Pagi-pagi sekali, Laras tampak sudah bangun dari tidurnya, saat di mana seluruh penghuni rumah belum ada yang terjaga, Laras seperti biasa sudah mulai sibuk berbenah rumah mertuanya,
Dari mencuci piring, mencuci baju, lalu memasak sarapan, setelah itu menyapu dan mengepel,
Semua pekerjaan itu belum termasuk ia juga harus merawat bunga-bunga milik mertuanya yang banyak tumbuh di halaman rumah,
Sebelum kemudian ia pergi mengantar sekolah Angga, anak semata wayangnya yang masih duduk di taman kanak-kanak,
Jam di dinding dapur kini baru menunjukkan angka empat dini hari, manakala Laras sudah selesai cuci piring,
Laras kemudian berjalan ke arah ruangan sebelah kamar mandi di mana di sana ada mesin cuci, tampak ia mengisi air di mesin cuci yang sudah mulai penuh baju kotor penghuni rumah,
Tak lupa dimasukkannya detergen di sana, Laras sungguh melakukannya dengan baik,
Ya, tentu saja, sejak menikah dengan Yoga, suaminya, Laras yang semula di rumah apa-apa selalu terima beres dikerjakan Ibunya, kini tiba-tiba memang akhirnya belajar melakukan semuanya sendiri,
Bahkan, yang tadinya ia tak bisa masak pun, sekarang Laras sudah mulai bisa memasak dengan baik dan rasanya juga enak,
Laras berjalan lagi menuju kulkas setelah air di mesin cuci cukup terisi, membiarkan baju-baju kotor itu terendam,
Laras membuka kulkas, dilihatnya beberapa bahan masakan sudah berkurang banyak, dan jika sudah seperti ini, Laras seperti biasa langsung merasa galau,
Bagaimana tidak, saat ini ia menumpang hidup di rumah mertua, sedangkan dirinya menganggur, pun juga suaminya,
Semua kebutuhan untuk makan, bahkan sekolah anak semua bisa dibilang ditanggung sang mertua,
Jika bahan masakan habis, Laras yang harus cepat bicara pada Ibu mertuanya, tapi untuk Laras itu sungguh membuatnya malu,
Andai suaminya sudah bekerja, atau dirinya juga bekerja, pasti saat bahan masakan habis, atau sabun untuk mencuci habis, atau keperluan rumah lainnya habis, ia tak perlu meminta pada mertua,
Sayangnya, keadaan sejak dua tahun terakhir rasanya begitu sulit,
Karena setelah Laras resign usai melahirkan, tiga tahun setelahnya Yoga malah ikut resign dari tempat ia bekerja,
Sempat Laras menentang keinginan Yoga keluar dari pekerjaannya hanya karena sering merasa diperlakukan kurang adil oleh atasan,
Tapi, berhubung Yoga bilang jika ia akan langsung mendapatkan ganti pekerjaan, maka Laras pun terpaksa setuju saja,
Laras menghela nafas, ia menatap nanar telur di kulkas yang hanya tinggal dua butir saja, dan beberapa lebihan sayur mentah yang mungkin akan ia tumis saja,
Perempuan muda berusia dua puluh tujuh tahunan itu lantas mengambil bahan-bahan masakan yang akan ia olah untuk sarapan hari ini, dibawanya bahan-bahan itu ke dapur,
Bersamaan dengan itu, terdengar suara Angga, menangis di kamar memanggil Mamanya,
"Mama... Mama..."
Mendengar sang anak menangis, Laras pun cepat membawa langkahnya menuju kamarnya yang berada di lantai atas,
Angga biasanya jika menangis akan semakin lama semakin keras, dan itu bisa membuat Laras dan Yoga ribut, pun juga mertuanya, yang pada dasarnya kurang sayang pada Angga, pasti akan langsung ribut pula kalau Angga menangis,
Laras tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar, dan tampak Angga sedang menangis di atas tempat tidur, di sebelahnya Yoga, sang Ayah seolah tak peduli, ia tetap tidur lelap sambil mendengkur,
Laras masuk kamar dan langsung mendekati Angga, menggendongnya sambil mengusap kepalanya agar sang anak berhenti menangis,
"Kenapa nangis? Kan sudah Mama bilang, Kalau bangun jangan nangis, kenapa harus nangis?"
Kata Laras seraya mengusap air mata Angga dan menggendong Angga keluar dari kamar,
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ada apa sih? Jam segini udah berisik,"
Ibu mertua Laras tampak keluar dari kamarnya yang letaknya tak jauh dari kamar Laras,
Laras yang juga baru keluar dari kamarnya sendiri sambil menggendong Angga tampak memeluk sang anak,
Perempuan itu tentu saja tidak ingin Angga anaknya akan terpengaruh dengan kata-kata ibu mertuanya yang seringkali begitu pedas hingga terkesan tidak peduli dengan perasaan orang yang diajak bicara, sekalipun itu anak kecil,
"Tiap bangun nangis, mau makan nangis, apa-apa nangis,"
Tambah ibu mertua Laras lagi,
"Mungkin tadi cari Laras sudah tidak ada Bu,"
Ujar Laras berusaha menggunakan bahasa dan intonasi yang sehalus mungkin untuk menghindari keributan di pagi hari,
Ibu mertua Laras kemudian terlihat menggelengkan kepalanya,
"Berapa kali kan Ibu bilang, makanya kalau punya anak cowok jangan dibiasakan manja, sedikit-sedikit Mama, sedikit-sedikit Mama... Di sekolah juga apa-apa cari Mama, akhirnya apa itu kan? cengeng, nangisan, gimana nanti kalau begitu terus, masa anak cowok modelnya begitu,"
Kata Ibu mertua Laras pula, yang pastinya, kata-kata itu begitu menusuk di dada Laras,
Dan jika sudah seperti ini, Laras pun hanya bisa sekuat tenaga mencoba bersabar, dan tak perlu lagi menyahut kata-kata ibu mertuanya,
Lalu, tampak Ibu mertuanya berjalan meninggalkan Laras untuk menuju kamar mandi di lantai dua seraya bicara seperti bergumam namun tetap bisa Laras dengar,
"Memang orang-orang pinggiran tidak bisa mendidik anak, makanya mereka jarang sukses,"
Laras yang masih bisa mendengar suara Ibu mertuanya sebetulnya nyaris tak kuat lagi untuk diam,
Namun, menyadari Angga ada dalam gendongannya, Laras pun akhirnya lebih memilih diam saja, karena enggan nantinya sang mertua akan semakin panjang bicara,
Tampak Laras akhirnya berjalan saja kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan,
Setelah itu ia akan memandikan Angga, lalu menemaninya sarapan sebelum kemudian ia pergi mengantar Angga sekolah,
Dan, bukan hanya mengantar Angga sekolah, tapi Laras juga ingin pergi ke tempat seorang temannya, yang siapa tahu nantinya ia bisa ikut bekerja di sana,
Laras juga berharap, nantinya jika ia sudah bekerja, ia ingin sekali mengumpulkan uang untuk mengontrak sendiri,
Bisa hidup terpisah dari mertuanya, pun juga tak perlu ikut orangtuanya,
Laras pastinya tak bisa lupa sama sekali, jika dirinya dulu menikah dengan Yoga tak mendapatkan restu dari kedua orangtua Yoga dan juga dari orangtua kandungnya,
Masing-masing dari mereka pastinya memiliki alasan sendiri hingga tak menyukai calon menantu mereka,
Meskipun, alasan dua besan itu tidaklah sama, namun tetap saja hal itu membuat rumah tangga Laras memang jadi terasa pincang,
"Mereka pikir mereka itu siapa? Hanya mantan camat saja gayanya macam mantan sultan,"
Kata Ayahnya Laras saat Yoga dan keluarga datang menemui Ayahnya Laras guna melamar Laras,
Hari yang di mana seharusnya adalah hari yang paling membahagiakan bagi perempuan manapun, jika saja semuanya berjalan dengan lancar,
Sayangnya, Yoga dan keluarganya datang ke rumah Laras dalam kondisi yang nyaris tak membawa apapun selain cincin, benar-benar hanya cincin yang itupun tak sampai lebih dari dua gram, yang hal itu membuat Ayah dan Ibu Laras begitu kesal karena merasa Yoga dan keluarganya tidak punya niat menghargai Laras dan keluarganya.
...****************...
"Bukan masalah kita mengharapkan pemberian yang banyak, kita merasa mereka pada dasarnya niatnya menghina kita Laras, merendahkan seolah kita bukan level mereka,"
Kata Ayah saat Laras mencoba memberikan pembelaan akan Yoga dan keluarganya, di mana Laras berusaha menjelaskan pada kedua orangtuanya, jika ia sama sekali tak mempersoalkan pemberian Yoga yang hanya berupa cincin tak lebih dari dua gram saja,
"Ini bukan karena kami matrealistis Laras, bahkan jika Ibu boleh jujur, dari dulu Ibu sudah bilang kalau Ibu lebih setuju kamu menikah dengan Rozak, selain dia baik, dia juga selalu menjaga sopan santun, meskipun dia hanya seorang bakul buah di pasar, tapi Ibu benar-benar lebih senang jika saja kamu memilihnya sebagai suami,"
Kata Ibu menambahkan,
Tampak Ibunya Laras yang duduk di samping Ayah menatap Laras yang kini duduk di seberangnya sambil tertunduk,
"Laras dan Mas Rozak sudah memutuskan untuk tidak lagi bersama Ibu, kan Laras sudah jelaskan jauh sebelum Laras dengan Mas Yoga,"
"Kamu dan Yoga baru jalan tiga bulan, tapi sudah langsung mau menikah, padahal Ayah dan Ibu belum terlalu mengenalnya,"
Ayah bicara lagi,
"Laras tidak ingin terlalu lama berpacaran Ayah,"
"Kalau tidak ingin pacaran, jangan pacaran, bukan tidak mau pacaran malah menikah dengan orang yang belum jelas,"
Kata Ayah kesal,
"Tapi Ayah, Laras sudah kenal Mas Yoga lama, dia senior Laras di kampus, pendidikan Mas Yoga tinggi Yah, keluarganya juga bukan keluarga sembarangan, hampir semuanya adalah pegawai, bagaimana bisa Ayah dan Ibu mengatakan mereka tidak jelas?"
Laras terus bersikeras membela Yoga,
Ayah yang sudah kehilangan kata-kata karena saking kesalnya, akhirnya lebih memilih berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja,
Meskipun, saat akan pergi, Ayah sempat mengatakan pada Laras agar kelak jangan menangis jika nantinya menyesali keputusannya,
Ibu menghela nafas menatap putri bungsunya, tak kuasa ia menahan air mata karena kecewa di dalam dadanya,
"Ibu juga tak mau banyak bicara lagi Laras, tapi yang jelas, Ibu hanya mengingatkan, jika menikah bukanlah sesuatu yang bisa dianggap main-main, di dalam pernikahan juga akan banyak sekali ujian dan masalah, kamu butuh orang yang bukan hanya sekedar sekolahnya tinggi, atau anak keluarga terhormat, dan Ibu rasa, yang matrealistis di sini pada akhirnya adalah kamu, bukan kami, Ayah dan Ibu,"
Ujar Ibu yang juga lantas ikut berdiri seperti Ayah,
"Kelak kamu akan ingat hari ini duduk bersama Ayah dan Ibu,"
Kata Ibu lagi,
Dan...
Laras mengusap air matanya yang tiba-tiba terasa meleleh di pipinya,
Sudah sekian kali jika ia baru saja merasa sakit hati atas perlakuan maupun kata-kata Ibu mertuanya, Laras akan ingat momen di mana ia baru saja menerima lamaran Yoga,
Sesak terasa dada Laras jika sudah begini, seolah jantung dan paru-parunya terhimpit,
Angga yang kini Laras suruh duduk di kursi meja dapur tampak menatap Mamanya dari belakang, di mana tubuh kecil Mamanya tampak berguncang,
Ya, Laras berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya kemudian, ia tentu tak boleh terlihat lemah dan lelah di depan buah hatinya,
Ia harus kuat sebagai Mama, dia harus terlihat selalu hebat, agar anak percaya ia bisa selalu aman dan juga nyaman selagi ada Mama di sampingnya,
Tapi...
Siapa yang bisa baik-baik saja dalam situasi dan kondisi Laras yang seperti ini?
Tentu saja tidak semua perempuan bisa, bahkan mungkin tidak ada yang bisa baik-baik saja.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!