"Apa! Kamu hamil nduk." Bu Susi langsung menangis tergugu mendengar pengakuan putri semata wayangnya itu.
"Maafkan Rosa bu." hanya kata itu yang mampu Rosa ucapkan berulang kali sambil menangis dan memeluk ibunya.
"Bapak kira ngga ada orang, kok bapak mengucapkan salam ngga ada yang menjawab." kata pak Sastro yang tiba-tiba sudah muncul di ambang pintu kamar Rosa.
"Kenapa pada nangis, apa yang terjadi?" tanya pak Sastro kebingungan.
Keduanya masih menangis sesenggukan tak ada yang berani menjawab.
"Jangan membuat bapak kelamaan berpikir, sekali lagi katakan apa yang terjadi!" kata pak Sastro mulai naik pitam.
"Ros_Rosa... hamil pak." jawab Bu Susi dan tangisnya mulai pecah lagi.
"APA!" pak Sastro langsung melotot tak percaya dengan penuturan istrinya itu.
"Katakan sekali lagi!" bentak pak Sastro.
"Rosa hamil pak." jawab Bu Susi sekali lagi yang membuat pak Sastro langsung merah padam mukanya. Tidak hanya itu saja, pak Sastro juga menekan dadanya dengan kuat.
Arghhh.....
Teriak pak Sastro menahan sakit di dadanya.
"Pak..... Bapak." teriak bu Susi dan Rosa bersamaan karena panik. Keduanya segera mendekat ke arah pak Sastro yang sudah terduduk di lantai sambil tetap memegang dadanya.
"Bapak kenapa?" tanya bu Susi kebingungan dengan tangis yang masih sesenggukan.
"Rosa keluar cari bantuan dulu bu." tanpa diiyakan ibunya, segera Rosa berlari keluar sambil menyeka air mata nya.
Tak lama kemudian, beberapa tetangga nya berduyun-duyun mengerubungi pak Sastro.
"Ayo segera di bawa ke rumah sakit. Sepertinya pak Sastro terkena serangan jantung!" teriak salah satu warga.
Warga yang merasa memiliki mobil bergegas keluar dari rumah Rosa untuk mengambil mobil nya. Tak berapa lama ia sudah datang, lalu dengan tangkas memarkirkan mobilnya tepat di depan teras bu Susi.
"Ayo cepat di naikkan ke mobil!" kata salah satu warga. Dan beberapa di antaranya bergegas mengangkat tubuh gempal pak Sastro.
Rosa dan bu Susi juga segera mengikuti masuk mobil dengan tangis yang semakin pecah.
Sesampainya di rumah sakit, pak Sastro segera di naikkan brankan pasien lalu dengan sigap para perawat mendorong nya ke IGD.
"Silahkan tunggu di luar." kata salah seorang perawat lalu menutup pintunya.
Rosa dan bu Susi hanya bisa terduduk di kursi tunggu sambil berpelukan erat sebagai tanda memberi dukungan.
Sedangkan di dalam ruang IGD, dokter dan para perawat segera mengerubungi pak Sastro untuk segera memberikan pertolongan.
Titt........
Bunyi suara alat elektrokardiogram terdengar nyaring. Seketika dokter dan perawat menatap mesin itu sesaat lalu segera memberikan pertolongan yang lebih maksimal lagi. Namun tetap tak membuat alat itu berubah bunyi.
Beberapa perawat segera merapikan kembali peralatan yang baru saja digunakan. Sedangkan dokter bergegas keluar untuk memberi kabar pada keluarga pasien.
"Gimana keadaan suami saya dok?" bu Susi langsung mendekat ke arah dokter yang baru saja keluar dari kamar IGD.
Sebelum memberi jawaban, dokter itu menghirup nafas sedalam-dalamnya. Karena ia tahu, ini tak kan mudah di terima oleh keluarga pasien.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin bu, tapi maaf karena Allah sudah berkehendak lain."
"Apa maksudnya dok?" Rosa tak terima dengan jawaban dokter yang ada didepannya itu karena terkesan ambigu.
"Bapak sudah meninggal karena serangan jantung." jelas dokter itu lagi.
DEG!
Serasa dunia berhenti berputar, bu Susi dan Rosa tak menyangka jika pak Sastro akan meninggal secepat ini.
"Tidak....." seru keduanya kompak, dan kembali menangis histeris.
Tetangga yang ikut mengantarkan tadi segera berlari mendekat ke arah pasangan ibu dan anak itu untuk memberi dukungan.
"Yang sabar bu, Ros. Doakan pak Sastro tenang di alam nya sana."
Setelah acara pemakaman jenazah selesai, tinggallah bu Susi dan Rosa duduk termenung di ruang tamu.
"Maafkan Rosa bu, ini semua gara-gara Rosa." tangis Rosa mulai pecah kembali. Bu Susi pun juga kembali menangis.
"Nasi sudah menjadi bubur Ros, tak ada yang bisa kita lakukan lagi, untuk mengembalikan nyawa bapakmu." ucap bu Susi sambil sesenggukan.
"Apa yang harus Rosa lakukan bu untuk menebus semua dosa ini?"
Bu Susi pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. Keduanya tertidur di ruang tamu ketika hari sudah larut malam dalam tangis penyesalan yang tak berkesudahan.
Rosa terbangun ketika merasakan perutnya mual yang tak bisa lagi di tahan.
Huek.... Huek....
Berulangkali Rosa memuntahkan isi perutnya yang hanya terlihat sebuah cairan bening. Wajar saja hal itu terjadi, karena dia sedang hamil trimester pertama. Dan seharian penuh kemarin ia tak memakan apapun. Karena merasa syok dengan kepergian bapaknya.
Dengan tergopoh-gopoh bu Susi segera menyusul Rosa yang berada di dalam kamar mandi. Lalu mengurut pelan tengkuk leher Rosa.
Setelah tak lagi mengeluarkan cairan bening itu, dengan di bimbing oleh bu Susi, Rosa di ajak menuju kamarnya.
"Istirahat lah nak, ibu ke dapur bikinkan kamu teh hangat sebentar ya." Rosa pun hanya mengangguk.
Tak lama kemudian bu Susi segera kembali ke kamar Rosa dengan segelas teh hangat.
"Segera minum mumpung masih hangat Ros." bu Susi menyodorkan segelas teh itu ke Rosa. Tangan Rosa bergetar hebat ketika menerima gelas pemberian ibunya dan meminumnya sedikit.
"Harus kamu habiskan Ros, agar kamu kuat. Ingat, sekarang ada bayi dalam perut mu." sambil meraba perut Rosa yang masih datar.
"Rosa tak menginginkan nya bu." jawab Rosa dan seketika tangisnya kembali pecah. Bu Susi langsung memeluk anaknya dengan erat.
"Hanya ada kita berdua di rumah ini Ros, kita tidak memiliki saudara satu pun juga. Ibu yakin, kita bisa melewati ujian ini."
"Ibu ke dapur sebentar ya untuk membuatkanmu bubur." bu Susi melepas pelukannya dan segera berlalu menuju dapur.
Tak lama kemudian, bu Susi sudah kembali masuk ke dalam kamar Rosa sambil membawa semangkuk bubur yang masih mengepulkan asap nya.
"Makanlah nak, mumpung masih hangat." namun Rosa hanya menggeleng. Wajahnya terlihat sangat pucat.
"Buka mulutnya, ibu rindu ingin menyuapi kamu nduk." Bu Susi mendekatkan sendok ke arah Rosa yang tak bergeming.
"Apakah kamu juga ingin melihat ibu menyusul bapakmu." sebuah kalimat yang sangat menohok di hati Rosa.
"Maafkan Rosa bu." Rosa langsung menggenggam tangan ibunya dan menggelengkan kepalanya dengan kuat.
"Kalau begitu cepat makan sayang, bukankah ibu sudah mengatakan. Kita akan melewati ujian ini bersama." Rosa pun mengangguk. Dan ia mulai membuka mulutnya menerima suapan dari ibunya. Akhirnya semangkuk bubur itu berhasil Rosa habiskan.
"Bagaimana dengan perkataan tetangga nanti terhadap Rosa ketika tahu perut Rosa semakin besar bu?"
Bu Susi menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan putrinya. Karena ia sendiri juga belum memikirkan hal itu.
"Dengarkan baik-baik, sebaik apapun perbuatan seseorang akan kalah oleh satu kesalahan kecil. Begitu pula dengan kesalahan seseorang yang menggunung, akan tertutup oleh satu kebaikan. Seiring berjalannya waktu mereka yang membicarakan di belakang mu akan bosan sendiri, dan mencari bahan gunjingan lainnya. Begitu seterusnya, tidak akan pernah ada habisnya. Kita di anugerahi dua telapak tangan, tidak akan pernah bisa untuk membungkam seluruh mulut yang membicarakan di belakang kita. Namun, kita mampu menutup telinga kita dengan kedua tangan yang kita miliki, agar tidak lagi mendengar gunjingan mereka. Paham kamu nduk?" bu Susi menatap Rosa yang kemudian mengangguk menuruti perkataan ibunya.
Sebulan sudah kematian pak Sastro. Desas desus tentang kehamilan Rosa mulai santer terdengar.
Awalnya Rosa yakin akan mampu melewati semua ini, tapi melihat beberapa tetangganya yang mulai menatap sinis ketika berpapasan dengan nya membuat hatinya seketika menciut.
Rosa kembali masuk ke kamarnya dan tak lupa mengunci pintu nya. Rosa duduk termenung di depan meja rias. Bingung dengan berbagai kemelut yang menyiksa pikirannya saat ini.
Pacar nya sudah berkali-kali di hubungi tapi tetap tak bisa. Bahkan nomor Rosa malah di blokir.
Rosa kembali merutuki kebodohan nya. Mau maunya menyerahkan satu satunya harta yang paling berharga yang di miliki oleh seorang wanita.
'Oh Tuhan, kenapa aku bisa sebodoh ini? Apakah aku sehina itu di mata mereka. Sehingga hanya dengan melihat ku saja seperti melihat kotoran yang menjijikkan?' batin Rosa sambil menatap wajahnya lewat pantulan cermin.
Di tengah pikirannya yang berkecamuk, Rosa melempar vas bunga yang ada di mejanya, hingga mengenai cermin riasnya hingga pecah. Kepingan kaca itu berserakan di meja dan beberapa nya jatuh ke lantai.
Seketika pikiran buruk hinggap di kepalanya ketika melihat serpihan kaca yang ada di meja. Tangannya memungut serpihan kaca yang jatuh diatas meja dan menatapnya sekian menit.
Cruss......
Seketika darah segar keluar dari tangan nya yang membuat dia seketika ambruk di lantai.
"Assalamu'alaikum."
bu Susi mengucapkan salam berkali kali namun tak ada sahutan sama sekali. Bergegas ia mengecek ke seluruh ruang dan tak menemukan Rosa sama sekali.
Bergegas ia menggedor pintu kamar Rosa namun tak ada jawaban. Hatinya semakin tak tenang, ketika pintunya di kunci dari dalam.
Sambil berlinangan air mata bu Susi segera keluar mencari bantuan. Beberapa warga yang sedang ngobrol di teras rumah dengan tergopoh-gopoh mengikuti langkah bu Susi yang kian cepat.
"Ayo mas di dobrak saja." usul salah satu warga yang langsung di balas anggukan oleh yang lainnya.
Setelah beberapa kali dobrakan, akhirnya pintu berhasil terbuka. Semua mata syok melihat Rosa yang sudah jatuh dilantai.
Bergegas semua warga dan bu Susi berdesakan masuk.
"Rosa!" seru Bu Susi melihat Rosa yang sudah tak sadarkan diri dan tangannya mengalir darah segar.
"Ayo segera bawa kerumah sakit." seru seorang warga. Lalu dengan sigap beberapa warga mulai mengangkat tubuh Rosa yang sedikit gemuk itu.
Nafas bu Susi tersengal-sengal ketika menunggu di luar IGD. Pikirannya kembali teringat akan kejadian sebulan lalu yang merenggut nyawa suaminya. Ia tak ingin Rosa mengalami hal yang sama.
"Kamu harus kuat nduk. Ibu hanya memiliki mu, jangan tinggalkan ibu. Ibu janji akan merawat dan membesarkan anakmu. Ibu ikhlas nduk." gumam bu Susi yang di sertai isakan tangis.
"Keluarga nona Rosa." kata seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD. Dengan tergopoh-gopoh bu Susi mendekat ke perawat.
"Sa_saya ibu nya dok." jawab bu Susi dengan suara yang bergetar.
"Alhamdulillah, nona Rosa berhasil melewati masa kritisnya. Sekarang tinggal menunggu sampai ia siuman."
"Alhamdulillah." ucap bu Susi yang bisa bernafas sedikit lega.
"Boleh saya masuk dok?"
"Iya silahkan bu. Pesan saya, selalu dampingi nona Rosa ya bu, jauhkan dari segala benda tajam, ajaklah ke tempat-tempat yang membuat hatinya tenang. Perbanyak mengingat Allah."
"I_iya dok, akan saya laksanakan semua nasehat dokter. Terimakasih sekali lagi." jawab bu Susi dengan sedikit menyunggingkan senyum. Bergegas ia masuk dan mendekati Rosa yang masih terbaring lemah di ranjang pasien.
Sambil menangis sesenggukan, bu Susi menggenggam tangan Rosa, tangan yang satunya lagi membelai lembut kepala Rosa.
"Alhamdulillah Allah masih memberikan kamu kesempatan hidup nduk. Kamu tidak boleh menyia-nyiakannya. Ibu tahu kamu seorang gadis yang kuat.
Karena mendapat bius total, akhirnya Rosa baru tersadar keesokan harinya. Matanya terasa berat hanya untuk sekedar berkedip.
Arghhh....
Rosa mengerang kesakitan ketika hendak menggerakkan tangan untuk mengucek mata yang masih sulit terbuka.
"Rosa, kamu sudah sadar nduk?" tanya bu Susi yang langsung terbangun dari tidurnya. Tangannya semakin erat memegang tangan sebelah kanan Rosa yang tidak sakit.
"Di_dimana Rosa bu?" dengan suara pelan Rosa bertanya ke ibunya. Matanya mulai lamat-lamat terbuka. Sinar lampu ruang perawatannya membuatnya ia sedikit silau sehingga tak bisa melihat jelas ke seisi ruangan.
"Kamu ada dirumah sakit nduk."
"Rumah sakit." gumam Rosa lirih. Pikirannya kembali mengingat kejadian yang baru saja ia alami.
Arghhh...
Rosa kembali berteriak karena berusaha mengingat kejadian kemarin sehingga kepalanya berdenyut sakit.
"Jangan memikirkan hal lainnya. Fokuslah untuk kesembuhan mu nduk. Ibu ngga mau kamu tinggal sendirian." bu Susi terus menyemangati Rosa.
"Maafkan Rosa yang bodoh ini Bu." balas Rosa sambil tergugu menahan tangis.
"Kamu tetap menjadi anak kebanggaan ibu yang pintar, cantik dan baik nduk." bu Susi mengelap air yang perlahan mulai menetes di pipi Rosa.
"Permisi, sarapan pagi nya." kata seorang petugas rumah sakit mengantar nasi untuk sarapan pasien. Dan meletakkannya di atas nakas dekat ranjang pasien.
"Terimakasih sus." jawab bu Susi sambil berusaha tersenyum.
"Sarapan pagi sudah datang, ayo segera di makan nak. Biar bisa segera sembuh."
Awalnya Rosa memang tak ingin makan apapun karena memang tak bernafsu sama sekali. Akan tetapi melihat perjuangan ibunya selama ini tentu dia tak tega. Akhirnya dengan pelan ia mulai mengunyah suapan demi suapan yang di berikan ibunya hingga sarapannya habis.
"Nah kalau seperti ini kan kamu jadi cepat sembuh nduk. Ibu ada temannya lagi di rumah." ucap Bu Susi sambil tersenyum.
Setelah selesai sarapan bu Susi mengajak Rosa bercerita banyak hal. Hal itu dia lakukan agar Rosa lebih terhibur dan pelan-pelan bisa melupakan semua kejadian buruk yang menimpanya saat ini.
"Permisi." suara dokter jaga sedikit mengejutkan mereka. Sebaris senyum mengembang di wajah mereka sebagai tanda saling menghormati.
"Saya mulai cek dulu ya." dokter itu mulai membenarkan letak stetoskop nya. Serangkaian pemeriksaan mulai dilakukan.
"Kondisi nya mengalami peningkatan yang cukup baik. Semangat terus untuk sembuh ya dek." kata dokter itu dengan senyum ramah. Rosa pun mengangguk.
Beberapa hari sudah Rosa di rawat di rumah sakit. Wajahnya terlihat tak lagi pucat. Dia sudah bisa berjalan ke kamar mandi sendiri. Dan hari itu dokter mengijinkan nya pulang.
Dengan menaiki kursi roda, Rosa di dorong pelan ibunya menuju ke depan rumah sakit.
"Hati hati bu, biar saya benarkan posisi mbaknya dulu." kata sopir memberi aba-aba ke bu Susi.
Mobil yang sengaja di sewa pun mulai melaju pelan meninggalkan rumah sakit. Menempuh perjalanan sekitar 15 menit, akhirnya sudah tiba di kediaman bu Susi.
"Ibu tidak akan tinggal diam Rosa. Katakanlah dengan jujur siapa yang tega menghamilimu. Kita harus meminta pertanggung jawabannya."
"Percuma bu, dia tak akan mau bertanggung jawab."
"Jangan menyerah sebelum mencoba. Cepat katakan ke ibu sekarang. Jangan terus-terusan menutupinya. Sebelum perutmu semakin besar."
Rosa menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengatakan yang sejujurnya pada ibunya.
"Rico bu." jawab Rosa sambil tertunduk.
"APA! Rico?" pekik bu Susi sangat terkejut. Rosa mengangguk dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.
"Rico anak pak Rusman, desa sebelah?" jelas bu Susi dan Rosa mengangguk lagi.
"Baiklah, nanti malam kita harus datangi keluarga nya." ucap bu Susi dengan penuh penekanan dan sorot kebencian jelas terlihat di matanya. Rosa yang melihat ibu nya bersikap seperti itu, kembali menunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ayo, habiskan buburnya." Rosa mengangguk dan kembali membuka mulut nya.
Akhirnya malam pun tiba, dengan di temani oleh pak RT kedua pasangan ibu dan anak itu pergi ke rumah Rico.
Berulang kali, bu Susi membuang nafas kasar ketika mobil pak RT baru memasuki pelataran rumah Rico.
Bu Susi langsung keluar dari mobil dengan nafas yang memburu. Melihat hal itu, pak RT dan Rosa segera berlari kecil menyeimbangi langkah bu Susi untuk menenangkannya.
"Bu Susi, tenanglah. Kontrol emosi ibu, kita kesini untuk menyelesaikan masalah."
"Iya bu, maafkan Rosa bu."
"Kenapa kamu terus menerus minta maaf nduk? Kamu belum tentu salah." bu Susi kembali meneruskan langkah nya.
Tok ... Tok .....Tok
Beberapa kali ketukan pintu, akhirnya pintu itu terbuka.
"Cari siapa?" seorang wanita paruh baya seumuran bu Susi yang telah membuka pintu itu bertanya sambil mengernyitkan dahi.
"Sa....."
"Maaf bu, kami dari desa Kemang ada perlu dengan keluarga bapak Rusman." pak RT memotong perkataan bu Susi dengan cepat, karena ia tahu bu Susi sedang tidak bisa mengendalikan emosi nya.
"Oh, silahkan masuk kalau begitu." wanita itu berjalan memasuki ruang tamu dan mempersilahkan mereka duduk. Bergegas ia memanggil suami nya.
"Tamu? Dari desa Kemang? Bapak ngga merasa kenal dengan masyarakat di sana bu." jawab pak Rusman sambil mengernyitkan dahi, lalu ia bangkit berdiri untuk menemui tamu itu.
"Permisi pak, ada perlu apa ya dengan keluarga saya?" tanya pak Rusman yang sudah duduk di kursi tamu, di ikuti oleh istri nya.
"Benar anak bapak bernama Rico Relando?" tanya pak RT, pak Rusman dan istrinya mengangguk bersamaan.
"Ada masalah apa pak memang nya?" istri pak Rusman yang tak bisa menahan perasaan nya sejak tadi, akhir nya bertanya duluan.
"Jadi begini pak, bu, kedatangan kami kesini adalah untuk meminta pertanggungjawaban putra bapak yang bernama Rico Relando karena telah menghamili putri bu Susi yang bernama Rosa." jelas pak RT sambik menatap sepasang suami istri itu bergantian.
"APA!" Pak Rusman dan istrinya sangat terkejut dan saling beradu pandang.
"Tidak mungkin! Anak saya ganteng, tidak mungkin bisa suka, apalagi sampai menghamili anak dekil macam anak ibu." istri pak Rusman tak terima dan langsung meluapkan emosi nya.
"Iya, betul apa yang di katakan istri saya. Kalian jangan mengada-ada!"
"Tidak usah menghina anak saya, panggil saja anak kamu sekarang! Dan tanyakan langsung padanya." bentak bu Susi tak mau kalah.
"Tenang bapak, ibu semua. Kita berkumpul di sini untuk mencari jalan keluar." pak RT berusaha untuk menengahi.
"Dia pak, yang mulai duluan." Bu Susi menunjuk pasangan suami-istri itu.
"Sudah sudah bu, kamu tenang dulu ya. Pak, bu, sekarang saya minta tolong, panggilkan nak Rico kesini."
"Tunggu!" dengan bersungut-sungut karena kesal, istri pak Rusman berjalan menuju kamar anak bungsu nya.
"Rico, Ric..." dengan tak sabar istri pak Rusman menggedor pintu kamar anak nya sambil berteriak-teriak memanggil nama nya.
"Ada apa sih bu?" Rico membuka pintu kamar nya dengan rasa malas, karena masih mengantuk.
"Ayo, cepat ikut ibu." istri pak Rusman menarik paksa tangan Rico.
"Ditanya baik-baik ngga di jawab, malah main tarik tarik saja sih ibu ini." gerutu Rico sambil menyeimbangi langkah ibu nya.
Alangkah terkejut Rico saat itu, rasa kantuk nya seketika sirna melihat siapa yang duduk di ruang tamu.
"Rico, jelaskan pada mereka bahwa kamu tidak menghamili gadis dekil itu!" titah pak Rusman.
Rico menatap Rosa yang mata nya sudah berkaca-kaca cukup lama. Dalam hati ia juga kasian, tapi dia tak ingin mengaku, takut akan di marahi oleh kedua orang tua nya. Apalagi status nya juga baru saja naik kelas 1 SMA. Tentu saja, ia tak ingin kehilangan kesempatan menikmati masa muda nya karena nikah dini. Dengan kegantengan nya, ia merasa dengan mudah untuk mendapatkan cewek yang lebih cantik dari Rosa.
"Rico!" tegur ibunya yang membuat nya tersadar dari lamunan nya.
"Heh, gadis miskin. Jangan ngaku-ngaku hamil dengan ku ya. Sadar diri dong, aku ini primadona sekolah. Banyak yang ngefans dengan ku, termasuk kamu pasti. Sehingga melakukan cara yang rendahan seperti ini untuk menaklukkan hati ku." Rico berucap dengan lantang.
Rosa seketika menangis sesenggukan, karena hinaan yang dilontarkan oleh Rico. Masih segar dalam ingatan nya, kala Rico menggoda nya. Sampai akhir nya hati Rosa terpikat pada nya, dan bersedia mengikuti permintaan gila Rico. Ibu nya segera memeluk sambil mengelus punggung nya.
"Kamu dengar sendiri kan anak ku bilang apa? Jangan mengemis perhatian pada laki-laki. Sebaiknya kalian segera pergi dari sini." sentak pak Rusman.
"Pak, saya tahu dan hafal betul dengan sikap dan sifat warga saya. Selama ini, Rosa sangat baik perilaku nya. Jadi, kami juga kaget waktu mendengar berita kehamilannya. Saya tidak tahu siapa yang salah, tapi tolong semua bisa mengendalikan emosi nya dan berkata jujur. Agar masalah ini cepat selesai."
"Kalian dengar sendiri kan apa kata pak RT? Rosa itu anak yang baik, pasti anak kalian dulu yang nyosor."
"Heh, kalau wanita nya ngga kegatelan, mana mungkin laki nya mau! Dan asal kalian tahu, tidak mungkin anak saya berbohong. Pasti kalian yang silau dengan kekayaan kami, sehingga membuat berita seperti ini." sergah ibunya Rico.
"Cepat kalian pergi dari sini! Sampai kapan pun, aku tidak akan sudi memiliki menantu yang dekil, miskin, apalagi sudah bolong duluan." pak Rusman berdiri sambil menunjuk pintu keluar.
"Iya pak, ibu juga tidak setuju. Kita ini orang terkaya. Apa kata orang nanti?" tambah istrinya sambil berdiri dan berkacak pinggang.
"Sudah, lebih baik kalian cepat pergi dari sini!" Rico juga ikut ikutan mengusir Rosa dan keluarga nya.
"Jadi kalian tidak mau bertanggung jawab!" bu Susi menatap seluruh keluarga Rico dengan nyalang.
"Kamu tuli? Sejak tadi kami sudah jelas jelas menolak. Kenapa masih bertanya?" bentak pak Rusman.
"Pak, bu, kalian tidak bisa seperti ini. Kasian Rosa. Bapak nya meninggal karena mendengar berita ini. Dan Rosa juga mau bunuh diri karena frustasi. Lebih baik kalian nikah kan keduanya walau cuma nikah siri." pak RT berusaha mencari jalan keluar.
"Kami tidak setuju!" sahut keluarga Rico kompak.
"Baik, jika kalian tidak setuju, maka bisa di lakukan tes DNA setelah bayi itu lahir."
"Kami tetap tidak setuju pak RT. Saya sangat malas dan tidak suka berhubungan dengan keluarga miskin. Jadi, silahkan pergi dari rumah kami." pak Rusman kukuh dengan pendapat nya.
"Mana ada maling ngaku, kalau ngaku semua penjara penuh. Tapi ingat, Allah tidak tidur, siapa yang berbuat pasti akan mendapat balasan nya. Kalian tunggu saja sampai mendapat hukuman yang setimpal." ucap bu Susi dengan berapi-api.
"Ayo Rosa, kita pergi dari rumah terkutuk ini." bu Susi menggandeng tangan Rosa keluar, di ikuti pak RT.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!