NovelToon NovelToon

Misteri Lukisan Tua

Rumah Baru

“Akhirnya kita sampai di rumah baru kita Ayu,” ujar Dimas yang mulai memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah barunya.

Ayu mulai memperhatikan bangunan rumah barunya yang diberikan oleh Dimas untuk hadiah pernikahan mereka yang baru saja berlangsung minggu lalu.

Rumah itu tampak luas dengan gaya Eropa kesan klasik tampak jelas terasa namun karena lama tidak di tempati lagi membuat nuansa seram pada rumah tersebut.

“Ayo kita masuk,” ajak Dimas yang menarik tangan Ayu.

Dimas mengeluarkan kunci di balik sakunya dan membuka pintu rumah tersebut ia ingin memperlihatkan isi dari rumah itu kepada istrinya, berharap Ayu menyukai rumah yang ia beli untuk keluarga kecil mereka nanti.

Ayu yang mulai melihat-lihat isi rumah tersebut, dari ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan terakhir menuju kamar yang akan mereka pakai untuk kamar mereka nanti.

Ayu memperhatikan setiap detail yang ada di kamar tersebut, Dimas sangat tahu jika Istrinya itu sangat menyukai seni itulah alasan Dimas memilih rumah klasik tersebut apalagi harga yang ditawarkan tergolong murah.

Hingga mata Ayu sampai pada sebuah lukisan yang di dalamnya terdapat seorang wanita cantik mengenakan gaun merah sambil memegang setangkai bunga mawar merah.

“Lukisan yang indah,” gumam Ayu.

“Kau menyukainya Ayu?” tanya Dimas.

“Iya mas aku menyukainya rumah ini sangat indah interiornya sangat klasik apalagi lukisan ini,” ucapnya sambil memandangi lukisan tersebut.

“Aku pun terpesona saat pertama kali melihat lukisan wanita ini, begitu indah,” ujar Dimas

Mereka berdua seakan-akan terhipnotis dengan lukisan wanita bergaun merah tersebut.

Ayu meraba lembut setiap detail lukisan itu terlihat di bawah lukisan terdapat tulisan Mawar, 13 Juni 1966.

“Lukisan ini begitu nyata wanita yang di lukisan ini pun sangat cantik, apakah nama Mawar yang tertulis di lukisan ini adalah dirinya?” Ayu yang terkesima dengan kecantikan wanita yang ada di dalam lukisan itu.

Ayu yang terus menerus memandang lukisan Wanita itu sambil meraba penuh ketakjuban.

“Bagaimana sayang apakah besok kita mulai pindah ke rumah baru kita ini?” Dimas yang memecahkan lamunan Ayu.

“Eh ... Iya, tentu saja, terima kasih sayang,” ucap Ayu sembari memeluk mesra suaminya.

“Besok kita berpamitan dengan ayah dan ibuku,” ucap Dimas.

*KRING*... (Suara telepon genggam berbunyi).

Ayu dengan sigap merogoh tasnya karena mendengar HP-nya berdering.

“Siapa yang menelepon?” tanya Dimas.

“Bapak Mas,” sahut Ayu sembari melihat nama yang meneleponnya.

“Ya sudah kamu angkat dulu,” sahut Dimas.

“Halo Pak,” Ayu menjawab teleponnya.

“Halo Nduk, bagaimana kabarmu dengan Dimas?” ucap seorang laki-laki dengan suara yang serak dan berat.

“Oh Bapak, alhamdulillah Ayu dan Dimas baik-baik saja, Bapak kapan ke Jakarta.”

“Iya Nduk, nanti Bapak dan ibu ke sana sudah kangen sama anak Bapak semata wayang ini.”

“Beneran ya Pak, oh iya bagaimana keadaan ibu Pak apa sudah membaik?” tanya Ayu.

“Maafkan Bapak, Bapak tidak bisa datang di acara resepsimu Nduk, Bapak tidak bisa meninggalkan ibumu, tapi doa Bapak dan ibu selalu untukmu Nduk menjalankan rumah tangga yang harmonis, ibu alhamdulillah sudah membaik Nduk,” orang tua Ayu yang sedang menjelaskan kondisi saat ini.

“Alhamdulillah Pak, Bapak dan ibu sehat-sehat di sana, maaf Ayu dan Mas Dimas belum bisa ke rumah Bapak karena cuti kerja cuma 3 hari Pak.”

“Iya Nduk tidak apa-apa Bapak mengerti, baik-baik kamu di sana sama suamimu.”

“Iya Pak, terima kasih doanya.”

“Ya sudah, Bapak pamit Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam,” sahut Ayu.

Telepon pun di tutup oleh Bapak Ayu. Ayu dan Dimas yang sudah puas melihat rumah barunya bersiap-siap untuk pulang, dan ingin mempersiapkan barang-barang mereka yang ingin mereka bawa ke rumah baru mereka.

“Sayang mari kita pulang, kita harus mempersiapkan barang-barang yang ingin kita bawa ke rumah baru kita,” ajak Dimas.

“Iya Mas, aku pun tidak sabar tinggal di rumah baru ini dan semoga kita mempunyai keluarga harmonis anak yang lucu-lucu nanti,” ucap Ayu dengan tersenyum.

Melihat istrinya berbicara seperti itu, Dimas tersenyum bahagia dan memeluk istrinya.

Setelah selesai melihat rumah baru mereka, Dimas dan Ayu pun kembali masuk ke dalam mobil menuju pulang ke rumah Ayah dan Ibu Dimas.

Dimas mulai memacu mobil dengan kecepatan sedang sepanjang jalan mereka membicarakan masa depan mereka berdua kelak.

“Terima kasih Ayu, aku sangat bahagia ke depannya aku akan membahagiakanmu dan menjadikanmu ratu dalam istana kecil kita,” ucap Dimas seraya mencium tangan Ayu.

Mendengar ucapan Dimas Ayu tersenyum dan sesekali tertawa kecil.

“Kenapa kamu tertawa? Apakah kata-kataku tadi aneh?” tanya Dimas.

“Bukan begitu Mas, hanya saja aku tidak menyangka jika Mas akan mengucapkan kata-kata seperti itu,” Ayu tertawa kecil.

“Yaah ... itu spontan Mas ucapkan, dan itu akan Mas wujudkan untuk istri Mas yang cantik ini,” Dimas mengusap lembut rambut Ayu.

Ayu tersipu malu mendengar ucapan dari Dimas, layaknya pasangan baru hubungan mereka sangat hangat dan penuh kebahagiaan layaknya kuncup bunga yang baru saja mekar.

Sesampainya di rumah mereka berdua sudah di sambut oleh Ayah dan Ibu Dimas.

“Bagaimana rumah barumu Ayu kau menyukainya?” tanya Gunawan ayah dari Dimas.

“Iya yah, Ayu sangat menyukai rumah itu sangat klasik.”

“Baguslah kalau kau menyukainya Ayu,” cakap Gunawan.

“Oh iya, rencananya besok kami akan pindah ke sana,” celetuk Dimas.

“Ya sudah, baik-baik kalian di sana, dan segera mempunyai anak jangan sibuk kerja terus, ibu sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu,” celetuk Ratih ibu Dimas.

“Iya Bu, Dimas usahakan agar ibu segera menimang cucu,” sahut Dimas.

“Apaan sih mas, kita saja baru seminggu menikah masa langsung punya anak,” sahut Ayu dengan tersenyum malu.

“Ayah, Ibu, Dimas sama Ayu mau mempersiapkan barang-barang yang ingin di bawa dulu,” celetuk Dimas.

Dimas yang mengakhiri percakapannya dan ingin mempersiapkan barang-barang yang akan di bawa besok dengan dibantu oleh mang Ujang dan Bi Inem.

Semua anggota keluarga sedang sibuk membatu Dimas dan Ayu mempersiapkan barang-barangnya.

“Tuan Dimas, apa lagi yang harus saya bantu?” tanya mang Ujang yang telah selesai melaksanakan tugasnya.

“Sudah mang Ujang, sudah cukup sebaiknya mang Ujang dan Bi Inem beristirahat saja besok ikut kami membenahi rumah baru kami,” sahut Dimas.

“Baik Tuan kalau tidak ada yang dikerjakan lagi saya sama Bi Inem pamit ke belakang.”

Malam mulai tiba, Dimas, Ayu beserta keluarga pun sedang menyantap makan malam sambil asyik berbincang-bincang.

“Besok Ibu temani kalian berbenah ya,” ucap Ratih Ibu Dimas.

“Tidak usah Bu, biar Ayu saja lagian ada Bi Inem dan Mang Ujang yang akan membantu,” pungkas Ayu.

“Tidak apa-apa, sekalian Ibu mau lihat rumah Baru kalian,” tutur Ratih.

“Ya sudah Bu, tapi Ibu jangan angkat yang berat-berat,” sahut Dimas.

Beberapa jam kemudian Dimas dan Ayu pun pergi ke kamar mereka untuk beristirahat, Ayu yang sedari tadi tidak bisa tidur teringat akan lukisan Wanita itu.

“Ada apa sayang apa yang kamu pikirkan, aku lihat dari tadi kamu seperti memikirkan sesuatu?” tanya Dimas seraya memeluk istrinya.

“Aku teringat lukisan Wanita itu Mas, Dia begitu anggun dan cantik,” ucap Ayu menjelaskan apa yang sedang dia pikirkan.

“Istriku juga cantik dan anggun,” celetuk Dimas sambil tersenyum memandang wajah istrinya Ayu.

“Uh ... Gombal, aku hanya penasaran dengan tulisan di bawah lukisan itu tertera nama Mawar.

Apakah Wanita di lukisan itu bernama Mawar atau sebaliknya si pelukis yang bernama Mawar,” sahut Ayu yang sedang berpikir.

“Sudahlah sayang jangan terlalu di pikirkan, lagi pula itu hanya sebuah lukisan tempo dulu sebaiknya kita tidur dan beristirahat besok kita mulai membenahi rumah baru kita, apa kau mau membaut cucu untuk Ibu,” celetuk Dimas.

“Aku lelah hari ini mas lebih baik kita beristirahat,” sahut Ayu yang mulai menguap.

Mereka pun tertidur lelap dengan berbalut selimut dan pelukan hangat.

Hay gengs terimakasih sudah mampir di karya otor terbaru, kali ini otor mau bikin kalian sedikit deg-degan 😄. mohon tinggalkan jejak dan dukungan ya . Terimakasih 🙏😄

Lukisan Yang Hidup

Keesokan harinya mobil pengangkut barang pindahan mereka pun datang, Dimas dibantu Mang Ujang mengangkat barang-barang yang akan di bawa.

Mobil pengangkut melaju menuju rumah baru Ayu dan Dimas, disusul oleh mobil Dimas serta ayahnya. Sesampainya di rumah baru, semua barang diturunkan dan langsung ditata dengan dibantu oleh Ibu Dimas, Ayu menata setiap barang agar terlihat rapi.

Saat semua orang tengah sibuk, Ayu tiba-tiba saja berjalan ke kamar dan memandangi lukisan wanita gaun merah bahkan ia tidak berkedip sedikit pun.

Ayu yang tadinya hanya memandang akhirnya mendekati lukisan itu lalu meraba lukisan itu menikmati torehan cat yang ada di lukisan tersebut, ia meraba lembut serta hati-hati dari wajah sampai menuju setangkai bunga mawar yang di pegang oleh wanita itu.

Namun anehnya bunga mawar yang berada di lukisan itu seakan nyata, salah satu jarinya seperti tertusuk di saat ia meraba bagian bunga mawar yang ada di dalam lukisan tersebut.

“Aduh!” seru Ayu spontan.

Suara kesakitan Ayu mengundang Dimas datang menghampirinya.

“Ada apa Sayang?” tanya Dimas yang sangat khawatir kepada istrinya.

“Entah mas, tiba-tiba jari tanganku terluka saat meraba setangkai mawar yang dipegang oleh Wanita itu,” Ayu yang menjelaskan apa yang dia alami kepada suaminya.

“Ha-ha-ha-ha, kamu ini ada-ada saja Ayu,” ucap Dimas yang tidak percaya.

“Aku serius Mas, aku tidak bohong,” sahut Ayu yang meyakinkan suaminya.

“Sini ya, Aku pengang lukisannya, tidak ada apa-apa dan mana mungkin lukisan dapat hidup sayang,” ucap Dimas menyentuh lukisan Wanita itu yang memang tidak ada apa-apa.

Ayu yang bingung dengan kejadian yang ia alami hanya terdiam.

“Ayo kita keluar dulu, aku obati lukamu,” Dimas yang membawa Ayu ke ruangan tamu.

Sesampainya di ruang tamu Ayu duduk di sofa dan Dimas sedang sibuk mencari perlengkapan P3K di dalam mobil mereka.

“Kenapa kamu Nak,” tanya Ibu Ratih.

“Bu, jari Ayu terluka mungkin terkena paku saat ingin membenarkan lukisan di kamar Ayu,”

“Hati-hati Ayu, Dimas mana istrinya terluka kok orangnya tidak ada?” tanya Ibu Ratih.

“Tidak apa-apa Bu lagi pula ini hanya luka kecil, Mas Dimas sedang mengambil perlengkapan P3K di mobil,” jelaskan Ayu kepada Ibu Ratih.

“Jangan dianggap remeh luka Ayu, takutnya nanti bisa infeksi lagi pula luka mu terkena paku takutnya infeksi,” sahut mertua Ayu yang khawatir kepadanya.

Tidak lama kemudian Dimas datang membawa kotak P3K. Dimas yang mulai membuka kotak itu membersihkan jari Ayu yang terluka dan mengobati.

“Hati-hati sayang jangan terluka lagi,” ucap Dimas.

Saat Ayu terluka tanpa iya sadari tetesan darah itu mengenai lukisan itu, dan Ayu baru menyadari sekarang ia meminta tolong suaminya untuk membersihkan darah yang menetes di lukisan itu.

“Oya Mas tadi lukisannya terkena darahku yang menetes bisa kamu membersihkannya Mas.

“Iya Sayang aku akan membersihkan lukisan itu, kau begitu suka dengan lukisan itu Ayu.”

“Iya Mas, entah mengapa saat pertama kali aku melihat lukisan itu aku langsung sangat menyukainya ingin terus memandangnya,” Ayu yang menjelaskan kepada suaminya.

Dimas mengakhiri perbincangan mereka dan pergi ke kamar tempat lukisan itu berada dengan membawa beberapa lembar tisu untuk membersihkan darah Ayu yang menetes di lukisan itu.

Namun anehnya saat Dimas telah sampai di kamar dan melihat tulisan itu tidak ada satu pun bekas tetesan darah yang menempel di lukisan itu, dengan bingung Dimas masih saja mencari bekas tetesan darah Ayu namun tetap saja Ia tidak menemukannya.

“Tidak ada bekas darah, apakah Ayu sedang mengkhayal,” gumam Dimas di dalam hati yang sangat bingung.

Sebenarnya mereka tidak menyadari bahwa lukisan itu menyimpan aura magis yang sangat kuat darah Ayu yang menempel di lukisan itu seperti terhisab olehnya, dan saat Dimas masih meraba lukisan itu ia pun menatap mata Wanita bergaun merah di lukisan itu.

Dimas seperti terhipnotis kembali dengan lukisan itu ia menghabiskan waktu lama untuk memandang wajah Wanita bergaun merah.

“Kau begitu sangat cantik, aku sangat terpesona dengan kecantikanmu wahai Wanita bergaun merah,” gumam Dimas sembari meraba lukisan.

Namun melihat suaminya tidak kunjung keluar dari kamar Ayu dan Ratih menghampiri Dimas.

“Lama sekali, apa yang sedang Dimas lakukan?” tegur Ratih.

“Entah Bu, Ayu hanya meminta tolong bersihkan darah Ayu yang menetes di lukisan itu tapi kok Mas Dimas sangat lama sekali dan tak kunjung keluar dari kamar.”

“Ibu jadi sangat penasaran sebagus apa sih lukisan yang sedari kemarin kau kagumi Ayu,” ucap Ibu Ratih yang juga penasaran.

“Ayo Bu ingin melihatnya, sembari Ayu melihat Mas Dimas sedang melakukan apa,” ajak Ayu kepada mertuanya.

Ayu mulai berdiri dari sofa yang ia duduki dan mengajak mertuanya melihat lukisan yang ia sangat kagumi keindahan dan kecantikannya.

Sesampainya di kamar Ayu melihat suaminya sedang memandangi lukisan itu tanpa berkedip.

“Mas, di minta tolong buat bersihin darah Ayu yang menetes kok malah memandangi lukisan ini terus, tidak selesai-selesai nanti berbenah rumahnya,” celetuk Ayu yang memegang pundak Dimas dan menegurnya.

“I-iya aku lupa,” sahut Dimas yang seketika hilang lamunannya dengan lukisan Wanita itu.

“Oh ini lukisan yang kalian berdua kagumi!” ucap Bu Ratih sambil memandangi lukisan itu.

“Bagaimana menurut Ibu,” celetuk Dimas.

“Iya bagus lukisan ini begitu sangat indah cara si pelukis melukisnya sangat handal begitu sangat nyata, seperti wanita bergaun merah ini seakan-akan berada di dalam lukisan ini,” Ibu Ratih yang menjelaskan kepada mereka karena Ibu Ratih banyak mengetahui tentang seni lukisan.

“Tidak salahkan Bu kita berdua mengagumi lukisan ini,” celetuk Dimas.

Selang beberapa menit Mang Ujang menghampiri mereka yang berada di kamar.

“Tuan, Nyonya semua sudah selesai dirapikan,” ucap Mang Ujang yang memberitahukan kepada mereka bertiga.

“Baik Mang Ujang sebentar lagi kami keluar,” sahut Dimas.

Mereka bertiga pun keluar dari kamar Ayu dan Dimas melihat semua susunan kursi, sofa, meja dan barang-barang yang lain telah rapi mereka semua pun beristirahat.

“Sayang, aku nanti mengantarkan ibu pulang tidak apa-apa Mas tinggal sebentar?” ucap Dimas.

“Iya mas tidak apa-apa, Mang Ujang biar sekalian ikut Mas, Bi Inem biar ikut Ayu yah Bu?” pinta Ayu.

“Iya, Bi Inem biar tinggal di sini saja menemanimu Yu,” sahut Ratih.

“Terima kasih Bu.”

Mereka semua meninggalkan rumah baru kecuali Ayu dan Bi Inem yang tetap tinggal di sana.

“Bi istirahat saja, saya gak papa kok sendirian,” ucap Ayu kepada Bi Inem.

“Baik Non, Bibi tinggal dulu,” Bi Inem yang meninggalkan Ayu sendirian di sofa.

Ayu yang mulai merasakan lelah sedari pagi hingga sore ia pun memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan beristirahat sejenak di sana membaringkan badanya di atas kasur yang empuk.

Bersambung gengs.

Sosok Wanita Bergaun Merah

Langit mulai berubah menjadi gelap malam pun telah tiba, Ayu dan Dimas sedang berada di kamar mereka dan sedang berbincang-bincang.

“Ayu, besok sepertinya aku akan pergi keluar kota sehari saja, ada client yang ingin aku temui, mereka ingin bekerja sama dengan perusahaan mable,” Dimas yang bercerita kepada istrinya.

“Iya Mas, tapi cuma sehari aja kan?” sahut Ayu.

“Iya Sayang cuma sehari saja,” ucap Dimas sambil memeluk istrinya.

“Aku pun besok sudah mulai bekerja kembali, Pak Damar sudah mulai ribut meminta gambaran desain baju yang belum aku berikan kepadanya.”

“Besok sepertinya aku tidak bisa mengantarmu ke kantor, tidak apa-apa kan naik mobil sendiri.”

“Iya Sayang tidak apa-apa lagi pula kamu kan sibuk Mas.”

Dimas dan Ayu masih berbincang-bincang di dalam kamar mereka, sementara Bi Inem yang sedang di dapur mempersiapkan makan malam untuk Tuan dan Nyonya.

Bi Inem yang sedang bernyanyi-nyanyi sambil mengaduk sup ayam yang ia masak, namun Bi Inem merasakan ketidak nyaman saat itu ia merakan hawa dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri dan merinding.

‘Kok aku jadi merinding gini,' gumam Bi Inem.

Bi Inem pun tidak menghiraukan hal tersebut ia pergi mengambil mangkok untuk menaruh sup ayam yang sudah matang ke dalam mangkok itu.

Setelah Bi Inem mendapatkan mangkok yang ia butuhkan, Bi Inem kembali ke kompor tempat beradanya sup itu menuangkan sup itu ke dalam mangkok tersebut.

Sesudah selesai Bi Inem langsung membalikkan tubuhnya untuk menaruh sup yang sudah matang ke meja makan.

Namun, saat bi Inem membalikkan tubuhnya alangkan terkejutnya ia ada seseorang wanita berambut panjang memakai gaun merah berdiri tepat di depan Bi inem dengan darah yang mengalir dari kepala hingga wajahnya. Melihat hal tersebut sontak membuat Bi Inem teriak dan terkejut menjatuhkan mangkok sup yang ia pegang ke lantai.

Seketika teriakan Bi Inem dan pecahan mangkok itu di dengar oleh Dimas dan Ayu.

“Mas, Bi Inem,” celetuk Ayu yang khawatir.

“Ia aku pun mendengarnya.”

“Ayo kita liat Mas,” ajak Ayu.

Merek perdua pun bergegas keluar dari kamar menuju tempat suara Bi Inem berada. Di saat mereka berdua sampai di dapur melihat mangkok yang pecah di lantai beserta sup yang berhamburan terlihat juga Bi Inem yang sedang menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Melihat hal tersebut Ayu dan Dimas langsung mendatangi Bi Inem dan menanyakan kepadanya apa yang sebenarnya terjadi.

“Ada apa Bi, Ini saya Ayu,” ucap Ayu yang memegang pundak Bi Inem.

Mendengar suara yang tidak asing bagi Bi Inem, ia pun membuka telapak tangannya yang ia pakai untuk menutupi wajah dan penglihatannya.

“Tuan dan Nyonya maaf tadi Bibi mau bawa sup ini kemeja makan tapi saat Bibi berbalik, Bibi melihat ada Wanita yang memakai gaun merah lalu wajahnya berlumuran darah segar yang keluar dari kepalanya Bibi kaget dan takut tidak sengaja menjatuhkan sup dari tangan Bibi,” tutur Bi Inem menjelaskan apa yang terjadi kepada dirinya.

“Bi Inem ... bi Inem tidak ada siapa-siapa di sini Bi,” celetuk Dimas.

Bi Inem melihat ke sekelilingnya yang memang tidak ada siapa-siapa selain mereka bertiga.

“Ia Tuan maafkan Bibi, gara-gara Bibi sup ini tumpah ke lantai” ujar Bi Inem yang menundukkan wajahnya.

“Sudah tidak apa-apa mungkin Bibi kelelahan saja seharian membantu berbenah rumah ini,” kata Ayu.

“Lagi pula masih ada lauk untuk kita makan,” sambung Ayu kembali.

“Ya sudah Non, Bibi mau bersihkan sup yang berhamburan ini.”

“Sini saya bantu Bi,” Ayu yang mencoba membantu Bi Inem.

“Jangan Non, biar Bibi saja yang membersihkan Non dan Tuan duduk saja di meja makan ini pekerjaan Bibi,” Bi Inem yang merasa segan dan tidak nyaman kepada majikannya.

“Bi anggap saja kita semua ini keluarga, Mas aku minta tolong bawakan lauk dan masakan yang sudah matang ini ke meja makan, aku membantu Bi Inem membereskan pecahan mangkok dan sup Ini,” perintah Ayu.

“Baik sayang.”

Mereka bertiga berbagi tugas masing-masing Dimas yang mempersiapkan hidangan makan malam sementara Ayu yang membantu membersihkan pecahan mangkok dan sup.

Setelah semuanya selesai barulah Dimas dan Ayu menyantap makan malam mereka di meja makan.

Selang beberapa menit Bi Inem pun membereskan makan yang telah selesai di santap sedangkan Dimas dan Ayu pergi ke kamar untuk beristirahat.

“Sayang aku ingin susu hangat?” pinta Dimas ke pada istrinya.

“Iya, tunggu yah sebentar aku buatkan terlebih dahulu,” sahut Ayu.

“Tak perlu kau temani aku di sini, kan bisa minta tolong Bi Inem untuk buatkan susu hangat,” pungkas Dimas.

“Kasihan Bi Inem, dia capek loh Mas.”

“Aku ingin kau temani aku Sayang,” bujuk Dimas.

“Iya ... Iya, aku temani sebentar aku telepon Bi Inem dahulu Mas.”

Ayu mengambil telepon genggamnya dan ia mulai menelepon Bi Inem yang masih berada di dapur.

KRING.... suara ponsel Bi Inem berbunyi

Mendengar suara ponsel yang berbunyi di saku celananya Bi Inem pun langsung mengangkatnya.

“Bi Ayu minta tolong, buatkan susu hangat untuk Mas Dimas yah,” ucap Ayu di telepon.

“Baik Non, Bibi buatkan.”

“Terima kasih yah Bi.”

“Sama-sama Non.”

Telepon pun di matikan dan Bi Inem mulai mengerjakan apa yang di perintahkan oleh Ayu.

“Tunggu yah Mas, Bi Inem masih sedang membuatkan,” jelaskan Ayu.

“Iya sayang.”

Beberapa menit kemudian terdengar suara seseorang mengetok pintu kamar mereka.

“Tuan dan Nyonya ini susunya,” ucap Bi Inem sembari mengetok kamar Ayu dan Dimas.

“Masuk saja Bi, pintunya tidak di kunci,” teriak Ayu.

Mendengar Ayu memberikan aba-aba Bi Inem pun masuk ke kamar mereka.

“Letakan saja susu itu di meja Bi,” perintah Ayu.

“Baik Non,” sahut Bi Inem sambil meletakkan susu hangat yang ia pegang di atas meja.

Namun,saat Bi Inem ingin pergi meninggalkan kamar mereka ia pun di buat terkejut dengan lukisan berada di kamar mereka.

“Ma-Maaf Non,” ucap Bi Inem yang gugup.

“Iya Bi ada apa?” tanya Ayu.

“lu-lukisan wanita ini, yang Bi Inem lihat di dapur tapi wajahnya penuh dengan darah yang menetes dari kepala!” Bi Inem yang menjelaskan wanita yang membuatnya takut saat sedang menyiapkan makan untuk majikannya.

Mendengar ucapan yang di ucapkan Bi Inem Dimas pun tertawa.

“Ha-ha-ha-ha, Bi Inem ... Bi inem, mana mungkin Wanita yang ada di lukisan ini dapat hidup dan berjalan ke dapur,” ejek Dimas.

“Iya Bi, lukisan ini hanya benda mati tidak akan mungkin,” sahut Ayu yang tidak percaya dengan ucapan Bi Inem.

“Benar Tuan dan Nyonya, Bibi ingat betul wanita ini yang tiba-tiba muncul di hadapan Bibi,” sahut Bi Inem yang mencoba meyakinkan Dimas dan Ayu.

“Bi sebaiknya Bibi istirahat mungkin saja karena Bibi kelelahan jadi Bibi melihat hal yang tidak mungkin,” Dimas yang masih saja tidak percaya dengan penjelasan Bi Inem.

Mendengar majikannya tidak percaya kepadanya bi Inem pun pamit untuk beristirahat.

“Ya sudah Tuan dan Nyonya Bibi pamit kembali ke kamar untuk istirahat.”

Bi Inem keluar dari kamar mereka dan kembali ke kamarnya.

Sementara Dimas membicarakan kepada Ayu tentang wanita di lukisan itu yang dibicarakan bi Inem.

“Ada-ada saja Bi Inem, mana mungkin lukisan itu dapat hidup,” gumam Dimas yang di dengar Ayu.

“Sudahlah Mas, mungkin saja bi Inem kelelahan jadi seperti itu, sebaiknya Mas minum susu hangat yang sudah di buatkan dan kita beristirahat lagi pula malam sudah mulai semakin larut dan besok kita harus kembali ke kantor masing-masing.”

“Baiklah Sayang.”

Dimas pun menuruti perintah Istrinya ia meminum segelas susu hangat yang telah di buatkan Bi Inem sampai habis dan kembali ke tempat tidurnya untuk beristirahat sambil memeluk istri tercintanya.

Bersambung gengs jangan lupa dukungannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!