NovelToon NovelToon

Un Familiar Brother

00. P R O L O G + V I S U A L

^^^Selamat datang & selamat membaca kembali 🙌^^^

...🫐🫐...

Cuitan suara burung yang saling bersahutan tampak tidak dihiraukan oleh seorang siswi yang tengah berlari sekuat tenaga. Sepasang kaki jenjangnya berlari cepat menuju gerbang yang sebenarnya masih terbuka lebar.

"Pukul enam lewat tiga puluh menit."

Cicitnya kecil saat tiba di depan gedung megah tempatnya menimba ilmu.

Sambil mengatur deru nafas yang tidak beraturan, gadis berambut hitam kecoklatan itu tersenyum tipis. Salah satu instansi pendidikan yang menjadi favorit di kota ini sekarang berada lima langkah di depannya. Sekolah tersebut sangat populer akan sarana dan prasarana yang memadai juga nilai jual instansi yang tinggi.

Hari ini ia bisa masuk sekolah kembali setelah menghabiskan liburan semester ganjil. Dengan langkah riang ia berjalan melewati gerbang yang masih tampak sepi. Hanya ada seorang pria paruh baya berpakaian lusuh yang tengah menyapu dedaunan kering di halaman samping. Bunga Tabebuya yang tumbuh subur di halaman sekolah tampaknya sedang asik berguguran. Membuat pekerjaan laki-laki paruh baya itu kian bertambah.

"Ayah."

Pria paruh baya yang sedang menyapu itu tidak merespon sedikit pun. Masih fokus pada pekerjaannya, menyapu daun kering yang berjatuhan karena angin.

Gadis berseragam putih abu-abu itu menepuk jidatnya sendiri. "Aku lupa kalau Ayah tidak memakai ini."

Sepasang behind the ear (BTE) atau alat bantu dengar ia keluarkan dari saku rok abu-abunya.

"Selamat pagi, Ayah."

Menggunakan bahasa isyarat yang telah dipelajari, ia menyapa laki-laki paruh baya yang ia panggil dengan sebutan ayah.

Senyum tipis tercipta di labium laki-laki paruh tersebut saat melihat siapa yang baru saja menyapa. "Selamat pagi, putri cantik Ayah," jawabnya saat berhasil mengartikan isyarat dari sang putri.

"Ayah lupa pakai ini?" ia menunjukkan alat bantu dengar di tangannya.

"Iya. Tadi ketinggalan di rumah."

"Kalau begitu sekarang pakai dulu," ucap sang putri dengan tangan menyodorkan alat bantu pendengaran tersebut.

Laki-laki paruh baya itu menerimanya, kemudian menggunakan alat bantu tersebut.

"Ayah lanjut kerja lagi, kamu sekolah yang benar."

"Oke, Ayah," jawab gadis tersebut sambil mengangkat tangan kanan dan membentuk👌.

"Jangan lupa sarapan, Ayah." Pesan sang putri sebelum meninggalkan bekal di atas tas gendong lusuh yang biasa dibawa sang Ayah.

Gadis bernama Aleanska Nara itu tersenyum manis, kemudian berlalu setelah mengecup punggung tangan Ayahnya. Jika saja hari ini bukan jadwal piket nya, ia pasti akan membantu meringankan pekerjaan sang ayah. Sayang sekali, hari senin adalah jadwal piket nya. Ditambah lagi ia harus piket seorang diri.

...🫐🫐...

Segerombolan pemuda yang mengendarai motor sport baru saja memenuhi area parkir khusus siswa. Suara bising khas kendaraan ber-CC tinggi itu memekikkan telinga. Menarik perhatian banyak siswa.

Sambil beriringan, tiga motor paling depan memarkirkan motor mereka. Setelah standar diturunkan, mereka kompak melepaskan helm full face yang senantiasa menutupi wajah rupawan dibaliknya. Lingkungan sekolah yang sudah dipadati para siswa dan siswi, tentu saja membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Mereka adalah sekumpulan remaja yang tampan, kaya raya, famous, dan memiliki segudang prestasi di dalam maupun di luar sekolah. Segudang prestasi tersebut kemudian menjadi mereka batu loncatan untuk mendulang ketenaran di masa putih abu.

"Tumben lo berangkat pagi?"

"Hoam. Ini 'kan karena lo bego."

"Bukan ke lo keles, gue nanya si Orion," ralat siswa dengan name tag Genbu Galibra tersebut.

Ucapan barusan kontan saja berhasil membuat laki-laki di sampingnya dengan name tag Aries Hiki tersenyum kecut.

"Gak biasanya lo berangkat jam segini, Yon."

"Males di rumah, sumpek," jawab si empunya nama. Iya adalah si pemilik nama Orion Gaiden. Rasi bintang yang sering disebut-sebut sebagai sang Pemburu. Rasi bintang yang juga cukup terkenal.

Libra menoleh ke teman-temanya yang lain. Mencari-cari satu sosok yang biasa dinanti-nanti. "Gilak, hari pertama sekolah si Arga belum dateng?"

"Masih molor dia mah," celetuk Iki.

"Sotoy. Mungkin dia lagi poop," tukas Libra.

"I Don't know. " Iki mengedipkan bahu tanda tidak tahu. "Alias aing te nyaho."

"Mungkin Arga lagi ada problem sama nyokap nya," sahut Orion. Ikut nimbrung.

Di tengah-tengah obrolan Iki, Libra, serta Orion, tiba-tiba motor CBR250RR Mat Gunpowder Black Metallic dengan corak merah membentuk lambang juga goresan nama si empunya memasuki kawasan sekolah. Sontak kedatangannya membuat banyak mata melirik. Sudah hal yang lumrah jika memang kedatangannya sangat ditunggu-tunggu.

Motor CBR250RR dengan jok penumpang yang terisi itu kemudian parkir di samping motor Orion.

"Turun!"

Standar motor baru saja diturunkan, tidak lama setelah mesin dimatikan. Disambung perintah dingin dari pemilik suara bariton tegas tersebut.

Si pengemudi yang menggunakan helm full face hitam kemudian melepaskan benda yang melindungi kepalanya. Mempertontonkan pahatan rupawan yang bersembunyi di baliknya.

"Calm down, baby," jawab gadis cantik yang duduk di kursi penumpang. "Kamu enggak mau ke kelas bareng aku? Atau seenggaknya anterin aku dulu ke jelas, gitu?"

"Gak usah manja. Lo punya dua kaki yang masih berfungsi."

Setelah berkata demikian, laki-laki yang akrab disapa Arganta itu melengos pergi begitu saja. Meninggalkan gadis cantik bernama Alexandria Natadisastra tersebut. Putri semata wayang pemilik sekolah, Utama Natadisastra.

Utama Natadisastra adalah pemilik SMA Angkasa yang sejak lama menjadi sekolah favorit. Banyak alumni dari sekolah ini yang menjadi petinggi, atlet, politikus, abdi negara, serta orang-orang ternama lainnya. Kendati demikian, kesetaraan masih tampak minus di antara siswa-siswi yang kebanyakan berasal dari golongan anak anak sultan.

Siswa-siswi di SMA Angkasa secara kasat mata dapat dikategorikan ke dalam tiga golongan. Pertama, golongan anak-anak sultan yang terdiri dari anak CEO, pebisnis, pejabat negara, lawyer, influencer, artist, dan sebagainya. Kedua, golongan menengah ke atas, misalnya pekerja ASN, guru, dan sebagainya. Sedangkan golongan yang ketiga, golongan kelas bawah alias anak orang tidak punya apa-apa, hanya mengandalkan keberuntungan dan kepandaian.

Mau bagaimanapun juga ketidaksetaraan tersebut tetap ada di antara para siswa. Memblokade sebagian pergaulan, juga sebagai salah satu ajang pembullyan.

Hampir sebagian besar siswa di SMA Angkasa tergabung dalang Pasukan Angkasa atau PASKA. Di antara kumpulan geng yang bernaung di instansi sekolah tersebut, geng SPHINIX adalah geng yang memiliki anggota paling banyak yang menjadi anggota PASKA.

"Eh, kemarin gue denger basecamp kebobolan?" Libra angkat bicara di sela-sela kegiatan makan bakso urat pesanannya.

"Hu'um, bengkel yang kebobolan," jawab Eden.

"Kok bisa?"

"Anak SMA sebelah naruh mata-mata di kita," sahut Iki mewakili. "Yakin deh gue, bentar lagi si Excel itu pasti beraksi."

"Alexander bego, bukan Excel," koreksi Libra.

"Emang beda, ya?"

"Ya iyalah, Excel itu salah satu perangkat di microsoft Office. Kalau Alexander itu ketua geng POENIX."

"Ooo. Tapi, si onoh akrab disapa Eksel."

"Lo pada bisa diem nggak?" sela suara bariton dari arah penjuru.

"Eh, leader." Iki terkekeh garing saat melihat siapa yang baru saja menyela.

"Pulang sekolah kita kumpul, anak POENIX ngajak semparingan," ucap sang leader. Arganta Natadisastra namanya. Ia adalah ketua geng SPHINIX yang sangat ditakuti.

"Kumpulnya bisa dicancel--"

"Gak ada pengecualian, gue tunggu sepulang sekolah," potong Arganta seraya beranjak pergi.

"Heeh, kumaha sia lah (gimana Lo deh)! leader mah bebas mau ngomong apa aja. Main potong kalimat orang juga bebas," gerutu Iki yang ditertawakan oleh anak SPHINIX yang lain.

Penguasa SMA Angkasa mendapatkan ajakan semparingan. Jika sudah begini, pertemuan dua kubu untuk beradu tidak akan bisa dihindari lagi.

...🫐🫐...

...TBC...

...Semoga suka 😘...

...Jangan lupa like, komentar & add ke library 🙌...

...V I S U A L...

Arganta Natadisastra (Arga)

Aleanska Nara (Nara)

Alexandria Natadisastra (Alexa)

Alexander Natadisastra (Alex atau Eksel)

...TBC...

...Tanggerang 01-11-22...

¹UFB

...🫐🫐...

Sebuah bangunan megah dua lantai tampak ramai diisi oleh remaja berkaos hitam dengan logo kebanggan mereka yang berbentuk burung elang api dan elang biru di bagian dada. Ruangan megah yang kental akan seni, terlihat dari coretan abstrak dan mural art di mana-mana, diisi oleh beberapa pemuda. Sebagian dari mereka ada yang sedang mengobrol, adu panco, bermain game, nobar, main kartu bridge, bahkan ada juga yang sedang berlatih kick boxing.

"Arga, ini duit kas mau dikumpulin di siapa?"

Si empunya nama menoleh, matanya yang tadi tertuju pada samsak tinju, kini beralih ke samping. "Lib, uang kas lo yang kolektif."

"Oke," sahut Libra patuh.

Pemuda tampan bersurai hitam tersebut kembali beralih kepada sasarannya. Meninjunya beberapa kali, menggunakan tangan kosong yang mulai memerah.

Arganta Natadisastra nama lengkapnya. Pemuda tampan yang memiliki body goals yang diminati banyak kaum Hawa. Pemuda yang irit bicara itu memiliki pesona yang luar biasa. Kendati kepribadiannya yang sebelas dua belas dengan coolkas dua pintu. Dingin, datar, dan tidak berperasaan.

"Gue cabut, kalau ada apa apa hubungin gue."

Dengan seragam putih abu yang tersamarkan oleh jaket denim hitam, pemuda tampan itu berlalu. Pergi meninggalkan markas dengan memacu kuda besinya. Cukup lama ia berkendara di Jalanan kota. Tiba di sebuah depot bunga, ia baru menghentikan kuda besinya. Wanita tua pemilik depot bunga tampak tersenyum menyambut kedatanganya.

"Kasèp, meuni tos lami teu katingali (ganteng, lama enggak kelihatan)."

Arganta tersenyum tipis, saking tipisnya bahkan hampir tak terlihat keberadaan. "Arga sibuk sama sekolah."

Wanita tua itu mengangguk paham. "Lilium regale?" Tebak wanita paruh baya tersebut, langsung langsung dijawab anggukan kepala oleh Dian.

Wanita pemilik depot bunga itu tersenyum ramah, ia kemudian pamit untuk mengambil bunga pesanan sang langganan. Lilium regale atau lili putih. Bunga yang selalu dipesan oleh Arganta Natadisastra setiap datang ke depot bunga.

"Ini, bunga pesanannya. Baru datang hari ini kasèp, masih segar sekali pokoknya."

"Tunggu sebentar, ibu ambil kembaliannya dulu," ujar wanita tua itu saat Arga memberikan tiga lembar uang kertas pecahan seratus ribu.

"Tidak usah, kembaliannya buat Ochi."

"Eh, jangan atuh."

"Ambil aja. Ochi masih suka jajan ice cream, 'kan?"

Si ibu pemilik depot bunga mengangguk. "Terima kasih, kasèp. Ochi kalau tahu kamu ke sini pasti pasti senang sekali. Apalagi dikasih uang jajan buat beli ice cream."

Arga mengangguk, lantas pamit sebelum berlalu. Tempat tujuannya masih jauh dari sini. Ia harus bergegas, sebelum terlambat sampai di sana. Hari sudah mulai sore, kemuning jingga sudah mulai menimbulkan ilusi cantik di langit saat ia tiba di tempat tujuan.

Setelah cukup lama berkendara, ia memarkirkan kendaraanya di tanah lapang yang cukup luas. Arga kemudian turun dari kuda besi kebanggaannya, sambil membawa bunga yang tadi dibeli. Ia menatap sejenak tempat dihadapannya berpijak. Tempat yang selalu dikunjungi setiap akhir pekan. Tempat itu masih sama, tenang, juga damai. Rerumputan yang tumbuh subur dan bunga bunga liar tampak memadati beberapa sudut.

Di tempat itu, ia selalu menumpahkan segala rasa yang menumpuk di rongga dada, tanpa harus merasa malu atau takut untuk menitihkan air mata.

Tepat ketika sinar kemuning sang Surya menerpa wajah rupawan nya, ia menunduk. Selalu ada luka yang kembali terbuka jika menginjakkan kaki di tempat ini. Namun, berkali-kali ia coba menguatkan diri.

"As'salamualaikum," lirihnya sambil memantapkan langkah untuk berlalu melewati portal gerbang tersebut. "Arganta datang lagi, Mah."

...🫐🫐...

"Semua kebutuhan dapur udah aku beli, tinggal ambil barang dagangan di Mpok Atik."

Sambil mendengarkan lagu hotarunohikari, soundtrack anime kesukaannya, gadis manis yang menggunakan seragam SMA Angkasa itu tampak berjalan seraya mengulas senyum. Ia baru saja selesai membeli beberapa kebutuhan dapur dengan uang hasil kerjanya kemarin. Oleh karena itu, ia agak kesorean ketika pulang dari sekolah.

Letak rumahnya agak jauh dari sekolah, plus berada di lingkungan padat penduduk yang menjorok ke dalam. Namun, ketika baru saja masuk gang yang merupakan jalan alternatif yang biasa ia lewati, suara bising dari arah depan membuat langkahnya langsung terhenti.

"PEONIX?!"

"BRANTAS TEBAS SAMPAI TUNTAS!!"

"PEONIX?!

"BRANTAS TEBAS SAMPAI TUNTAS!!"

"SERANG!!"

Nara hanya bisa mematung di tempat dengan menatap lurus ke depan. Di sana, dalam radius seratus meter ada dua kubu yang baru saja pecah. Mereka saling serang, menyerbu satu sama lain. Ada yang duel one by one, ada juga yang berduel one by two alias keroyokan.

Dilihat dari atribut mereka yang sedang saling serang, ada dua kubu dari sekolah yang berbeda. Satu almamater tampak tidak asing. Jika dilihat lebih seksama lagi, ternyata satu kubu menggunakan almamater SMA Angkasa. Sedangkan kubu yang satunya lagi menggunakan almamater SMA tetangga.

"SPHINIX?!"

Nara membaca satu kata yang tercetak di bendera besar yang berkibar-kibar di antara kericuhan tersebut. Sedangkan di sisi lain, ada pula bendera dari kubu lawan yang bernama PEONIX. Sejak dahulu dua kubu itu terkenal sering beradu.

SPHINIX sendiri adalah geng terbesar yang menguasai SMA Angkasa. Geng tersebut merupakan gagasan seorang alumni SMA Angkasa. Biasanya tonggak kepemimpinan akan diturunkan pada adik kelas lewat cara pemilihan tahunan.

SPHINIX merupakan geng motor. Mereka terkenal hampir di seluruh kota Dilan. Mereka sangat disegani. Walaupun Pasukan Angkasa (PASKA) bukan hanya anggota geng SPHINIX saja, akan tetapi geng inilah yang paling besar diantara geng yang lain. Mereka juga menjunjung rasa kekeluargaan dan solidaritas.

Selain melakukan kegiatan berbau otomotif, mereka juga sering melakukan kegiatan sosial. Misalnya bakti sosial, sampai memberikan santunan ke pada panti asuhan. Walaupun begitu, stigma negatif tetap dikaitkan pada mereka. Padahal mereka tak pernah turun ke jalanan, tanpa undangan dari lawan.

Kondisi di lokasi kejadian semakin memanas saat dua leader dari masing-masing kubu bertemu. Nara tahu siapa mereka. Cuma sekedar tahu, kenal, namun tidak akrab. Rumor mengatakan jika mereka dulu pernah bersahabat dekat. Namun, karena suatu kejadian, mereka jadi saling membenci.

Arganta dan Alexander. Leader geng SPHINIX dan POENIX. Dua laki-laki itu sangat terkenal berkat titel mereka sebagai leader yang disegani dan ditakuti. Baik Arganta maupun Alexander punya kekuasaan dan wilayah masing-masing, namun mereka kerap sekali terlibat baku hantam. Entah apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Nara hanya sekedar tahu dari tumor jika dulu mereka dekat, bahkan bersahabat.

Sedang berusaha mati-matian pergi dari lokasi kejadian tanpa menarik perhatian, tiba-tiba ada teriakan yang begitu mengejutkan Nara. Membuat bulu kuduk gadis tersebut meremang seketika.

"Woi, siapa Lo?!"

...🫐🫐...

...TBC...

...Semoga suka 😘...

...Tanggerang 01-11-22...

²UFB

Deru motor CBR250RR yang baru saja memasuki halaman sekolah terdengar menggema di mana-mana. Sekitar sepuluh motor CBR250RR dengan warna berbeda satu per satu mulai berjejer dengan rapih di parkiran. Satu persatu dari si pemilik kuda besi itu kemudian membuka helm full face yang menutupi wajah mereka.

"Njirrr, bau-bau kebebasan," celetuk salah seorang pemuda di antara para pengendara.

"Nggak sekolah seminggu, tapi rasanya kek setahun!" lanjut yang lain.

"Ya iyalah, orang lo cuma bisanya ngabisin ciki di rumah gue, o'on."

"Tau aja lo saudara."

Iki mendengus sebal mendengarnya.

"Ngomong ngomong si Arga kemana nih? Belum dateng?" Tanya Libra mencari cari keberadaan sang leader.

"Cabut. Dia kayaknya gak masuk," instruksi Eden selaku wakil leader. Ia beranjak pergi seraya menenteng ransel hitamnya.

"Hah, masa gak masuk? Di-skor seminggu masa kurang?" Iki geleng-geleng kepala sendiri membayangkan kelakuan leader mereka. "Di-skor seminggu aja masih minta nambah, nanti kalau tiba-tiba drop out gimana tuh?"

Hampir seluruh anggota inti geng SPHINIX memang di-skor selama seminggu. Mereka dilarang datang ke sekolah, namun pembelajaran tetap dilakukan secara daring. Orang tua mereka juga dipanggil ke sekolah sebagai peringatan lisan ke sekian kalinya.

Semua ini berawal dari insiden tawuran seminggu yang lalu. Video amatir yang merekam peristiwa tersebut entah bagaimana caranya bisa sampai ke tangan kesiswaan, bahkan viral di media sosial. Sialnya lagi pihak sekolah langsung memberikan skorsing selama seminggu di hari ketiga ketika mereka baru masuk sekolah.

"Impossible sih kalau Arga di-drop out, secara sekolah ini punya bokap nya, cuy."

"Oh iya, lupa!" ralat Iki.

Mana mungkin Arganta Natadisastra di-drop out dari sekolah milik ayahnya sendiri. Rasanya mustahil. Kecuali jika Arganta sendiri yang bersikap persuasif guna memancing amarah sang ayah. Arganta and the geng memang sudah berada ditingkat dua belas. Beberapa bulan lagi mereka akan melangsungkan Ujian guna meraih kelulusan, itu pun jika tidak ada tanggungan nilai dan sebagainya.

Mengingat para guru sudah hafal betul gelagat dan tabiat anak geng SPHINIX yang sering membuat kepala pusing. Poin plus nya, mereka terdiri dari anak sultan berwajah malaikat tampan. Ibaratnya, mereka itu sekumpulan siswa berlebel hitam di mata guru-guru, namun tetap memiliki titel anak emas bagi sekolah. Dikarenakan mereka itu pentolan sekolah yang tak ada harganya.

BRUK!

"Shitt!" umpat kecil lolos dari bibir lelaki yang baru saja berhasil meloncati tembok belakang sekolah. Spot langganan untuk para siswa kabur, atau sebagai jalan alternatif bagi para siswa yang telat masuk sekolah.

"Sepi," lirihnya sambil meraih ransel yang sudah terlebih dulu ia lempar.

Arganta Natadisastra. Nama yang tertera di name tag siswa tersebut.

Ya. Memang Arganta yang baru saja melewati tembok pembatas yang berlokasi dekat pembuangan sampah. Arga datang terlambat, jadi ia memilih jalur alternatif.

Arga kemudian dengan santai berjalan memasuki area sekolah. Saat berbelok di persimpangan koridor, ia dikejutkan dengan kemunculan seorang pria paruh baya. Semua penghuni SMA Angkasa pasti mengenal pria paruh baya tersebut, tidak terkecuali Arganta Natadisastra.

Pria paruh baya itu adalah pria tuna rungu yang berprofesi sebagai tukang sapu.

Setelah memastikan keadaan aman terkendali, Arganta kembali melanjutkan langkahnya dengan santai. Wajah rupawan nya tampak datar, dihiasi beberapa luka memar dan luka gores kenangan satu minggu yang lalu. Bukan Arganta namanya jika tumbang begitu saja. Seantero kota Dilan saja sudah tahu jika ketua geng SPHINIX selalu berhasil memenangkan pertarungan.

"Kamu baru datang?" tanya guru perempuan yang tengah menerangkan materi sejarah di depan kelas yang baru saja Arganta masuki.

Proses belajar mengajar sudah berjalan sejak tadi, bahkan hampir selesai. Sedangkan Arganta baru saja datang dengan tampang santai.

"Kamu telat lagi, Arga?"

"Hm. Memangnya kenapa?" Tanyanya balik.

Dengan santai ia melangkah memasuki kelasnya. Dua kancing teratas bajunya terbuka, ujung bajunya tidak dimasukkan. Ransel hitam tersampir begitu saja di bahu. Wajah flatnya menatap sekeliling dengan datar.

"Ngapain lo lihat-lihat?"

Pemuda berkacamata tebal yang kedapatan melirik Arganta langsung menunduk. Terlalu takut untuk berkontak mata dengan leader geng SPHINIX tersebut. Terlalu takut untuk menyelami onyx gelap sang leader.

"Ibu gak mau lanjut?" tanya Arganta datar, sesaat setelah ia sudah duduk di bangkunya.

Wanita berkemeja hijau lumut tersebut berdehem kecil. "Baik, kita lanjutkan belajarnya. Sekarang buka halaman 120, lalu kerjakan uji kompetensi dari halaman 120 sampai halaman 126."

Mendengar instruksi tersebut, sebagian besar penghuni kelas langsung lemas. Ada pula yang langsung menyuarakan protes, karena terlalu banyak soal yang diberikan. Namun, Bu Guru tak mengindahkan.

"Untuk kamu, Arga. Setelah jam Ibu selesai, Ibu tunggu di ruangan kesiswaan."

"Hm."

Arganta sudah terlalu biasa menerima panggilan kehormatan seperti itu. Mungkin jika ditotalkan, pelanggaran yang ia lakukan selama masa putih abu-abu akan memecahkan rekor MURI. Anggota OSIS, POLSIS, MPK, bahkan kesiswaan sekalipun sudah pening dibuatnya.

...🫐🫐...

"Lo tau nggak ruangan apa yang paling cocok buat penderita malarindu?" celoteh Iki tiba-tiba.

Laki-laki itu berdarah blasteran itu menatap lawan bicaranya dengan senyum jenaka yang terpatri di. Maniknya sesekali mengerling, membuat lawan bicaranya memutar bola mata malas.

"Ruangan apaan? Memang ada?"

"Ada dong, kudet lo."

"Ruangan apaan memangnya?"

"Ruangan I see you."

Libra terdiam untuk beberapa saat. "Itu ICU, Bambang. Gak nyambung!"

"Nyambung dong. Kan bacanya I see you!" Sewot Iki. Iya memang suka ngelawak, bahkan bercita-cita menjadi seorang stand up comedy, namun lawakan yang ia bawakan kadang terlalu garing.

"Pede amat lo sama lawakan receh aja."

"Iya dong. Gini-gini cita-cita mulia gue jadi stand up comedy alias pelawak, supaya bisa buat orang ketawa terus."

"Terserah Lo, deh. Gue sebagai saudara yang baik ikut mengamini aja," ujar Libra seraya menepuk-nepuk bahu Iki.

Walaupun candaan yang Iki lontarkan terkadang garing, namun ia adalah salah satu happy virus di geng SPHINIX. Setiap kumpul di markas, atau di kantin sekolah seperti saat ini, Iki yang akan paling banyak bicara.

Para inti geng SPHINIX yang juga merangkap sebagai inti anggota PASKA biasa duduk di meja pojok sebelah kiri. Dekat dengan stand soto mie dan bakso. Sudut tersebut secara tidak langsung sudah menjadi salah satu wilayah kekuasaan mereka.

Dari ambang pintu, kedatangan sang leader tentu saja membuat banyak kaum hawa melirik. Bukan saja tertarik, mereka bahkan berlomba-lomba menjadi fans fanatik nomer wahid.

Dari gelagatnya, pemuda yang baru saja keluar dari ruang kesiswaan itu tampak biasa saja. Tidak seperti siswa kebanyakan yang baru keluar dari ruang kesiswaan.

"Anjirrrr, pesona leader mah beda. Semua cewek auto pindah haluan semua."

Arganta menatap datar ke arah asal datangnya sindiran tersebut. Ia tidak pernah berniat sedikitpun untuk menjadi populer atau famous. Mereka saja yang mengejar-ngejar dirinya seperti orang gila. Toh, semua itu tidak ada artinya bagi Arganta.

"Yang ngelaporin kita ke OSIS udah ketangkep, Ta?" tanyanya Libra, angkat bicara.

"Belum, kayaknya masih berkeliaran bebas."

Dari kedatangan Arganta, tampaknya ada yang tengah menahan gelagat ketakutan diantara hiruk-pikuk kantin.

"Mana orangnya? Biar gue hajar sekalian!" Orion iku angkat bicara dengan nada yang tidak bisa dikatakan biasa saja.

"Hmm, gue juga mulai nyium bau-bau pengkhianat disini!" celetuk Iki. Ikut memprovokasi.

Arganta hanya menatap datar ketiga sahabat dekatnya. Bohong jika ia tidak jengkel mengingat pelaku pelapor tawuran tempo hari. Gara gara video tersebut, ia dan kawannya di-skorsing seminggu. Jika saja si pelaku itu sudah tertangkap, ia tidak akan melepaskannya dengan mudah.

Bug!

"M-maaf, nggak sengaja."

Iki menoleh raut wajah marah. Tangannya terasa panas karena baru saja terkena cipratan kuah baso yang tumpah.

"Jalan pake mata dong, jangan pake dengkul?!"

"I--iya. Maaf Kak, gak sengaja."

"Dasar mata empat, pergi sono Lo! Bikin mood gue anjlok aja," ujar Iki kesal.

"Permisi, Kak."

Tanpa mereka sadari, sejak tadi onyx hitam Arganta ikut mengawasi. Menelisik gerak-gerik siswa berkaca tebal tersebut.

Seulas seringai tipis kemudian terbit di bibirnya, bukan jenis seringai jail atau sejenisnya. Lebih tepatnya seringai mengerikan juga menakutkan.

...🫐🫐...

Bunyi gebrakan yang cukup nyaring berhasil membuat siswa berkacamata tebal itu terlonjak kaget. Sepasang onyx gelap tampak menatap tajam ke arahnya.

"Lo ada dendam apa sama kita?"

"D-endam apa ya, Kak?" cicit suara siswi berkacamata itu ketakutan.

"Ck, sok nggak tahu. Udah pikun lo?" cibir Iki yang sedang asik menikmati permen kaki berwarna merah menyala.

"Maksudnya apa ya, Kak? A-ku nggak ngerti?"

"Lo yang ngaduin kita ke anak OSIS 'kan?" tanya sebuah suara lainya menginstruksi.

"Bukan, Kak."

"Cih. Terus kalau bukan lo, siapa lagi?" cibir Iki lagi.

Pemuda berkacamata itu menatap takut keempat siswa populer di tempatnya bersekolah. Ia juga bingung, entah mengapa mereka menyudutkannya seperti ini. Padahal ia sudah berkata jujur. Lagipula siapa yang berani membohongi mereka. Empat senior inti PASKA yang juga pengurus dan pemimpin geng SPHINIX.

Tadi sepulang dari sekolah, ada dua siswa yang memaksanya ikut ke gedung belakang sekolah. Entah apa tujuan mereka, yang pasti ia dicecar dengar berbagai pertanyaan juga tudingan yang sama sekali tidak pernah dilakukannya.

"Aku udah jujur, Kak."

Mengabaikan kedua temanya yang sibuk berargumen, lelaki berwajah tampan tampan yang dimaksud menatap kearah tawanan mereka tajam.

"Lo yang udah ngaduin kita ke anak OSIS?" kini giliran sang Leader yang bertanya. Membuat laki-laki berkacamata itu ketakutan luar biasa.

"Ada anak SPHINIX yang lihat Lo di lokasi kejadian. Lo..." kalimat sang Leader urung diselesaikan, kala suara cicitan berhasil menarik perhatian mereka.

"Maaf, nggak sengaja Kak!"

"Siapa lo?!" tanya Arganta tajam.

Arganta Natadisastra adalah orang tipikal yang sangat benci jika ucapannya disela. Tamatlah riwayat si pelaku penyela, jika sampai berani membuat seorang Arganta Natadisastra marah.

"Aku?"

"Lo, siapa?" tegas Orion. Ia kemudian melirik name tag yang tersemat di baju gadis tersebut. "Aleanska Nara. Lo ....anak kelas dua?"

🫐🫐

TBC

Semoga suka 😘

Jangan lupa like, vote, komentar, follow Author, share, tabur bunga sekebon dan tonton iklan sampai selesai 😘😘

Tanggerang 02-11-22

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!