Hai semuanya, nama penaku Biggest, novel ku kali ini akan diikutsertakan lomba jadi mohon dukungan kalian semua, semoga karyaku kali ini disukai oleh banyak pembaca...
.
.
.
.
.
"Kamu tau?, si Haura itu benar-benar nyebelin banget deh, masa tadi dia malahan pingsan pas lagi ngobatin pasien."
"Kan emang dia begitu, katanya phobia darah, phobia kok malahan kerja jadi dokter." nyinyir beberapa rekan kerja yang sedang bergosip tentangnya.
Haura yang tidak sengaja mendengar percakapan beberapa rekan kerjanya, merasa sangat sakit hati dan mengurungkan niatnya untuk masuk keruang ganti dokter.
Benar kata mereka aku memang bukan dokter yang kompeten, Aku tidak bisa menangani pasien, Aku selalu melakukan kesalahan, Aku tidak pantas menjadi seorang dokter, Ayah ... Ibu maafkan Aku yang tidak bisa dibanggakan ini, Aku tidak bisa mewujudkan cita-cita kalian, Aku telah mengecewakan kalian.
Haura menyeka setiap air mata yang berjatuhan, dia tidak sanggup lagi menahan semuanya, dia bukan wanita yang bisa selalu menelan apa yang orang bicarakan tentangnya, selama ini dia sudah berusaha yang terbaik di akademi kedokteran, hanya saja dia masih terbelenggu bayangan masa lalunya.
Haura terus berlarian keluar rumah sakit dengan sangat kencang sambil menangis, sampai dia beberapa kali menyenggol orang yang masuk karena tidak fokus saat melangkahkan kakinya.
"Maaf," kata Haura saat dia menyenggol orang.
Semua orang melihat kearah Haura yang berlari sambil menangis.
"Kenapa dia?"
"Tidak tahu."
"Mungkin dia gagal menyelamatkan pasiennya."
Beberapa orang mulai bertanya-tanya mengapa seorang dokter menangis sambil berlari.
Haura melewati pintu masuk dan keluar rumah sakit tanpa fikir panjang dan tanpa melihat arah kanan dan kiri.
Tepat saat Haura berada di tengah jalan sebuah mobil melintas dengan kecepatan yang cukup tinggi dan akhirnya ...,
"Brak."
Haura terpental dan terguling-guling di atas aspal jalan raya tidak jauh dari rumah sakit, Haura tertabrak sebuah mobil sedan berwarna merah.
Beberapa orang yang menyaksikannya langsung berkerumun dan berusaha menyelamatkan Haura.
Haura dibawa keruang UGD untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Lidya yang saat itu keluar dari toilet rumah sakit, tidak sengaja melihat tubuh Haura sudah tergeletak diatas ranjang rumah sakit dengan berlumuran darah dikepalanya.
"Ra ... Ra ... Kamu kenapa? Ra ... sadar Ra." Lidya menggoncang tubuh Haura agar tetap sadarkan diri namun Haura memejamkan matanya.
Haura diberikan tindakan pertolongan pertama oleh sahabatnya Lydia, seorang dokter muda yang baru lulus masa percobaan beberapa Minggu lalu.
"Ra bangun dong." Lidya terus berusaha membangunkan Haura.
"Raaa ...."teriak Sefya yang histeris saat mendapat kabar Haura mengalami kecelakaan.
"Lid, kok bisa Haura kecelakaan?"
"Mana aku tau fy, tadi dia bilang mau ke ruang ganti karena shift nya sudah selesai, jadi kita berpisah saat selesai makan di kantin, tapi pas aku keluar toilet dia sudah begini," ujar Lidya yang sama khawatir nya dengan Sefya .
*****
Sefya menjaga Haura sampai memastikan kondisi sahabatnya itu baik-baik saja.
Haura yang tidak sadarkan diri terbaring di atas ranjang rumah sakit, kepala Haura diperban karena benturan keras dikepalanya dan mendapat beberapa jahitan.
Di mana aku? Mengapa sepi? Apa aku sudah meninggal? Apa aku sudah berada di surga? Hiks hiks hiks kenapa aku bodoh sekali, kenapa aku tidak bisa mengendalikan pikiranku saat bekerja! Apa aku akan terus seperti ini? Ayah ... Ibu aku butuh pelukan kalian saat ini.
Haura terus menangis merenungi nasibnya yang sangat buruk, dia tidak tahu harus bicara dengan siapa lagi, karena kedua orang tuanya telah tiada.
Haura kembali melihat sekelilingnya dan mulai mengenali ruangan tempatnya berdiri.
Tunggu ini, kan rumah sakit tempatku bekerja tapi ... Kenapa sepi? Di mana teman-temanku?
Haura berkeliling namun nihil tidak ada satupun orang di dalam rumah sakit ini, Haura berjalan mundur karena ketakutan sendirian didalam rumah sakit sebesar ini, Haura terus mencari Lidya sahabatnya sambil terus menangis dan berjalan mundur.
Brugh
Haura menabrak sesuatu yang sepertinya ada orang lain selain dirinya didalam rumah sakit.
"Lidya!" Haura memanggil nama temannya, berharap memang benar itu adalah Lidya.
Haura membalikkan badannya dan dia mendapati seorang pria yang mengenakan pakaian dokter, terlihat ia adalah dokter senior dari jas yang dikenakannya dan jas itu sangatlah familiar dimatanya.
Ini jas dokter senior di rumah sakit sejahtera.
Haura terus memperhatikan sosok pria yang berdiri dihadapannya, Haura mengelilingi tubuh pria itu untuk memastikan bahwa benar itu adalah seragam dokter di tempatnya bekerja.
"Siapa kamu?"
"Aku?" Kata pria itu sambil menunjuk wajahnya sendiri.
"Aku dokter senior di sini, nama aku Bryan," katanya dengan angkuh.
"Dokter senior? aku tidak pernah melihatmu," kata Haura yang dengan seksama memperhatikan wajah pria dihadapannya.
"Hmm ... kamu hanya seorang dokter muda yang masih dalam tahap masa percobaan, jadi tentu kamu tidak mengenalku, tapi aku mengenalmu." Bryan membungkukkan tubuhnya sedikit agar bisa melihat wajah Haura dengan jelas.
Haura spontan langsung mundur satu langkah.
"Dari mana kamu tahu siapa aku?"
"Jelas aku tahu, seorang dokter muda yang takut akan darah, sampai-sampai tidak bisa menolong orang sakit, dokter wanita yang selalu di-bully oleh rekan kerjanya, saat berada di Unit Gawat Darurat akan gemetar." Bryan menyudutkan Haura dengan perkataannya.
"Huuh, siapa bilang! aku bisa mengobati pasien, memangnya kau siapa bisa menilai aku seenaknya ... Hah!" Haura marah mendengar perkataan pria yang tak dikenalnya itu menghina dirinya.
"Benar, kamu memang bisa mengobati pasien tapi hanya yang memiliki gejala ringan." kata Bryan dan perkataannya adalah kebenaran.
"Dokter tidak bisa disebut dokter jika masih menyimpan rasa takut dihatinya, seorang dokter harus bebas, sehingga ia bisa berfikir secara logis dan bertindak secara medis."
Bryan memutar badannya yang semula memunggungi Haura menjadi saling berhadapan.
"Kau! Siapa yang tahu kau adalah dokter yang kompeten? Siapa yang tahu kalau kau adalah seorang dokter?" teriak Haura.
Haura terus memaki pria itu dan dia benar-benar terkejut pria itu tahu segala kekurangannya selama menjadi seorang dokter.
Mengapa dia bisa tau? Aku bahkan tidak pernah melihatnya diantara dokter senior bahkan dirumah sakit.
Haura semakin ketakutan karena pria itu tahu segalanya tentang dirinya.
"Kenapa kau diam? Kau mulai tersudut dengan kata-kata ku? Mulai menyadari kekurangan mu?" Bryan terus menyudutkan Haura.
"Sudah cukup!" Jerit Haura berjongkok dan menutup telinga dengan kedua tangannya.
Haura sudah tidak tahan lagi mendengan seseorang berkata kasar dan menghina dirinya. Haura mulai menangis karena kata-kata yang Bryan ucapkan sangat menusuk hatinya.
"Baiklah, aku akan berhenti menyudutkan mu," kata Bryan dengan melipat kedua tangannya dan meletakkannya di dada.
Haura tak peduli lagi dengan kata-kata bryan, dia berdiri dan hendak pergi meninggalkan Bryan.
"Tunggu!" Cegah Bryan ketika melihat Haura akan meninggalkan dirinya.
"Apa kamu mau menjadi seorang dokter yang kompeten? Diakui oleh rekan kerja mu?" tanya Bryan.
Haura membalikkan tubuhnya lagi ketika mendengar perkataan Bryan.
Haura mengangguk walaupun dia masih dalam keadaan ketakutan dan marah kepada Bryan.
"Aku bisa membantumu menjadi dokter ahli bedah yang terkenal hebat." Bryan melambungkan tangannya keudara untuk menggambarkan kata "Hebat".
Bryan lalu menghampiri Haura dan mendekatkan wajahnya kewajah Haura yang terlihat tegang.
"Jika kamu mau, maka aku punya dua syarat untuk mu!"
....
Bersambung
Bryan mengatakan kepada Haura bahwa dia memiliki sebuah syarat.
"Syarat? Maksudnya?" Tanya Haura yang tidak mengerti alur pembicaraan pria itu.
"Syarat jika kau mau menjadi seorang dokter hebat kau juga harus menikahi dokter hebat!"
"Siapa dokter hebat itu?" Tanya Haura penasaran.
"Aku" pria itu menunjuk dirinya sendiri.
Haura tertawa mendengar kata-kata Bryan.
"Hahahaha, aku bahkan tidak percaya kau seorang dokter senior" geli Haura.
"Kau akan tahu suatu hari nanti"
"Tidak, aku tidak mau menikahi dirimu, dokter sombong!" Kata Haura dengan tegas.
"Jadi bagaimana? Apakah kau masih mau menjadi seorang dokter yang sesungguhnya? Memiliki tangan penyelamat?" Desak Bryan.
Haura terdiam, berusaha terus mencerna semua yang Bryan katakan, karena menurutnya itu hal yang tidak mungkin.
"Kamu mau menikah denganku dan menjadi seorang dokter sesungguhnya atau tetap menjadi dokter muda selamanya yang selalu dikecilkan oleh rekan kerja?"
"Tidaaaak" jerit Haura dan tersadar.
Haura terbangun dan langsung terduduk, dilihatnya Sefya yang duduk disisi ranjang.
"Fy" panggil Haura.
Sefya yang sedang duduk terkejut ketika mendengar teriakan haura, dia langsung menaruh bukunya di atas meja.
"Syukurlah kamu sudah sadar Ra, aku sangat khawatir." Sefya memeluk Haura dengan cepat.
"Auwh." jerit Haura ketika Sefya memeluknya.
"Maaf ... Maaf aku tidak sengaja, sangking senangnya." Ujar Sefya.
"Aku hubungi Lydia dulu" Sefya merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponselnya.
******
"Nanti di chek setelah dua puluh menit, karena infusannya harus segera diganti lagi" perintah Lydia kepada salah satu perawat jaga.
Kriiiing kriiiing
Ponsel Lydia berdering.
"Sefya!" Kata Lidya saat melihat layar ponselnya
Lydia langsung berlari tanpa mengangkat panggilan telepon dari Sefya.
"Haura!" Teriaknya saat membuka pintu ruang perawatan yang ditempati oleh Haura.
"Kamu baik-baik saja?" Peluk Lydia.
"Aauuuuw sakit" keluh Haura untuk kedua kalinya.
"Ah, maaf aku lupa"
Mereka semua saling berpandangan dan kemudian saling berpelukan, kali ini pelukan dilakukan dengan sangat hati-hati agar Haura tidak kesakitan.
"Haura, apa yang membuatmu bisa sampai seperti ini?" Tanya Sefya.
"Tadi aku hendak masuk keruang ganti untuk mengganti baju ku, tapi disana seseorang sedang membicarakan ketidak mampuanku sebagai seorang dokter." Cerita Haura yang mengundang rasa iba kedua sahabatnya.
"Siapa mereka? Biar aku beri pelajaran!" Kesal Lydia yang selain seorang dokter, dia juga seorang yang jago berkelahi.
"Sudahlah apa yang mereka katakan memang benar tentangku!" Haura tertunduk.
"Semangat Hauraaa, kamu pasti bisa menjadi seorang dokter yang diandalkan suatu hari nanti" Sefya memberi semangat sebagai seorang sahabat.
Lidya langsung menyikut Sefya yang asal bicara, Sefya memang memiliki karakter yang sedikit lola, suka ceplas-ceplos meski memang ucapannya benar tapi tidak pada waktu yang tepat, tapi disisi lain Sefya memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Ceklek
pintu ruangan terbuka dan datang seorang pria dengan buket bunga menutupi wajahnya.
"Huh, selalu saja terlambat!" Kesal Sefya yang tau siapa pria yang datang menemui mereka bertiga.
"Hauraaaa." Kiki merentangkan tangannya hendak memeluk Haura.
"Jangaaaaan" cegah ketiga sahabatnya dan dia pun berhenti, karena kaget dengan teriakan ketiga wanita itu.
"Kenapa?" tanya Kiki.
"Haura masih sakit-sakit badannya, jangan sampai dia berteriak untuk ke-tiga kalinya." Jelas Lydia dan diangguki oleh Sefya.
"Huuh! Selalu aku yang tidak pernah mendapat kesempatan" cemberut Kiki.
"Sudah jangan ribut, Ki kenapa bawanya buket bunga? Bukannya makanan, laper niih." Haura protes karena sahabatnya tidak membawa makanan.
"Jangan kaya orang susah deh, tinggal pesen lewat aplikasi, terus makanan dateng." Kiki langsung mengeluarkan ponsel miliknya dan memesan beberapa makanan untuk mereka berempat.
******
Haura beristirahat diatas ranjangnya, kini dia sendirian di kamar perawatan setelah sahabatnya pulang.
Haura merasakan hawa dingin ditubuhnya.
"Brrrrrrrr, dingin" Haura menggigil kedinginan.
Haaaaaah
Terdengar suara-suara yang membuat Haura sedikit ketakutan.
"Comeon Haura, jangan berfikir aneh-aneh, ini rumah sakit yang biasa kamu datangi dan kamu terbiasa sendiri" Haura menenangkan dirinya sendiri.
Haura sesekali merasa ada sosok yang sekelebat jalan di sampingnya atau di depannya.
Haura kembali merasa ada sesosok makhluk yang mengganggu dirinya.
"Si ... Siapa?" Panggil Haura pada sosok yang ia lihat lewat didepan pintu kamarnya.
Haura memberanikan diri turun dari ranjangnya dan membuka pintu kamarnya.
Haura melihat kearah kanan dan kiri bergantian untuk memastikan siapa yang tadi berada didepan pintu namun ternyata tidak ada orang dan lampu rumah sakitpun sebagian sudah dipadamkan karena memang sudah malam.
Bersambung ...
Malam masih panjang. Haura merasa kali ini malam berhasil membuatnya terjebak dalam ketakutan dan kesendirian.
Haura memandang keluar arah jendela rumah sakit, dia merenungi nasibnya yang tak bisa menjadi dokter bisa diandalkan oleh pasien karena tidak kompeten.
"Percuma merenung, tidak akan membuahkan hasil," celetuk seseorang .
Haura langsung mencari tau, dari mana asal suara itu dan dia sama sekali tak melihat siapapun.
"Ya Tuhan! apa aku sudah gila? Aku sampai mendengar suara tapi tak ada wujudnya." Haura sedikit merinding dan naik ke atas ranjangnya.
"Aku disini" sesosok pria diatas ranjang kosong yang berada di samping ranjang Haura
Pria itu mengangkat tangannya dan tersenyum kearahnya. Haura sontak terkejut karena sejak tadi ranjang itu kosong tak berpenghuni.
"Ka ... Kamu!" Jerit Haura ketika melihat sosok yang singgah kedalam mimpinya tadi siang saat dia tak sadarkan diri.
"Ternyata ingatanmu sangat bagus!" kata pria itu sambil berpindah duduk di sisi ranjang.
"Apa kamu masih tidak setuju dengan syarat yang aku ajukan?" tanya Bryan sambil turun dari ranjang dan menghampiri Haura.
"Sebenarnya siapa kamu?" Haura bertanya untuk ke dua kalinya, pertama di alam mimpinya dan ke-dua di dunia nyata .
"Aku adalah arwah seorang dokter yang ingin membantumu, menjadi dokter yang kompeten!" Jelasnya.
Penjelasan Bryan membuat Haura masih tidak percaya dan membuatnya, menyangka bahwa dirinya sudah menjadi gila efek kecelakaan tadi siang.
"Tidak, tidak mungkin, aku bisa melihat hantu, aku pasti sudah tidak waras!" Haura menepuk-nepuk pipinya agar sadar.
Haura kemudian kembali membuka matanya dan ...,
"Kau tidak berhalusinasi."
"Aaaaaaaaaaaaaah," jerit Haura saat Bryan berada tepat di depan wajahnya.
"Menjauh, jangan ganggu aku, wahai jiwa-jiwa yang tak tenang." Haura bicara sambil terus menutupi wajahnya dengan kedua tangan indahnya.
"Tenyata, tanganmu sangat indah dan jarimu sangat lentik, sesuai dengan kriteria wanita idamanku," ujar Bryan yang masih memperhatikan Haura.
"Jangan takut, aku tidak akan menyakiti dirimu, kamu sekarang bisa melihat hal kasat mata sejak kecelakaan yang menimpamu, bisa dibilang saat ini kau adalah salah satu manusia terpilih" lanjut Bryan dan kembali menegakkan tubuhnya.
Haura pun membuka matanya dan melihat kearah Bryan, dia memperhatikan Bryan dari atas kepala sampai keujung kaki.
Menapak
Haura turun dari ranjangnya dan mendekati Bryan, Bryan mundur beberapa langkah ketika Haura maju beberapa langkah.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Bryan.
Kini giliran Bryan yang tersudut dan ditatap oleh kedua mata Haura yang memancarkan aura balas dendam.
"Jangan menakut nakutiku, mana ada hantu yang bisa menapak dilantai!" Bentak Haura sambil bertolak pinggang.
Bryan tertawa mendengar kata-kata Haura yang tidak percaya kepadanya.
"Aku arwah pilihan, jadi aku bisa menampakkan diriku dihadapanmu bahkan dihadapan orang lain jika aku menghendakinya" ujar Bryan.
Haura tetap masih tidak mempercayainya, karena semua film horor yang dia tonton, tidak ada hantu yang bisa menapak didasar lantai.
"Biar aku tunjukkan." Bryan mengarahkan tangannya kehordeng, menjadi sekat antara ranjang satunya dengan ranjang yang lain.
Hordeng itu bergerak dan Haura hanya tertawa.
"Hahahahhaha, kamu fikir, aku anak kecil yang bisa dikelabui? Semua tau, hordeng itu bergerak karena hembusan angin yang masuk lewat fentilasi udara"
Bryan kembali mengarahkan tangannya, kali ini kesebuah gelas yang terletak di meja, dia mengangkat gelas itu dengan kekuatannya dan membuat Haura takjub melihat hal itu.
"A ... apa ...,"
"Sekarang kau percaya aku seorang hantu atau arwah?" Bryan meletakkan kembali gelas keatas meja.
"Apa kau seorang pesulap?" kata Haura meneruskan kata-katanya yang sempat terpotong oleh perkataan Bryan.
Bryan menepuk dahinya, dia sangat kesal, sudah membuktikan dirinya arwah namun Haura menganggapnya sebagai seorang pesulap.
Aku benar-benar bisa melihat hal ghaib, apa ini artinya usiaku tinggal sebentar lagi? Menurut orang terdahulu, seseorang yang bisa melihat sesuatu yang diluar kebiasaannya, pertanda usianya tidak lama lagi...
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!