#bab 1
Di sebuah restoran mewah, Cahrlotte duduk dengan tenang seraya menyesap secangkir teh yang dia pesan. Kedua matanya yang jernih memandang jauh keluar, menunggu kedatangan Sean Smith.
Satu jam, dua jam berlalu Sean belum juga datang. Charlotte menghela napas seraya bergumam, "Bukankah dia yang meminta bertemu, mengapa datang terlambat, pikirnya.
Jika bukan karena keadaan keluarganya yang kacau balau, maka dia tidak akan pernah mau menjual dirinya kepada Sean, meskipun dia mencintainya selama ini dalam diam.
Seorang pria berjalan masuk ke dalam restoran, dia memiliki proporsi wajah yang terlihat sempurna. Setelan hitam yang dipakainya menambah level ketampanan pria itu lebih tinggi satu tingkat lebih tinggi dari pria-pria tampan lainnya.
Charlotte tersenyum ketika melihat Sean menarik kursi dan duduk di depannya, "Tuan Smith kau terlambat," ujar Charllote sambil tersenyum.
"Ada hal penting yang harus aku kerjakan lebih dulu," jawab Sean.
"Mengantar Katie?" tanya Charlotte.
"Ya," jawab dingin Sean.
"Apa dia tahu kita akan menikah?" tanya Charloote.
"Ya, aku sudah menenangkan dia?" jawab Sean lagi.
"Menenangkan?" tanya Charlotte.
"Ya, dengan ini," jawab Sean seraya menyodorkan sebuah berkas.
"Perjanjian pernikahan," gumam pelan Charlotte.
"Ini ..." belum juga Charlotte menyelesaikan pertanyaannya Sean langsung saja menyelak perkataannya.
"Selama kita menikah, kau tidak boleh memberitahukan tentang statusmu sebagai Nyonya Smith," jelas Sean.
"Kau bebas melakukan apa saja, selama tidak terlibat dengan pria lain," .
"Tidak akan menerima saham dari Grup Smith." tukas Sean menjelaskan poin perjanjian yang lain
"Aah... jadi karena ini kau meminta pernikahan yang tertutup," ujar Charlotte
"Tentu saja, apa kau pikir dirimu bernilai semahal itu, pantas untuk ada di sisiku," jawab Sean dengan suara magnetis terdengan sedikit dingin.
Charlotte meremas kedua tanganya di bawah meja, selama ini dia hanya bisa memendam rasa kepada Sean. Tidak berani mengejar apalagi bermimpi menjadi istrinya, posisinya yang tak terlihat di keluarga Brown membuatnya enggan memikirkan yang indah-indah. Tapi, karena dia harus menyelamatkan keluarga Brown, menyelamatkan apa yang telah dibangun oleh ibunya tetapi dihancurkan oleh orang ketiga.
Danny Brwon, ayah Charlotte berselingkuh dan ini benar-benar memukul telak ibunya, sampai meninggal pada akhirnya. Bahkan sekarang Hutang-hutang perusahan keluarga Brown menjadi atas nama Charlotte, karena sebelum dinyatakan bangkrut. David adik tiri Charllote, telah merubah kepemilikan saham semua atas nama Charllote, sebelum Danny Brown bunuh diri.
Saat ini Charlotte membutuhkan nama besar keluarga Smith untuk bisa bangkit membangun warisan bisnis yang ibunya dirikan dan kembangkan bertahun silam yang lalu. Jadi pada saat dia mendengar jika Keluarga Smith sedang mencari sumsum tulang belakang yang cocok untuk Sean, maka dia pun mengajukan dirinya untuk diperiksa kecocokannya.
Suatu kebetulan, ternyata sumsum tulang belakang yang Charlotte miliki cocok dengan Sean Smith. Pada saat itu Charlotte mengajukan syarat menikah dengan Sean, jika ingin dia menyumbangkan sumsum tulang belakangnya.
Keluarga Smith menyetujui, meski Sean menolak. Jadilah hari ini Sean mengajak Charlote untuk bertemu, dan memberikan perjanjian pranikah itu.
"Aku akan menandatangani ini, selama kau berjanji, akan memberi sesuatu!" pinta Charlotte.
"Apa kau pikir memiliki hak untuk bernegosiasi denganku!" ujar Sean sedikit marah.
"Tentu saja, aku adalah calon istrimu," jawab Charlotte seraya bersandar dikursinya sambil bersedekap.
"Apa yang kau inginkan!?" tanya Sean semakin marah.
"Bisnis," jawab Charlotte.
"Bisnis?" tanya Sean.
"Ya, bisnis. Akan ada saatnya aku memerlukan nama besar Smith. Dan jika itu terjadi aku harap kau mengijinkan aku memakainya," jelas Charlotte.
Sean nampak berpikir sejenak, lalu menjawab, "Selama kau tidak mengatakan statusmu, maka aku akan mempertimbangkannya," janji Sean.
"Ok, sepakat," jawab Charlotte seraya membubuhkan tanda tangannya di perjanjian itu.
"Senang berbisnis denganmu Tuan Smith, sampai jumpa di altar pernikahan," ujar Charlotte seraya mengedipkan matanya lalu berjalan, bergegas pergi dari restoran itu.
Charlotte berjalan sambil, menghapus air matanya yang terjatuh di pipi. Di dalam mobil dia beberapa kali menghela napas panjang, berpikir pasti saat ini Sean menggangap jika dirinya itu adalah wanita pemburu harta, setelah sedikit tenang lalu barulah dia mulai melajukan mobilnya.
Sesampainya di Mansion River side,
Terdengar suara vas terbanting dengan keras dari ruang keluarga Brown. Saat ini David dan ibunya tengah bertengkar hebat dengan para penagih dari rentenir.
"Ada apa ini," teriak Charlotte.
"Ah, Nona Brown, mereka bilang kau yang akan membayar hutang-hutang papamu," ujar salah satu penagih.
"Kalian siapa?" tanya Charlotte.
"Tuan Brown meminjam uang kepada kami, dan saat ini dia sudah sangat telat membayar hutang berikut bunganya," jelas si penagih.
"Rentenir," pikir Charlotte
"Berapa hutang Papaku?" tanya Charlotte
"Setengah juta dollar, belum berikut bunga berjalan," jawab si penagih lagi.
"Apa!" ujar Charlotte terkejut.
Charlotte memandang benci kepada Sarah dan David. karena adik tirinya itu telah menyelewengkan dana perusahaan untuk berfoya-foya dan berjudi, sehingga perusahaan ibunya yang telah dirintis sebelum ibu Charlotte menikah dengan Dany Brown menjadi hancur lebur berantakan seperti sekarang.
Charlotte mengepalkan tangannya seraya berkata, "Aku akan melunasinya," jawabnya dengan suara yang terdengar tenang.
"Bagus, itu yang ingin kami dengar," ujar mereka seraya berlalu pergi.
Charlotte benar-benar merasa lelah, otaknya serasa tengah mendidih karena perilaku ibu dan anak yang serakah akan harta dan tahta. "Hei tunggu, dari mana kau akan mendapatkan uang itu?" tanya David.
"Berikan kepada kami juga!" pinta David lagi.
Kesabaran Charlotte sudah benar-benar habis, "Kau ini punya otak tidak!" hardik marah Charlotee.
"Kau pikir aku penyihir, bisa mendatangkan uang jutaan dollar semauku," jawab marah Charlotte.
"Jadi kau hanya membual tentang akan membayar hutang-hutang itu," ujar David.
"Aku lelah, jangan ganggu aku," jawab Charllotte seraya pergi masuk ke kamarnya.
Di dalam kamar, Charllote berbaring di ranjang besarnya. Sambil menatapi lampu kristal yang menggantung dia pun berkata, "Mom, mengapa kau begitu bodoh memilih hidup bersama pria seperti Papa."
"Lihatlah apa yang dia lakukan pada putri kesayanganmu ini," ujar protes Charlotte lagi.
Hari-hari dilalui Charllote bagai sebuah neraka, jika bukan petugas Bank maka rentenir akan mendatangi Mansion, menagih hutang Danny Brown atau hutang judi David Brown.
Kadang wajah Charlotte sedikit memar karena melawan, membela diri ketika ada penagih yang ingin melecehkannya. Pada saat ini, asisten Sean datang untuk menjemputnya, melakukan operasi sumsum tulang belakang untuk lusa. Dia telah menjalani tes dan sudah dikatakan layak untuk melakukan transpalasi sumsum tulang belakang.
Adam sedikit mengernyitkan alisnya ketika melihat ada memar biru di sudut bibir Charlotte "Apa Nona baik-baik saja?" tanya Adam.
"Iya tentu, ini hanya sedikit terbentur karena terjatuh di kamar mandi," jawab Charlotte dengan memaksakan senyum di wajahnya.
Lusa adalah hari pernikahannya dengan Sean. Setelah itu barulah Charlotte bersedia melakukan operasi sumsum tulang belakang ini.
Dokter Juga telah melakukan serangkaian tes untuk menilai apakah Sean sehat dan cocok untuk menjalani prosedur transplantasi sumsum tulang ini.
Transplantasi sumsum tulang bertujuan untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang yang rusak. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan sel punca sehat ke dalam tubuh pasien. Sel punca yang sehat ini kemudian akan berkembang dan memproduksi sel darah yang sehat.
Setalah keduanya dinyatakan sehat, maka operasi pun telah terjadwal. Hari pernikahan itu pun tiba, Penata rias dengan lihai menyapukan make up natural kepada wajah Charlotte yang sedikit memar. Namun, masih berhasi menyamarkan memar di wajah Charlotte.
"Apakah sudah cukup?" tanya si penata rias.
"Sudah, ini sudah cantik," jawab Charlotte memandangi wajahnya yang terlihat berbeda di hari ini.
Tak berapa lama, Adam pun datang, "Apa sudah siap?" tanyanya.
Charlott tersenyum kepada Adam, lalu menganggukan kepalanya sebagai tanda setuju. Lalu Adam pun membawanya menuju ke aula altar pernikahan. Pintu pun terbuka, Charlotte berjalan sendiri menuju altar pernikahan. Sean tengah menunggunya di altar. Enzo, kawan baik Sean memegang kotak cincin pernikahan kawan baiknya itu.
Sean mengulurkan tanganya, Charlotte tersenyum manis dibalik cadar pernikahannya. Janji suci pernikahan pun dimulai. Cincin pernikahan tersemat di jari masing-masing. Sean enggan mencium Charlotte, dan memilih pergi dari altar pernikahan mereka tepat setelah dinyatakan sebagai suami istri.
Cahrlotte hanya bisa menatapi dengan pandangan sendu, baru beberapa menit sah menjadi sepasang suami istri, tapi Sean sudah mendeklarasikan jika dirinya itu hanyalah sampah kotor yang diijinkan berada di sisi Sean.
Beberapa keluarga Smith pum berbisik-bisik, "Dasar pemburu harta, jika bukan karena Sean sakit. Mana mungkin dia bisa berdiri di altar itu dan mengucap janji suci dengan Sean."
Enzo merasa tidak enak hati dengan Charlotte, lalu dia berkata, "Selamat atas pernikahanmu ya, aku akan menyusul Sean dan mengecek keadaanya," ujarnya sembari bergegas pergi mengejar Sean.
"Hei, apa-apaan tadi itu?" Ujar Enzo sedikit berteriak.
Sean tetap diam, lalu Enzo berkata lagi, "Tidak bisakah kau bersikap manis sedikit kepada malaikat penyelamatmu."
"Malaikat katamu?" tanya Sean dengan nada sedikit mengejek.
"Hah, yang benar saja. Sepertinya matamu ini sudah benar-benar rabun," ledek kesal Sean, seraya bergegas pergi meninggalkam gereja.
Nyonya Barbara meminta Enzo untuk menjaga baik-baik Sean karena lusa jadwal operasi pencangkokan telah terjadwal. Sehari sebelumnya Charlotte sudah berada di rumah sakit. Menjaga diri sebelum tindakan pencangkokan itu. Dia menatapi pemandangan dari lantai 12, tempat kamar dia ditempatkan.
Charlotte sedikit tertawa, karena merasa sungguh pernikahanya ini adalah pernikahan yang membuat patah hati, jika yang lain setelah menikah langsung berbulan madu. Maka lain hal dengan dirinya. Dia malah dikirim ke rumah sakit.
Pada saat ini ponselnya berdering, itu adalah panggilan masuk dari nomor ponsel Sean, "Halo," sapa si penelpon.
Alis Charlotte mengernyit, ponsel Sean namun, suara yang terdengar adalah suara seorang wanita.
"Charlotte, aku Katie ..." sapa kekasih Sean pada Charlotte.
"Oh hai, apa mau mengucapkan selamat kepadaku?" tanya Charlotte berbasa-basi.
"Aku hanya ingin menyampaikan pesan Sean kepadamu, jangan tidur terlalu larut karena esok kau harus menjalani transpalasi," ujar Katie.
"Ah begitukah," jawab Charlotte masih dengan nada santai.
"Jika begitu sampaikan juga padanya, agar malam ini tidur yang cukup," ujar Charlotte.
"Tenang saja, ada aku di sini yang akan menjaganya," ujar Katie dengan nada sedikit memanasi.
Charlotte langsung saja memutuskan panggilan ponsel itu, lalu dia tertawa terbahak-bahak, mentertawai takdir kelamnya ini sambil sedikit menghapus air matanya.
Katie segera memasukan ponsel Sean ke dalam laci nakas. Sean baru saja selesai mandi, "Kau ... sedang apa?" tanyanya.
"Ah ... itu, makan malam telah siap," jawab Katie.
"Tunggulah di bawah," ujar Sean.
"Ok, aku akan menunggumu," jawab Katie.
Keesokan harinya tindakan operasi sum-sum tulang belakang pun dilakukan dengan lancar dan berhasil. Setelah selesia Keduanya pun saat ini sedang beristirahat dan sedang dalam masa pemulihan
Selama beberapa minggu pertama setelah transplantasi, dokter akan melakukan transfusi sel darah merah dan sel keping darah secara berkala, sampai sumsum tulang baru dapat memproduksi sel darah dalam jumlah yang cukup. Jadi untuk beberapa hari kedepan Sean sudah dipastikan akan tinggal di rumah sakit.
Pada sore harinya, ponsel Charlotte berdering, Diana teman baiknya menghubungi dengan nada panik, "Kau di mana? Mereka bilang mansionmu ini sudah dijual."
"Apa?" jawab Charlotte tercengang.
Itu adalah mansion milik ibunya, dia merasa tidak pernah menjualnya. Lalu dia teringat David, "Brengsek."
"Ini pasti ulah pria tidak berguna itu," hardik kesal Charlotte lagi dalam hati.
Charlotte mencabut infusan di tangannya, lalu dengan tertatih-tatih dia mengganti bajunya dan segera bergegas pergi ke mansionnya.
Dengan rasa sakit seperti tertusuk 1000 jarum. Namun, karena mengingat jika Mansion itu penuh dengan kenangan indah mamanya, maka Charlotte memaksakan diri untuk pulang ke sana.
Cahrlotte langsung masuk ke dalam taksi yang berhenti di depannya, "River side," ujar Charllito kepada supir taksi.
Wajah charlotte terlihat kurang baik, "Nona apa baik-baik saja?" tanya si supir.
"Aku baik-baik saja, tetaplah menyetir!" sahut Charlotte.
Diana baru saja pulang dari luar negri, dan dia langsung saja pergi ke rumah Charlotte untuk memberikan kejutan kepadanya. Tapi, sungguh dia malah dibuat terkejut oleh apa yang dia lihat dan dia dengar sekarang rumah kawan baiknya itu telah dijual.
Charlotte turun dari taksi sengan sedikit tertatih, "Diana." Panggilnya sambil mengetuk kaca pintu mobil kawan baiknya itu.
Diana pun keluar dari mobil, "Hei, apa kau sakit?" tanya Diana.
"Aku baik-baik saja," jawab Charlotte seraya berjalan masuk ke dalam mansionnya.
"Tuan ... ada apa ini?" tanya Charlotte dengan suara sedikit melemah.
"Nona, rumah ini telah dibeli. Dan Tuan kami ingin mengganti barang-barang usang ini," jawab salah satu pelayan yang sedang membersihkan Mansion itu.
Pada saat ini Alfred, kepala pelayan turun dengan membawa sebuah pigura foto, "Nona, bawalah ini bersamamu," ujarnya.
"Alfred ... Alfred ...mengapa begini," ujar Charlotte dengan sedikit menangis.
"Jangan menangis, aku sudah meminta foto-foto nyonya agar diperbolehkan untuk Nona bawa pergi dan simpan," jelas Alfred.
Charlotte sedikit terhuyung, Diana segera memegangi tubun Charlotte, "Oh ya Tuhan ada apa denganmu," ujar Diana sedikit bingung.
"Letakan itu dimobilku saja,' ujar Diana kepada Alfred.
"Siapa Tuanmu, katakan!" ujar Charlotte kepada petugas yang sedang membersihkan rumahnya itu.
"Aku harus bertemu dengannya, rumah ini tidak boleh di jual ... aku tidak pernah menjualnya!" hardik marah Charlotte.
"Maafkan saya Nona, saya tidak bisa memberi tahu soal ini," jawab petugas kebersihan itu.
"Katakan padanya aku akan membeli kembali darinya berapapun harganya." Ujar Charlotte.
"Ini pasti semua ulah dua ular berbisa itu," ujar marah Diana dalam hati kepada Sarah dan David seraya menarik charlotte keluar.
Alfred pun membawa pigura-pigura foto itu ke mobil Diana, "Ayo! Kita ke rumahku saja," ajak Diana pada Charlotte.
Charlotte pun berjalan dengan sedikit lunglai dan dipapah oleh Diana. Melihat Alfred yang sedang berdiri, lalu Charlotte langsung memeluknya dan berkata, "Aku pasti akan menjemputmu, kau jangan coba-coba berani bekerja untuk orang lain ok."
Alfred pun mengangguk sambil menahan tangis, ini adalah nona kecilnya yang telah dia rawat sedari kecil sampai sebesar ini. Hatinya pun terasa sakit ketika melihat kemalangan tengan mendera nonanya itu.
"Alfred, terima kasih. Aku akan membawanya tinggal bersamaku untuk sementara waktu," ujar Diana.
Mobil Diana pun melaju pergi meninggalkan mansion penuh kenangan manis itu. Sesampainya di rumah Diana, langsung saja Charlotte di bawa ke kamarnya.
"Katakan padaku ada apa ini? tanya Diana.
Tiba-tiba saja Charlotte memeluk Diana dan menangis dengan gemetaran yang sangat hebat, "Oh ya Tuhan, sayangku ada apa sebenarnya denganmu," tanya Diana.
"Apa ini semua ulah dua ular beracun itu?" tanya Diana lagi.
"Oh Ya Tuhan, mengapa mereka selalu memberikan kutukan kesulitan kepadamu," hardik marah Diana dalam pertanyaannya.
"Apa mau menceritakan apa yang terjadi kepadaku?" tanya Diana.
Charlotte menatap sendu kepada temannya itu, lalu mulai bercerita. Mendengar cerita kawan baiknya itu, benar-benar memancing kemarahan Diana, "Brengsek, semuanya brengsek," hardik marah Diana.
"Mengapa kau tidak menghubungiku?" tanya Diana.
"Kau sedang merampungkan gelar S2-mu, mana mungkin aku mengganggumu dengan segala masalahku," jawab Charlotte
"Kau ini, apa menganggapku orang lain?" tanya kesal Diana.
"Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak ingin membuatmu pusing dengan berbagai masalahku," jelas Charlotte.
"Tenang saja sebagai, teman baik, aku akan mendukungmu apa pun yang terjadi," janji Diana.
"Sekarang kita kembali ke rumah sakit ya," bujuk Diana.
Charlotte menggelengkan kepalanya, tanda dia enggan untuk kembali. Sementara itu di rumah sakit, Sean sudah merasa agak lebih baik. Pada saat ini Adam masuk ke ruang rawat inap Sean untuk menyampaikan laporannya, "Tuan, Nyonya Smith telah pergi dari rumah sakit."
"Pergi, ke mana!?" tanya Sean.
"Kembali ke Mansion River Side," jawab Adam.
"Apa perlu menjemputnya?" Tanya Adam.
"Biarkan saja jika dia ingin tinggal di sana," ujar Sean dengan nada acuh tak acuh.
Diana membiarkan Charlotte tidur di kamarnya, dia menyelimutinya. Lalu dia mengambil kunci mobilnya, pergi ke rumah sakit untuk mengambil obat-obatan Charlotte. Dengan cepat dia masuk, lalu mengambil obat-obatan yang ada di atas nakas. Dan segera pergi dari sana.
Adam yang melihat itu, langsung saja melaporkan kepada Tuannya, "Apakah perlu di cek lebih lanjut?" tanyanya.
"Tidak perlu, jangan buang waktu untuk hal yang tidak penting," jawab Sean.
Diana langsung pergi ke salah satu dokter kenalannya, Abraham. "Apa kau bisa merawat pasien yang baru saja menjalani operasi sumsum tulang belakang," pintanya.
"Mengapa tidak mendatangi dokter ahlinya?" tanya Abraham.
"Hissh ... yg aku kenal dekat hanya kau," jawab Diana.
"Aku hanya dokter hewan," jawab Abraham.
"Oh ayolah, hanya perawatan dasar saja, ayolah, hanya kau yg bisa aku percaya," rengek Diana lagi.
"Ah, kau ini," jawab Abraham akhirnya menyetujui.
Sedari dulu Diana selalu suka dengan Abraham. Karena itu selalu mencari cara untuk bisa dekat dengannya. Mereka pun tiba di rumah, pada saat ini Charlotte masih terlelap.
"Charlotte," ujar Abraham.
"Kau tidak bilang jika dia yang sakit," ujar Abraham memandangi Charlotte.
Diana hanya terdiam, dia tadi sedikit menguji Abraham, ingin melihat apakah jika itu bukan Charllote, dia tetap akan menolongnya. Hatinya sedikit lega tadi, karena itu artinya Abrahan memperlakukan Charlotte dan wanita lain seimbang, tidak ada yang lebih. Tapi, hatinya seketika seperti teriris tipis ketika melihat sekilas ada tatapan penuh khawatir di binar mata Abraham itu.
Abraham memegang tangan Charlotte, lalu memeriksanya, "Ada apa denganmu?" tanya Abraham.
Diana hanya memberikan obat-obatan yang diambil tadi, "Sudah kubilang dia baru saja menjalani operasi. Dia baru saja mendonorkan sumsum tulang belakangnya," jelas Diana lagi.
"Oh ya ampun ... mengapa tidak beristirahat di rumah sakit dulu," ujar Abraham sedikit kesal.
Mereka berhenti berdebat, ketika mendengar Charlotte melenguh, terbangun, "Apakah terasa sakit?" Tanya Abraham dengan tatapan lembut.
Charlotte memaksakan senyuman di wajah, "Kau ada di sini," ujarnya kepada Abraham.
Charlotte menoleh kepada Diana, "Aku baik-baik saja," ujar lemahnya.
"Aku akan merawatmu," kata Abraham.
"Kau sangat sibuk, aku baik-baik saja," ucap Charlotte.
"Hatiku tidak tenang melihat kau sakit seperti ini, jadi biarkan aku menjagamu ok!" pinta Abraham.
Dalam beberapa hari ini, Abraham pun sering datang ke rumah Diana. Sementara Sean sudah kembali ke Mansion. Setelah menikah lalu menjalani operasi, dia tidak bertemu lagi dengan Charlotte, dan tidak mencari tahu tentang keadaannya.
Selama masa pemulihan malah, Katie yang lebih banyak menemani Sean. Sementara, Charlotte ditemani oleh Abraham dan juga Diana.
"Apa mau berjalan-jalan?" tanya Abraham.
Charlotte menganguk, Abraham pun mengajaknya keluar. Diana sudah mulai sibuk dengan perusahaan Papanya. Pada saat ini dia tinggal di rumah utama. Jadilah mereka hanya pergi berdua saja.
"Aku hanya ingin berjalan-jalan di sekitar sini saja!" pinta Charlotte.
"Ok," jawab Abraham seraya menggenggam tangan Charlotte.
Mereka berjalan kaki sambil sesekali melemparkan Lelucon lalu Abraham berkata, "Mau bekerja di tempatku?"
"Aku masih bekerja," jawab Charlotte
"Kau bisa mengundurkan diri," ujar Abraham seraya tertawa.
"Emm ... aku tidak tahu," jawab Charlotte
Abraham tahu jika saat ini perusahaan Brown sedang alami kebangkrutan, dan Charlotte menanggung hutang yang menggunung. Karena itu dia berusaha membantu semampunya.
Mereka berhenti di sebuah toko bunga, Charlotte memandangi seraya berpikir sudah lama sekali dia tidak pernah menerima rangkaian bunga lagi dari seseorang. Abraham pun langsung membeli bunga , lalu memberikannya kepada Charlotte.
"Terima kasih," ujar Charlotte seraya mengambil bunga itu dengan tersenyum.
Pada saat ini, Sean dengan sangat kebetulan melewati toko bunga itu lalu melihat pemandangan ini, "Bagus sekali, sepertinya dia sudah lupa dengan perjanjian yang dibuat," pikir Sean.
"Berhenti!" perintah Sean.
Dari balik kaca jendela yang hitam pekat itu, dia memperhatikan interaksi antara Charlotte dan Abraham dengan sedikit meradang hati, "Minta orang kita untuk menjemputnya!" perintah Sean kepada Adam.
Caharllote dan Abraham tiba di rumah, "Kau pasti sangat sibuk," ujar Charlotte.
"Tidak juga," jawab Abrahan
"Pergilah, aku tidak ingin menahanmu lebih lama. Pasien-pasien imut di klinik-mu itu pasti tengah menunggu," ujar Charlotte tersenyum manis.
Abraham pun masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. Baru saja Charlotte akan masuk ke dalam rumah. Dua orang pria berjas hitam langsung menariknya dan memasukannya ke dalam mobil. Bunga yang sedang dia pegang pun terjatuh.
"Kalian mau apa?" tanya Charlotte.
"Lepaskan aku, kalian siapa!" hardik Charlotte lagi. Tapi mereka hanya diam saja tidak menjawab.
Mereka pun tiba di sebuah bangunan Villa besar. Charlotte sedikit takut, dan mencoba lari. Dia menggigit salah satu tangan pria yang sedang memeganginya. Tapi dengan mudahnya ditangkap kembali oleh pria kekar yang membawanya tadi.
"Lepaskan aku ..." teriak hardik Charlotte sambil meronta ketika ditarik masuk.
Di dalam Villa, Charlotte sedikit terkejut ketika dipaksa masuk ke dalam kamar, Sean telah menunggu di dalam, "K-kau ..." ujarnya dengan suara terbata.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!