“Lihatlah ini foto-foto ini.”
Arriel yang disodorkan foto-foto pria pun hanya bisa mengerutkan dahinya. Bisa-bisanya sang mama menyodorkan foto-foto pria kenalan sang mama. Entah dapat dari mana saja foto-foto itu. Rasanya Arriel sedikit muak ketika sang mama tidak ada hentinya memintanya untuk segera menikah dengan menawarkan pria-pria padanya.
Arriel merasa belum ada pria yang cocok untuknya. Apalagi setelah kegagalan pernikahan sebelumnya. Dia lebih berhati-hati memilih pasangan. Arriel berharap, pernikahannya akan berlangsung lama. Tak ada perpisahan sebelum ajal menjemput.
“Lihat ini, dia pengusaha batu bara.” Mama Anggun menunjukkan salah satu pria dalam foto tersebut. Dengan segera dia menyingkirkan foto tersebut dan menunjukkan foto sebelumnya. “Ini pengusaha restoran.” Dia menjelaskan siapa pria itu. “Ini … lihat, ini pengusaha properti.” Kembali dia menunjukkan foto yang lain. Menjelaskan pekerjaan dari pria-pria dalam foto.
Arriel benar-benar kesal sekali dengan sang mama. Dari tadi yang ditunjukkan sang mama adalah anak-anak orang kaya semua, pemilik perusahaan, dan pengusaha besar.
“Apa ada yang profesinya tukang sapu?” Dia yang kesal justru menggoda sang mama.
Mama Anggun langsung memukul lengan Arriel. Bisa-bisanya anaknya itu mengatakan hal itu. Jelas-jelas tidak mungkin dia memberikan anaknya pria yang tidak bisa menjamin hidupnya. “Mau makan apa kamu jika profesi suamimu seperti itu?” tanyanya kesal.
“Makan cinta.” Arriel tersenyum. Memamerkan deretan giginya. Dia senang sekali menggoda sang mama. Apalagi jika sang mama kesal.
“Astaga, Riel. Jaman sekarang mana cukup hanya makan cinta. Kita harus realistis. Kamu akan punya anak. Biaya sekolah juga mahal. Biaya hidup mahal. Biaya kesehatan mahal.” Mama Anggun benar-benar tidak habis pikir dengan anaknya. Jaman sekarang memang hal itu jadi hal penting untuk menentukan pasangan hidup. Jika hidup pas-pasan, apa jadinya hidup mereka nanti. Yang ada akan ada perceraian karena masalah ekonomi. Itu sudah sering terjadi beberapa belakangan ini. Alasan klasik ekonomi menjadi alasan sebuah perceraian.
“Ma, aku punya uang. Bisa pakai uangku. Kenapa penting jika suamiku bekerja apa?” Arriel menanggapi enteng saja ucapan sang mama. Baginya memang bukan permasalahan besar. Lagi pula dia punya segalanya. Yang diharapkan hanyalah cinta.
“Jangan bodoh, Riel. Jangan mau dimanfaatkan pria seperti itu. Pria yang hanya menggunakan uang istri untuk hidup tidak bisa disebut kepala rumah tangga. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya. Bukan sebaliknya.” Mama Anggun merasa pandangan sang anak benar-benar salah. Jadi tentu saja dia harus membenarkan itu semua. Jika sang anak berpegang teguh dengan pendirian itu. Yang ada nanti rumah tangga mereka akan bermasalah.
“Sudah-sudah, Arriel mau pulang. Arriel lelah.” Bicara dengan sang mama memang tidak ada habisnya. Jadi tentu saja Arriel lelah. Jadi dia memilih menghentikan obrolannya.
Arriel segera meraih tasnya yang berada di atas meja. Tanpa menunggu lama Arriel segera berdiri. Bersiap untuk pulang. Arriel tidak menyangka jika ternyata sang mama menghubunginya hanya untuk memamerkan pria-pria pilihan mamanya. Dia pikir, mamanya ada urusan penting hingga memintanya datang ke rumah.
“Kamu tidak makan malam di sini?” Mama Anggun menatap Arriel. Menghentikan langkah sang anak yang hendak pulang.
“Tidak, aku tidak makan malam.” Arriel membungkukkan tubuhnya. Menautkan pipinya sambil berpamitan. “Aku pulang dulu.”
“Hati-hati.” Mama Anggun mengangguk. Namun, tiba-tiba dia teringat sesuatu. “Bawa ini, siapa tahu ada yang menarik hatimu.” Dia memberikan foto pria yang tadi ditunjukkan pada Arriel.
Dahi Arriel berkerut dalam. “Tidak mau.” Dia menolak. Melihat tadi saja dia merasa tidak ada yang cocok. Lalu untuk apa dirinya membawa foto tersebut.
“Sudah bawa saja.” Mama Anggun memasukkan foto-foto tersebut dalam tasnya. Merasa jika mungkin anaknya bisa berubah pikiran. Jika berubah pikiran, bukankah menguntungkan untuknya.
Arriel malas berdebat. Apalagi ini sudah malam. Jadi dia mau cepat pulang dan istirahat. Apalagi tadi dia banyak sekali pekerjaan. Jadi tentu saja itu membuatnya lelah. Dia memilih membiarkan sang mama memasukkan foto tersebut ke dalam tasnya.
“Aku pulang dulu.” Arriel segera keluar sambil melambaikan tangannya pada sang mama.
“Jika kamu berubah pikiran, kabari Mama.” Mama Anggun meneriaki sang anak yang sedang berjalan keluar.
Arriel hanya mendengkus kesal. Mamanya begitu bersemangat sekali menyodorkan pria-pria kaya tersebut. “Aku tidak akan berubah pikiran.” Sambil berjalan, Arriel menjawab.
Arriel menuju ke mobilnya yang terparkir di depan rumah. Tak menunggu lama, setelah masuk, dia melajukan mobilnya. Selama ini Arriel memang tinggal di apartemen. Karena merasa mamanya jarang di rumah. Mamanya memang lebih sering di Singapura. Dia merasa lebih nyaman tinggal di negara tetangga itu. Karena itu Arriel memilih tinggal di apartemen. Itu juga agar lebih mudah ke mana-mana.
Arriela Malya adalah seorang janda yang kini berusia tiga puluh lima tahun. Sejak bercerai, dia sibuk dengan pekerjaan dan dirinya sendiri. Anaknya yang tinggal dengan sang mantan suami membuatnya jauh lebih leluasa bekerja. Tujuannya selama ini agar sang mama hidup dengan nyaman. Namun, Arriel lupa jika anaknya butuh sosok dirinya.
Mungkin orang akan berpikir jika dia adalah ibu yang jahat. Namun, dia hanya sedang berusaha menjadi anak yang baik untuk ibunya. Terkadang pilihan hidup memang sulit. Ada lebih dan kurangnya dalam setiap pilihan. Dan pilihan Arriel ternyata membuatnya sadar. Jika dia kehilangan momen pertumbuhan anaknya. Sebuah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Bersyukur beberapa bulan ini Arriel sudah menyadari segala kesalahannya. Sudah cukup dalam waktu lima tahun dia menjadi anak yang baik untuk sang mama. Kini dia ingin menjadi ibu yang baik untuk anaknya. Beruntung mantan suaminya memberikan kesempatan dirinya mendekati anaknya. Jadi dia bisa menebus kesalahannya.
Berbeda dengan sang mantan suami yang sudah menikah, Arriel masih sendiri. Dia masih belum bisa menemukan pria yang tepat dalam hidupnya. Karena itu dia masih memilih untuk sendiri saja. Bagi Arriel memilih pria tidak mudah. Para pengusaha yang mendekatinya rata-rata adalah pengusaha yang suka bermain wanita. Arriel tidak bisa menikah pria seperti itu. Dia ingin menikah dengan pria yang menjadikannya satu-satunya.
Sayangnya, mamanya terus mendesaknya untuk menikah. Banyak alasan yang diberikan sang mama. Terutama usianya yang kini menginjak tiga puluh lima tahun. Paling tidak, dia harus segera hamil anak kedua sebelum usianya bertambah tua.
“Sepertinya aku harus mulai mencari calon suami.” Arriel yang sedang menyetir tersenyum ketika mengingat aksi sang mama yang mencarikan jodoh. Dia berpikir, sebelum dirinya dijodohkan, alangkah baiknya jika dirinya mencari sendiri. Jika mencari sendiri, bukankah akan lebih baik. Karena itu sesuai dengan hatinya.
Semua orang sudah berada di ruang rapat. Hari ini ada rapat untuk memilih siapa yang akan diwawancara untuk majalah edisi bulan depan. Semua
“Apa kalian sudah dapat data siapa saja yang akan diwawancara edisi hari wanita sedunia?” Adriel Taraka-manager redaksi dari majalah Syailen Bisnis bertanya pada rekan-rekannya. Kali ini rapat membahas tentang pemilihan narasumber yang pas untuk edisi terbaru dari majalah Syailen Bisnis.
“Bagaimana jika kita wawancara Rose Marlyn-pemilik dari toko bunga terbesar di ibu kota?” Seorang rekannya memberikan saran.
“Bisa juga Alicia Ghea-dokter muda yang bekerja di Maxton Hospital. Dia sedang naik daun karena menjadi dokter selebriti. Jadi Maxton Hospital sedang bekerja sama dengan stasiun televisi untuk edukasi kesehatan.” Salah satu di dalam ruang rapat itu memberikan ide. Melihat yang sedang terkenal saat ini.
“Ada juga Shera Alexander-pemilik hotel W.” Salah satu lagi memberikan ide.
Adriel menganggukkan kepalanya. Merasa jika yang disebutkan oleh rekan-rekannya adalah nama-nama yang cocok untuk mengusung tema kali ini. Wanita-wanita mandiri yang sangat luar biasa. “Aku lebih suka dengan Alicia Ghea dan Shera Alexander. Pemilik hotel dan dokter lebih tepat untuk diangkat ke publik.” Adriel merasa dua wanita itu sangat pas. Dari sisi kesehatan, ada Alicia Ghea, di sisi bisnis ada Shera Alexander.
“Satu lagi, Pak?” tanya salah rekan Adriel.
“Satu lagi … aku rasa harus seorang desainer.” Adriel memikirkan siapa yang pantas untuk diwawancara. Paling tidak seseorang yang bisa jadi tren center pada wanita. “Arriella Malya.” Satu nama itu terlintas di kepala Adriel. Adriel memang sudah mengenal Arriel karena mantan suami Arriel adalah Dathan Fabrizio-pria yang merupakan suami dari Neta-bekas wartawan di redaksinya. Beberapa kali dia juga bertemu dengan wanita itu. Jadi menurutnya dia cocok untuk tema kali ini.
“Tapi, Arriella Malya susah diwawancara, Pak.” Salah satu rekan Adriel memberikan pendapatnya. Dia tahu jika Arriel belum pernah tampil di majalah mana pun. Seperti halnya mantan suaminya, dia juga susah untuk diwawancara.
Adriel tersenyum. “Aku yang akan mewawancara sendiri.” Dia merasa akan bisa mewawancara Arriel sendiri. Mengingat mereka saling kenal. Jika dirinya sendiri yang wawancara, mungkin Arriel akan lebih leluasa.“Kalian bisa wawancara Alicia Ghea dan Shera Alexander saja.” Adriel meminta rekan kerjanya yang mengerjakan dua wanita tersebut.
Rapat pun berakhir. Mereka membubarkan diri begitu juga dengan Adriel. Dia kembali ke ruangannya untuk kembali bekerja.
Di ruangannya, Adriel segera merogoh ponsel miliknya yang berada di kantung celananya. Adriel tersenyum ketika mengingat jika dia sendiri yang akan mewawancara Arriel. Sejenak ingatannya kembali pada pertemuannya pertamanya. Di mana dia bertemu di taman bermain. Waktu itu anak Arriel mengikuti salah satu anak dari panti asuhan yang sedang diajaknya pergi ke taman hiburan. Sayangnya, pertemuan itu hanya angin lalu. Pertemuan keduanya terjadi ketika Neta menikah. Di sanalah dia bertemu dengan Arriel.
Adriel pernah ke apartemen Arriel untuk mengantarkan salah satu anak panti asuhan untuk bermain dengan anak Arriel. Di sana Adriel mengobrol cukup banyak. Bagi Adriel, Arriel wanita cantik. Walaupun usianya jauh lebih tua darinya, tetapi wajahnya masih tetap cantik tak jauh beda dengan wanita yang usianya lebih muda.
Adriel yang mengambil ponselnya segera mengiri pesan pada Arriel. Memberitahu jika dirinya ingin bertemu. Rasanya bicara tentang hal ini tidak enak jika dilakukan dari sambungan telepon. Lebih baik dirinya bertemu langsung dengan Arriel, karena Adriel bisa menjelaskan niatnya mewawancara Arriel.
...****************...
Arriel mendengar suara ponsel ketika sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia mencari di mana ponselnya berada. Entah tadi dia lupa meletakkan di mana ponselnya.
Pagi-pagi dia harus revisi desain pesanan kalung custumer. Alhasil dia dibuat repot pagi-pagi.
“Ren, ponselku mana?” Arriel bertanya pada temannya-Mauren.
“Mana aku tahu. Sejak tadi aku tidak melihat ponselmu.” Mauren jadi ikut berdiri. Mencari ponsel milik Arriel.
“Coba telepon.” Arriel menempuh jalur ninja untuk membuat dering pada ponselnya.
Mauren segera menghubungi nomor ponsel. Hingga akhirnya suara ponselnya terdengar. Arriel mengedarkan pandangannya mencari di mana keberadaan ponselnya. Ternyata suara ponselnya terdengar di dalam tas.
Dengan segera Arriel mengambil ponselnya dengan kasar. Hal itu membuat Arriel menjatuhkan foto yang berada di dalam tasnya. Mauren yang melihat foto-foto pria bertebaran pun terperangah. Dia segera mengambil foto-foto tersebut di saat Arriel sibuk memainkan ponselnya.
Arriel melihat ponselnya sebuah pesan dari Adriel masuk ke ponselnya. Mendapati pesan itu entah kenapa perasaan Arriel begitu berbunga-bunga. Merasa senang dengan pesan dari pria yang menurutnya tampan itu.
Adriel:
Riel, apa kamu hari ini ada waktu?
^^^Arriel:
^^^
^^^Ada, mau bertemu di mana?
^^^
Adriel:
Bagaimana jika jam makan siang?
^^^Arriel:
^^^
^^^Baiklah, kita bertemu di restoran Korea di mal.
^^^
Adriel:
Baiklah.
Arriel tersenyum ketika mengetahui akan bertemu dengan Adriel. Entah kenapa dia merasa seperti anak muda yang akan bertemu dengan kekasihnya. Begitu berdebar-debar.
“Riel, kamu mau jadi biro jodoh?” Mauren yang melihat foto-foto pria dari tas Arriel pun menggoda temannya itu.
Arriel yang sedang sibuk dengan ponselnya langsung mengalihkan pandangan. Dilihatnya temannya sedang sibuk melihat foto yang diletakkan mamanya semalam di dalam tas.
“Itu kerjaan mama.” Arriel, memutar bola matanya malas.
“Mama Anggun ingin menjodohkan kamu?” tanya Mauren memastikan.
“Iya.” Arriel mengembuskan napasnya kasar ketika mengingat aksi sang mama.
“Pasti kamu tidak mau.” Mauren menebak.
“Bagus kamu tahu jawabannya.”
“Wah … padahal ini pria-pria mapan. Pengusaha properti, pengusaha batu bara, pengusaha tekstil, dokter, pemilik hotel.” Mauren menyebut satu per satu pekerjaan pria-pria di dalam foto. Di balik foto memang terdapat tulisan biodata lengkap. Jadi dia tinggal membaca.
“Aku tidak mau. Mereka adalah orang-orang sibuk dan tidak punya waktu untuk keluarga. Jadi aku tidak akan menikah dengan mereka.”
“Lalu kamu mau menikah dengan orang seperti apa?” Mauren bertanya sambil menatap temannya itu.
“Pria yang menjadikan aku tempat pulang. Pria yang selalu punya waktu untuk aku. Pria yang selalu menjadikan aku prioritas utamanya.”
“Itu Dathan.” Mauren menjawab asal. Senyumnya mengembang ketika menggoda temannya.
Arriel mendengus kesal. “Kamu pikir orang seperti itu hanya Dathan?” Arriel merasa temannya itu terlalu berpikir sempit ketika mengira jika pemilik sifat itu adalah mantan suaminya saja. Padahal banyak pria yang mungkin memiliki sifat seperti itu. Namun, entah di mana dia bisa menemukannya.
“Lalu siapa?” tanya Mauren penasaran.
“Entah, tetapi aku akan mendapatkan pria seperti itu.” Arriel yakin ada pria seperti itu, dan dia bisa mendapatkannya. Yang terpenting adalah dia akan berusaha.
Arriel segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia ingin segera pergi ke mal untuk bertemu dengan Adriel. Entah kenapa dia merasa begitu bahagia ketika ingin bertemu dengan Adriel. Seperti ingin bertemu dengan orang yang begitu spesial sekali.
Arriel meraih tasnya dan bersiap keluar. Tepat di depan pintu ruangannya, dia melihat Mauren yang sedang akan ke ruangannya.
“Kamu mau ke mana?” Mauren tadinya mau mengajak Arriel untuk makan siang, tetapi ternyata Arriel justru sedang akan pergi. Terlihat Arriel sudah membawa tas di tangannya.
“Aku ada janji.” Arriel menjawab sambil menyelipkan rambutnya ke balik telinganya. Senyumnya menghiasi wajahnya.
Melihat temannya yang senyum seperti itu membuat Mauren penasaran. Dengan siapa gerangan temannya itu pergi, sampai temannya itu begitu senang sekali. Namun, dia tidak mau ikut campur terlalu banyak. Mengingat jika itu bukan urusannya. Dia harus menghargai privasi orang lain. Kecuali Arriel menceritakan sendiri.
“Aku pergi dulu.” Arriel segera berlalu pergi.
Mauren hanya mengangguk saja.
Membiarkan temannya itu untuk pergi. Karena Muaran tidak ada teman makan siang, akhirnya dia memilih untuk memesan makanan saja. Menikmati makan siang di kantor.
Arriel segera melajukan mobilnya ke mal yang diminta Adriel. Sampai di mal, dia segera menuju ke salah satu restoran Korea yang diminta Adriel sesuai dengan pesan singkat yang dikirim tadi.
Saat sampai di restoran ternyata sudah ada Adriel di sana. Dia pikir, dirinya akan sampai lebih dulu, tetapi ternyata salah. Adriel yang lebih dulu.
“Maaf aku terlambat.” Arriel yang sampai langsung meminta maaf. Sambil mengulurkan tangan pada Adriel.
Adriel tersenyum. Kemudian berdiri sambil menerima uluran tangan pada Arriel. “Aku belum lama datang.”
Arriel bersyukur karena Adriel belum lama datang. Jadi mengurangi rasa tidak enaknya pada Adriel.
“Silakan duduk.” Adriel menarik kursi yang berada di depannya untuk Arriel.
Arriel segera mendudukkan tubuhnya. Berhadapan dengan Adriel. Perasaan Arriel begitu berdebar-debar. Dia penasaran dengan alasan Adriel menghubunginya.
Adriel segera memanggil pramusaji. Memesan minuman dan makanan untuk Arriel. Mereka ingin menikmati makan sambil mengobrol.
“Kamu apa kabar, Driel?” Saat menunggu pesanan makanan datang, Arriel mengisi keheningan dengan mengobrol.
“Aku baik, kamu sendiri?” Adriel tersenyum menatap Arriel. Tangannya bergerak mengaduk-aduk minuman dengan sedotan yang berada di gelasnya.
“Aku juga baik.” Arriel menjawab dengan wajah yang begitu berseri. Dia memang dalam keadaan baik. Senyum itu menandakan seberapa baiknya dirinya.
Adriel mengangguk. Dia merasa jika Arriel semakin hari semakin cantik. Itu membuatnya begitu terhipnotis.
“Apa yang membuatmu menghubungiku dan memintaku untuk datang ke sini?” Arriel begitu penasaran sekali. Jadi dia memilih bertanya.
“Aku rasa kita makan dulu saja.” Sebelum Adriel menjawab pertanyaan Arriel makanan datang. Jadi wajar saja jika meminta Arriel menunggu jawabannya.
Terpaksa Arriel mengikuti apa yang diminta Adriel. Menikmati makanan terlebih dahulu. Menunda obrolan tersebut.
Tetap saja mereka tidak benar-benar diam. Mereka memilih mengobrol ringan. Adriel juga tidak langsung pada intinya. Jadi berbasa-basi dulu dengan Arriel.
“Kemarin aku bertemu Lolo.” Adriel menceritakan pertemuannya dengan Loveta-anak Arriel.
“Di mana?” Minggu kemarin, Arriel ingin menjemput Loveta, tetapi Neta bilang jika mereka akan pergi ke panti asuhan. Jadi dia mengurungkan niatnya. Hubungan Arriel dengan istri mantan suaminya memang baik. Jadi apa pun terkait anaknya, dia berkomunikasi dengan Neta. Sejak menikah, Dathan lebih cenderung memberikan urusan anak pada Neta. Jadi Arriel lebih banyak bicara dengan Neta.
“Di panti asuhan.” Adriel menjawab. Kemudian memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
“Kemarin Neta juga bilang jika mereka ke panti asuhan. Jadi kamu ke sana juga?” Arriel kira hanya Dathan dan Neta saja yang pergi ke sana. Ternyata tidak hanya mereka saja.
“Iya, Neta menghubungi aku. Mengatakan jika akan datang ke panti untuk membagi bingkisan. Sekalian merayakan syukuran kecil-kecilan atas kehamilannya.” Adriel menceritakan apa yang membuat Neta datang.
“Neta hamil?” Arriel memastikan.
“Iya.” Adriel mengangguk. Membenarkan apa yang dikatakan oleh Arriel.
Arriel tidak menyangka jika ternyata istri mantan suaminya sudah hamil. Waktu begitu cepat sekali. Mantan suaminya saja sudah akan punya anak, sedangkan dirinya masih berkutat dengan pekerjaan.
Akhirnya mereka selesai makan juga. Saat itulah pembicaraan tentang pembahasan utama baru dibahas.
“Jadi aku mengajakmu untuk makan siang karena ini memintamu jadi narasumber di majalah kami dalam edisi hari wanita sedunia.” Adriel pun menyampaikan apa yang diinginkannya. riel menatap Adriel dengan wajah terkejut. Merasa begitu terkejut. Karena ada maksud terselubung.
“Aku tidak suka di wawancara.” Dengan tegas Arriel menolak. Dia merasa tidak nyaman saat diwawancara.
Adriel sudah bisa menebak jika Arriel tidak akan melakukan wawancara. Karena itulah dirinya harus membujuknya.
“Riel, aku sendiri yang akan mewawancara kamu. Aku hanya akan mewawancara singkat saja. Mungkin hanya butuh waktu sehari.” Adriel mencoba membujuk.
Arriel menatap Adriel yang penuh pengharapan padanya. Arriel memang tidak terbiasa untuk wawancara jadi tentu saja dia merasa jika tidak nyaman. Namun, saat Adriel yang mewawancara, tentu saja itu membuatnya akan jauh lebih nyaman. Jadi tidak ada salahnya mencoba.
“Apa yang diberikan perusahaan padaku jika aku diwawancara?” Arriel seorang pengusaha. Jadi tentu saja dia merasa segala hal yang dilakukan harus menguntungkan.
Adriel tersenyum. “Kamu tentu dapat sekaligus mempromosikan desainmu. Membuat para wanita yang melihat majalahmu membeli produkmu.”
Arriel yang mendengar tawaran itu merasa tawaran itu tidak menguntungkan.
“Aku tidak tertarik. Promosi brandku sudah cukup baik. Jadi tentu saja aku merasa ini tidak menguntungkan untuknya.” Arriel menatap Adriel. Dia ingin tahu segigih apa Adriel akan membujuknya.
Adriel merasa perusahaan pastinya tidak akan memberikan keuntungan lain selain itu. Jadi tentu saja Adriel harus putar otak agar Arriel mau diwawancara.
“Katakan apamu. Aku akan mengabulkannya asalkan kamu mau wawancara.” Arriel merasa dirinya sendiri yang akan memberikan hadiah yang diminta oleh Arriel.
“Menikahlah denganku.” Di saat Arriel butuh pria yang pantas untuk dinikahinya, pilihannya jatuh pada Adriel. Arriel sudah dengar banyak tentang Adriel dari Neta. Mengenal Adriel beberapa waktu ini tentu saja menjelaskan seperti apa Adriel sebenarnya.
Adriel membulatkan matanya. Permintaan Arriel tentu saja membuat Adriel terkejut. Bagaimana bisa wanita di depannya itu enteng sekali mengajaknya menikah sebagai bayaran atas wawancaranya. Adriel memang tahu jika Neta pernah mewawancara dan berakhir cinta, kemudian menikah. Namun, ini belum juga wawancara, tetapi syarat wawancara adalah menikah.
Keduanya saling pandang. Berada dalam pikiran masing-masing. Adriel dengan pikirannya kenapa Arriel memintanya menikah, sedangkan Arriel sedang sibuk memikirkan jawaban apa yang akan diberikan Adriel untuknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!