NovelToon NovelToon

Cintai Aku, Istriku!

Bab 1 CINTAI AKU, ISTRIKU

"Saya terima nikah dan kawinnya Airin Kusuma dengan Mas kawin tersebut tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?" ucap penghulu sedikit berteriak.

Sah!

Semua orang yang ada di dalam ruangan berteriak serempak.

Sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan selama enam tahun itu saling melempar senyum bahagia, akhirnya impian mereka untuk menjadi mukhrim telah tercapai.

Airin tersenyum ceria ketika sang suami menyematkan cincin berlian di jari manisnya.

"Aku berjanji akan selalu bersamamu hingga ajal menjemputku, jika aku nanti tiada pejamkanlah matamu dan buka perlahan, aku pasti akan selalu berada di sampingmu.''

"Sst! Kita baru menikah dan kamu sudah mengatakan tiada." Airin menggeleng. "Mas Ezra, kita akan selalu bersama. Aku akan ikut denganmu jika nanti kamu tiada." lanjutnya dengan mengecup pipi sang suami.

Ezra Prayoga (30tahun) adalah seorang pengusaha kaya yang sangat terkenal di seluruh Asia. Perusahaannya di bidang furniture selalu mendapatkan saham besar dan penyewa yang sangat banyak. Sementara Airin, wanita berusia 26 tahun itu adalah pemimpin perusahaan AM GROUP.TBK sebuah perusahaan properti yang sangat berkembang pesat.

Perkenalan keduanya kala itu ketika Airin sedang meninjau lokasi untuk pembuatan cafe dan ternyata barang-barang yang akan dibeli adalah barang dari Prayoga Group.

Airin terpana dengan kewibawaan, ketampanan dan kesopanan yang Ezra miliki. Mereka akhirnya mengatur jadwal pertemuan dan berbincang dengan sangat akrab juga nyambung.

Ketika ijab kabul telah selesai, Airin masuk ke dalam mobil pengantin bersama Ezra untuk pergi ke gedung resepsi.

Sepasang pengantin baru itu sudah mengatur segala prosesi pernikahan mereka, ijab kabul di rumah dan resepsi di gedung dekat kota.

"Mas, aku saat ini bahagia banget." Airin terus saja memeluk lengan Ezra.

"Sama sayang, aku juga." Ezra mengecup kening Airin dengan jangka waktu lama.

"Mas, nanti lagi dong ciumnya. Malu tuh sama Pak sopir." ujar Airin manja seraya menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Ezra.

Ezra hanya terkekeh pelan melihat wajah sang istri yang merah merona bak kepiting rebus.

"Gak papa dong sayang, ya kalo besok aku bisa cium kamu lagi. Kalo gak bisa gimana coba? Apa kamu mau bertanggungjawab?" Ezra menarik gemas hidung bangir mungil milik Airin.

"Kamu ih ngomong apaan sih, kamu pasti selalu bisa cium aku kok." Airin menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Ezra.

Mobil Ezra dan Airin oleng tidak karuan.

"Eh, Pak! Kenapa ini mobilnya?" ujar Airin ketika merasakan mobil yang melaju tak tentu arah.

"Saya juga gak tahu Bu." ucap sang sopir kebingungan.

"Aaaaa...." mereka semua yang ada di dalam mobil berteriak bersamaan ketika sebuah mobil truk besar melaju lumayan kencang dari arah depan.

Sopir tidak dapat mengelak dan mobil yang mereka kendarai menabrak truk besar itu hingga mobil terguling karena kalah dengan benturan truk besar.

Brak!

Mobil pengantin tersebut sudah tidak lagi berbentuk dan posisi badan mobil menjadi terbalik, ketika kecelakaan tubuh Airin terlempar keluar dan kepalanya mengeluarkan darah.

"M—mas Ezra...." lirih Airin mengulurkan tangan ke arah mobil, matanya masih mampu melihat mobil yang sudah hancur lebur dengan Ezra dan pak sopir di dalamnya.

Perlahan mata Airin menjadi berat dan tertutup sempurna, tetapi samar-samar dia masih bisa mendengar suara ramai orang dan juga ambulans yang datang.

Ambulans dan polisi datang untuk menolong korban kecelakaan.

Di gedung, semua orang heboh karena kecelakaan tentang mobil pengantin yang polisi sampaikan.

Semua orang bubar dan orang tua Airin juga Ezra datang ke rumah sakit yang polisi katakan.

Di rumah sakit.

Mama Airin menangis melihat keadaan yang menimpa sang putri sematawayang.

"Airin, Mama harap kamu bisa tabah ketika sadar nanti nak..."

Dokter mengatakan jika nyawa Ezra tidak dapat tertolong karena tubuh Ezra terjepit di kolong mobil hingga menyebabkan dirinya banyak kehilangan darah dan meninggal dunia saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.

"M—Mas Ezra.." lirih Airin dengan masih menutup mata.

Mama Airin — Marina, mendekat ke ranjang dan menatap Airin dengan berderai air mata.

Mata Airin terbuka sempurna dan dia menetralkan terlebih dahulu cahaya yang masuk ke dalam bola matanya.

"Arin, kamu sudah sadar nak?" Marina menghapus air matanya.

"Ma... Dimana Mas Ezra?" Airin melihat ke sekeliling dan berharap kejadian buruk itu hanyalah mimpi.

Marina tidak dapat menahan kesedihannya.

"Ma, kenapa Mama menangis? Dimana Mas Ezra, Ma?" Airin menatap sang Mama dengan rasa curiga.

"Ezra ada di ruangan lain, nak." Marina menggenggam tangan Airin untuk menyalurkan rasa semangat.

"Airn mau ketemu sama Mas Ezra." Airin menegakkan tubuh dan mencabut jarum infus lalu dengan tergesa-gesa menurunkan sebelah kakinya untuk turun dari ranjang.

"Nak, apa yang kamu lakukan? Kondisi kamu belum pulih, istirahatlah dulu setelah itu baru kita akan melihat Ezra." pinta Marina dengan lembut.

"Enggak, Ma! Arin mau ketemu Mas Ezra sekarang juga." keputusan yang tidak bisa diganggu gugat.

"Arin —." ucapan Marina terpotong karena Airin memaksa turun dari ranjang.

Bruk!

Tubuh Airin terjatuh ke lantai karena kondisinya yang memang masih lemas.

"Airin!" teriak Marina menghampiri sang putri.

"Ma, Arin mau ketemu sama Mas Ezra. Mas Ezra baik-baik aja 'kan, Ma?" Airin menggoyangkan bahu sang Mama.

Marina hanya menangis dengan mendudukkan kepalanya.

"Kenapa Mama dari tadi hanya diam saja dan menangis? Tidak terjadi sesuatu dengan suami Arin 'kan, Ma?" Airin ikut menangis ketika membayangkan sesuatu yang terjadi pada suaminya.

Marina berdiri dan mengambil kursi roda, dia membantu Airin untuk duduk di kursi roda tersebut.

"Kamu ingin bertemu dengan suamimu bukan? Ayo, Mama akan mengantar kamu untuk menemuinya." Marina mendorong kursi roda dan membawa Airin ke kamar jenazah.

Marina berpikir, biar bagaimanapun Airin wajib tahu apa yang terjadi dengan suaminya.

"Ma, kenapa arahnya ke kamar Jenazah?" Airin bertanya dengan pikiran cemas.

Marina tidak menyahut dan terus mendorong kursi roda hingga masuk ke dalam kamar Jenazah.

Airin melihat orang tua Ezra yang berada di salah satu brangkar Jenazah.

"Ma, kenapa kita ke tempat ini? Dan Mama Rosa juga kenapa ada disini? Memangnya siapa yang meninggal?" Airin terus bertanya seraya menatap Mama dan Mama mertuanya secara bergantian.

"Kamu ingin bertemu dengan suamimu bukan? Lihatlah dia, Nak. Ezra sudah berada di surga Allah dan hidup tenang di alam sana." Mama melepaskan genggaman tangannya di kursi roda.

"Gak mungkin, gak mungkin ini Mas Ezra." dengan gemetaran, tangan Airin terulur untuk membuka kain putih yang menutupi tubuh Ezra.

Setelah kain itu terbuka sempurna, Airin membekap mulutnya sendiri dan menahan rasa sesak di dalam dada.

"M—mas Ezra... Mas Ezra bangun! Ini Arin, Mas... Kenapa Mas Ezra ninggalin Arin? Mas Ezra bohong ketika mengatakan akan hidup bersama dengan Arin selamanya, Mas Ezra bohong! Bangun Mas, bangun!" Airin berteriak histeris dengan air mata yang tidak henti menetes di pipi.

"Kamu harus tabah, Airin..." Mama Ezra mengelus pundak Airin dengan air mata yang mengalir deras.

Airin memikirkan nasib pernikahannya yang hanya terhitung jam, pria yang sangat dia cintai telah tiada, pria yang dia harapkan bisa menjadi imam selamanya telah pergi, dan mirisnya sang suami meninggal ketika mereka masih ingin mengadakan resepsi pernikahan. Airin tidak tahu apa pendapat orang di luaran sana terhadap dirinya, pasti semua orang akan mencap dia sebagai pembawa sial.

"Arin! Arin!" Marina dan Rosa berteriak ketika melihat Airin pingsan di pinggir brangkar milik Ezra.

**ASSALAMUALAIKUM

SELAMAT DATANG DI NOVEL TERBARU KARYA DARI MOM AL, JANGAN LUPA SELALU MENDUKUNG DAN MENINGGALKAN JEJAK MANISNYA 🤗

SEPERTI BIASA, SETELAH MEMBACA MARI TEBAR BUNGA AGAR OTHOR LEBIH SEMANGAT UPDATE DAN JANGAN LUPA BERIKAN KOMENTAR TERBAIK KALIAN SEMUA. 🌹

LOVE YOU FULL ALL, TERIMA KASIH 🥰🙏**

Bab 2 CINTAI AKU, ISTRIKU!

Satu bulan kemudian.

Semenjak ditinggal oleh sang suami, Airin berubah menjadi wanita yang cuek dan dingin terhadap pria manapun. Keceriaan, tawa dan canda nya sudah tidak ada lagi untuk siapapun, hati Airin seperti mati dan ikut terbawa oleh Ezra.

"Selamat pagi, Bu." ucap resepsionis kala melihat Airin berjalan dari depan mejanya.

Airin hanya mengangguk sejenak dan pergi menuju ruangannya.

Tok tok

Pintu ruangan Airin diketuk dari luar.

"Masuk!" teriaknya tanpa mengalihkan mata dari dokumen yang saat itu sedang dia baca.

Teman Airin — Okta masuk ke dalam ruangan.

"Hai Rin." sapa Okta sembari duduk di kursi yang berseberangan dengan Airin.

"Ada apa Okta? Aku sedang sibuk."

"Oh My God bestie... Lo gak punya waktu untuk senang-senang sekarang ini ya? Kerja mulu, lo 'kan udah kaya." ledek Okta agar Airin tertawa.

"Gue gak punya waktu untuk bercanda ataupun membahas hal yang tidak penting, Ta. Lo lihat sendiri 'kan, gue lagi banyak kerjaan dan gak bisa di ganggu gugat ataupun ditinggalin." ucap Airin melirik Okta sekilas.

"Lo benar-benar berubah, Rin. Lo gak seperti Airin yang gue kenal dulu." Okta menggeleng.

"Gue yang dulu ataupun sekarang sama aja, Ta. Sama-sama sibuk dengan pekerjaan."

"Tapi gak separah ini, Rin! Lo sekarang udah gak punya waktu untuk sahabat lo, beda sewaktu ada Ezra dulu."

Brak!

Airin menggebrak meja, dia sangat kesal jika Ezra di bawa-bawa dalam hal apapun.

"Jelas beda! Gue udah gak punya waktu untuk bersenang-senang di atas kematian Mas Ezra, gue gak bisa." Airin menunduk sedih.

Okta tidak sanggup melihat sang sahabat terpuruk seperti ini, dia yang awalnya hanya ingin membuat Airin tertawa ataupun ceria seperti dulu lagi ternyata gagal. Okta mengelus pundak Airin dengan lembut.

"Maafin gue karena udah memaksa lo untuk melupakan Ezra, Rin." Okta pun mengerti betapa hancurnya hati Airin saat ini, tetapi Okta tidak ingin Airin menjadi wanita yang lupa akan kesenangan.

"Gak akan ada yang bisa merasakan gimana hancurnya hati gue ketika ditinggal Mas Ezra hingga saat ini, Ta. Semua orang mengatakan jika gue pembawa sial dan tidak pantas didekati. Bahkan karena kejadian itu, banyak perusahaan yang mencabut kembali saham mereka di perusahaan gue, gue benci itu semua Ta gue benci.'' lirih Airin sembari meneteskan air mata.

"Rin, gue mohon lo jangan terlalu menyiksa diri seperti ini. Gue pengen lo punya waktu untuk pergi bareng kita sahabat lo, gue yakin pasti pikiran lo nanti bisa sedikit jernih dan terbuka."

Airin hanya diam saja tanpa berniat menjawab ucapan Okta.

"Oke, gue pergi dulu. Jaga diri lo, dan kalo lo butuh teman untuk curhat atau lo pengen jalan-jalan hubungi aja gue." Okta mengelus kembali pundak Airin dan beranjak dari kursi lalu pergi keluar dari ruangan Airin.

Setelah Okta pergi, Airin menatap pintu ruangan dengan nanar.

"Kalau gue jalan-jalan pasti gue selalu teringat dengan Mas Ezra, beginilah cara gue untuk sedikit melupakan kesedihan atas kematian Mas Erza. Gue harus terus di sibuk 'kan oleh pekerjaan agar pikiran gue tidak selalu tertuju kepada Mas Erza." Airin menghapus air matanya. "Aku harap kamu tenang di alam sana, Mas. Aku benar-benar sangat merindukan kamu, aku ingin bersama dengan kamu.'' Airin menangis lagi.

***

Di sudut kota yang berbeda, seorang pria dengan raut wajah khawatir berlari masuk ke dalam sebuah rumah yang terlihat sederhana.

"Assalamu'alaikum." ucapnya ketika berada di dalam.

"Wa'alaikumsalam." sahut mereka yang ada di dalam kamar.

"Ibu, apa yang terjadi? Bagaimana kondisi Ibu?" pria itu langsung duduk di dekat sang Ibu.

"Uhuk... Ibu tidak apa-apa, nak. Kamu tidak perlu khawatir,"

"Tidak perlu khawatir bagaimana? Fatimah mengatakan jika Ibu pingsan di kamar mandi. Saya yakin ibu pasti sedang memikirkan sesuatu hingga tekanan darah Ibu menjadi rendah."

Ibu hanya tersenyum mendengar ucapan putranya.

"Nak, kamu semakin lama semakin cerewet. Ibu hanya kepikiran tentang kehidupan kamu, Za."

Pria yang bernama Eza itu menggeleng heran, sering kali Ibunya pigsan karena memikirkan masalah dirinya yang belum kunjung menikah.

"Em.. Mas Eza, Ibu. Suci permisi dulu, Assalamualaikum..." bidan Suci yang tadi memeriksa keadaan Ibu langsung pamit undur diri ketika Ibu mulai mengatakan tentang masa depan Eza.

"Waalaikumsalam." sahut Ibu dan Eza bersamaan.

Setelah kepergian Bidan Suci, Ibu kembali menatap Eza.

"Za, Ibu sudah tua dan ingin melihat kamu menikah. Ibu iri dengan mereka yang anaknya sudah pada menikah, apa kamu tidak ingin untuk mencari seorang istri?"

"Bu, sudah saya katakan jika jodoh itu ada Allah yang mengatur dan kita tidak perlu khawatir." jelas Eza dengan perlahan agar tidak menyakiti hati sang Ibu yang telah mengasuhnya dari kecil hingga dewasa.

"Tapi kalau tidak dicari juga tidak akan datang, Za."

"Saya masih ingin fokus berkarier, Bu. Jika saya sukses, pasti akan banyak wanita yang mendekati saya dan saya tinggal memilih seorang wanita untuk dijadikan sebagai istri."

"Berarti kamu normal 'kan, nak?"

Eza mengerutkan dahi dan tersenyum tipis. "Astaghfirullah... Siapa bilang saya tidak normal, Bu? Saya ini pria tulen, bukan belok.''

Ibu hanya tertawa pelan. "Para tetangga mengatakan jika kamu memiliki kelainan, maka dari itu di usiamu yang sudah menginjak tiga puluh dua tahun kamu belum juga menikah atau memiliki seorang kekasih.''

"Ibu hanya perlu beristghfar dan menjawab jika jodoh itu rahasia Allah. Siapa tahu anak mereka nanti bisa saja berjodoh dengan saya, iya tidak?"

Ibu mengangguk paham.

"Nah, saya minta ibu jangan lagi terlalu banyak memikirkan tentang masalah jodoh. Orang lain memang seperti itu, Bu. Mereka hanya bisa berkomentar tanpa melihat sisi positifnya, menikah cepat dikatakan hamil duluan, menikah lama dikatakan tidak normal." Eza hanya menggeleng heran.

"Ibu cuma tidak ingin mereka mengejek kamu, nak."

"Sudah, Ibu tenang saja. Secepatnya saya akan mencari seorang istri, ibu hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk saya. Doa seorang Ibu adalah jalan ridho dari Allah." Eza tersenyum ke arah sang Ibu.

Fareza Syarief adalah anak sematawayang dari seorang janda bernama ibu Aminah, Eza di pungut dari panti asuhan ketika suami Ibu Aminah meninggal dunia. Ibu Aminah takut jika sudah tua tidak ada yang menjaganya karena itu dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak dari panti asuhan, Ibu Aminah bersyukur karena anak yang dia adopsi sangat pengertian dan penyayang terhadap orang tua.

Fareza sendiri saat ini berusia tiga puluh dua tahun, mempunyai adab yang sopan, akhlak yang baik dan tulus menyayangi sesama. Fareza atau sering disapa Eza hanyalah seorang penyanyi panggilan di sebuah cafe-cafe, gaji yang dia dapat tidak terlalu besar dan hanya mencukupi untuk kebutuhan hidup karena itulah Eza masih takut mencari seorang istri.

**TBC

HAPPY READING

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK DAN DUKUNGANNYA, TERIMA KASIH BANYAK 🙏.

BUDAYAKAN MENEBAR BUNGA DAN MEMBERIKAN KOMENTAR POSITIF 🥰**

Bab 3 CINTAI AKU, ISTRIKU!

Airin telah sampai di rumah tepat pukul delapan malam.

"Mobil siapa ini?" Airin terus memperhatikan mobil yang terparkir di halaman depan rumahnya.

Dirinya segera masuk ke dalam rumah untuk memastikan siapa yang bertamu.

"Nah, itu Airin sudah pulang." Marina menunjuk ke arah pintu.

"Dio?" ucap Airin heran.

Dio hanya tersenyum manis ke arah Airin.

"Rin, Nak Dio datang kesini untuk mengajak kamu nonton bioskop di Mall."

"Arin capek, Ma." sahut Airin dengan malas.

"Mas Dio, maaf aku gak bisa. Mungkin lain kali." Ujar Airin.

Dio sebenarnya sedikit kecewa tetapi dia tidak bisa memaksa Airin karena pasti nanti Airin menjadi ilfil dengannya.

"Tidak apa-apa, Rin. Aku maklum kok." Dio tersenyum tipis. "Ya udah, kalau begitu saya permisi pulang dulu ya Tante?" lanjutnya sambil beranjak dari sofa.

"Aku pulang dulu ya, Rin? semoga kamu punya waktu untuk jalan bareng aku." ujar Dio ketika tubuhnya sejajar dengan Airin.

"Aku gak bisa janji, Di."

Dio mengangguk lemas dan pergi dari rumah Airin.

Airin hanya menghela nafas dan ingin melangkah ke kamar .

"Arin tunggu!" Marina berdiri dan menghampiri sang Putri.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini, Rin? Mama minta kamu jangan menyiksa dirimu sendiri dengan cara membebankan semua pekerjaan, Mama gak mau kamu sakit nak."

"Mama ini bicara apa? Arin baik-baik aja, Ma. Udah akh, Arin mau ke kamar dulu. Gerah pengen mandi." Airin mengecup pipi sebelah kiri Marina dan dia langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Setelah kepergian Airin, Marina memejamkan mata sejenak.

"Ya Allah, tolong berikan yang terbaik untuk putri hamba. Turunkan-lah jodoh untuknya, hamba sangat berharap Arin bisa seperti dulu lagi, periang, ceria dan tidak suka murung seperti sekarang." gumam Marina berdoa untuk kebaikan sang Putri.

Di dalam kamar Airin.

Airin duduk di tepi ranjang sambil memegang bingkai foto yang terdapat dirinya dan juga Ezra di dalam sana.

"Aku sangat merindukanmu, Mas... Aku benar-benar ingin mati rasanya, hidup ini sangat berat aku rasakan setelah kepergianmu. Hiks." Airin menghapus air mata dan dia beranjak dari ranjang menuju balkon kamar.

Saat berada di balkon, Airin mendongak menatap langit yang sangat cerah tetapi tidak secerah suasana hatinya.

"Apa kamu bisa melihat aku dari atas sana, Mas Ezra? Lihatlah aku, aku sangat tersiksa karena dirimu. Andai kamu hidup kembali maka aku tidak akan melepaskanmu pergi dari ku lagi, Mas." Airin terisak dengan memeluk bingkai foto tersebut.

*****

Di sebuah ruangan yang terlihat bersih dan sedikit sepi, seorang pria tengah melakukan ibadah wajib umat muslim.

"Assalamualaikum warahmatullah, Assalamualaikum warahmatullah."

Pria tersebut baru selesai melaksanakan sholat isya dan sebentar lagi dia akan manggung untuk bernyanyi.

Pria itu mengangkat kedua tangannya untuk berdoa meminta ampunan kepada Allah.

"Ya Allah, hamba percaya akan keajaiban darimu. Engkau-lah Maha Kuasa dan Maha segala-galanya, hamba sangat ingin segera bisa sukses dan cepat mempunyai seorang istri. Di usia hamba yang sudah menginjak kepala tiga, bohong jika hamba mengatakan belum ingin menikah. Hamba sangat ingin menikah tetapi jika pekerjaan hamba belum mendapatkan gaji yang tetap hamba masih takut untuk memberikan nafkah kepada wanita yang akan menjadi calon istri hamba nanti. Hamba hanya bisa berserah diri Kepada Engkau ya Allah, tolong kabulkan-lah doa hamba, semoga semua impian hamba segera tercapai, amin amin ya rabbal'alamin." Eza meraup wajah dengan lembut setelah selesai berdoa.

Di dekat pintu, tak sengaja teman duet Eza yaitu Nur mendengarkan semua doa yang Eza panjatkan.

"Jika kamu mau denganku, maka aku bersedia menjadi istrimu Mas. Kita akan bersama -sama menjalani kehidupan susah dan membangun semuanya mulai dari nol." gumam Nur dan segera pergi dari depan pintu ruangan sholat sebelum keberadaannya diketahui Eza.

Nur gadis berusia dua puluh empat tahun yang sudah lama memendam perasaan kepada Eza, tetapi Eza tidak pernah sekalipun melirik ke arah nya. Nur hanya bisa pasrah dan berserah kepada Allah atas semua keinginan yang selama ini dia impikan.

**TBC

HAPPY READING

SAMPAI JUMPA DI BAB SELANJUTNYA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK SERTA DUKUNGAN.

TERIMA KASIH 🙏**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!