NovelToon NovelToon

Aku Salah Jatuh Cinta

Bab 1 Velicia dan Ferdiansyah

"Minumlah obat herbal ini agar kamu bisa cepat hamil," ucap Bu Anisa dengan menyodorkan gelas yang berisi minuman herbal pada menantunya.

Velicia dengan berat hati mengambil gelas tersebut dan meneguk ludahnya ketika mencium bau aneh yang menyengat pada indera penciumannya.

"Minum! Jangan cuma dipelototi aja," tutur Bu Anisa yang seolah siap menerkamnya apabila perintahnya tidak dilakukan oleh Velicia.

Dengan susah payah Velicia meneguk sedikit demi sedikit obat herbal tersebut dan ditahannya agar tidak memuntahkannya.

Aku harus bisa menahannya. Please jangan muntah…, Velicia menyemangati dirinya sendiri dalam hatinya.

"Habiskan, jangan sampai ada yang tersisa! Obat ini mahal," ucap Bu Anisa sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Punya mertua serasa seperti dipantau sama mandor aja. Nasibku gini amat ya…, Velicia mengeluh dalam hatinya sambil meminum obat herbal tersebut dan matanya memperhatikan ibu mertuanya yang sedang menunggunya untuk menghabiskan obat herbal tersebut.

Velicia mengernyit dan badannya bergidik merasakan obat herbal tersebut. Dia tidak menyangka jika dirinya yang sangat anti dengan obat-obatan itu bisa meminum obat herbal demi menuruti kemauan dari ibu mertuanya.

Bu Anisa mengambil tas jinjing yang dia bawa dari rumahnya dan mengeluarkan isi dari dalam tas tersebut.

"Ini harus kamu minum setiap hari. Jangan sampai kamu tidak meminumnya atau membuangnya. Mengerti?" tutur Bu Anisa sambil meletakkan beberapa bungkus obat herbal yang dia ambil dari tas tersebut.

Velicia menatap nanar bungkusan obat herbal di atas meja makannya. Sungguh dia ingin mengatakan pada ibu mertuanya itu bahwa dirinya muak melihat obat-obat herbal yang dibawanya setiap satu minggu sekali.

Namun, apa daya dia tidak bisa melakukannya. Ibu mertuanya itu sangat dipercaya oleh suaminya. Hingga apa saja yang ibu mertuanya itu bicarakan pada suami Velicia, pasti semuanya dipercayainya tanpa mencari tahu kebenarannya.

"Maaf Bu, saya harus berangkat kerja sekarang," ucap Velicia sambil memakai blazer nya dan menjinjing tasnya.

Velicia mendekati ibu mertuanya itu dan dia mengambil tangannya untuk mencium punggung tangan tersebut.

"Mau sampai kapan kamu bekerja terus-terusan? Suamimu bisa mencukupi kebutuhanmu. Tetaplah di rumah, tidak usah bekerja agar kamu bisa cepat hamil," ucap Bu Anisa ketika punggung tangannya dicium oleh Velicia.

"Tapi Bu, pekerjaan ini sangat berarti bagi saya. Mas Ferdi juga sudah menyetujuinya. Dan pekerjaan saya tidak berat Bu, jadi Ibu tidak usah khawatir. Pekerjaan saya ini tidak akan membuat saya lelah," tutur Velicia sambil tersenyum manis pada ibu mertuanya.

"Buktinya kamu belum juga hamil kan? Mungkin saja jika kamu berhenti bekerja, kamu bisa langsung hamil," sahut bu Anisa dengan percaya dirinya.

Velicia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sudah kalah, apapun yang akan dia katakan tidak berpengaruh pada ibu mertuanya karena ibu mertuanya itu selalu saja mempunyai jawaban yang tidak bisa dibantah.

"Saya berangkat dulu Bu. Apa ibu tidak pulang?" tanya Velicia sambil memakai sepatunya.

"Berangkatlah lebih dahulu, aku akan membersihkan tempat ini," jawab bu Anisa sambil berjalan ke arah dapur.

Klontang… klontang… klontang…

Suara itu berasal dari dapur. Dan Velicia yakin jika ibu mertuanya itu membersihkan semua yang ada di sana. Tak terkecuali makanan favoritnya, mi instant.

Velicia masih berdiri di sana. Di tempatnya sejak tadi memakai sepatunya. Dia menunggu ibu mertuanya itu keluar dari dapur untuk melihat barang-barang apa saja yang akan dibuangnya.

"Kok kamu masih ada di sini? Bukannya tadi kamu bilang akan telat?" tanya Bu Anisa sambil menenteng trash bag berwarna hitam yang akan dibuangnya ke tempat sampah yang berada di depan rumah mereka.

"Sini Bu, biar saya saja yang membuangnya," ucap Velicia sambil tangannya meraih trash bag tersebut dari tangan ibu mertuanya.

"Kamu yakin?" tanya bu Anisa sambil memicingkan matanya seolah tidak percaya pada menantunya itu.

"Yakin Bu. Sebaiknya Ibu di sini saja agar ibu tidak capek," ucap Velicia dengan memberikan senyum manisnya pada ibu mertuanya agar percaya padanya.

"Ya sudah terserah kamu," tukas Bu Anisa sambil berjalan kembali ke arah dapur.

Velicia segera keluar dari rumahnya dan membuka trash bag tersebut di samping rumahnya.

"Hufffttt… akhirnya selamat juga kalian anak-anakku," ucap Velicia dengan mata yang berbinar melihat beberapa bungkus mi instant dengan aneka rasa.

Bu Anisa selalu melarang Velicia dan Ferdi memakan makanan instant, terutama mi instant. Bagi Bu Anisa makanan-makanan tersebut membuat Velicia dan Ferdi tidak sehat serta mengganggu kesuburan mereka.

Segera disembunyikannya beberapa bungkus mi instant tersebut di belakang pot bunga besar yang ada di samping rumahnya. Kemudian dia berangkat kerja dengan berjalan kaki menuju tempat kerjanya.

Velicia, dia seorang guru TK yang sudah lama mengajar di salah satu TK swasta yang terkenal dan menjadi salah satu sekolah TK terbaik dengan pendidikan usia dininya. Dia menikah dengan Ferdi, anak Bu Anisa sudah lima tahun lamanya.

Ferdiansyah, dia seorang banker yang handal. Banyak pujian yang dia terima atas dedikasinya selama delapan tahun bekerja di bank swasta tersebut.

Pernikahan Ferdi dengan Velicia sudah berjalan lima tahun dan mereka belum juga dikaruniai seorang anak.

Tentu saja mereka sangat menginginkannya, hanya saja mereka tidak bisa mendapatkannya tanpa kehendak dari sang kuasa.

Velicia selalu ditekan oleh ibu mertuanya agar cepat mendapatkan anak. Alasannya sangat simpel, dia malu jika bertemu dengan teman-teman arisannya yang selalu menceritakan tentang cucunya dan memamerkan foto-foto cucu mereka yang katanya sangat lucu.

Velicia dan Ferdi selalu merasa bersalah pada Bu Anisa jika ibunya itu sudah menceritakan dan menyindir mereka. Untung saja Velicia adalah seorang yatim piatu, sehingga tidak ada dari pihaknya yang selalu menekannya seperti ibu dari suaminya itu.

Velicia benar-benar sebatang kara di dunia ini. Dia ditinggal kedua orang tuanya yang meninggal karena suatu kecelakaan. Dan dia tidak memiliki saudara sepupu, kakak ataupun adik.

Velicia dan Ferdi bertemu dalam acara amal di sebuah panti asuhan. Kala itu Ferdi bersama dengan teman-temannya mengadakan acara di panti asuhan tersebut sebagai bakti sosial yang diselenggarakan bank tempat kerjanya.

Sedangkan Velicia merupakan bagian dari panti asuhan tersebut. Dia berada di sana semenjak kedua orang tuanya meninggal. Dari sanalah cerita mereka dimulai.

Ferdi tertarik pada Velicia ketika dia baru saja datang di panti asuhan tersebut. Velicia menyambut hangat semuanya sebagai perwakilan dari panti asuhan itu.

Disetiap kesempatan, Ferdi selalu mendekatinya dan mengajaknya untuk mengobrol bersamanya. Setelah beberapa minggu kemudian, Ferdi datang kembali bersama ibunya untuk melamar Velicia.

Ferdi sudah tidak memiliki ayah lagi sejak tiga tahun yang lalu. Oleh karena itu dia bisa memahami dengan mudah perasaan Velicia yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya ketika masih berumur delapan tahun. 

"Maaf Mbak, bisakah saya bertanya di mana alamat ini?" tanya seorang laki-laki dengan membawa kertas yang bertuliskan alamat rumah pada Velicia.

 

Bab 2 Pertemuan

Velicia mendongak melihat orang yang sedang berbicara padanya. Dia melihat secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah.

"Apa Mas baru di daerah ini?" tanya Velicia sambil melihat tulisan yang ada pada kertas tersebut.

Laki-laki tersebut tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berkata,

"Baru hari ini saya pindah di daerah sini Mbak," jawab laki-laki tersebut.

Velicia mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan dia membaca kembali alamat yang ada pada kertas tersebut.

"Ini masih kurang sekitar seratus meter Mas dari sini. Nanti Mas lurus saja ke arah jalan itu, terus belok kiri. Setelah itu Mas cari deh alamat yang ada di kertas ini," tutur Velicia sambil menunjukkan ke arah yang dijelaskannya tadi menggunakan tangannya.

Laki-laki tersebut menerima kembali kertas alamatnya yang tadi diberikannya pada Velicia untuk melihatnya. Dia tersenyum manis pada Velicia dan mengulurkan tangannya di depan Velicia. Sepertinya dia ingin mengajak Velicia berkenalan.

"Perkenalkan, nama saya Raymond, panggil saja Ray," ucap Raymond sambil mengulurkan tangannya bermaksud untuk berjabat tangan dengan Velicia.

"Nama saya Velicia. Panggil saja Ve," ucap Velicia sambil menyambut uluran tangan Raymond untuk berjabat tangan dengannya.

Mereka saling bertukar senyum. Dan tanpa sadar mereka berjabat tangan selama beberapa menit.

Klakson mobil yang kebetulan lewat menyadarkan mereka. Keduanya saling salah tingkah.

"Maaf," ucap Raymond sambil menggaruk tengkuknya dengan salah tingkah.

"Saya juga minta maaf," ucap Velicia dengan tersenyum kikuk karena salah tingkah.

Sejenak mereka terdiam karena salah tingkah dan saling memandang serta memberikan senyuman kikuk mereka.

"Mmm… maaf, saya harus segera pergi bekerja," ucap Velicia sambil menganggukkan kepalanya sebagai tanda penghormatan sebelum dia pergi.

Raymond pun menganggukkan kepalanya untuk membalas anggukan kepala Velicia. Kemudian dia berjalan ke arah di mana dia telah ditunjukkan oleh Velicia tadi.

Hari berlalu begitu cepat. Velicia yang bekerja sebagai guru TK, kini pulang dengan membawa lelahnya.

Dibukanya pintu rumah yang telah dihuninya selama lima tahun itu, kosong, hampa dan tidak berpenghuni. 

Masuklah dia dengan merasakan lelahnya, tapi ada rasa syukur ketika melihat rumah itu tidak berpenghuni.

Syukurlah… pasti ibu sudah pulang, Velicia berkata dalam hatinya dengan memegang dadanya.

Langkah kakinya ringan memasuki rumahnya dengan harapan tidak akan ada yang berubah dari apa yang ada dalam rumahnya.

"Hufffttt…."

Velicia menghembuskan nafasnya setelah memasuki ruang tamu. Tatanan dalam rumahnya berubah. Hampir semua yang ditatanya bersama suaminya telah diubah kembali oleh ibu mertuanya.

"Ah… mi instant ku," ucap Velicia ketika teringat mi instant yang tadi disembunyikannya ketika ibu mertuanya akan membuangnya.

Velicia berlari menuju tempat persembunyian untuk menyimpan mi instant yang ada dalam trash bag warna hitam tadi.

"Aaah… syukurlah…," ucap Velicia dengan lega melihat isi dalam trash bag yang dipegangnya masih utuh.

Segera dibawanya trash bag yang berisi beberapa bungkus mi instant itu ke dalam rumahnya.

Segera diletakkannya dalam lemari tempat bahan-bahan makanan yang terdapat di kitchen set biasanya.

"Kenapa isinya jadi berubah? Apa semuanya telah dibersihkan oleh Ibu?" Velicia bertanya-tanya sambil membuka dan melihat-lihat dalam kitchen set tersebut.

"Huffftt… Apakah aku harus bersyukur? Atau aku harus mengeluh mempunyai ibu mertua seperti beliau?" tanya Velicia kembali pada dirinya sendiri.

Dulu sebelum menikah dengan Ferdi, Velicia sangat bersyukur karena Bu Anisa, ibu dari Ferdi sangat sayang padanya. Hingga Ferdi merasakan seperti dialah yang bukan anak kandung dari ibunya karena kasih sayang ibunya pada Velicia melebihi kasih sayangnya pada Ferdi yang notabene nya adalah anak kandungnya sendiri.

Kini semakin lama Bu Anisa terlihat seperti menyesal mempunyai menantu Velicia. Itu semua dikarenakan Ferdi dan Velicia yang belum mendapatkan  keturunan hingga lima tahun pernikahan mereka.

Ceklek!

"Sayang… apa kamu sudah pulang?" 

Terdengar suara teriakan dari arah pintu yang baru saja dibuka.

Velicia segera berjalan cepat menuju arah pintu untuk menyambut kedatangan suaminya.

"Apa itu?" tanya Velicia sambil menunjuk barang yang dijinjing oleh Ferdi.

"Oh ini, dia kucing yang baru saja aku adopsi dari pet shop," jawab Ferdi sambil menunjukkan cargo pet yang ada di tangannya.

"Kucing? Sejak kapan Mas Ferdi suka sama kucing?" tanya Velicia dengan tatapan heran.

"Tadi saat aku bertemu dengan teman, dia menyarankan aku untuk mengadopsi kucing sebagai bahan latihan kita jika mempunyai anak," jawab Ferdi sambil mengeluarkan kucing jenis Persia berwarna putih bersih.

"Jadi, kita menganggapnya sebagai anak kita?" tanya Velicia dengan tatapan tidak percaya.

"Bisa dibilang seperti itu," jawab Ferdi sambil tersenyum.

Kucing tersebut di gendongnya mendekat ke arah Velicia. Dengan senyum senangnya, Ferdi memberikan kucing tersebut ke tangan istrinya.

"Cobalah gendong dia," perintah Ferdi pada Velicia.

Dengan terpaksa Velicia menerima kucing tersebut dalam gendongannya.

"Kita kasih nama siapa ya dia?" tanya Ferdi pada Velicia.

Velicia nampak berpikir, dia tidak tahu apa-apa tentang kucing. Selama ini hari-harinya dipenuhi dengan anak-anak kecil yang diajarinya dalam kelas.

"Dia betina," ucap Ferdi ketika melihat istrinya sedang berpikir.

"Lili. Ya, dia kan putih, bagaimana jika diberi nama Lili?" Velicia memberitahukan idenya pada suaminya.

"Mmm… boleh. Pasti nantinya dia cantik seperti bunga Lili," tukas Ferdi sambil terkekeh dan tangannya mengusap lembut bulu halus Lili yang berada dalam gendongan Velicia.

Apa Mas Ferdi sehat? Kenapa kucing yang pesek seperti ini dibilang cantik? Velicia bertanya-tanya dalam hatinya sambil tersenyum untuk membalas senyuman suaminya.

Ferdi mendekatkan wajahnya, persis di depan wajah si Lili. Dia tersenyum pada Lili dan mengusap-usap bulu lembutnya.

 

"Lili, ini Bundamu, namanya Velicia. Panggil saja Bunda Ve," tutur Ferdi pada si Lili yang wajahnya berhadapan dengannya.

Sontak saja Velicia membelalakkan matanya. Dia tidak mengira jika suaminya itu akan bertindak sejauh itu.

Yang benar saja, masa' iya aku dipanggil Bunda sama kucing? Kenapa Mas Ferdi jadi aneh gini sih? Velicia menggerutu dalam hatinya.

"Sini Bun, biar Ayah gendong Lili nya," ucap Ferdi sambil mengambil alih gendongan Lili.

Velicia kembali tertegun, dia kembali dibuat kaget oleh perkataan suaminya.

Apa Mas Ferdi benar-benar sehat? Apa dia jadi begini karena menginginkan kehadiran seorang anak dari rahimku? Velicia kembali bertanya-tanya dalam hatinya.

"Sayang, tolong ambilkan makanan Lili di kantong plastik di sebelah kandangnya. Dan jangan lupa siapkan pasirnya dan minumannya juga ketika kamu menyiapkan makanannya.

"Apa?A-aku?" tanya Velicia yang terlihat jelas sangat kaget sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ya iya dong, kamu kan Bundanya. Jadi kamu harus merawatnya. Hitung-hitung kamu latihan merawat bayi nantinya kalau kita sudah diberikan seorang anak," jawab Ferdi sambil mengusap-usap bulu tebal dan halus milik Lili yang berada di atas pangkuannya.

Bab 3 Bundanya Lili

Velicia menggerutu dalam hatinya. Tiap hari dia harus merawat Lili yang dianggap oleh Ferdi seperti anak adopsi mereka.

"Kenapa harus aku yang melakukan ini? Kenapa bukan dia sendiri yang melakukannya sebelum berangkat kerja dan sepulang kerja? Bukankah dia Ayahnya Lili?" Velicia terus saja menggerutu sambil mengganti pasir milik Lili.

"Bau sekali pasirmu Lili… Apa kamu gak bisa buang air besar dan pipis di kamar mandi biar gak merepotkan aku? Apa aku ajari dia pipis dan buang air besar di kamar mandi ya, biar bisa meringankan tugasku? Oke, aku harus mencobanya," ucap Velicia sambil mengganti pasir yang baru pada wadah pasir milik Lili.

Setelah membersihkan seluruh rumah, Velicia sekedar beristirahat duduk di sofa depan televisi.

"Huffttt… lelah sekali aku hari ini, mana panas banget lagi," gerutu Velicia sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya.

"Meow… Meow…," Lili mengeong sambil mencakar-cakar sofa yang sedang diduduki oleh Velicia.

"Lili, jangan! Jika kamu terus seperti ini, Bundamu ini yang akan dimarahi sama Ayahmu," tutur Velicia sambil mengangkat tubuh Lili untuk diletakkan di atas pangkuannya.

Dibelainya dengan lembut bulu Lili yang sehalus kapas itu. Ada perasaan tenang dalam hati Velicia mengusap bulu halus milik Lili. Bukan hanya Velicia saja yang merasa tenang, bahkan Lili pun tertidur di pangkuan Velicia dengan nyaman dan tenangnya.

Kebetulan hari ini hari sabtu. Velicia libur dari kegiatan mengajarnya. Seperti biasa, jadwal liburnya bukan untuk beristirahat, melainkan bebenah rumah dan memandikan Lili.

Jika rumah tidak dalam keadaan yang sangat bersih, bisa dipastikan jika Bu Anisa, ibu mertuanya itu akan mengomel sepanjang hari ketika berkunjung ke rumah tersebut.

Sedangkan Ferdi, hari ini dia ada kegiatan sehingga dia harus tetap bekerja meskipun hari ini adalah hari liburnya.

Angin yang bersemilir dari jendela membuat tirai jendela tersebut melambai-lambai. Lama-kelamaan Velicia tertidur di atas sofa tersebut bersama dengan Lili dengan ditemani oleh semilir angin yang berhembus menerpa di wajahnya.

Setelah beberapa lama, mata Velicia terbuka. Dia melihat ke arah jam yang tergantung indah pada dinding yang ada di ruangan tersebut.

"Sudah sore ternyata. Gawat, aku ketiduran. Aku belum masak, tapi udah jam segini. Apa kita makan di luar aja ya? Iya deh mending gitu aja. Sekali-sekali makan di luar dong, biar kayak pasangan lain yang makan berdua di luar," ucap Velicia sambil terkekeh.

Setelah itu dia membersihkan badannya dan meninggalkan Lili yang masih tertidur dengan nyenyak di atas sofa.

"Pakai baju ini ah… dress ini kan yang dibelikan Mas Ferdi pertama kali kita jadian. Siapa tau Mas Ferdi lebih sayang sama aku jika melihat baju pemberiannya masih aku simpan dengan baik sampai sekarang," Velicia bermonolog di depan cermin sambil mengganti pakaiannya.

Ceklek!

Tampak Ferdi masuk dengan wajah lelahnya. Dia melepas sepatunya secara sembarangan dan tidak meletakkannya kembali pada tempatnya.

"Mas… Mas Ferdi sudah pulang?" tanya Velicia berbasa-basi untuk menyambut kedatangan suaminya.

"Hmmm…," jawab Ferdi sambil mengangguk.

Velicia melihat sepatu Ferdi yang terlempar ke arah yang berlawanan satu sama lain. Dia menghela nafasnya. Rasanya lelah sekali selalu membenarkan letak sepatu suaminya itu yang seperti bocah TK, muridnya di sekolah.

Sepertinya dia melepas sepatunya dengan berdiri, Velicia berkata dalam hatinya sambil merapikan sepatu Ferdi yang terlempar ke lain arah.

Emmm… bau sekali, Velicia kembali berkata dalam hatinya pada saat mengambil kaos kaki yang terlempar di lantai dengan arah yang berbeda satu sama lainnya.

Setelah merapikan sepatu Ferdi dan meletakkan kaos kaki Ferdi yang bau itu pada keranjang cucian kotor, dia segera mendekati Ferdi.

Ferdi duduk di sofa dan mengusap bulu halus Lili dengan lembut. Velicia mendekatinya, dia melepaskan dasi yang masih melingkar rapi pada kerah baju Ferdi.

"Mau ke mana kamu?" tanya Ferdi dengan menelisik penampilan istrinya dari atas hingga bawah.

Velicia tersenyum senang karena suaminya jeli dengan penampilannya. Kemudian dia bersandar pada lengan Ferdi dan berkata,

"Mas… kita makan di luar yuk… Sepertinya kita udah sangat lama sekali gak makan malam di luar berdua."

Ferdi menatap Velicia yang tersenyum manis padanya. Kemudian dia kembali memperhatikan Lili dan mengambil tubuh Lili untuk diletakkan di atas pangkuannya.

"Aku udah makan tadi. Kamu saja yang beli makan di luar, aku udah kenyang," tutur Ferdi tanpa memandang ke arah Velicia, tangannya masih sibuk mengusap bulu Lili.

"Loh kok Mas Ferdi udah makan sih?" tanya Velicia dengan gaya ngambeknya, dia mengerucutkan bibirnya serta melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Ferdi melihat sekilas istrinya itu, setelah itu dia kembali sibuk memanjakan Lili. Hal itu membuat Velicia merasa diacuhkan oleh suaminya. Dan memang benar, setelah kehadiran Lili dalam rumah mereka, suaminya itu lebih sering memanjakan Lili dibandingkan dirinya yang jelas-jelas adalah istrinya.

"Tadi aku makan bersama yang lainnya. Aku gak bisa menolaknya. Sudahlah, lebih baik kamu segera membeli makanan di luar dan cepatlah kembali," ucap Ferdi yang sama sekali tidak melihat ke arah Velicia.

Tentu saja Velicia merasa kesal. Dia merelakan makan siangnya hanya karena ingin makan bersama dengan suaminya, tapi kenyataannya berbeda, kini dia hanya makan seorang diri saja.

"Mas Ferdi anterin Ve ya beli makannya… sambil kita jalan-jalan. Ini kan hari sabtu Mas, biar kita sama seperti pasangan yang lain, malam mingguan," Velicia merengek sambil menarik-narik lengan Ferdi.

"Aku capek. Aku ingin istirahat. Lebih baik kamu segera berangkat agar tidak kemalaman pulangnya," ucap Ferdi sambil melepas satu kancing bajunya.

"Apa Mas Ferdi gak ingin seperti orang lain yang jalan bersama pasangannya?" tanya Velicia kembali untuk memastikannya kembali.

Kini Ferdi menatap Velicia, dia melihat raut wajah kekecewaan pada wajah istrinya itu.

"Aku benar-benar capek, jika kamu gak mau keluar sendirian, masaklah apa adanya bahan yang ada di rumah," jawab Ferdi sambil beranjak dari duduknya.

Kaki Ferdi membawanya masuk ke dalam kamarnya, Melihat hal itu, Velicia yang benar-benar merasa kesal pada Ferdi memutuskan untuk membeli makanan di luar meskipun hanya seorang diri.

Dengan berbekal kekesalan hatinya, Velicia keluar dari rumahnya dan dia hendak membanting pintu rumahnya ketika akan menutup pintunya.

Namun, dia kembali teringat jika kehidupan mereka saat ini belum berlimpah dengan banyak uang, sehingga keinginan untuk membanting pintu tersebut diurungkannya.

Tahan Ve, jangan dibanting. bisa-bisa nanti keluar uang lebih untuk mengganti pintunya, Velicia berkata dalam hatinya sambil menutup pelan pintu tersebut.

Velicia berjalan kaki menyusuri trotoar jalanan menuju tempat para penjual makanan berada. Dengan langkah pelannya seolah dia menikmati suasana malam seorang diri, tanpa bersama pasangan.

"Makan apa ya? Apa aku makan itu saja? Eh tapi penuh sekali, sepertinya gak ada meja kosong deh. Apa dibungkus aja ya? Mas Ferdi bilang kan aku harus cepat pulang. Ah bodoh amat, biar dia tau rasa tinggal di rumah sendirian. Sekali-sekali aku akan menikmati hidupku," Velicia bermonolog sambil matanya melihat ke arah warung tenda dan penjual makanan kaki lima yang ada di tempat itu.

"Ve! Velicia kan?"  

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!