NovelToon NovelToon

Painfull Love (Cinta Yang Menyakitkan)

Birthday Party

Sebuah pesta super mewah digelar di sebuah ballroom hotel bintang lima terkemuka di ibu kota Jakarta. Ratusan tamu undangan berikut para wartawan telah memadati ruangan yang sudah didekorasi sedemikian rupa. Pesta tersebut berkonsep serba merah jambu yang mana warna tersebut sering dikaitkan dengan sisi feminin bagi seorang wanita.

Sebuah lampu kristal berukuran besar menggantung di tengah ruangan ballroom yang mampu menampung sekitar lima ratus tamu undangan. Dekorasi yang cantik dengan salur-salur dan pot-pot bunga warna senada semakin menambah keindahan acara pesta ulang tahun tersebut. Kue ulang tahun bertingkat lima yang dipercantik dengan bunga-bunga berwarna putih tampak begitu menggugah selera.

Bak putri dalam negeri dongeng, gadis berusia dua puluh empat tahun tampak begitu mempesona. Gaun panjang dengan bagian bawah dihiasi bulu-bulu yang membentuk sosok angsa. Headpiece tiara didesain khusus oleh desainer terkenal di Asia membuat anak sulung dari dua bersaudara yang baru saja menyelesaikan kuliah kedokteran membuat para tamu undangan tak mampu mengedipkan mata karena saking terpesona oleh kecantikan gadis berparas jelita.

Tsamara Asyifa Gibran atau biasa dipanggil Tsa adalah anak pertama dari pasangan Fahmi Gibran dan Sekar Arum. Pasangan suami istri itu merupakan pengusaha sukses di sektor pariwisata. Sejak lahir, gadis cantik dalam balutan gaun pesta dengan model ball gown hidup bergelimang harta. Tak pernah sedikit pun merasa kekurangan, sebab harta yang dimiliki keluarganya tidak akan pernah habis tujuh turunan.

"Ma, Ka Bima sebenarnya ke mana sih? Kenapa jam segini belum juga datang padahal acara akan segera di mulai? Apa dia memang lupa kalau hari ini aku ulang tahun?" tanya Tsamara.

"Sabar, Sayang. Mungkin saja Bima terjebak macet. Kamu tahu sendiri bagaimana lalu lintas di negara kita. Selalu macet di mana-mana." Sekar mencoba memberi pengertian kepada Tsamara. "Sudah, sebaiknya kamu tunggu saja. Sebentar lagi Bima pasti datang."

Fahmi mengusap puncak kepala Tsamara dengan lembut. "Yang dikatakan oleh Mama-mu benar, Nak. Bima pasti hadir. Meskipun sedikit terlambat, tetapi Papa yakin, kalau dia akan datang."

Tsamara menghela napas kasar. Si sulung dari dua bersaudara terdiam. Ucapan sang papa ada benarnya juga. Bimantara atau biasa dipanggil Bima pasti datang menghadiri pesta ulang tahunnya seperti tahun-tahun sebelumnya. Walaupun dia muncul di saat pesta telah berlangsung atau bahkan beberapa menit sebelum acara usai, tetapi pria berusia dua puluh sembilan tahun selalu menyempatkan diri hadir dan memberikan kado ulang tahun untuknya.

"Mas, kamu sudah menghubungi Bima dan meminta dia segera datang ke sini?" bisik Hasna--ibu kandung Bima. Kalau boleh jujur, sebenarnya dia pun kesal atas sikap anak semata wayangnya yang selalu datang terlambat. Padahal ia sudah mewanti-wanti agar datang tepat waktu dan tak membuat Tsamara kecewa. Namun, sang anak tetap mengulangi kesalahan yang sama.

"Tanpa kamu tanya pun, aku sudah menghubunginya berkali-kali. Namun, dia sama sekali tak mengangkat teleponku. Entahlah, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi agar anak itu berubah menjadi penurut dan patuh terhadap ucapan kita," keluh Irawan seraya memijat pelipisnya yang terasa pening. Ada rasa malu bercampur kecewa terlukis jelas di wajah. Seandainya ini merupakan pertama kali bagi Bima datang terlambat menghadiri pesta mungkin dia bisa memaklumi akan tetapi kejadian ini terus berulang 'tuk kesekian kali hingga membuat pria itu tak berani mengangkat wajah di depan Fahmi--calon besannya.

"Irawan, Hasna, sudah tidak apa-apa. Mungkin saja Bima memang ada urusan penting hingga tak bisa menghadiri pesta ulang tahun Tsamara." Sekar mencoba bersikap bijak dan tak mau membuat suasana semakin memanas.

Sekar melirik arloji merk brand terkenal yang melingkar di pergelangan tangan. Deretan angka pada benda berbentuk bundar telah menunjukan pukul delapan lebih lima belas menit dan itu artinya acara inti telah molor dari waktu yang ditentukan.

"Sebaiknya kita mulai saja acara tiup lilinnya. Aku takut para tamu undangan bosan karena menunggu terlalu lama," ucap Sekar. Maka, pesta pun dimulai tanpa menunggu kedatangan Bima.

Baru saja kaki melangkah naik ke atas panggung, netra Tsamara tanpa sengaja menangkap sesosok pria yang dinanti sedari tadi. Senyum merekah di bibirnya yang ranum. Wajah sumringah dan mata berbinar bahagia melihat sosok pujaan hati berjalan dengan gagah berani memasuki ruangan.

Tanpa menunggu lama, gadis cantik yang hari ini genap berusia dua puluh empat tahun berhambur mendekati pria itu. "Kak Bima! Kupikir Kakak melupakan pesta ulang tahunku," ucap Tsamara seraya melingkarkan tangan di lengan Bima.

"Kamu dari mana saja hem, jam segini baru sampai!" tanya Irawan dengan nada sinis. Ia masih sangat kesal kepada sang anak meski Bima telah datang dan berkumpul dengan mereka.

"Hampir saja kamu membuat kami malu, Nak, kalau sampai pesta ini usai tanpa kehadiranmu. Mau jawab apa bila para wartawan itu menanyakan perihal kamu yang tak juga datang." Hasna ikut menimpali suaminya.

"Maafkan aku, Pa, Ma. Tadi aku sedang meeting, membahas produk yang hendak dipasarkan tahun depan. Harus melakukan beberapa uji coba terlebih dulu sebelum akhirnya dipasarkan dan digunakan oleh masyarakat umum," ucap Bima menjelaskan kenapa dia datang terlambat.

"Om, Tante, please, jangan marahi Kak Bima. Kasihan dia. Baru saja sampai, tetapi kalian justru memarahinya." Tsamara mencoba menengahi perselisihan antara kekasih dan calon mertuanya. Sungguh, dia tidak tega jika harus melihat calon suaminya dimarahi oleh kedua orang tua pria itu.

Sejak dulu, Tsamara sudah dekat dengan kedua orang tua Bima. Irawan adalah sahabat Fahmi sejak mereka duduk di bangku kuliah dan persahabatan itu berlanjut hingga sekarang. Jadi tidak heran bila anak sulung Fahmi berani menegur calon papa mertuanya. Meski begitu, ia tetap memperhatikan sopan santun dan nada bicara saat berbicara dengan orang yang lebih sepuh.

"Irawan, apa yang dikatakan anakku benar. Kalau kamu memarahinya di sini tidak menutup kemungkinan berita tentang masalah ini tersebar luas dan menjadi konsumsi publik. Reputasi anakmu bisa hancur dan wibawanya di depan para karyawan rusak." Sekar kembali bersikap bijak di depan semua orang. Melihat sepasang mata indah milik anak tercinta mulai berkaca-kaca, hatinya terasa sakit bagai ditusuk sebilah pisau hingga menembus ke tulang sumsum.

Fahmi menepuk pundak sang sahabat pelan. "Redam emosimu, Wan. Jangan biarkan setan menguasai dirimu saat sedang marah!" ucapnya lirih.

"Benar kata mereka, Mas. Malam ini adalah ulang tahun Tsamara. Kalau kita merusaknya maka calon menantu kita bisa sedih," bisik Hasna di telinga suaminya.

Irawan terdiam, mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh istri beserta calon besannya. Semua yang dikatakan oleh mereka ada benarnya. Ia tidak seharusnya semarah ini terhadap Bima. Walaupun tingkah anak semata wayangnya selalu membuatnya naik pitam, tetapi tak seharusnya merusak moment bahagia Tsamara.

Lantas, Irawan pun menarik napas dalam kemudian mengembuskan secara perlahan. Mencoba mengurai emosi agar amarah dalam diri tidak meledak dan malah menghancurkan pesta dari anak sahabatnya.

"Ikut kami naik ke atas panggung. Ada hal penting yang ingin disampaikan di hadapan semua orang," kata Irawan dengan nada datar. Walaupun dada pria itu masih kembang kempis, disertai kilatan emosi terpancar jelas di mata tetapi ia mencoba bersikap biasa-biasa saja.

Refleks, Bima mendongakan kepala menatap wajah papa tercinta. Mata memicing dengan tatapan penuh tanda tanya. "Hal penting apa yang ingin Papa umumkan di depan semua orang?" tanyanya penasaran.

Sekar tersenyum manis sambil mengusap lembut pundak calon menantunya. "Nanti juga kamu akan tahu. Ayo, kita mulai dulu pestanya!"

.

.

.

Rencana Pernikahan

Acara inti telah selesai digelar. Kini saatnya Fahmi, selaku ayah dari Tsamara mengumumkan berita penting di hadapan semua orang. Pria paruh baya itu berdiri dengan gagah berani di atas panggung sambil menatap satu per satu anggota keluarga serta sang sahabat secara bergantian. Meskipun usia mendekati kepala lima, tetapi ayah dua orang anak masih terlihat tampak begitu bugar dan sehat.

Senyum mengembang di wajah saat netranya melihat betapa bahagianya Tsamara berada di dekat Bimantara. Sebagai orang tua tentu saja ia ingin anak-anaknya bahagia, hidup bersama orang tercinta.

"Selamat malam semua. Terima kasih aku ucapkan atas kesediaan kalian karena bersedia hadir dalam acara pesta ulang tahun putri tercintaku. Malam ini, selain menggelar pesta ulang tahun yang ke 24 tahun, aku pun ingin mengumumkan berita penting terkait pernikahan Tsamara dan Bimantara. Tepatnya satu bulan dari sekarang, pernikahan mereka akan digelar dan disiarkan oleh berbagai stasiun televisi di tanah air," ucap Fahmi dengan suara lantang dan tegas.

Suara riuh tepuk tangan terdengar memenuhi penjuru ruangan ballroom hotel kala mendengar ucapan Fahmi. Wajah Tsamara semakin sumringah disertai kedua sudut bibir yang tertarik ke atas hingga membentuk lengkungan seperti sebuah busur panah. Membayangkan dirinya dan Bimantara duduk bersanding di pelaminan membuat hati berbunga-bunga. Akan tetapi, tidak bagi Bimantara. Lengan pria itu mengepal sempurna sambil mengeraskan rahang hingga menonjol keluar.

Lantas, Bimantara menghempaskan tangan Tsamara dengan kasar sambil berucap, "Aku harus pergi. Masih ada urusan penting yang segera diselesaikan." Tanpa menunggu jawaban, ia bergegas turun dari panggung dan melangkah setengah berlari meninggalkan ballroom hotel.

Sikap Bimantara sontak membuat seluruh keluarga serta para tamu undangan memandang aneh ke arahnya. Tak mengerti kenapa pria itu berlalu begitu saja padahal acara belum juga usai.

Menaikkan gaun indah berwarna merah jambu dengan dihiasi oleh bulu-bulu yang membentuk sosok angsa hingga terangkat sebatas mata kaki. Tsamara berlari menyusul Bimantara. Ia tak memedulikan tatapan aneh yang ditujukan kepadanya.

"Kak Bima, tunggu! Kak, jangan pergi dulu!" teriak Tsamara sambil mengulurkan tangan ke depan, mencoba meraih lengan tunangannya. Namun, Bimantara terus melangkah dengan langkah panjang menuju lorong sepi.

Tsamara tidak menyerah begitu saja, ia terus berlari hingga mereka berada di sebuah tempat yang cukup sepi tanpa ada wartawan serta kilatan cahaya kamera menerpa wajah. Tampaknya usaha gadis itu tidak sia-sia, tangannya yang lembut berhasil melingkar di lengan sang calon suami.

"Kak Bima, sebenarnya apa yang terjadi kepadamu. Kenapa Kakak meninggalkan pesta begitu saja? Bukankah acara pesta masih belum usai?" ucap Tsamara dengan napas tersengal. Tubuh gadis itu sedikit membungkuk. Sebelah tangan menyentuh dadanya yang terasa sesak sedangkan sebelahnya lagi terus melingkar di lengan Bimantara.

Bimantara kembali menepis tangan Tsamara yang tak pernah sekali pun menyentuh peralatan masak ataupun alat-alat kebersihan rumah tangga sehingga tidak heran kalau permukaan tangan gadis itu terasa lembut selembut sutra.

"Kenapa Papa-mu mengumumkan bahwa satu bulan lagi kita menikah? Aku sudah pernah bilang kepadamu kalau aku belum siap menikah!" bentak Bimantara sambil menghunuskan tatapan tajam ke arah Tsamara.

Tsamara membeku melihat amarah Bimantara. Sejak dulu ia tahu bahwa pria itu memang belum siap membawa hubungan tersebut ke jenjang yang lebih serius lagi. Namun, mau sampai kapan hubungan di antara mereka menggantung tanpa ada kepastian yang jelas. Usia mereka pun sudah matang untuk berumah tangga. Lantas, apa lagi yang perlu ditunggu bila keduanya sudah sama-sama siap dalam segala hal.

"Kak, aku benar-benar tidak tahu kalau Papa telah merencanakan pernikahan kita. Sungguh," ucap Tsamara pelan. Gadis cantik bermata almond mengatakan yang sebenarnya. Ia tak berdusta sama sekali. "Selama ini aku sibuk dengan studiku sehingga tak mengetahui apa yang direncanakan oleh Papa. Terlebih, bukankah urusan pertunangan dan pernikahan kita diatur oleh Om Irawan juga?"

Bimantara mendengkus kesal. Berhadapan dengan Tsamara semakin membuat tubuhnya terasa dibakar hidup-hidup. Lantas, ia membalikan badan dan tersenyum sinis sambil menatap keindahan langit di malam hari.

Gemerlap bintang dan cahaya rembulan di atas sana memberikan kedamaian bagi siapa saja yang melihatnya. Namun, untuk malam ini, Bimantara tak merasakan kedamaian itu, sebab suasana hati sedang kacau akibat berita pernikahan yang diumumkan secara sepihak tanpa meminta pendapatnya terlebih dulu.

"Seharusnya kamu menolak saat Papa-mu mengumumkan berita pernikahan kita, Tsa, bukan malah diam dan menuruti keinginan orang tuamu. Kamu itu bukan lagi anak kecil yang bisa diatur sesuka hati oleh Papa dan Mama-mu." Kepala Bimantara terangkat ke atas seraya memejamkan mata sejenak. "Kamu itu sudah dewasa, harusnya sudah bisa mengambil keputusan sendiri dan tidak lagi diatur oleh Om dan Tante layaknya sebuah boneka. Kamu manusia, punya hati dan perasaan!" sindirnya sarkas.

Mata Tsamara berkaca-kaca. Nada bicara Bimantara seolah menyiratkan kebencian yang mendalam kepadanya. Ia ayunkan kaki jenjang mendekati sang lelaki hingga menimbulkan suara gema di sekitar. "Kak, aku menuruti semua keinginan Papa dan Mama, karena aku mencintaimu. Sejak kecil hingga sekarang tak ada satu pria pun yang kucintai selain kamu. Jadi, ketika orang tua kita menetapkan rencana pernikahan, aku langsung setuju karena itulah yang kuinginkan selama ini. Menjadi Nyonya Bimantara, mengandung serta melahirkan buah cinta kita merupakan impian terbesar dalam hidupku."

Bimantara mendengkus kesal sembari mengalihkan pandangan ke arah lain. "Cinta, katamu? Omong kosong! Mana mungkin kamu mencintaiku, Tsa. Kamu itu cuma terobsesi untuk memilikiku, bukan karena tulus mencintaiku."

Tsamara menggeleng kepala cepat. "Kak Bima, aku benar-benar mencintaimu. Sungguh. Selama ini, apakah kamu tidak menyadari bagaimana perasaanku terhadapmu?"

Sang CEO tersenyum sinis, lalu berkata, "Sejak awal yang menginginkan perjodohan ini adalah kamu. Seandainya dulu kamu menolak, mungkin saat ini aku sudah terbebas darimu!" Pria itu kemudian membenarkan jas yang menutupi tubuhnya yang kekar, lalu meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah samping.

Tsamara menatap kepergian calon suaminya dengan perasaan hancur. Air mata terus mengalir, membasahi pipi. Kalau ditanya apakah dia lelah karena mendapat perlakuan kasar dari pria yang dicintainya? Jawabannya adalah ... iya! Namun, ia tidak bisa melepaskan Bimantara begitu saja.

Rasa cinta yang dimiliki oleh dokter cantik itu seluas samudera dan setinggi gunung Himalaya sehingga tidak ada yang bisa menandinginya. Wanita itu sudah terlanjur mencintai calon suaminya sejak pandangan pertama. Dia telah terperangkap akan pesona yang dimiliki oleh seorang Bimantara Danendra. Lelaki pertama yang mengusut buliran air mata ketika ia menangis akibat dijaili teman sekolahnya.

.

.

.

Pertemuan Pertama

Hati Tsamara terasa dikoyak usai berbicara dengan Abimana. Sosok lelaki yang dicintainya sepenuh hati secara terang-terangan ingin terbebas dari belenggu cinta si gadis cantik jelita.

Tsamara merasakan dadanya terasa sesak bagai dihimpit bangkohan batu besar. Udara di sekitar seakan tak mampu memenuhi pasokan oksigen di dalam paru-paru. Tidak tahan rasanya, ia memilih meninggalkan tempat tersebut menuju sebuah taman yang berada di samping bangunan megah berlantai delapan belas.

Gedung pencakar langit dengan segala macam fasilitas yang ada merupakan hotel milik kedua orang tua Tsamara sehingga ia tak perlu khawatir tersesat. Sejak remaja sudah sering berkunjung, menemani papa dan mama-nya melakukan sidak dadakan guna mengawasi kinerja para pekerja.

Duduk di sebuah kursi taman di depan air mancur. Pandangan mata menatap lurus pada sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Mereka tampak bahagia, saling mencintai dan mengasihi. Tanpa sadar, linangan air mata kembali menetes membasahi kedua pipi.

"Kenapa kamu tega berbicara seperti itu kepadaku? Apakah selama ini aku memang tidak mempunyai arti apa-apa dalam hidupmu?" Butiran kristal itu kembali mengalir tanpa tahu kapan akan berhenti. Sekuat tenaga menahan, tetapi semakin deras mengalir.

"Aku cuma ingin hidup bahagia bersamamu. Membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Apakah itu salah? Aku--" Kalimat itu tak sanggup Tsamara ucapkan. Suara tercekat di udara.

"Tentu saja tidak! Impianmu membangun keluarga samawa merupakan cita-cita mulia bagi seseorang yang hendak menikah," celetuk seseorang. Suara bariton seorang pria asing membuat Tsamara terlonjak dari tempatnya duduk saat ini. Dengan gerakan cepat, ia menyeka sisa bulir kristal yang ada di sudut mata.

Setelah memastikan tidak ada lagi butiran bening yang tersisa, Tsamara membalikan badan menoleh ke sumber suara. "Siapa kamu? Lalu, mau apa kamu ke sini?" tanyanya dengan suara parau.

Seorang pria tampan berwajah oriental berdiri gagah dengan tatapan mata teduh. Alis melengkung indah di atas sepasang mata sipit yang tajam dan memikat. Hidung mancung, tampak serasi dengan segaris bibir tipis yang begitu menggoda. Saat ia tersenyum maka akan terlihat lesung pipi di kedua sudut bibir.

"Aku? Sedang apa di sini? Tentu saja menginap. Memangnya, kamu pikir kedatanganku ke sini mau apa, hem?" jawab pria itu, kemudian dia duduk di sebelah Tsamara. Pandangan mata mengamati sekeliling, lalu kembali menatap gadis di sebelahnya. Memperhatikan penampilan dokter muda yang baru saja wisuda dari fakultas kedokteran ternama di tanah air. "Kamu sendiri sedang apa di sini? Lalu, kenapa mengenakan gaun model ini? Tidak takut masuk angin?"

Diberondong berbagai pertanyaan membuat Tsamara kebingungan. Tak tahu harus menjawab pertanyaan yang mana dulu.

Menarik napas dalam, lalu mengembuskan secara perlahan. "Aku sedang ada acara pesta ulang tahun di sini. Itulah kenapa mengenakan gaun seperti ini," jawabnya singkat.

Desiran angin malam kencang berembus. Menjadikan Tsamara kedinginan karena dia mengenakan gaun model off shoulder. Ia memeluk dirinya sendiri sambil sesekali menggosok pundak.

Pria asing melihat itu semua. Sadar bahwa gadis di sebelahnya sedang kedinginan. Tanpa pikir panjang, ia melepaskan jaket bomber yang sedang dipakai kemudian memutar posisi hingga tubuhnya menyamping ke sisi kanan.

"Pakai jaketku ini. Jangan sampai kamu masuk angin. Udara malam kurang baik bagi kesehatan. Selain itu, akan mengundang hawa napsu bagi para lelaki yang tanpa sengaja berpapasan denganmu." Langsung melingkarkan jaket berwarna hitam di pundak Tsamara. Menutupi bagian bahu putih mulus tanpa cela sedikit pun.

Kedua wajah mereka saling berdekatan hingga embusan napas hangat terasa, menerpa pipi masing-masing. Aroma parfum citrus beradu dengan aroma parfum red musk milik Tsamara, menyeruak menggelitik indera penciuman.

"Nona Tsamara!" seru seorang pegawai hotel yang tak lain adalah Laksmi--general manager hotel. Wanita berusia tiga puluh tahun merupakan orang kepercayaan Fahmi untuk mengurusi semua hal yang berkaitan dengan urusan hotel.

Pria asing itu tersadar dari sesuatu yang seharusnya tidak ia pandangi terlalu lama. Kemudian, ia menegakkan tubuhnya seketika, berdehem guna mengembalikan kembali kesadarannya. Sementara Tsamara hanya mengerjapkan mata sambil menoleh ke belakang.

"Maaf, Nona. Pak Fahmi meminta saya membawa Anda kembali masuk ke dalam ballroom. Nona sudah terlalu lama meninggalkan ruangan," tutur Laksmi memberi tahu kenapa dia ada di taman hotel.

Hotel yang dibangun oleh keluarga Tsamara dilengkapi kamera pengintai (CCTV) di mana-mana. Setiap sudut dilengkapi perangkat cangih tersebut sehingga tidak heran kalau keberadaan anak sulung Fahmi segera diketahui hanya bermodalkan rekaman saja.

Tsamara menatap Laksmi yang sedang memandanginya dengan sorot penuh kecemasan. Terlihat jelas dari wajahnya yang pucat pasi bagaikan mayat.

"Euh .... Ya. Baik, aku akan segera kembali. Mbak Laksmi duluan saja, nanti aku menyusul!" ucap Tsamara sambil melirik pria asing di sebelahnya yang sedang meletakkan kedua tangan di belakang kepala. Pandangan mata menatap indahnya langit di malam hari.

"Maaf, Nona. Tetapi Pak Fahmi meminta saya membawa Nona segera. Jika tidak ... maka jabatan saya dicabut oleh beliau."

Sontak, pria asing di sebelah Tsamara menghentikan alunan melodi merdua bersumber dari suara siulan kala mendengar jawaban Laksmi. Berpikir, bahwa gadis di sebelahnya bukanlah orang biasa. Terbukti dari pengakuan sang general manager mengungkit soal jabatan. Kalau buka orang kaya tidak mungkin pegawai hotel tersebut ketakutan setengah mati.

Tsamara hanya menghela napas pasrah. Jika papanya sudah mengatakan bahwa harus pergi sekarang, maka ia tidak bisa menentangnya. Tsamara hanya bisa bangkit dari kursi sambil memegangi jaket bomber milik pria asing.

"Baiklah, aku akan menemui Papa sekarang." Tsamara menatap pria asing di sebelahnya. Ia hendak melepaskan jaket yang dipinjamkan oleh pria asing di sebelahnya. Namun, pria asing itu telah lebih dulu membuka suara.

"Bawa saja jaketku, Nona. Kamu masih membutuhkannya sampai dirimu tiba di ballroom," cetus pria itu seakan mengerti gerak gerik Tsamara.

"Tapi ... bagaimana aku mengembalikannya?"

Pria asing itu terkekeh pelan dan menatap Tsamara. Ada perasaan aneh menelusup ke relung hati yang terdalam saat bersitatap dengan pemilik mata indah nan jernih. "Kalau Tuhan memang menjodohkan kita berdua, maka saat itulah kamu bisa mengembalikannya. Namun, jika tidak, anggap saja kenang-kenangan dari seorang pengembara yang tak tentu arah."

Tsamara mengangguk pasrah. Semakin memegang erat jaket beraroma citrus yang tertinggal di sana, lalu ia kembali berkata, "Baiklah. Jika itu maumu. Aku akan menyimpan jaket ini hingga bertemu denganmu lagi." Melangkah maju mendekati Laksmi. Akan tetapi, baru lima langkah, ia berhenti dan membalikan badan. "Terima kasih karena kamu sudah baik kepadaku. Suatu saat nanti, aku pasti membalasnya." Usai mengucapkan kalimat terakhir, gadis itu kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan pria asing itu sendirian.

"Tsamara. Nama yang cantik sama seperti orangnya," gumam pria asing itu lirih sambil menatap lagi keindahan ciptaan Tuhan di atas sana.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!