NovelToon NovelToon

Ruvera Dan Pangeran Elves

Bab 1. Pertemuan

Ruvera menghela nafas, asap panas menguar dari mulutnya. Sudah seminggu ia berkeliling kota bernama Cahaya ilusi untuk mencari sebuah batu, Batu kristal yang amat cantik, katanya. Bahkan ia sendiri belum pernah melihatnya secara langsung.

"Ayo lanjutkan perjuanganmu, Ruvera!" Ia menyemangati dirinya sendiri. Ia tak sadar sudah keluar jauh dari kota Cahaya ilusi.

Wanita itu sudah seminggu lebih di tempatnya berada sekarang, dan ia tak akan menyiakan kesempatan menikmati yang ada di desa ini sekalian Ia akan bertahan hingga menemukan batu kristal itu.

Desa Bymaba, tempat dimana ia merasakan kenyamanan dan surga. Tempat yang ia idamkan selama ini.

Ia sangat betah disini. Mengapa?

Karena di tempat tinggal aslinya, hanya ada tembok beton dan gurun pasir yang ia temukan di sekelilingnya, seumur hidupnya. Gersang dan panas.

Air, memang menjadi komoditas utama dan sangat terbatas dan langkah mereka bisa saling membunuh hanya karena benda cair itu.

Pemandangan yang ia lihat disini,  bagaikan mimpi, air mengalir yang tak akan kering, dedaunan hijau dengan pepohonan rindang juga makanan melimpah ruah yang dipersembahkan oleh alam secara cuma-cuma.

Ini semua yang ia rasakan sekarang adalah mimpi terbesar kaumnya. Ia dari ras Ular, klan Elit Ceras Viper atau klan Ular Derik.

Mereka penguasa tertinggi daerah gurun. Bertemu dengan ras yang sama sepertinya di tempat asing, merupakan sebuah anugerah. Contohnya saat ini, ia tak sengaja bertemu dengan Klan Deathdroas. Yang juga ras ular.

Wujudnya humanoid, mereka bisa menjelma menjadi black mamba, mereka mengagungkan Ratu yang sama, Medusa.

"RUVE! AYO CEPAT!" Ia melihat Gen berteriak padanya dari kejauhan. "Ah!" ia lupa jika akan ke kota Cahaya Ilusi -lagi- hari ini, ia tepok keningnya.

"IYA, TUNGGU AKU, GEN!" Teriaknya tak kalah kencang.

"Hush … Kalian ini! tidak usah saling berteriak!" Seorang wanita tua melirik Ruve tajam. Ia, Gma Mima, nenek Gen. Dan mereka keluarga baik hati, yang mau menampung dirinya disini.

Ruve melihat Gma Mima merubah wujudnya menjadi ular, ular betina itu melatah ke arahnya dan menaiki tubuh Ruve dengan cepat.

Dan ia melilit di lengan Ruve, "Pagi Gma" Ia tersenyum memandang kepala Black Mamba itu di depan wajahnya. "Pagi sayang," ia mengecup dahi Ruve lalu meluncur turun.

"Aku akan ke tempat Holin, kalian juga akan kembali sore nantikan? jadi aku tak akan membuat makan siang, biasa, jika para gadis dan lajang berkumpul akan lupa waktu, bye honey" Pamitnya keluar rumah.

"Hati-hati Gma sampaikan salamku pada para gadis cantik dan pemuda tampan disana ya" seruan Ruve terkekeh, mendengar Gma Mima, mengibaratkan perkumpulan lansianya adalah perkumpulan kaum muda belia.

"HEI RUVE! KAU VIPER LELET!" Teriak Gen.

"Damn Gen! Iya aku kesana! Siaall, mamba jomblo itu, waktunya kawin sepertinya! Tak sabar sekali!" Gerutu Ruve menyambar tas dan peralatan lainnya, hari ini pasti akan sangat panjang, ia akan berpetualang lagi dengan Gen.

***

"Siaal!" Makinya, ia terpisah dengan Gen dan terjebak dengan ratusan ranting kecil juga tajam yang menggores dan menusuk kulitnya.

Ruve cabut beberapa ranting menyakitkan itu. Coba saja ia bisa merubah dirinya, menjadi ular, pikirannya.

Iya, ini adalah satu alasan Ruve berada disini, mencari batu kristal itu. Ruve tak bisa merubah wujudnya menjadi ular dan kekuatannya juga menurun, seiring berjalannya waktu.

Ruve tak bisa abai karena desanya sedang menunggunya pulang dengan hasil yang baik. Ia tak akan membuat orang yang percaya padanya kecewa.

"Ark! Mengesalkan!" Ruve terjebak tubuhnya terperosok dalam lubang bebatuan yang seperti sumur, dan semoga saja Gen bisa menemukannya.

Ia sandarkan punggungnya ke bebatuan, rasanya melelahkan. Dan rasa kantuk mulai menyerang. Kemudian kegelapan dengan cepat menyergap dirinya.

***

"Hrrnn ... " perlahan Ruve membuka matanya, di depan sana sangat silau. Ia menyipit mata. Mendudukan tubuhnya dan ia menunduk. Rasa kantuk masih menggelayut di matanya.

Ruve menolehkan kepalanya, mengamati sekeliling. Terdengar tetesan air silih berganti dan menggema di goa ini.

Hah! Goa?! Kesadaran menyentaknya. Ruve kembali menatap sekelilingnya, ia berada di atas batu persegi panjang bekas ia tiduri, dengan tembok bebatuan dengan lumut menghiasinya. Tempat ini cukup luas.

Berbeda dengan saat ia terjebak. Apa Gen menemukannya? Kemana lelaki itu? Ia tak melihat batang hidung lelaki itu.

Ia menurunkan kakinya, "Akh!" Pekiknya. Rasa nyeri menghantam pergelangan kakinya.

"Jangan dulu bergerak, istirahatlah!" Suara berat itu menyentak Ruve.

Ia edarkan netranya ke sumber suara. Dan Ruve melihat sosok lelaki berdiri dengan tangan sibuk melakukan sesuatu.

"Siapa kau!" Ruve defensif. Mengerutkan tubuhnya menjauh dari sosok itu. Lelaki itu hanya meliriknya sekilas dan kembali mengaduk sesuatu dalam gelas yang ia pegang.

Ia mendekat. Ruve semakin menggeser tubuh. Lalu lelaki itu mengulurkan gelas kayu pada Ruve "Minumlah!" Ruve diam. Hanya menatap kearah sosok itu.

Sosok itu terlihat jelas didepan Ruve. Sosok lelaki, Ia tinggi, berambut hitam, mata yang menyorot tajam, dengan bola mata hazel terang, kupingnya memanjang keatas dan runcing.

Ras peri kah? Untuk sesaat Ruve terpukau, jika memang ia ras peri, memang tak diragukan lagi rupa mereka yang menawan.

Tapi sosok itu seukuran dirinya, sedangkan yang ia dengar ras peri itu bertubuh kerdil. Apa sekarang ras peri juga berevolusi?

"Kau Ras Peri Raksasa?" Ruve masih menatap lugu kearah sosok yang mulai jengah. "Ini cepatlah minum! Agar demam mu cepat turun!" Kasarnya. Ia menyerahkan gelas kayu itu pada tangan Ruve.

Ruve masih melihat ke arah sosok yang sudah menjauhinya. "Minum!" Perintah lelaki itu.

"Kau tak meracuniku kan?" Ia mengintip isi gelas yang berwarna hijau mengerikan, Ruve menelan salivanya susah payah.

"Terserah! Jika kau ingin pergelangan kakimu itu membusuk perlahan!" Terdengar decakan lelaki itu.

Ruve melihat pergelangan kakinya yang membengkak lalu meneguk isi gelas itu hingga tandas. Dan tak menunggu lama, dengan kaki yang terpincang Ruve berlari keluar goa dan memuntahkan ramuan hijau itu.

Dan seketika ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Lelaki yang memberinya ramuan tadi, kembali berdecak. "Menyusahkan!"

***

"Elves, ajarkan aku tentang ramuan yang kau berikan padaku itu" rengek Ruve pada Elves. Sosok lelaki yang menyelamatkannya saat ia terjebak.

Sudah lima hari dan setelah meminum dan memuntahkan ramuan buatan Elves. Keajaiban, keesokan harinya Ruve merasa tubuhnya menjadi lebih segar dan bertenaga. Walau pergelangan kakinya masih sedikit nyeri.

Ruve ingin sekali mengetahui rahasia ramuan Elves. Dan lima hari juga Elves merawat Ruve dengan sabar.

"Cerewet! Sana menjauh!" Itu salah satu penolakan yang diberikan oleh Elves. Ia bisa saja meninggalkan wanita itu.

Tapi tempat ini adalah tempatnya. Dan lelaki itu merasa ia harusnya tak menolong wanita yang selalu merengek padanya itu.

"Aku akan tetap mengikutimu sampai kau ajarkan aku tentang ramuanmu itu!" Elves masih ingat kata ancaman wanita itu. Elves tak peduli. Ia pikir wanita itu akan lelah dengan sendirinya tapi nyatanya ia yang merasa terganggu sekarang.

Ruve mendekat, ia tahu ia tertarik pada Elves, lelaki pendiam penuh misteri, yang kadang ketus dan bermulut tajam. Tapi Ruve tak pernah merasa sakit hati dengan kata menusuk yang Elves lontarkan padanya.

"Elves kau mempunyai kekasih?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Ruve yang mendapatkan pandangan tajam dari Elves.

"Bukan urusanmu!" Lelaki yang ternyata adalah ras Elf itu sibuk dengan berbagai macam dedaunan.

"Dasar Elf aneh!" Gerutunya.

Dan Ruve tak lagi bertanya, tapi ia tak bisa mengontrol matanya yang ingin selalu menatap wajah tampan lelaki itu, diam- diam, karena ia pernah jadi korban keganasan ucapan Elves yang merasa terganggu dengan kelakuan Ruve, Saat ini Ruve sedang mengintip apa yang Elves racik. 

Namun Ruve selalu salah fokus pada jemari dan lengan kuat Elves. Lelaki itu menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan lengan kekarnya.

"Aku suka padamu!" Tanpa sadar Ruve.

"Menjauh!" Seru Elves, Ruve yang menempel tepat pada punggung Elves terlonjak, tangannya menutup mulut, dan segera melipir keluar, lebih baik ia mencari batu kristal incarannya saja, Ruve menggeleng kepalanya untuk mengembalikan kesadarannya. Semoga saja Elves tak mendengar pernyataannya.

Tak bisa, kalau terlalu lama disini, bisa saja sisi liarnya membuatnya menyerang tubuh pemuda tampan itu, Ruve berjalan tergesah dengan kepala yang terus menggeleng tak percaya pada dirinya yang akan selemah ini.

Dan esoknya tak ada yang berubah diantara mereka, Elves masih saja ketus.

Ia mendengar ungkapan rasa Ruve ia diam, lebih ke tak peduli karena ia memang tak tertarik tentang percintaan dan teman-temannya. 

Ruve juga merasa lega bercampur kesal namun itu tak lama. Karena ia kembali merasakan debaran halus yang ia sukai jika berdekatan dengan Elves.

***

Tbc.

Bab 2. Teman Lama

Ruve masih berada dalam goa bersama Elves, sudah dua minggu dan ia seakan lupa dengan Gen. Entah berada dimana lelaki itu sekarang, Ruve tak memikirkannya. Karena ia menyangka Gen telah kembali ke desa Bymaba.

Ia melihat Elves sibuk memetik dedaunan. Sesekali ia melirik. Setidaknya ramuan itu akan menjadi bekal yang bagus baginya saat mencari batu kristal itu. Dan lebih bagus lagi jika lelaki itu juga ikut dengannya, maka ia tak perlu susah payah mempelajari ramuannya.

Berbicara mengenai batu kristal. Ruve yakin ia berada ditempat yang benar. Sesekali ia kabur, keluar goa, dan mencari keberadaan kristal.

Dan pulang-pulang, ia dalam keadaan yang memprihatinkan. Banyak luka gores di tubuhnya, Elves dibuat kesal dan bingung dengan apa yang wanita itu lakukan diluar sana hingga lukanya yang harusnya sembuh malah bertambah.

Walaupun kekuatannya menurun namun Ruve masih yang terhebat dan tak terkalahkan diantara kawanannya. Namun untuk memimpin desanya, kekuatannya masih kurang, Ruve tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan yang ia miliki saat ini.

Ruve sibuk dengan pikirannya saat Ia merasakan sesuatu mendekat. Dengan lincah Ruve menangkis beberapa serangan. Melompat pada pepohonan dan mengamati dari atas siapa yang baru saja menyerang mereka. 

"Siall!" Ia mendengar Elves memaki. Ruve menatap lelaki itu, Tapi setelah beberapa saat Ruve mengetahui jika yang diserang bukan dirinya melainkan Elves. Ia mendekati lelaki itu.

Ia membelakangi Elves yang juga membelakanginya. Ruve mendengar tarikan nafas Elves yang berat.

Ruve berdecak, "Kau terluka!" ia melihat ada bercak merah di pinggang Elves.

"Tak usah pedulikan aku! Konsentrasilah dan serang arah jam dua belas mu" Ruve mendengarkan, ia menggunakan kekuatan sihirnya.

Tiga buah bola api berwarna hijau kehitaman sebesar bola mata itu meluncur cepat dengan rantai hitam dengan kobaran api di tangan Ruve ke arah targetnya.

"Aaarg" teriakan terdengar. Ruve menyeret mangsanya yang terjerat dalam api rantai itu. Lalu membantingnya ke pohon besar. Rantai itu cepat kembali masuk dalam jari Ruve.

Ruve bisa melihat lawan-lawannya yang mulai waspada. Dengan bergerombol kelompok itu menyerang Ruve.

Dengan satu hentakan, kelima jarinya mengeluarkan rantai hitam yang meliuk layaknya ular dan menjerat satu per satu lawannya. Rantai itu berbunyi layaknya ujung ekor ular deriknya.

"Argh!"

"Aaargh!"

BRUGH!

Rantai itu menari di udara, membuat sang lawan kewalahan juga ikut melayang, teriakkan kesakitan menggema di hutan lebat itu.

Elves memandang tak bersuara. Ia tak menyangka wanita dengan tubuh mungil itu memiliki kekuatan yang besar.

Ia juga sibuk dengan panahnya. Menyerang lawannya. Elves mengambil tiga anak panahnya dan mulai membidik lawannya. Anak panahnya melesat kencang dan melubangi dahi-dahi lawannya.

Rasa nyeri di perutnya ia tahan. Di awal refleknya tak bagus dan pinggangnya menjadi korban dari pedang musuhnya.

"Siapa kalian? KATAKAN!" Bentakan Ruve.

"Kakak!" Pekikan seorang wanita mengalihkan konsentrasi mereka.

"Lavender!" Teriakan Elves, ia terbelalak. Elves ingin mendekat namun jeratan rumput mengikatnya dengan cepat. Ia tak bisa bergerak. 

"Lama tidak bertemu kawan lama," Suara pongah itu muncul dari kegelapan.

"Hudson!" Desis Elves.

"Wah saya sangat tersanjung, pangeran masih mengingat saya" senyuman yang tak sampai mata, ia perlihatkan pada Elves.

Ruve mendengarkan percakapan itu. Terkejut. Pangeran? Elves? Ruve sibuk dengan pikirannya.

"Putri, kau sangat cantik sekali" Hudson mencengkram rahang kecil Lavender.

Ruve kembali ke kenyataan, ia tak suka ada lelaki yang berbuat kasar pada perempuan, ia ingin sekali maju namun Elves tak mengijinkannya untuk menyerang Hudson, adiknya sedang dalam bahaya.

Ruve hanya bisa menahan kesalnya.

"Ka-kak ... " adiknya itu sangat ketakutan, tubuhnya yang kecil juga rapuh itu bergetar, terlihat jelas wajah cantiknya memucat dan bermandikan air mata.

Elves menggeram. "Lepaskan adikku! Bajing an!" ia melihat adiknya dengan tatapan kemarahan, Lavender menangis.

"Tak semudah itu, aku ingin barter! Kau berikan aku kunci yang kau miliki dan akan aku serahkan putri tak berguna ini" Hudson kembali mencengkram erat dagu Lavender lalu melepasnya kasar.

Elves mengernyit, ia melihat Lavender yang meringkuk ketakutan, ia tak bisa membiarkan ini terlalu lama, ia sudah mengambil keputusan.

Ia menarik kalung yang tersembunyi di balik pakaiannya.

Rumput yang mengikat dirinya, menjalar merebut apa yang diminta oleh Hudson dan memberikan pada sang majikan. Tawa Hudson meledak. Ia merasa kemenangan di depannya.

Dengan bungkusan di tangannya yang berupa cincin itu jalannya untuk menguasai dunia akan segera terwujud.

Hudson menggunakan cincin itu. ia melihat dengan senyum liciknya, kemudian tawa memenuhi kesunyian.

"Lepaskan Lavender!" Bentak Elves.

"Sabar teman" ia masih terkekeh. Ia melepaskan Lavender. Wanita muda itu berlari tertatih kearah Elves yang sudah tak terikat. Ia menyosong sang adik.

"KAKAAAK ... " Jeritan Lavender.

Dengan cepat rumput menyambar tubuh Lavender lagi dan wanita itu ditarik dan dibawa dalam cengkraman Hudson yang sudah berada dipinggir portal yang ia buat.

"LAVENDER!" teriakan Elves berlari ke arah portal.

Ruve menjulurkan tangannya rantai hitam itu melesat ke arah Lavender berada namun kekuatannya melemah. Rantai hitamnya tak bisa mencapai Lavender.

"Sampai jumpa Pangeran AHAHAHAHAA ... " Ucap Hudson sebelum ikut menghilang bersamaan dengan portal yang juga menghilang.

Tbc.

Bab 3. Buat Aku Jatuh Cinta

Tubuh Elves merulur ditanah, ia merasa kecolongan. Ia gagal, tak bisa merasakan energi portal yang dibuat oleh Hudson. Harusnya ia bisa merasakan energi Portal itu.

"Ba jingan! Be rengsek! Sialaan kau Hundson! Siaall! Siall!" Elves menghantamkan kepalan tangannya ke tanah. 

"Lav, maafkan kakak" lirihnya,

Ruve mendekati Elves memberikan pelukannya. 

***

"Gen!" Seru Ruve.

"Wanita ini! Kau kemana saja! Kau tak tahu Gma hampir saja mengusirku! Auch!" Kepala Gen dipukul centong sayur oleh Gma Mima.

"Astagaa sayang ... " Gma memeluk Ruve, Ia melirik tajam Gen, "Kau! Diamlah, sana siapkan meja makan, sebentar lagi makan malam" Gen melotot tak terima, ia masih mengusap kepalanya yang nyeri akibat centong kayu itu.

"Yang cucu kandung itu siapa sebenarnya" gerutu Gen.

"Tunggu!" Gen yang menghentikan langkahnya melihat sosok tinggi di belakang Ruve.

"Lalu siapa lelaki dibelakangmu itu Ruve?" Alis Gen menukik tajam melihat ke arah Elves.

Ingatan Ruve kembali pada kejadian dimana  Elves menatap Ruve yang sedang berkemas. Ia akan kembali ke Bymaba dan mencari batu kristal.

"Ruve, Bawa aku" Ucap Elves pada Ruve, membuat tubuh Ruve terdiam di tempat. Ia menengok ke arah lelaki itu berdiri.

"Mmm … tapi … aku memang mencari batu kristal, aku tak yakin batu yang aku cari ada disana"

"Aku yakin batu kristal yang kau cari itu pasti berada disana, Dragon Eye, batu yang Lelaki itu inginkan adalah kunci untuk ke tempat itu.

Disana pusat kekuatan kristal. Kekuatan yang menyeimbangkan dunia kita"

"Aku yakin batu yang kau cari ada disana" Elves terlihat lebih tenang, tapi pancaran matanya berbicara lain, adanya kemarahan dan keinginan kuat untuk membunuh disana, dan sangat berbeda dengan beberapa hari yang lalu. Dan Ruve tak tahu sebesar apa sisi gelapnya akan membawa Elves untuk masuk. Dendam.

Ruve memikirkannya, keuntungan untuk dirinya. Dengan Elves ikut dengannya, ia tak perlu lagi mengemis ramuan dan ide gila melintasi kepala wanita dengan rambut sebahu itu.

"Oke, kita buat kesepakatan, aku punya dua syarat" Rube berdiri dengan percaya diri didepan Elves. Elves menunggu.

"Gimana kau setuju?" Cengiran menggoda terbit di bibir Ruve.

"Apa kesepakatannya?" Elves tak sabar.

"Satu, aku ingin ramuan itu," Ruve tersenyum licik,

"Aku akan membuat sebanyak apapun yang kau minta" jawab lugas Elves.

"Dan yang kedua?" Lanjut lelaki itu. Ruve mendekatkan dirinya pada Elves. Ia mendudukan pemuda itu pada batu didekatnya. Ruve bergerak lambat mendekatkan wajahnya pada wajah pemuda elf itu.

"Kau benar seorang pangeran?" Ruve sengaja menjeda ucapannya tentang syarat keduanya, ia ingin menikmati memandang wajah tampan dengan mata coklat terang itu.

Elves mengangguk. Sebagai jawabannya.

Kulit yang putih, mata tajam dengan bola mata indah, bibir yang merah. Bulu mata lentik yang membuat Ruve iri. Mata Ruve menjelajah wajah Elves. Ia melihat garis rahang yang seakan minta dikecup.

Elves merasa tak nyaman. Adam apel nya naik turun, dan membuat Ruve melipat bibirnya. Mata mereka saling bersiborok. Jarak wajah mereka hanya sejengkal.

"Apa syarat keduanya?" Serak, suara Elves kembali ia menelan salivanya. Dan Ruve senang melihat kegugupan Elves. Ruve lebih mendekat pada wajah Elves. Sesenti lagi bibie keduanya bisa bersentuhan.

"Kau jadi kekasihku" bisik Ruve didepan bibir Elves. Kacau. Hormon ingin kawin, seakan terpompa tinggi. Membuat Ruve menjadi liar dan tak terkendali.

Elves sudah bisa menormalkan kegugupannya, terimakasih pada syarat kedua dari Ruve. Gugupnya hilang begitu saja begitu mendengar tentang kekasih dan percintaan tak ada dalam kamusnya saat ini.

Terkejut. Ini pilihan sulit bagi Elves, ia sama sekali tak berniat dengan hubungan. Tapi ia membutuhkan bantuan Ruve, untuk mencari sang adik. Elves terdiam lama. Ruve mencoba menunggu. Ia yakin pemuda elf itu akan menolaknya lagi.

Elves melirik Ruve, wanita di depannya ini sepertinya serius terhadapnya. Keputusan yang akan ia ambil akan membuatnya menemukan dunia baru. 

Sebenarnya Ruve hanya bergurau. Ia mengangkat tangannya dan akan menepuk pemuda di depannya yang terlihat frustasi.

"Buat aku jatuh cinta padamu!" Ucapan Elves membuat tangan Ruve menggantung. Wanita derik itu terkejut. Dan sedetik kemudian. 

"Sepakat!" Pekiknya kesenangan. Ruve menarik tangan lalu menjabatnya kencang. Elves tersenyum tipis, semoga keputusannya tak salah. Matanya kembali menajam. Ia harus menyelamatkan adiknya. Dan tak akan melepaskan Hudson.

"Ah ... dia, kenalkan namanya Elves, pengikut ku, teman menjelajah, jadi kau tak perlu lagi merasa disusahkan" Ruve menepuk bahu Gen. Netra lelaki itu melebar tanda tak menyetujui keputusan Ruve.

"Nah aku disini, mau berpamitan denganmu, Gma, sepertinya aku akan memerlukan waktu lama untuk kembali kemari" Ruve memeluk tubuh renta itu. Ia sangat menyayangi keluarga ini.

"Hei! Hei! tak bisa begitu! tak bisa begitu! Aku akan ikut dengan kalian!" Gen melepas paksa pelukan Gma dan Ruve.

"Kau ini!" Gma memukul cucunya yang bertindak kasar. 

"Maaf Gma, aku tak setuju dengan keputusan wanita tak tahu terima kasih ini dengan seenaknya menendangku begitu saja setelah aku menolongnya!" Kesal Gen. Ia berdiri di depan Ruve dengan tangan dipinggang. Melotot agar Ruve tahu ia tak terima.

"Oke, kalau kau ingin ikut, aku tak keberatan" Ruve menghela nafas pasrah. Dan raut wajah Gen berubah sumringah. Lalu memeluk bahu Ruve, "Nah begitu!"

"Sudah-sudah, ayo anak muda, ikut makan bersama kami, tinggalkan saja, mereka akan lama, ngomong-ngomong kamu siapa?" Gma Mima mengarahkan Elves pada meja makan.

Setelah kejadian Lavender yang diculik oleh Hudson, Elves menceritakan pada Ruve tentang benda yang Hudson inginkan, benda itu adalah sebuah kunci untuk membuka portal untuk menuju kota Dragon eye.

Dragon eye adalah tempat dimana sumber kekuatan kristal yang ada didunia ini. Elves berani memberikannya pada Hudson karena ia yakin Hudson tak akan bisa menemukan dimana pintu portal itu berada. Karena dirinya pun tak tahu dimana letak lokasi portal itu.

"Bagaimana jika penjahat itu sudah mengetahui lokasi portalnya, makanya ia datang padamu"

Elves terlalu gegabah ternyata, ia tak berpikir sampai sana. Dan dari situ ia memutuskan untuk ikut dengan Ruve yang ternyata mencari batu kristal. Dan tak menutup kemungkinan batu kristal yang Ruve cari ada di Dragon Eye.

Hudson adalah sahabatnya, dulu, sebelum orang-orang mengucilkan Elves yang dianggap tak pantas menjadi pangeran yang digadang-gadang akan menggantikan Raja sekarang. Raja dunia sedang.

Rakyat yang didoktrin oleh para pemberontak untuk memilih kandidat lain, yaitu Hudson. Seorang anak pemberontak  yang juga pejabat kerajaan.

Karena Elves lebih tertarik pada ilmu pengobatan dari pada jabatan di kerajaan. Semakin para rakyat memojokkannya.

Para pemberontak menyebarkan rumor bahwasanya pangeran Elves tak kompeten menjadi seorang Raja.

Raja harus tangguh dan berani bak ksatria yang melindungi kerajaan dan rakyat. Dan rakyat yang gampang terhasut itu tak melihat bahwa Elves tangguh. Mereka tak tahu saja.

Dunia sedang adalah dunia para Elf yang berada diantara dunia atas dan dunia bawah.

Jika dunia atas dijaga oleh Ratu Putih, dari ras serigala dan dunia bawah dijaga oleh Raja Lycan. Dan dunia tengah dijaga oleh Raja Elf.

Atas dasar memiliki tujuan yang sama. Mereka melakukan kesepakatan simbiosis mutualisme. Dan ya petualangan yang sebenarnya baru saja dimulai.

***

Tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!