NovelToon NovelToon

Cursed Throne

Chapter 1 - Kehidupan yang Membosankan

10 Oktober, 2022

Kantor PT. Cahaya Abadi

'Ctak! Ctakk! Takk! Takk!'

Dalam ruang kantor yang begitu padat pegawai ini, suara dari ketukan keyboard memenuhi ruangan ini.

Sesekali terdengar suara dari beberapa pegawai yang mengeluh karena mesin printernya tak mau bekerja. Sesekali pula terdengar suara teriakan dari manajer yang mengeluhkan kinerja para pegawainya.

Sama seperti hari ini.

"Brian! Brian! Apa-apaan ini?!" teriak seorang pria berumur 30an tahun itu sambil memukul-mukul berkas di tangan kirinya.

"I-iya, Pak? A-ada apa ya?" tanya Brian takut.

Ia sudah paham dengan betul bahwa teriakan dari manajernya itu hanya berarti satu hal. Yaitu bahwa dirinya melakukan kesalahan, dan akan terkena marah karena hal itu.

"Apa-apaan laporan ini?! Apakah kau buta atau bagaimana?! Lihat! Laporan dari bulan April hingga bulan Juni masih belum dimasukkan!" teriak manajer itu sambil melemparkan berkas ke arah Brian.

Pemuda dengan rambut hitam agak panjang itu hanya bisa diam sambil merapikan berkas yang berserakan di lantai.

Sedangkan rekam kerja yang duduk di sekitarnya hanya melakukan satu dari dua hal. Antara mereka diam tanpa berani melirik, atau pura-pura sibuk dan pergi meninggalkan meja kerja mereka.

Dari mulut Brian, hanya bisa keluar satu kata.

"Maaf...."

"Maaf?! Jika maaf bisa menyelesaikan segalanya, maka tak perlu ada polisi dan...."

Brian hanya menutup telinganya sambil membereskan pekerjaannya. Kembali menatap ke layar monitornya.

Entah berapa lama waktu berlalu, tapi suara teriakan dari manajer itu telah berhenti. Tak hanya itu, cahaya matahari pun mulai terbenam. Menandakan akhir dari jam kerjanya.

"Aaah, selesai juga target hari ini!"

"Sialan, manajer sialan itu benar-benar tak bisa berhenti berteriak ya?"

"Biarkan saja. Dia akan mati karena darah tinggi sebentar lagi."

Ocehan dari beberapa pegawai yang lain terdengar. Memperindah akhir dari hari yang melelahkan ini.

Sedangkan Brian sendiri masih sibuk melanjutkan pekerjaannya yang sebelumnya.

"Oi, Brian. Kau tak pulang?" tanya rekan kerjanya.

"Sedikit lagi dan akan selesai." balas Brian yang masuk sibuk mengetik pada keyboardnya.

"Baiklah, tapi berhati-hati lah. Suasana malam di kantor ini cukup menyeramkan. Kabarnya ada suara-suara aneh bagi siapapun yang lembur di malam hari."

"Aku tak percaya dengan hantu." balas Brian dengan sikap yang acuh lalu kembali bekerja.

Perkataan rekannya memang ada benarnya. Lampu kantor mulai dimatikan satu persatu. Menyisakan hanya bilik meja kerja Brian yang menyala sendirian di lantai ini.

Bersama dengannya adalah beberapa pegawai di lantai yang berbeda, yang juga masih lembur untuk menyelesaikan target harian mereka.

'Hah.... Membosankan sekali. Ku pikir dunia orang dewasa akan jauh lebih menyenangkan.' pikir Brian dalam hatinya.

Tempo kerjanya mulai melambat. Bahkan tangannya mulai berhenti mengetik pada keyboard itu.

Secara perlahan, Brian mulai bersantai sambil menatap beberapa poster di samping bilik meja kerjanya.

...[Target tahun ini! Naik pangkat dan memperoleh upah minimal 7 juta per bulan! Fokus kerja!]...

Dalam poster itu terdapat foto dirinya yang masih muda, dirinya yang masih baru saja lulus dari perguruan tinggi 3 tahun yang lalu.

'Sudah berapa lama target itu terpasang tanpa tercapai?' tanya Brian dengan rasa iba.

'Apakah ini adalah kehidupan yang selama ini aku inginkan sejak kecil? Menjadi pegawai kantor dengan gaji tinggi? Untuk apa? Aku bahkan tak memiliki sosok untuk ku sokong dengan gajiku.' pikir Brian sekali lagi.

Kali ini, Brian mulai menoleh ke sudut biliknya dan menatap sebuah poster berbeda.

...[MMORPG Land of Heroes akan dirilis 21 Desember 2022! Dikabarkan akan menjadi game MMO terbaik sepanjang masa! Pastikan uang kalian cukup untuk membeli game ini!]...

Senyuman yang tipis mulai terlukis di wajah Brian setelah melihat poster itu.

'Benar juga.... Bukankah aku ingin membeli permainan itu? Baiklah! Fokus! Fokus untuk naik pangkat dan memperoleh lebih banyak uang untuk menikmati berbagai game lalu....'

Brian memperoleh kembali semangat kerjanya dan mulai fokus pada keyboard dan layarnya. Akan tetapi, rumor yang baru saja didengar dari rekannya, nampaknya terbukti benar.

"Dies val thur kathar...."

"Hmm? Siapa itu?" tanya Brian yang segera membalikkan badannya. Tapi Ia tak bisa menemukan satu orang pun.

Dalam pikirannya, Brian menyangka bahwa mungkin dirinya hanya salah dengar saja. Tapi....

"Veult rashkurr.... Thyrias vold...."

"Oke cukup! Candaan kalian benar-benar tidak lucu!" teriak Brian yang kini mulai berpikir bahwa rekannya mungkin mengerjai dirinya.

Brian pun berdiri dan berlari keluar. Memeriksa satu per satu bilik meja kerja di sekitarnya. Tapi di tengah-tengah ruang kantor yang besar ini, hanya terdapat dua lampu yang menyala.

Yaitu lampu yang berada tepat di atas bilik meja kerja Brian, dan juga lampu di pintu keluar.

Jantung Brian mulai berdegup kencang. Ia tak percaya bahwa hantu itu ada. Sama sekali tak percaya. Tapi bagaimana menjelaskan suara aneh yang seakan-akan berbisik tepat di samping telinganya itu?

Satu-satunya penjelasan yang logis hanyalah rekan kerjanya yang mengerjai dirinya dengan berpura-pura menciptakan suasana horror ini.

Karena tak lagi ada suara misterius itu, Brian kembali duduk di hadapan meja kerjanya. Bersiap untuk segera menyelesaikan perbaikan itu.

Akan tetapi.... saat Brian kembali menatap ke arah layarnya, sesuatu yang aneh muncul.

"Tu-tunggu. Apa-apaan ini?" teriak Brian terkejut.

Layar monitornya terlihat mengalami kerusakan dengan pixel yang pecah dan tampilan grafis yang terdistorsi.

'Bzzzttt!'

Tak berselang lama, suara listrik korsleting mulai terdengar.

"Sialan!" teriak Brian sambil memukul monitornya berkali-kali.

"Perusahaan sialan! Memberikan perangkat keras yang bobrok! Bagaimana aku bisa bekerja jika...."

Saat emosi Brian memuncak dan hendak memukul layar monitornya dari depan, tangannya secara tiba-tiba menembus layar monitornya. Bukan merusaknya.

Tapi seakan-akan.... Tertarik ke dalamnya.

"Uuggh! Apa-apaan ini?!"

Brian berusaha menarik tangan kanannya sekuat tenaga. Tapi tangannya seakan-akan tak bisa ditarik. Bahkan dari sisi lain, terdapat sesuatu yang berusaha menyeret tangannya ke dalam layar monitor itu.

Sedikit demi sedikit, tubuhnya mulai terseret ke dalam layar monitor 32 inchi itu.

Seberapa kuat pun Brian berusaha bertahan, Ia tak bisa melawan tarikan dari dalam layar itu. Mejanya pun mulai berserakan dengan kertas dan alat tulis yang mulai berjatuhan ke lantai.

Hingga akhirnya.... Setelah perjuangan sia-sia selama 1 menit, Brian pun sepenuhnya terseret ke dalam layar monitornya.

Meninggalkan ruang kantor ini.

......***......

'Braaakkkk!!!'

"Uugghh!"

Brian terjatuh ke tanah, pandangan di sekitarnya pun cukup gelap. Sebelum sadarkan diri sepenuhnya, Brian kembali mendengar suara yang aneh itu.

Tapi kini tak lagi dalam bentuk bisikan. Melainkan mendengarnya berada tepat di belakang kepalanya dengan sangat jelas.

"Val Karth.... Zashtum!"

Segera setelah menyelesaikan kalimat itu, Brian mulai merasakan hawa panas mengalir dalam tubuhnya. Sesuatu yang panas.... Dan berwarna merah menyala.

Saat Ia berhasil sedikit membuka matanya, Ia melihat sosok yang seharusnya tak ada di dunia ini.

Sosok seorang wanita berambut perak yang panjang, dengan telinga yang runcing dan panjang. Sedangkan matanya memiliki warna merah darah yang memukau.

"Apa-apaan ini?!"

Pada saat itu lah, keluhan Brian mengenai hari yang membosankan telah berakhir.

Chapter 2 - Awal Kehidupan yang Baru

Senyuman lebar mulai menghiasi wajah Brian setelah menyadari situasinya saat ini.

Tak ada satu orang pun yang tak mengenali ciri wanita di hadapannya, meskipun....

'Aku tak pernah tahu Elf akan secantik ini di kenyataan. Tunggu! Aku tak bermimpi bukan?!' pikir Brian dalam hatinya.

"Hume? Naght?" ucap wanita Elf bermata merah darah itu dengan wajah kebingungan. Ia kemudian melihat kedua telapak tangannya dan memeriksa lingkaran sihir di sekitar tempat Brian berada.

Setelah beberapa kali memeriksanya, Elf itu akhirnya menyadari satu hal yang fatal.

Ia meraih saku di dalam pakaiannya dan menemukan sebuah pecahan tanduk berukuran kecil di dalamnya.

"Aaarrrgghh! Naght! Naght?! Fargash!"

'Sialan, aku sama sekali tak paham dengan apa yang dikatakannya. Tapi nampaknya dia sangat kesal.' pikir Brian setelah melihat sosok Elf itu menampar pipinya sendiri beberapa kali.

Setelah membiarkannya kesal selama beberapa saat, Brian pun memberanikan dirinya untuk bertanya. Tentunya, dengan satu-satunya bahasa yang diketahuinya.

"Maaf.... Aku tak tahu apa yang kau katakan tapi...."

Mendengar sosok manusia berambut hitam itu berbicara, Elf itu segera mengarahkan tatapannya yang tajam tepat ke mata Brian.

"Hume, naght vas kuruds dier niev? Sicht nas dartum?" tanya Elf itu dengan wajah yang seakan terlihat begitu kecewa.

"Sudah ku katakan aku tak tahu apa yang kau bicarakan. Jadi aku minta maaf...."

Elf itu pun mulai menyipitkan matanya. Tatapannya masih terpaku ke arah Brian. Dan secara tiba-tiba, Ia mulai mendekatkan wajahnya.

"Tu-tunggu! Apa yang kau?!"

Wanita Elf itu mulai mengendus di sekitar wajah Brian. Seakan-akan ingin memastikan sesuatu dalam tubuhnya. Setelah beberapa kali mengendus tubuhnya, Elf itu pun melangkah mundur dan segera berdiri.

"Nafn?" tanya Elf itu.

Brian sama sekali tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh wanita itu. Meski begitu, kedua matanya tak bisa berhenti untuk mengagumi keindahan yang ada di hadapannya.

Sosok wanita itu begitu memukau bagi Brian, dan lebih dari itu....

Merupakan sosok Elf yang jauh melampaui apa yang pernah diciptakan dalam dunia permainan maupun cerita.

Tak memperoleh jawaban selama beberapa saat, wanita Elf itu pun mulai mengarahkan jari telunjuknya tepat di dadanya dan berkata.

"Sheerah, Cecilia." ucapnya sambil berulang kali menunjuk di dadanya sendiri.

Akhirnya, Brian pun menyadari dengan apa yang dimaksudkan olehnya. Sambil menirukannya menunjuk di dadanya, Brian pun membalas.

"Brian."

"Brian...." ucap Cecilia menirukan perkataan pria itu. Dengan senyuman yang mulai melebar, Ia pun mulai mengulurkan tangan kanannya ke arah Brian.

Tangannya menunjukkan warna kulitnya yang putih pucat namun begitu lembut. Segera setelah menjabat lengan wanita itu, kehidupan Brian akhirnya berubah sepenuhnya.

Meskipun.... Ia sama sekali tak mengetahui apa yang terjadi di sini.

......***......

"Abhaile." ucap Cecilia sambil menunjuk ke sebuah rumah kayu kecil di tengah hutan ini.

"Rumah, ya? Baiklah aku bisa mulai mempelajari semua ini." balas Brian sambil menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Ocras?" tanya Cecilia sambil mengelus-elus perutnya. Tak hanya itu, Ia juga mengarahkan tangannya ke mulutnya seakan-akan hendak memasukkan sesuatu.

"Makan? Tidak.... Lapar? Ya, ku rasa aku memang cukup lapar." balas Brian yang terus berusaha berkomunikasi dengan keterbatasan bahasa itu.

Cecilia nampak tersenyum dan segera berlari ke dalam rumah kayu kecil itu. Dalam rumah itu, Brian melihat sesuatu yang membuatnya semakin jatuh cinta dengan dunia ini.

Dari tangan Cecilia mulai muncul api yang membara, membakar potongan daging yang baru saja dibumbui olehnya.

Tak hanya makanan, Cecilia juga menghangatkan air berwarna kecoklatan yang mungkin merupakan semacam teh.

Dan dalam hitungan sekejap, hidangan pun siap di atas piring kayu sederhana.

"Aithe." ucap Cecilia dengan senyuman yang begitu ramah. Sebuah senyuman yang semakin membuat Brian... bersyukur telah terbebas dari dunia membosankannya lalu berada di dunia ini.

Ia tak peduli apapun yang akan terjadi kedepannya, entah Ia akan menderita atau bahagia.

Tapi selama dirinya bisa melihat kecantikan sosok wanita yang ada di hadapannya lebih lama lagi, Brian takkan mempermasalahkan apapun.

Dalam hatinya tak ada perasaan lebih selain rasa kagum atas keindahan yang ada di hadapannya, layaknya seorang pengunjung museum seni yang terkagum atas karya yang begitu sempurna.

"Makan? Baiklah, terimakasih banyak." balas Brian juga dengan senyuman yang ramah.

Tak ada sedikit pun rasa takut atau pun curiga pada makanan dan minuman yang disajikan oleh Cecilia kepadanya.

Dengan lahap, Brian pun menghabiskan semuanya.

Tanpa di duga olehnya, hidangan yang disajikan justru jauh lebih nikmat dari apa yang sering dimakan olehnya semasa berada di bumi sebelumnya.

......***......

Beberapa hari telah berlalu.

Kehidupan baru Brian di dunia lain ini jauh lebih indah dan menyenangkan daripada yang dibayangkannya.

Brian akan memulai pagi harinya dengan sarapan dan belajar bahasa asing dengan Cecilia hingga sore hari.

Bukan belajar dengan berdiam diri di dalam ruangan bersama dengan kertas dan pena, melainkan dengan berkeliling di sekitar kediaman mereka untuk mempelajari berbagai kata untuk setiap keadaan.

Entah itu mempelajari nama hewan, tanaman, ataupun tindakan.

Setelah hari mulai gelap, keduanya akan makan sore sebelum bersiap untuk berburu.

Berkat bakat alami dari ras cabang dari Elf, Cecilia memiliki kemampuan penglihatan yang sangat tajam dalam kegelapan.

Dan entah kenapa....

'Apakah aku memang selalu bisa melihat dalam kegelapan?' tanya Brian kebingungan pada dirinya sendiri sambil membawa busur dan panah di kedua tangannya.

"Brian, sisi Utara." bisik Cecilia perlahan sambil mengarahkan jari telunjuknya.

'Hmm? Apakah penglihatanku baru saja mengalami efek zoom? kenapa aku bisa melihat kelinci di kejauhan itu dengan jelas?'

Tanpa banyak bertanya, Brian segera menarik anak panahnya dan mengarahkannya tepat kepada kelinci itu.

'Swuuusshhh! Jleebbb!'

"Kerja bagus. Ayo kita ambil." ucap Cecilia dengan nada yang seakan sedang memujinya.

'Bagaimana bisa aku membidik dengan baik ketika aku baru memegang busur beberapa hari ini?'

Berbagai pertanyaan mulai muncul di dalam pikiran Brian. Tapi masa bodoh dengan itu saat ini, hal terpenting saat ini adalah untuk memperoleh buruan yang cukup untuk stok makanan beberapa hari kedepan.

Dan tanpa mempertanyakannya lebih lanjut lagi, Brian pun mulai berlari ke arah dimana kelinci itu berada.

'Tunggu.... Apakah aku memang bisa berlari secepat ini? Sialan....' pikir Brian dalam hatinya setelah menyadari betapa cepatnya Ia berlari. Tak hanya itu, Ia juga tak merasa kelelahan setelah melakukannya.

Pada akhirnya, Brian tak lagi bisa membendung segudang pertanyaan dalam dirinya. Ia memutuskan untuk menanyakannya saat ini juga.

"Um.... Cecilia? Apakah kau tahu sesuatu kenapa tubuhku terasa sedikit.... Aneh?"

"Aneh?" tanya Cecilia yang sedang mengambil kelinci itu lalu memasukkannya dalam tas buruannya.

"Ya. Seperti kenapa aku bisa berlari dengan cepat. Atau kenapa aku bisa melihat dalam kegelapan."

Mendengar pertanyaan itu, Cecilia memasang ekspresi yang penuh dengan keheranan. Tapi dengan segera Ia pun menjawabnya.

"Hanya itu? Yah, wajar saja karena aku hanya menggunakan 3 tetes darah Raja Iblis sebelumnya.

Mungkin jika aku menggunakan lebih banyak darah, dan tidak lupa menggunakan pecahan tanduknya.... Kau akan jauh lebih kuat lagi daripada saat ini. Tapi tak masalah, kita bisa mencari sisa darah itu lain waktu."

Jawaban yang didengar oleh Brian hanya memberikan lebih banyak lagi tanda tanya dalam pikirannya.

"Eh? Darah? Raja Iblis? Apa yang sebenarnya terjadi?!"

Chapter 3 - Situasi

"A-apa yang barusan kau katakan? Darah Raja Iblis?! Apakah aku salah mengartikan sesuatu?!" tanya Brian dengan penuh rasa terkejut.

Brian berusaha untuk berpikiran positif karena baru beberapa hari saja Ia mempelajari bahasa baru ini. Mungkin.... Mungkin Ia memang salah dengar atau salah mengartikannya?

Tapi sayangnya, Cecilia menggelengkan kepalanya seakan-akan apa yang didengar oleh Brian adalah benar adanya.

"Kau tidak salah mengartikan, Brian. Dalam tubuhmu, saat ini terdapat tiga tetes darah Raja Iblis. Tenang saja, aku sendiri juga meneguk 3 tetes sebelumnya." balas Cecilia dengan senyuman yang ramah.

Seketika, tubuh Brian terasa lemas.

Ia memang telah curiga dengan sosok Elf yang mencurigakan itu. Tapi tak disangka olehnya bahwa Elf yang ada di hadapannya adalah bagian dari Iblis?

'Ini tidak mungkin benar-benar terjadi.... Apakah ini sama seperti di kebanyakan novel dan anime yang kulihat? Dimana sang protagonis dipanggil ke dunia lain sebagai raja Iblis lalu ditugaskan untuk menghancurkan dunia?!'

Brian tak ingin jika hal yang ada dalam pikirannya itu benar adanya.

Bukan hanya karena tak ingin membunuh siapapun atau menghancurkan dunia yang baginya sangat indah ini.

Tapi juga karena Ia tak ingin pekerjaan yang merepotkan seperti menjadi Raja Iblis lalu harus memimpin para bawahannya. Itu terlalu merepotkan.

Hanya saja....

"Tenang lah. Aku mendapatkan 6 tetes darah itu secara diam-diam. Dan juga, aku bukan bagian dari pemuja Raja Iblis." lanjut Cecilia.

"Maaf tapi aku sama sekali tak paham dengan situasi ini." balas Brian dengan kerutan di keningnya.

Setelah membereskan buruannya, Cecilia pun menatap Brian tepat di matanya sambil berkata.

"Ku rasa perburuan hari ini cukup. Bagaimana kalau kita pulang dan akan ku jelaskan semuanya?"

Tentu saja, tanpa bertanya-tanya Brian langsung segera menyetujuinya.

......***......

Kediaman Cecilia

Keduanya duduk di samping meja makan. Sambil ditemani segelas teh hangat, Cecilia pun memulai penjelasannya. Atau lebih tepatnya.... Ceritanya.

"Jauh di masa lalu, lahir lah sosok iblis misterius. Ia memiliki penampilan yang jauh dari kata Iblis. Bahkan bisa dibilang menyerupai sosok manusia.

Satu-satunya yang menjadi pembeda adalah warna merah darah pada matanya. Tak memiliki kekuatan maupun pengikut, Iblis 'cacat' itu dibuang dan ditelantarkan.

Dikisahkan iblis itu sangat lemah, bahkan tak mampu untuk melawan seekor serigala yang sekarat. Akan tetapi...."

Brian mendengarkan kisah itu dengan seksama. Tanpa melewatkan sedikit pun detail dalamnya. Seakan-akan semua ini adalah setting dalam sebuah dunia permainan.

Dengan hanya beberapa cahaya lilin yang menerangi, Cecilia pun melanjutkan kisahnya.

"Ada satu kekuatan. Kekuatan yang membuatnya dapat menjadi sosok, yang kini dikenal sebagai Raja dari para Iblis. Keabadian."

"Jadi.... Dia tak bisa mati?"

Cecilia menggelengkan kepalanya secara perlahan lalu menjawab.

"Lebih tepatnya tak bisa menua. Dan dengan kekuatan itu, sedikit demi sedikit Ia memperkuat dirinya hingga menjadi apa yang dikenal saat ini."

Brian hanya bisa terdiam. Ia tak pernah menyangka bahwa apa yang dialaminya saat ini benar-benar nyata. Tapi....

"Yah, meskipun itu hanyalah legendanya. Kenyataannya Raja Iblis telah terbunuh puluhan tahun yang lalu, menyisakan hanya darah dan bagian tubuhnya yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Mereka yang bisa memperoleh bagian tubuh dari Raja Iblis akan menjadi jauh lebih kuat. Sama seperti diriku dan dirimu. Meskipun, ada sekelompok pemuja Raja Iblis yang berusaha untuk membangkitkan nya kembali." lanjut Cecilia sambil meneguk minumannya.

Setelah memahami situasi dimana saat ini dirinya berada, Brian pun akhirnya menanyakan satu hal terakhir. Yang benar-benar mengganggunya selama ini.

"Lalu.... Apa yang kau inginkan dariku? Dan kenapa aku ada di sini?"

"Hmm?" balas Cecilia dengan wajah kebingungan.

"Aku hanya ingin mencoba salah satu ritual yang digunakan umat manusia untuk memanggil pahlawan dari dunia lain.

Dengan darah Raja Iblis sebagai katalis, jujur saja aku berharap bisa memanggil Iblis yang kuat dari dunia lain. Tapi aku sama sekali tak kecewa dengan hasilnya." lanjut Cecilia sambil memberikan senyuman yang lembut.

"Kau.... Tak kecewa dengan diriku? Sekalipun aku selemah ini?" tanya Brian kembali.

"Lemah dan kuat hanyalah masalah perspektif. Tapi setidaknya, aku berhasil mendapatkan sosok kawan yang bisa ku percaya."

Dengan kalimat balasan itu, Cecilia segera berjalan pergi menuju ke kamarnya.

Meninggalkan Brian sendirian di ruang tengah ini. Memikirkan semua yang baru saja diketahuinya.

'Raja Iblis.... Darah.... Pemanggilan pahlawan dari dunia lain.... Kawan....'

Brian masih terus terdiam di kursinya. Mencoba untuk meresapi semua kenyataan ini.

'Jadi semua ini benar-benar kenyataan? Dan aku tak sengaja tertarik ke dunia lain oleh ritualnya?'

Sambil meneguk beberapa tetes terakhir minuman di gelas kayunya, Brian pun beranjak dari kursinya. Ia berjalan ke arah sebuah meja dengan beberapa tumpukan kertas di atasnya.

Sebuah kertas, yang tak lain adalah sisa berkas dari kantor tempatnya bekerja. Sebuah berkas yang seharusnya diperbaiki sebelumnya, kini justru ikut tertarik bersamanya ke dunia ini.

Menjadi saksi bisu atas kehidupan barunya di sini.

Bersama dengan itu....

'Bruk!'

Brian meletakkan sebuah benda berbentuk kotak berwarna hitam. Benda itu tak lain adalah ponselnya.

"Apakah terlalu berlebihan jika aku berharap bisa melakukan charging pada ponselku di dunia lain ini? Hahaha.... Ku rasa terlalu berlebihan."

Setelah kembali merapikan meja itu, Brian segera berjalan kembali ke arah ruang tengah dan tidur di atas sebuah kursi.

......***......

...Kekaisaran Suci Luvelia...

Di tengah ruang tahta yang sangat megah ini, 12 patung berdiri dengan kokoh di sepanjang koridornya. Tak tanggung-tanggung, patung itu memiliki tinggi setidaknya 10 meter lebih.

Berbagai hiasan dan juga lukisan terpampang dengan begitu mewah di dalam ruang tahta ini.

Di ujung dari semuanya, adalah sebuah singgasana berwarna putih cerah dengan beberapa permata indah yang menghiasinya.

Seorang Pria dengan rambut hitam pekat nampak duduk di atas singgasana itu. Ia menopang dagunya dengan tangan kanannya.

"Yang Mulia, salah seorang dari ksatria Holy Order hendak melapor." ucap seorang pria tua sambil berlutut di hadapan Pria berambut hitam itu.

"Persilakan untuk masuk."

'Kreeeekk!!!'

4 orang Prajurit dengan zirah besi yang tebal terlihat membukakan pintu besar di ruang tahta ini. Memperlihatkan sosok seorang Ksatria dengan jubah putih bersih di baliknya.

Ksatria itu memiliki rambut putih yang panjang dan diikat ekor kuda. Dengan perawakan yang begitu menawan, Ksatria itu pun segera berjalan ke arah sang Kaisar.

"Lapor, Yang Mulia." ucap Ksatria wanita itu.

"Misi perburuan iblis di wilayah pegunungan Valrune telah berhasil ku selesaikan. Total sebanyak 827 iblis tingkat rendah, dan tiga iblis pewaris Hecate telah ku eksekusi." lanjut Ksatria wanita itu.

Mendengar berita itu, sang Kaisar hanya mengangguk ringan.

"Kerja bagus, Aeryn. Dari 12 pembawa perintah suci, kau adalah salah satu yang terbaik." puji sang Kaisar, tapi dengan wajahnya yang datar.

"Pujian yang terlalu berlebihan, Yang Mulia." balas Ksatria wanita yang bernama Aeryn itu.

"Bagaimana dengan sisa Hecate yang ada?" tanya Kaisar itu sekali lagi.

"Telah berhasil ku musnahkan sepenuhnya." balas Aeryn.

Kali ini, senyuman yang tipis terlihat di wajah sang Kaisar. Ia nampak bahagia mendengar kabar itu.

"Kerja yang sangat bagus. Kita tak boleh membiarkan darah, atau bagian tubuh Hecate yang lainnya tersisa di dunia ini. Atau Raja Iblis yang baru akan kembali terlahir.

Sekarang, misi baru untukmu. Di wilayah hutan Frostbite, beberapa prajurit melaporkan adanya aktivitas mencurigakan dari ras iblis. Selidiki dan musnahkan seluruhnya."

Sambil mengangkat wajahnya dan memberikan tatapan yang tajam pada sang Kaisar, Aeryn pun membalas.

"Dengan senang hati, Yang Mulia."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!