Prang!
Prang!
Prang!
Seorang wanita bertubuh tambun sedang mengamuk. Panci, wajah, sutil dan sejenis peralatan dapur dibuang ke lantai hingga menimbulkan kebisingan.
"Aska!!!"
"Aska!!!"
"Aska!!!"
Wanita itu berteriak memanggil seorang pria muda yang masih tertidur lelap. Ia lalu mengambil air di gayung dan masuk ke dalam kamar dan...
Byur!
Wanita itu sengaja menyiramkan ke arah pemuda tadi. Pemuda itu terbangun lalu menatap sang ibu berwajah muram.
"Ibu,'' pekik pemuda itu.
"Ini jam berapa!" teriaknya dengan kencang.
"Maaf bu. Tubuhku sangat sakit sekali,'' ucap pemuda itu dengan lemah.
Sang ibu menjadi murka dengan wajah durjana. Wanita itu akhirnya mengambil kayu rotan dan memukulkannya ke pemuda itu.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Mau tidak mau pemuda itu beranjak dari tidurnya. Pemuda itu masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Pemuda itu adalah Aska Wicaksono usia dua puluh tiga tahun. Parasnya sangat tampan, memiliki wajah orang luar dan rambutnya coklat tembaga. Aska tidak mengerti kenapa dirinya memiliki wajah orang luar. Sedangkan Aska sudah menyelidiki ayah dan ibunya adalah asli orang Indonesia. Aska berpikir kalau dirinya tidak mungkin tertukar oleh orang lain.
Selesai membersihkan tubuhnya, Aska keluar dari kamar mandi. Walau merasakan tubuhnya perih Aska hanya bisa diam. Jika Aska mengeluh tentang luka di tubuh itu sangat percuma sekali.
Aska pergi ke dapur dan melihat seluruh alat dapur berantakan. Jangankan alat dapur, dapurnya saja sedang berantakan seperti kapal pecah. Aska segera membersihkan dapur itu dengan cepat. Selesai membersihkan dapur, Aska tidak menemukan kopi dan gula. Matanya beralih ke arah meja makan. Aska melihat tudung saji dan membukanya. Ia tidak sengaja menemukan secarik kertas dan membacanya dalam hati, "Kalau pengen sarapan pagi-pagi, kerja!"
Aska hanya menghembuskan nafasnya secara kasar. Semalam dirinya sudah mendapatkan upah dari Pak Broto juragan buah di kampungnya. Upah yang didapatkan lumayan bisa menyambung hidup selama dua Minggu. Namun sang ibu menghamburkan uang itu untuk membeli barang-barang tidak terpakai.
Dengan terpaksa Aska pergi ke kebun milik Pak Broto tanpa sarapan. Sepanjang perjalanan Aska bertegur sapa dengan para tetangga. Aska termasuk pria ramah dan murah senyum. Beda dengan sang ibu, jika sang ibu bertemu dengan tetangga di sekitarnya. Sang ibu sering memasang wajah muram dan masam.
Sesampainya di kebun Pak Broto, Aska dipanggil oleh Bu Siti istri dari juragan buah. Aska bergegas mendekatinya sambil bertanya, "Iya Bu, ada apa?"
"Kamu pasti belum sarapan. Lebih baik kamu sarapan dulu. Setelah ini bantu Pak Ahmad mengirimkan buah ke Pasar Induk Cibitung,'' jawab Bu Siti memberi perintah.
"Baiklah Bu,'' balas Aska.
Aska pergi ke pendopo di tengah kebun. Di sana Aska melihat Pak Ahmad dan Pak Broto sedang menikmati sarapan. Melihat kedatangan Aska, Pak Broto mengangkat kepalanya sambil menyapa, "Aska.''
"Iya pak,'' sahut Asia yang tidak enak hati.
"Kemarilah... Kita sarapan bersama!" ajak Pak Broto.
Aska mendekati pendopo itu dan duduk di samping Pak Ahmad. Pak Broto menyuruhnya mengambil sarapan. Sementara Aska mengambil nasi dan lauk. Aska akhirnya mengisi perutnya sebelum bekerja.
"Ka," panggil Pak Ahmad.
"Iya pak,'' sahut Aska.
"Habis gajian kok muram begitu,'' celetuk Pak Ahmad.
"Gajian tidak gajian sama saja pak. Hidupku tidak semenarik ini,'' ucap Aska yang melahap makanannya.
Mereka paham apa yang terjadi dengan Aska. Selama ini ibunya tidak memperlakukan dengan baik. sebagai juragannya Aska, Pak Broto hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa sang ibu memperlakukan putranya tidak layak. Masalah ini sudah menjadi konsumsi masyarakat desa. Seluruh masyarakat pun tahu dengan watak sang ibu.
"Aska, bolehkah aku bertanya sesuatu sama kamu?" tanya Pak Broto yang menyelesaikan makannya.
"Boleh saja pak,'' jawab Aska dengan ramah.
"Aku lihat kamu enggak mirip dengan ibumu dan almarhum bapakmu. Aku sering memandang wajahmu yang mirip ke orang bule,'' ucap Pak Broto yang meminum air.
"Itu yang menjadi pertanyaan di dalam benak saya pak. Jujur saja saya sedang mencari jawabannya ini. Aku sudah memeriksa seluruh foto yang dimiliki ibu ternyata enggak ada yang mirip sekali. Disinilah aku bertanya-tanya dalam hati, aku anak siapa jika tidak mirip mereka?" ujar Aska.
Aska sering mencurahka hatinya ke juragannya itu. Aska sangat nyaman dan menganggap Pak Broto ayahnya. Untung saja Pak Broto orangnya sangat baik sekali dan mengerti keluh kesah Aska dan para pegawainya tersebut.
"Semua orang menebak kalau kamu bukan anaknya ibumu. Keturunan ibumu dan bapakmu itu asli pribumi. Sepertinya kamu harus mencari jati dirimu sesungguhnya,'' saran Pak Broto untuk Aska.
"Aku juga setuju. Sepertinya kamu harus mencarinya dan menemukan semua jawaban pertanyaan itu,'' sahut Pak Ahmad.
"Itu benar pak. Aku sedang mencari semua jawaban. Sepertinya ada yang mengganjal di dalam hatiku. Jika ibuku bukan ibuku, lalu siapa ibu kandungku? Kenapa ibu sangat kejam sekali dan memperlakukanku seperti anak tiri?" tanya Aska yang sudah tidak kuat menahan kesedihannya.
Mereka terdiam dan saling memandang. Mereka membenarkan semua pertanyaan Aska. Jika Aska anak kandungnya, maka Ibu Minah sangat menyayanginya. Akan tetapi ini kebalikannya. Aska sering diperlakukan sebagai hewan. Makian demi makian selalu dilontarkan oleh ibunya itu. Pak Broto pun terdiam sambil memikirkan solusi yang baik buat Aska.
"Apakah kamu betah tinggal di rumah?" tanya Pak Broto.
"Betah enggak betah dibetah-betahin pak. Jika saya keluar dari rumah itu, bagaimana saya akan tinggal? Di sini tidak seperti di kota. Masyarakat di sini jarang ada yang mau mengkontrakkan rumahnya. Kalaupun ada tempatnya jauh dari perkebunan Pak Broto,'' ungkap Asia dengan jujur.
"Kalau begitu kamu boleh tinggal di mes. Kamu bisa hidup disana dengan damai. Jika disana, kamu bisa menjalani hidup normal. Kamu bisa mendapatkan makan tiga kali," jelas Pak Broto sambil menjelaskan fasilitas di dalam mes.
"Bagaimana dengan ibu jika aku ikut dengan bapak?" tanya Aska yang sedang menimbang-nimbang penawaran Pak Broto.
Pria paruh baya itu paham dengan apa yang dirasakan Aska. Jika Aska pergi kemungkinan besar ibunya bertambah masam. Wanita tambun itupun akan mencari cara agar bisa menemukan Asia. Disisi lain Aska sudah menjadi pria dewasa. Cepat atau lambat Aska akan menikah dan memiliki kehidupan sendiri. Aska harus memanage keuangannya dan mengaturnya. Tidak semua uang yang dimiliki olehnya diberikan oleh ibunya itu. Aska berhak memutuskan memberikan berapapun ke ibunya. Sisanya bisa ditabung untuk melamar seorang perempuan untuk dijadikan pendamping hidup.
"Kalau dipikir-pikir kamu harus memanage keuangan kamu. Cepat atau lambat kamu pasti menikah,'' usul Pak Ahmad.
Mendengar kata menikah Aska terkejut. Memang benar sih dengan usulan Pak Ahmad. Pria mana yang tidak mau membangun rumah tangga dan memiliki istri? Semua pria pasti mau dan ingin hidupnya teratur. Lalu bagaimana dengan Aska? Aska berdiam sejenak dan membayangkan dirinya.
"Gimana mau nikah pak? Kalau uang cepat habis begini. Jika aku menikah, apa yang harus aku lakukan? Bapak tahu sendiri kalau ibuku kejam,'' ujar Aska sambil membayangkan betapa beratnya kehidupannya.
"Solusi untuk kamu sekarang, apakah kamu mau tinggal di mes?" tanya Pak Broto.
Aska tidak tahu harus menjawab apa lagi. Karena dirinya tidak mendapatkan jawaban sepenuhnya. Namun Aska harus melakukan sesuatu agar dirinya terlepas dari jeratan sang ibu.
"Pikirkan dulu Aska! Aku tidak mau mempengaruhi kamu. Aku juga tidak mau kalau dirimu menjadi bulan-bulanan ibumu,'' saran Pak Broto.
"Baik pak,'' balas Aska.
Selesai mereka makan sambil mengobrol, Aska langsung bersiap untuk mengecek segala kesiapan. Aska sangat teliti ketika mulai mengecek satu-persatu barang yang akan di bawa ke Jakarta.
"Pak," panggil Aska ketika Pak Ahmad sedang mengobrol sama Pak Broto.
Pak Ahmad menoleh dan melambaikan tangannya agar Aska segera mendekat. Lalu Aska mendekat sambil menunggu Pak Broto selesai berbicara. Tak butuh waktu lama Pak Broto memberikan catatan ke Pak Ahmad dan sejumlah uang untuk jalan. Lalu Pak Ahmad mengajak Asia berangkat ke Jakarta.
Di dalam perjalanan menuju Jakarta, Aska duduk di samping Pak Ahmad. Aska sejenak melamun sambil memikirkan masa depannya. Ketika melamun Pak Ahmad mengajaknya berbicara walau sedang membawa mobil.
"Aska,'' panggil Pak Ahmad.
Aska tersentak kaget dan langsung membubarkan lamunannya. Aska melihat ke depan sambil menyahutinya, "Iya pak.''
"Bapak mau nyaranin sama kamu. Kamu itu sudah dewasa. Sudah waktunya kamu memilih jalan hidupmu. Uang yang kamu milikki jangan sepenuhnya diberikan ke ibumu. Jika kamu enggak punya pegangan sudah nantinya. Kamu pengen ini pengen itu tidak bisa. Bapak enggak mau memprovokasi keadaan. Kamu bisa memberikan uang itu sepantasnya. Sisanya buat pegangan kamu dan tabung. Kelak suatu hari nanti kamu bisa meminang seorang gadis untuk dijadikan pasangan hidup,'' ucap Pak Ahmad.
Aska paham akan hal itu. Sejak pembicaraan tadi bersama Pak Broto, Aska sangat gelisah memikirkan hal ini. Apakah dia harus menuruti saran dari mereka? Kalau Aska menuruti saran dari mereka untuk memberikan uang yang layak, maka sang ibu pasti mengamuk.
Sebenarnya Aska tidak mempersalahkan soal uang pribadinya yang diberikan ke ibunya. Akan tetapi akhir-akhir ini Aska curiga dengan sang ibu. Seperti tadi pagi, kenapa di dapur tidak ada kopi dan gula? Kalau soal itu Aska bisa memahaminya. Aska akan berpikiran positif.
Kedua Aska membuka tudung saji dan melihat secarik kertas yang bertuliskan kata-kata menyakitkan. Kenapa ada kata-kata seperti itu? Jika tidak ada nasi atau apa, Aska bisa memahaminya. Inilah yang membuat Aska menjadi bingung.
Sepanjang perjalanan menuju ke Jakarta, Aska melihat mobil-mobil mewah berkeliaran. Dalam benaknya, kapan aku seperti ini? Aska tersenyum sumringah di dalam hati sambil berkata, "Bolehkah aku memiliki mobil seperti ini? Jika boleh maka berikan aku mobil seperti itu satu saja. Oh ya... aku juga pengen rumah. Meskipun tidak mewah-mewah asalkan bisa dibuat tidur dan beristirahat.''
Aska meminta dua barang itu saja kepada Tuhan agar mendapatkan hidup yang layak. Aska tahu bagi dirinya itu tidak mungkin.
Ketika memasuki kota, Aska melihat sebuah gedung mewah. Aska sangat tertegun sambil menelan salivanya. Aska tidak habis pikir kalau itu gedung bisa berdiri dengan tegak. Padahal sebelumnya gedung itu terkena sebuah masalah pelik antara sang kontraktor dan sang pemilik lahan.
Pak Ahmad segera menghentikan mobilnya karena di depan ada lampu merah menyala. Pak Ahmad menatap Aska yang sedari tadi melihat keluar. tak sengaja Pak Ahmad memanggilnya, "Aska."
"Iya pak,'' sahut Aska yang menoleh ke arah Pak Ahmad.
"Kenapa kamu melihat gedung itu?' tanya Pak Ahmad.
"Beberapa tahun yang lalu gedung itu mangkrak lama ya pak. sekarang sudah berdiri tegak,'' jawab Aska.
"Dulu itu memang ada sengketa lahan dari pihak kontraktor dan sang punya lahan. Mereka sama-sama tidak mau menang satu sama lain di pengadilan. Akhirnya sang pemilik gedung itu datang jauh-jauh dari Perancis untuk memberikan uang yang layak untuk mengganti lahan tersebut. Dua tahun belakangan ini sang pemilik gedung memberhentikan sang kontraktor dengan menggantinya dengan yang baru karena ketahuan korupsi. Dan skandal lahan itu juga sang pemilik lahan dibuat geram olehnya. Ya akhirnya mereka membangun dari awal lagi,'' jelas Pak Ahmad yang mengetahui seluk beluk gedung itu.
"Bapak tahu seluk beluk gedung itu?' tanya Aska.
"Ya... bapak tahu semuanya karena berita ini menjadi besar,'' jawab Pak Ahmad dengan santai.
Aska tersenyum lega mendapatkan jawaban Pak Ahmad yang jelas. Entah kenapa Aska seolah-olah paham akan semua ini.
Aska tidak sengaja melihat namanya tertera di atas gedung itu. Aska hanya bisa menggelengkan kepalanya dan sepat dilihat oleh Pak Ahmad, "Kamu kenapa Aska?"
"Nama gedung itu adalah Aska Food International. Aku ingin tertawa saja saat sang pemilik gedung memberikan akan Aska sebagai nama perusahaannya,'' jawab Aska.
"Entahlah. Bapak tidak tahu dengan gedung itu,'' celetuk Pak Ahmad.
"Ketimbang memikirkan perusahaan itu aku harus mengejar cita-citaku. Jujur saja aku ingin kuliah mengambil S1 bisnis dan manajemen. tapi apakah aku sanggup membayarkan kuliahku sendiri?" tanya Aska yang ingin menggapai cita-citanya setinggi langit itu.
"Kamu bisa meraih itu jika kamu benar-benar ingin mewujudkan cita-citamu. Tetaplah semangat jangan pernah menyerah,'' ujar Pak Ahmad yang benar-benar tulus mendoakan Saka.
Di tempat lain seorang wanita paruh baya telah menyelesaikan meeting dengan para divisi. Wanita itu masuk ke dalam ruangannya sambil menghempaskan bokongnya di kursi kebesaran. Tak sengaja matanya tertuju ke sebuah bingkai kecil dan melihat foto seorang pria kecil yang mirip dengannya.
Wanita itu memegang foto itu dengan penuh kerinduan. Airmatanya mulai menetes dan dadanya terasa sesak. Sudah hampir dua puluh satu tahun ia kehilangan anak itu.
Selang beberapa detik berlalu, ada seorang pria memakai baju serba hitam datang. Pria itu mendekat sambil membungkukkan tubuhnya sambil berkata, "Selamat siang Nyonya Christina.''
Wanita itu segera mengambil tisu dan menghapus air matanya. Wanita itu segera berdiri sambil melipat kedua tangannya di dada sambil bertanya, "Apakah kamu sudah menemukan Aska putraku?"
"Ada nyonya,'' jawab pria itu.
"Dimana putraku berada?" tanya wanita itu.
"Ada di suatu tempat tepatnya di Karawang. Dia bekerja di pekerbunan buah,'' jawab pria itu.
"Lalu apakah kamu menemukan mantan suamiku?" tanya wanita itu lagi.
"Saya sudah menyebarkan pengawal untuk mencarinya di kampung itu. Namun kami tidak menemukannya. Menurut informasi yang saya dapatkan, mantan suami nyonya sudah meninggal karena sakit parah,'' jawab pria itu.
"Apa?" pekik wanita itu.
Sontak saja wanita itu terkejut karena berita kematian sang suami. Wanita itu menyuruh suruhannya pergi dari hadapannya.
Christina Hendricks seorang wanita paruh baya berusia 44 tahun. Dia adalah seorang pengusaha sukses di bidang makanan. Namun sayang kisah cintanya tragis karena kedatangan pelakor.
Akhirnya Christina memutuskan untuk pergi dari hidup sang suami. Namun ketika surat perceraiannya diurus, Christina ingin mengambil sang putra dari tangan suaminya. Akan tetapi sang suami tidak memberikannya melainkan dibawa kabur ke suatu daerah.
Sesampainya di pasar induk, Pak Ahmad memarkirkan mobilnya. Sebelum bongkar muat barang, Aska memeriksa kelengkapan surat jalan itu.
"Apakah sudah beres surat jalan itu dengan catatan kamu?" tanya Pak Ahmad yang melihat Aska mengecek kelengkapan surat itu.
"Sudah selesai pak," jawab Aska yang memberikan surat-surat penagihan.
Pak Ahmad akhirnya meraih surat itu sambil memeriksanya kembali, "Hanya salak dan jeruk saja."
"Iya pak. Permintaan pasar semakin melonjak untuk kedua buah itu," jawab Aska yang akhir-akhir ini didaulat untuk memantau perkembangan buah di masyarakat.
"Ya udah kalau begitu," sahut Pak Ahmad yang meninggalkan Aska sendirian.
Melihat kepergian Pak Ahmad, Aska beralih ke ke belakang. Aska naik ke atas mobil bak sambil memandang beberapa karung tersebut. Tanpa disadari Aska mulai melamun dan memikirkan masa depannya.
"Ada benarnya juga kalau aku menyimpan uang sendiri. Cepat atau lambat aku akan meminang seorang gadis. Aku juga butuh rumah yang jauh dari ibuku. Aku enggak mau istriku kelak menderita gara-gara aku," keluh Aska dalam hati.
Beberapa saat kemudian ada seorang preman yang mendekati Aska. Preman itu memukul lengan Aska hingga terkejut. Beberapa saat kemudian Aska tersenyum menyambut kedatangan sang preman itu sambil menyapanya, "Bang."
"Kau itu Aska. Kalau sudah kesini melamun saja. Apa sih yang kamu pikirkan?" tanya preman itu.
"Aku tidak melamun bang. Tapi aku sedang melihat buah," kilah Aska.
"Sudah lama kamu tidak kesini. Aku cari-cari kamu tidak ketemu. Apakah kamu takut sama kami?" tanya preman itu lagi.
"Lagi sibuk dengan urusan pekerjaan di kebun," ucap Aska yang menjawab pertanyaan mereka sambil mengeluarkan uang. "Ini bang buat beli rokok."
"Simpan sajalah. Kau tidak perlu memberikan aku uang. Aku sudah bersyukur melihat kau yang masih hidup," ucap satu preman itu sambil tersenyum.
"Ah... Baiklah. Lain kali aku traktir makan," ujar Aska dengan tulus.
"Ok," balas preman itu lagi dengan mengacungkan jempolnya sambil berlalu pergi.
Dari kejauhan Pak Ahmad dan Pak Jaka terkejut dengan Aska sedang mengobrol bersama preman. Mereka segera mendekati Aska dan memeriksa keadaannya. Setelah memeriksa Aska mereka menghembuskan nafasnya karena lega. Jujur saja mereka sudah mengenal preman itu karena kekejamannya. Namun mereka merasa aneh terhadap sikap Aska yang santai setelah didatangi oleh preman.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Pak Ahmad.
"Maksud bapak?" tanya Aska yang mengerutkan keningnya lalu mengantongi uangnya lagi.
"Tadi kamu disamperin sama si preman," jawab Pak Jaka yang masih khawatir. "Apakah dia menghajarmu?"
"Tidak. Aku tidak dihajar oleh preman. Preman itu sama aku sangat baik sekali," jawab Aska dengan jujur. "Bagaimana pak pesanannya?"
"Bagaimana apanya?" tanya Pak Ahmad lagi.
"Apakah buah-buah ini tidak diturunkan?" tanya Aska yang mulai turun.
"Turunkan pesanan Pak Jaka terlebih dahulu," jawab Pak Ahmad.
"Sebentar," sahut Pak Jaka yang menahan Aska.
"Ada apa pak?" tanya Pak Ahmad.
"Begini aku hanya meminta satu karung salak dan jeruk ditaruh di dalam kios," jawab Pak Jaka. "Sisanya bisa enggak dikirim ke rumah?"
"Bisa pak. Setelah kami menurunkan beberapa pesanan," jawab Pak Ahmad.
Aska segera naik ke atas dan menyingkirkan beberapa karung milik Pak Jaka. Setelah itu Aska turun dan memanggul satu karung yang berisi jeruk. Aska langsung menuju kios Pak Jaka. Untung saja kios Pak Jaka tidak terlalu jauh dari area parkiran. Sedangkan Pak Jaka memanggul salak satu karung.
Sesampainya di kios Aska menaruh barang itu di dalam. Aska melihat kios Pak Jaka tidak ada orang sama sekali.
"Tumben sepi. Pada kemana semua?" tanya Aska dalam hati.
Tak lama ada seseorang perempuan menghampiri kios Pak Jaka. Wanita itu memanggil Aska sambil memilih apel.
"Kang, apelnya sekilo harganya berapa ya?" tanya wanita itu.
"Sekilo harganya tiga belas ribu," jawab Pak Jaka yang baru saja datang.
Aska langsung membantu menurunkan karung itu dan menaruhnya di pojokan. Aska memutar bola matanya dengan malas ketika ibu itu mengatakan mahal. Namun Pak Jaka masih tetap melayani ibu itu dengan ramah.
"Pak, aku pamit dulu ya," pamit Aska.
"Ya... Terima kasih," balas Pak Jaka.
Aska mengacungkan jempolnya sambil meninggalkan Pak Jaka. Aska kembali ke parkiran dan melihat Pak Ahmad, "Tumben saja kios Pak Jaka tidak ada yang menjaga."
"Reno tidak masuk karena istrinya melahirkan," sahut Pak Ahmad. "Ya sudah aku mau pergi ke kios Pak Rio."
"Siap pak," balas Aska.
Ketika Aska didaulat untuk mendampingi Pak Ahmad, dirinya selalu kebagian untuk menjaga barang-barang. Aska duduk manis sambil melihat orang berlalu-lalang. Setelah Pak Ahmad mengkoordinasi, Aska hanya menurunkan karung-karung itu sambil membawanya ke kios beberapa pelanggan. Hal ini dilakukan hingga sore. Untung saja Pak Ahmad sangat loyal dalam keuangan. Jadi Aska tidak perlu memikirkan soal perut.
Sore menjelang malam Pak Ahmad mengajak Aska mampir ke rumah masakan Padang. Sebelum pulang Pak Ahmad mengajaknya makan terlebih dahulu. Disela-sela makan Pak Ahmad mengajukan sebuah pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di dalam hati. Pak Ahmad masih belum mengerti kenapa Aska bisa bercengkrama dengan dengan preman.
"Aska," panggil Pak Ahmad.
"Iya pak," jawab Aska.
"Bagaimana preman itu tidak menghajar kamu?" tanya Pak Ahmad. "Kamu tahukan preman itu sering membuat onar di pasar?"
Sambil mengunyah Aska mulai mengingat kejadian tiga tahun belakangan ini. Aska bingung mau bercerita darimana. Sementara dirinya masih bingung untuk menceritakan semuanya ke Pak Ahmad.
"Ya sudah kalau kamu tidak cerita. Tapi ada kamu kiriman hari ini tidak dijarah," ucap Pak Ahmad.
"Sebenarnya sih pak," ujar Aska yang mulai bercerita setelah menyelesaikan makanannya.
Flashback On.
Saat sedang berlibur Aska tidak sengaja menyenggol salah satu preman yang bermuka seram. Namun Aska saat itu sangat ketakutan melihat wajah preman itu. Ketika preman itu mendekat Aska mundur beberapa langkah. Begitupun seterusnya hingga akhirnya Aska terpojok. Aska sadar kalau dirinya tidak bisa menggunakan bela diri dan memilih diam. Aska memilih pasrah lalu merapalkan doa-doa agar dirinya selamat.
Tak lama preman itu menarik tangan Aska sambil memohon, "Tolonglah aku. Istriku akan melahirkan sekarang. Aku tidak memiliki uang sepeserpun."
Aska terdiam mendengar permintaan tolong preman itu. Aska tertegun dan langsung menganggukan kepalanya sambil mengajak sang preman itu. Namun ketika dirinya bingung mau kemana, Aska akhirnya membuka suara.
"Apakah istri bapak ada di rumah sakit?" tanya Aska.
"Istriku masih di rumah. Aku belum bisa membawa istriku ke bidan," jawab preman itu.
Preman itu segera mengajak Aska menuju ke rumah. Di sepanjang perjalanan Aska masih ketakutan kepada preman itu. Takut ketika berada di tengah jalan langsung dihajarnya. Namun ketakutan Aska itu salah. Preman itu akhirnya mengajaknya ke rumah.
"Tunggu disini dulu. Aku akan mengajak istriku keluar," pinta preman itu.
Aska menganggukan kepalanya sambil menunggu preman itu mengajak sang istri. Ketika keluar, jelas sekali kalau wanita itu sedang mengandung. Wajahnya sangat pucat dan menahan kesakitan. Hatinya mulai tergerak dan menolong dua nyawa sekaligus. Untungnya upahnya sudah diberikan oleh Pak Broto dua hari yang lalu.
Dengan cepat Aska mencegat mobil angkut yang lewat. Aska segera membantu wanita itu masuk ke dalam. Sesampainya di rumah bidan, istri dari preman langsung mendapatkan perawatan. Sebelum pulang Aska memberikan semua upahnya ke preman itu sambil meminta izin, "Pak aku pulang dulu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!