NovelToon NovelToon

CINTA DALAM IKATAN TAKDIR

tentang restu

Takdir cinta Hawa

Perihal restu

Selama tidak membunuhmu, hal yang menyakitkan mu justru akan membuatmu kuat.

Sebait kata yang ia sematkan sebelum perpisahan, dan akhirnya hanya meninggalkan duka dan rindu yang tak bertepi, bersama melesatnya pesawat yang kian terbang tinggi menjauh hingga hilang dari pandangan ini.

Satria Wardana, sesosok lelaki yang nyaris sempurna di mataku, kami merajut mimpi dan mengikat janji setia saat masih duduk di bangku sekolah dasar, meskipun kami berada disekolah yang berbeda, Satria selalu setia menjemput ku saat pulang sekolah, saat itu dia sekolah di SMP favorit dan aku duduk di bangku sekolah madrasah. Jarak tak menjadikan kami jauh, tapi justru semakin erat dalam ikatan sebuah kesetiaan dan kepercayaan.

Sikapnya yang dewasa dan penuh perhatian, selalu sabar dan tak sedikitpun berpaling meskipun kita berjauhan.

Cinta kami utuh, saling menjaga kesetiaan meskipun saat kami sudah duduk di bangku SMA.

Aku harus pindah ke kota Blitar karena ayahku dipindah tugaskan disana, namun itu tak mengurangi perasaan kami sedikitpun.

Satria yang tinggal di Kediri, yang tak mengenal kata lelah dan menyerah dalam menunjukkan cinta dan kesungguhannya, selalu datang berkunjung menemui ku di Blitar setiap akhir pekan. Meskipun kami hanya di ijinkan bertemu dan mengobrol saja di dalam rumah dengan pendampingan keluarga.

Waktu itu tak ada masalah dengan keluargaku, bahkan ayah nampak begitu dekat dengan Satria, itu bisa dilihat bagaimana ayah sangat betah ngobrol dengan Satria saat ia berkunjung ke rumah. Tak ada yang patut di cemaskan, karena restu pasti akan kami dapatkan. Itulah yang membuat cinta kami semakin kuat dan tumbuh dalam jarak berkilo-kilo meter.

Hingga suatu saat, kenyataan pahit itu mengoyak mimpi yang selama ini kita tanam.

Entahlah, apa yang ada dipikiran ayah, hingga beliau begitu menentang dan tidak sedikitpun memberikan kesempatan untuk Satria membuktikan jika ia mampu untuk menjaga dan membahagiakan putrinya ini. Terkadang sesuatu yang kita impikan tak harus terwujud dalam nyata, pun dengan cinta yang telah terjaga sekian tahun, harus rela kandas karena terhalang restu orang tua. Sakit, tapi tak berdarah, itulah luka asmara.

Kita mungkin memang memiliki perjalanan menemukan yang berbeda, tetapi bagiku, menemukanmu ialah sebuah titik balik. Meskipun kita hanya saling bicara di antara ke terdiaman yang panjang, aku sadar betul bahwa mencintaimu telah memberiku nyawa setelah mati di dalam kesunyian yang paling sepi.

Aku akan menjadi seseorang yang paling tabah, entah melupakan lelah ataupun memilih kalah.

Keduanya sama sama mencipta resah dalam keterkaitan.

Pendar cahaya nampak meredup, seiring sunyi yang membasahi penantian.

Kamu sebuah keniscayaan yang tak lagi ingin ku perjuangkan.

Sesunyi itu kamu di rinduku.

☘️☘️☘️

"Ayah harap, kamu tidak menjadi anak durhaka yang tak mengindahkan omongan orang tuamu.

Karena setiap orang tua punya alasan tersendiri dan itu semua bertujuan untuk kebaikan anak anaknya.

Ayah tau, kamu dan Satria saling mencintai, pun dengan Satria. Ayah tau dia lelaki baik, bertanggung jawab dan Sholeh, tapi ayah tidak suka dengan profesi yang dia pilih, karena ayah punya kenangan buruk tentang itu.

Ayah harap, kamu bisa mengerti maksud ayah."

Tiba tiba ayah mengutarakan keberatannya soal hubunganku dengan Satria. Dan itu benar benar membuatku shock dan tak mengerti dengan jalan pikiran ayahku.

"Tapi yah, apa yang salah dengan profesi yang Satria pilih, itu adalah pekerjaan yang mulia, itu impiannya Satria, bisa menjadi pelindung untuk orang lain, mengabdi pada negara dan menjadi kebanggan keluarganya.

Hawa mohon, ayah Jangan begini, Hawa sangat mencintai Satria, Hawa ingin mendampinginya dan mewujudkan semua impian kami.

Hawa janji sama ayah, Hawa tidak akan mengecewakan ayah, Hawa tidak akan meninggalkan gelar Hawa menjadi sia sia, Hawa akan tetap menjadi seorang yang sukses seperti yang ayah inginkan dan Satria juga mendukung Hawa mewujudkan impian Hawa."

Air mata dan tatapan tak berdaya terus aku hujamkan pada ayah, berharap ayah luluh dan merestui hubunganku dengan Satria.

"Hawa, belajarlah iklas dan lupakan Satria, kecuali dia mau meninggalkan mimpinya itu." Ayah seolah tak perduli dan masih kekeuh dengan keputusannya. Tak pernah aku melihat ayah se kaku ini dalam bersikap dan mengambil keputusan. Apalagi ini menyangkut masa depan dan kebahagiaanku.

Entahlah apa yang membuat ayah bisa berubah aneh dan berbalik menentang kehadiran Satria dalam hidupku.

"Tapi yaah...." aku tak lagi mampu berucap selain pasrah dengan apa yang diucap ayah, karena aku sangat tau karakter beliau, yang tak pernah bisa di tentang apapun itu.

"Jika Satria mencintaimu, dia akan meninggalkan mimpinya dan lebih memilihmu untuk membangun mimpi yang lebih indah lagi, dan untuk itu ayah janji, ayah akan membantu kalian untuk membangun mimpi yang lebih baik." lanjut ayah masih dengan keputusannya .

"Ayah...."

Lidah ini terasa kelu, saat mendengar ucapan ayahku, aku tak akan sanggup meminta Satria untuk meninggalkan mimpinya, karena aku tau bagaimana perjuangan Satria untuk bisa meraih itu semua.

Lebih memilih diam dan meninggalkan perdebatan dengan ayah, agar tidak keluar kata kata yang tak sepantasnya dari mulut ini.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

"Kenapa ayah menjadi egois?

kasihan Hawa."

Bu Erma baru membuka suara setelah Hawa pergi masuk ke dalam kamarnya, wanita itu bisa memahami bagaimana perasaan sang putri, namun dia juga tidak berani untuk membantah keputusan sang suami, bu Erma sadar, ini semua karena kesalahan dimasa lalunya, dan itu masih mencipta luka di hati sang suami.

"Sudahlah bu, tidak perlu menggurui ku, aku tau apa yang terbaik untuk Hawa dan kenapa aku begini, itu semua juga karena kamu!" balas pak Danu dengan sinis.

"Maafkan ibu....."

Bu Erma menunduk dan terpancar penyesalan yang begitu dalam dari setiap tetesan kristal bening yang kini mulai mengalir membasahi pipi putihnya.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

#sebenarnya kesalahan seperti apa yg dibuat Bu Erma hingga pak Danu begitu sangat keras menentang hubungan Hawa dengan Satria hanya karena Satria memilih menjadi seorang prajurit.

Hanya karena kisah masa lalu yang suram, kisah yang harusnya indah harus dipaksa kandas, Tak bisa menentang karena perihal restu. Taat dan patuh itulah yang jadi alasan utama untuk Hawa menerima dan terpaksa melepaskan mimpinya untuk bisa bersama Satria.

#yuuuuk kak dukung cerita aku ini ya, biar aku lebih semangaat lagi nulisnya, haturnuhun.

jangan lupa tinggalkan vote, like n love 💓❤️🔥

Happy ending ❤️

telpon dari Satria

Hawa terpaku dibalik pintu kamarnya, banyak tanda tanya yang muncul dalam pikiran gadis berhijab lebar itu.

'Sebenarnya apa yang terjadi antara ayah dan ibu di masa lalu, sampai membuat ayah begitu keras tak mengijinkan aku berhubungan dengan satria lagi.

Alloh, ku pasrahkan takdirku padaMU, apapun itu bantu aku untuk mampu menerimanya dengan iklas.'

Hawa memejamkan matanya menahan sesak dalam dadanya.

Meskipun rasa cintanya pada Satria sangat dalam, namun sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, Hawa tidak berani membantah keputusan sang ayah. Meskipun harus menahan pedihnya patah hati.

Dipendamnya sendiri ngilu dihatinya, di rasakanya sendiri beban rindu yang membuncah terhadap sang pujaan, dan mengubur harapan harapan indah bersama Satria.

Hawa tak cukup punya keberanian untuk memperjuangkan cintanya, jika itu berkaitan dengan restu ayahnya, Hawa tak sedikitpun mampu membantah ataupun bicara melebihi batasannya sebagai seorang anak.

Meringkuk menyandarkan tubuhnya dibalik pintu, berlahan buliran buliran bening itu kian deras menetes membasahi wajah ayunya.

'Maafkan aku Sat, maafkan aku jika aku gagal mendapatkan restu ayahku, maafkan aku yang tak mampu meyakinkan ayah tentang mimpi kita.'

Hawa tergugu dalam kesendirian, hanya rasa perih yang terus menghimpit dadanya, semakin sesak seakan sulit untuknya bernafas.

Suara jeritan ponsel yang terus bergetar, membangunkan Hawa dari ringkukan nya, berdiri berjalan pelan menghampiri suara yang terus berlalu, tangannya gemetar mengambil ponsel yang tergeletak di atas kasurnya, terpampang panggilan Vidio call dari lelaki yang ia tangisi.

Ragu, Hawa untuk menerima panggilan telepon dari satria, Hawa takut dan tak ingin membuatnya cemas karena melihat matanya yang sembab.

[Hay kenapa teleponku tidak diangkat, kamu baik baik saja kan? ]

Pesan yang dikirim Satria, karena Hawa tak kunjung menerima panggilannya yang sudah ke tiga kalinya.

[Wa....]

Satria kembali mengirim pesannya.

[Tolong angkat telepon aku ya, aku rindu ingin melihatmu, plis sayang] tulis Satria lagi, masih berharap wanita yang di rindunya mau mengangkat panggilan dari nya.

Lagi lagi pesan Satria hanya di read saja tanpa ada balasan dari Hawa, dan itu membuat Satria makin hawatir dan merasa aneh, karena selama ini Hawa hampir tidak pernah melewatkan telpon darinya.

Untuk sekian kalinya Satria mengulangi panggilan Vidio nya, dan di panggilan ke lima, baru Hawa menerima panggilan tersebut.

"Hay,ada apa?

Kenapa? coba cerita, jangan bikin aku hawatir ."

Satria langsung menyerbu pertanyaan yang membuatnya sempat cemas apalagi dalam Vidio terlihat mata Hawa yang memerah.

"Maaf tadi lama angkat teleponnya, masih di kamar mandi." Hawa membalas pertanyaan Satria dengan berusaha bersikap baik baik saja dan

Hawa memaksakan senyumnya terbit, agar Satria tak lagi hawatir.

"Bener, kamu nggak papa?"

Satria, masih meyakinkan jika wanitanya tidak lagi dalam masalah, karena wajah sembab Hawa cukup membuatnya untuk berpikir, jika wanita sedang tidak baik baik saja, namun tidak mau berkata jujur, dan Satria tidak berhak untuk memaksanya.

"Iya, aku nggak papa kok.

Gimana, betah disana?

Jaga makannya ya dan istirahat yang cukup." Hawa membalas pertanyaan Satria dengan ganti bertanya, membuat Satria tak berani memaksanya untuk bercerita.

"Iya, aku akan baik baik saja kok, justru aku hawatir sama kamu disana.

Entah kenapa perasaanku nggak enak saja dari kemarin, mikirin kamu terus." sahut Satria sedikit merasa ganjil dengan perubahan sikap Hawa dengan tatapan dalam.

"Aku baik baik saja, nggak usah hawatir yaa, aku nggak mau kamu kenapa kenapa disana, jaga diri baik baik."

Dengan sekuat tenaga Hawa menahan untuk tidak meneteskan air mata di depan Satria, namun karena perasaannya yang halus dan kalut, akhirnya pertahanannya pun jebol untuk tak menangis, rasanya masih belum sanggup jika harus mengatakan tentang pembicaraannya dengan sang ayah pada Satria, di samping itu Hawa juga masih belum mampu kalau harus mengakhiri kisahnya dengan lelaki yang selama ini cintanya ia jaga. Hawa pun pada akhirnya terisak dan membuat Satria menatap bingung di dalam layar ponselnya.

"Hei, kenapa kamu nangis?

Pliis WA, bicara sama aku."

Satria semakin hawatir dan memohon untuk Hawa menceritakan masalahnya.

"Aku nggak papa, aku cuma sedang rindu, makanya aku nangis, sedih tau jauh dari kamu."

Hawa mencoba untuk menutupi sedihnya dengan memasang gaya manjanya, ia berharap Satria percaya dan tidak mengkhawatirkan dirinya.

"Sabar yaa, kan cuma setahun aku disini, doain agar semua lancar, biar aku cepat memintamu menjadi istriku ke orang tuamu." Satria mengernyit mencoba mencari kebenaran di kedua bola mata yang memerah karena isak tangis dan Satria merasa Hawa sedang berusaha menutupi sesuatu darinya.

Satria tersenyum dan ada binar harapan dimatanya saat mengatakan ingin menjadikan Hawa istrinya, dan itu semakin membuat Hawa terisak dalam duka. Manahan perih yang tak bisa ia bagi. Cinta dan harapan yang begitu besar pada laki laki yang ada di layar ponselnya, membuatnya kian terisak dan menanggung kepedihan yang begitu menyesakkan dadanya.

Tok tok tok....

"Wa, belum tidur nak, boleh ibu masuk?" tiba tiba suara ibunya membuatnya mengusap air mata yang terus menetes dan ijin untuk menutup telponnya dulu pada Satria.

"Sudah dulu ya Sat, nanti kita teleponan lagi, ada ibu manggil aku." Hawa kembali bicara dengan Satria dan memberanikan diri menatapnya dalam.

"Iyaaa, love you " sahut Satria penuh cinta dan kerinduan di matanya.

"Love you to" balas Hawa lirih menahan perih

Hawa lekas mematikan teleponnya dan mengusap sisa air mata di wajahnya yang kini semakin terlihat sembab.

"Wa, boleh ibu masuk nak?"

Tok tok, sekali lagi Erma mengetuk pintu dan memanggil Hawa, ia merasa hawatir dengan keadaaan putrinya.

"Iyaa Bu, masuk aja, nggak dikunci kok." sahut Hawa pada akhirnya.

Ceklek...suara pintu terbuka, wajah ayu sang ibu langsung  nampak tersenyum dan berjalan ke arah Hawa yang kini duduk bersandar di ranjang.

Bu Erma langsung memeluk Hawa, mengelus rambut dan pundak sang putri, seolah memberi kekuatan, agar sang putri tidak rapuh.

"Ibu tau, apa yang Hawa rasakan saat ini, maafkan ibu ya, ibu tidak bisa membantu Hawa untuk meyakinkan ayah, maafkan ibu nak, ini salah ibu."

Bu Erma terisak sambil memeluk Hawa, dan itu semakin membuat Hawa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Bu.........."

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Kisah cinta yang cukup rumit namun penuh dengan teka teki, ketika hati tak lagi sanggup, akankah bisa meraih bahagia dengan pilihan lain.

Karena hati sudah terlanjur memilih dan menetap, apakah mungkin bisa untuk beranjak.

Haruskah Hawa membiarkan cintanya menjadi rapuh, atau akan tetap berusaha berjuang untuk mempertahankannya?

jangan lupa tinggalkan jejak like n komentar nya ya say.

Happy ending ❤️

ayah, aku tidak mau

"Bu......"

Tiba tiba suara bariton sang adik muncul menerobos masuk, Endik Wicaksono Sasmita.

Endik adalah anak bungsu dari Danu dan Erma, saat ini dia sedang kuliah di jurusan tehnik universitas muhamadiyah malang semester satu.

Endik mengerutkan kening melihat sang kakak dan ibunya, nampak mata mereka sembab khas orang yang habis menangis.

"Mbak Hawa sama ibu kenapa?

Kok kayak habis nangis gitu?" sambut Endik menelisik dengan tatapan heran lada ibu juga kakaknya.

Bu Erma nampak ragu untuk menceritakan apa yang sedang terjadi, karena ia tahu seperti apa sifat putranya itu, keras dan tak segan menentang apa yang dianggapnya benar, dan karena sikapnya itu Endik sering kali adu mulut dengan sang ayah.

"Mmmmm, nggak papa kok, ibu sama mbak Hawa cuma lagi cerita cerita aja mengenang almarhumah mbah uti, jadi mewek karena kangen, iya kan nduk?"

Bu Erma mengedipkan matanya pada Hawa dan langsung disambut anggukan paham maksud ibunya.

"Iyaaa, mbak jadi kangen sama mbah uti, gimana kalau besok kita ziarah ke makam mbah uti sekalian Kakung ya dek, kamu mau nggak nganter mbak ke Wlingi?" Hawa mengikuti sandiwara ibunya.

"Iya, besok aku anter, sekalian aku juga mau nyekar ke makam Om Agus." Sahut Endik tak sedikitpun menaruh curiga, percaya kalau ibu dan kakaknya sedang teringat almarhumah neneknya.

"Owh iyaa, ada apa nyariin ibuk?"

Bu Erma menatap putranya dalam dengan mengerutkan kening.

"Tadi Endik beli martabak sama lontong tahu kesukaan kita semua, yuuk makan bareng, mumpung masih anget, kangen makan bareng bareng, kalau di kos kan Endik suka makan sendirian." Sahut Endik dan menatap ibu juga Hawa bergantian.

Bu Erma dan Hawa tersenyum, ada rasa hangat yang menjalar di hati mereka, saling menyayangi dan saling mengasihi satu sama lain, anak anaknya selalu akur dan begitu saling menjaga, apa lagi Endik sebagai anak laki laki, satu satunya, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi pelindung bagi kakak kakaknya, Hawa dan Hilwa.

Hilwa adalah anak kedua, adik Hawa dan kakak bagi Endik, Hilwa saat ini kuliah di universitas muhamadiyah malang mengambil jurusan akuntansi, mahasiswi semester 4.

Semua berkumpul diruang keluarga, makan bersama dengan lontong bumbu sambil nonton televisi, dan sesekali saling mengobrol, namun kali ini Hawa tak banyak bicara, biasanya dia yang paling heboh menggoda adiknya.

Endik merasa ada yang lain dari Kakaknya.

'Ada apa sama Mbak Hawa ya, kenapa dia nampak murung, nanti saja aku tanya saat besok nganter ke makam uti.' Endik bicara sendiri di dalam hatinya, bertanya tanya dengan perubahan sikap sang kakak.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Satria, masih gelisah dengan pikirannya kepada Hawa, dia merasakan ada sesuatu yang Hawa sembunyikan, dapat terlihat bagaimana mata indah itu menatap, ada sorot luka disana.

'Aku sudah mengenalmu bertahun tahun WA, aku tau dan hafal sorot matamu, saat kamu bahagia, saat kamu cemas dan saat kamu sedih.

Semoga kamu baik baik saja, aku nggak akan sanggup kalau melihatmu bersedih.

Aku janji, akan menyelesaikan tugasku disini dengan baik, agar kita bisa cepat bertemu, dan aku akan membawa orang tuaku untuk memintamu menjadi pendampingku dan tentunya dengan membawa bekal yang cukup, hingga membuat ayahmu yakin jika aku bisa membahagiakan putrinya dengan gaji yang lebih dari cukup.

Hawa, aku tau kamu wanita yang baik, lembut dan tak pernah menuntut apapun dariku, trimakasih sudah selalu mendukungku, dan kamu adalah semangatku untuk menggapai semua impianku.'

Satria bergumam sendirian dengan pikiran tertuju pada gadis yang begitu ia jaga cintanya.

Satria memejamkan matanya sambil memeluk foto gadis pujaannya, dia terlelap dalam senyum dan harapan indahnya.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah enam bulan berlalu, namun Hawa masih belum punya keberanian untuk berkata jujur pada Satria.

'Alloh, aku pasrahkan semua padaMU, aku yakin keputusanMU adalah takdir terbaik untukku.'

Saat Hawa sedang membereskan pekerjaannya, pak Danu datang dengan wajah datarnya, memang pak Danu sangat jarang tersenyum, namun beliau sangat perhatian dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak anaknya.

Hawa menyambut kedatangan sang ayah dengan senyuman.

"Ayah sudah pulang? Hawa sudah masakin kesukaan ayah, sayur gori dan goreng lele sama tempe." Hawa menyambut kedatangan ayahnya penuh kasih.

"Tak lupa sama sambel petenya kan?"

Sahut pak Danu sambil menyerahkan kantong kresek berisi oleh oleh, buah apel dan pear kesukaan keluarganya.

"Iya, ayah tau aja kalau Hawa bikin sambel Pete."

"Tau dong, kan anak ayah selalu tau apa yang ayahnya suka."

"Yasudah ayah mandi dulu, biar Hawa angetin dulu sayurnya."

Pak Danu mengangguk dan segera masuk kamarnya.

"Wa, ibumu kemana?

Dari tadi ayah belum lihat ada ibu." pak Danu kembali menghentikan langkah dan menanyakan keberadaan istrinya.

"Ini kan tanggal dua belas yah, ibu lagi ikut arisan sama ibu ibu PKK di rumah pak RT."

"Owalah, ayah sampai lupa kalau ini tanggal dua belas"

Hawa memasukkan nasi kepiring ayahnya, tak lupa dengan lauk pauknya dan sambel Pete kesukaan sang ayah.

"Ayah makan yang banyak yaa, Hawa masaknya penuh cinta loh."

"Iya iya ayah akan habisin semua nya."

"Wa! temenin ayah makan ya, mau ada yang ayah bicarakan sama kamu.

Duduk sini"

pak Danu menepuk kursi sebelahnya agar anaknya duduk menemaninya.

Kening Hawa berkerut, seolah mencari tau apa yang ingin ayahnya bicarakan, hatinya tiba tiba mulai cemas.

Dipandanginya sang ayah makan dengan lahap, dari suapan pertama hingga tinggal satu suapan saja, sambil meneguk teh hangat pak Danu melap mulutnya dengan tisu.

Di tatapnya sang putri yang nampak gelisah.

"Wa! ayah akan mengenalkan kamu dengan anak teman kantor ayah." Pak Danu memulai percakapan dan langsung membuat Hawa terpaku, menatap tak percaya pada ayahnya yang tersenyum.

"Dia baik anaknya dan sekarang juga sudah mapan, punya kerjaan yang jelas dan ayah lihat dia sangat menghormati dan patuh sama orang tuanya.

Ayah yakin dia akan jadi imam yang baik untukmu.

Nanti malam kamu siap siap ya, selepas isya mereka akan berkunjung kerumah.

Ayah mohon, jangan kecewakan ayah." Sambung pak Danu santai.

"Maksud ayah, Hawa akan dijodohkan gitu?" Balas Hawa dengan raut wajah tak suka.

"Iyaaa..." jawaban singkat terlontar dari mulut pak Danu.

"Tapi yaah.." Hawa mencoba menyanggah tapi pak Danu tidak memberi Hawa celah untuk bicara.

"Sudah, ayah mau siap siap dulu, sambil nunggu ibumu, ayah mau keluar untuk cari makanan buat tamu kita nanti.

Jangan kecewakan ayah."

Pak Danu berlalu tanpa mau perduli dengan perasaan Hawa.

Hawa mematung dengan perasaan yang tersayat, tak terasa air matanya deras mengalir membasahi pipinya.

' apakah ini jalan takdir cintaku, harus berpisah dengan pria yang begitu aku cintai demi hormatku pada orang tua, Alloh aku hanya mampu berserah padamu, aku percaya Engkau lebih tau mana yang terbaik untukku, jika takdir cintaku tak bersama Satria, aku mohon beri aku keikhlasan dan kesabaran dalam menerima takdirMU, Alloh....maafkan aku jika merasa ini begitu berat untuk aku jalani, astagfirullah astagfirullah.'

Hawa terisak seiring sesak yang mengalir deras di dadanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!