kedatangan kedua pengantin, kini berdiri untuk menyambut Noah yang muncul dan berdiri gagah di atas altar. Pria itu menunduk singkat kepada para tamu sebagai permohonan maaf karena telah lama menunggu.
Berselang dua menit kemudian, pintu gereja pun terbuka. Namun, alih-alih melihat sosok Maria yang berjalan di atas bentangan karpet merah, para tamu justru mendapati sosok cantik gadis asing yang belum pernah mereka lihat.
Tak hanya itu saja yang membuat para tamu terkejut, tetapi juga munculnya Harold yang menggandeng gadis itu dan mengantarnya menuju Noah.
Di sepanjang perjalanan menuju altar, Bella hanya mampu tertunduk demi menghindari tatapan para tamu. Gadis itu sudah cukup tertekan dengan sang ayah, dan dia tak ingin mendapatkannya lagi dari para tamu.
"Terima kasih, Sayang. Papa harap, Noah dan ibumu bisa lebih menerima keberadaanmu setelah ini," ucap Harold dengan suara pelan.
Bella menoleh menatap sang ayah dengan mata nanar.
Itu tidak mungkin, Pa! katanya dalam hati. Gadis itu masih mengingat jelas bagaimana sorot mata mereka berdua, sedetik setelah dia menyetujui permintaan Harold.
Bella mengangguk sembari mengulas senyum tipis pada sang ayah. Berkali-kali dia merapal sebuah kalimat dalam hati, bahwa keputusan yang dia buat merupakan salah satu bentuk baktinya pada Harold yang telah sudi menampung dan membesarkan dirinya hingga detik ini.
Keduanya sampai di depan altar. Harold menyerahkan tangan Bella pada Noah dan membimbing gadis itu untuk berdiri di sebelahnya.
Tak ada raut kebahagiaan yang tercermin di wajah kedua insan itu. Bahkan, setelah keduanya selesai mengucap sumpah pernikahan, mereka tetap memasang ekspresi wajah yang sama.
Meski akhirnya pria itu mendaratkan sebuah kecupan di bibir Bella, itu tak lebih dari sekadar rangkaian prosesi semata. Sebab, tepat setelah Noah memberikan kecupan tersebut, dia berbisik sinis di telinga Bella. "Pernikahan ini terjadi bukan atas kemauanku. Jadi, jangan pernah sekali-kali bertingkah seolah kau adalah istriku!"
Bella berusaha tetap berdiri tegak, meski kakinya sudah gemetaran hebat. Alih-alih terluka dan menangis, gadis itu malah memasang senyum paling manis yang dia miliki.
Tak ada satu pun orang yang tahu selain Noah, bahwa Bella kini tengah memainkan perannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!