NovelToon NovelToon

I LOVE YOU, BULE

Fakta Menyakitkan

Hai semuanya. Buku kedua setelah aku balik ke sini. Bantu like, komen dan dukungan lainnya ya kak. Karena duda aku atur jadwal up, subuh/pagi. Jadi, si Bule aku up siang/sore ya. Kisah ini campur aduk seperti kisah2 sebelumnya, bahagia dan kesedihan menyatu di sini. Ikuti dan dukung selalu ya kak.

Gabung grub chat yuk, kak atau akun iigeeh aku untuk tahu info lebih lanjut.

Cuas baca, semoga suka.😘🙏

\*Fakta Menyakitkan\*

"Bunda, ayah lagi-lagi lupa hari ulang tahunku. Apa ayah tidak menyayangiku? Andai saja ada kakek, kakek pasti akan mengingat hari ini dan merayakannya untukku," tanya seorang gadis cantik bernama Arabella pada ibunya.

Wajah yang terlihat lugu, dengan pahatan yang begitu sempurna itu tidak terlihat bahagia. Hari ulang tahun yang harusnya membuatnya merasa bahagia justru membuatnya selalu bersedih.

Dari tahun ke tahun, Ara selalu mengharapkan hal yang sama, tetapi selalu mendapatkan kekecewaan yang sama pula, karena sang ayah tidak pernah hadir di hari ulang tahunnya.

"Sayang. Kenapa Ara berkata seperti itu? Ayah sangat menyayangi Ara. Ayah sedang bekerja, dan ayah bekerja untuk Ara, si kembar, dan Bunda. Untuk memenuhi keinginan kita. Bukankah Ara bilang ingin melanjutkan sekolah diluar negeri? Karena itu ayah bekerja keras agar bisa memenuhi semua keinginan Ara. Ayah sangat menyayangi Ara dan kita semua," ucap Diana dengan begitu lembut mencoba memberikan pengertian pada putri sulungnya, meskipun tak jarang Diana sendiri juga diselimuti banyak pertanyaan akan sikap suaminya.

"Benarkah? Apa Bunda tidak merasa jika ayah selalu berbohong?" tanya Ara membuat Diana terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut putrinya.

Diana baru saja akan menjawab ucapan putrinya, tetapi suara mobil yang terdengar, mengalihkan fokusnya.

"Lihat! Ayah pulang lebih cepat kali ini," ucap Diana tersenyum mencubit gemas pipi putrinya.

"Bunda. Ara akan bersembunyi. Minta ayah mencari Ara, ya!" ucap gadis cantik itu kembali terlihat ceria, setelah itu berlari mencari tempat persembunyian yang aman menurutnya.

Diana yang mendengar dan melihat tingkah putri sulungnya hanya bisa tersenyum. Ara adalah gadis yang sangat manja meskipun usianya sudah empat belas tahun, tetapi Ara masih saja bertingkah seperti anak usia tujuh tahun. Bukan karena ada kesalahan padanya, tetapi memang karena Ara gadis yang selalu dimanja sejak kecil oleh Diana.

Setelah Ara menghilang dari pandangannya, Diana bersiap untuk menyambut suami tercinta. Namun, tepat saat Diana memutar tubuhnya, saat itu juga Diana merasa jika tubuhnya tak dapat bergerak, tubuhnya terasa membeku setelah menatap apa yang ada di depannya saat ini.

"Sayang. Si-siapa dia?" tanya Diana dengan terbata-bata saat Diana tiba-tiba saja merasakan sesak yang teramat sesak di dadanya, terlebih melihat suaminya menggandeng mesra tangan seorang wanita.

"Dia istri dan anakku," jawab pria yang sangat Diana cintai, berbicara dengan begitu lantang, tanpa memikirkan jika jawabannya telah memberikan kejutan yang amat hebat untuk Diana yang mendengarnya.

"Jangan bercanda. Ini tidak lucu," ucap Diana mencoba untuk menggerakkan tubuhnya agar bisa mendekat pada suaminya.

"Aku tidak bercanda. Ini adalah saatnya kamu tahu semua kebenaran yang ada, Diana. Dia istriku–Maya dan ini putriku–Sherly," jawab Arya, semakin membuat Diana syok mendengarnya.

Arya yang masih berada tak jauh dari pintu, kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk, tetapi Diana dengan cepat mencegahnya.

"Tidak. Tidak, Arya. Kau tidak bisa melakukan semua ini padaku," ucap Diana pada Arya saat Arya masuk ke dalam rumah dengan membawa seorang wanita dan anak kecil yang seusia dengan Ara.

"Kau terima atau tidak, inilah kenyataannya. Maya juga istriku dan Sherly juga putriku," jawab Arya bak petir menggelegar yang menyambar tubuh Diana serta tubuh mungil gadis berusia empat belas tahun yang bersembunyi di balik gorden menyaksikan itu semua.

"Tidak. Bagaimana mungkin? Kita menikah sudah lima belas tahun, tetapi sekarang kau datang membawa anak yang seumuran dengan putriku dan kau akui sebagai anakmu. Apa maksud dari semua ini?" tanya Diana tak dapat menahan air matanya yang mengalir dengan begitu deras mendapati fakta yang begitu sangat menyakitinya.

"Dengarkan aku, Diana. Aku terpaksa menikah denganmu atas permintaan ayahmu. Saat itu aku dan Maya adalah sepasang kekasih yang sangat bahagia, tetapi kehadiranmu membuatku terpaksa menikahi Maya secara sirih dan menjadikanmu sebagai istri sah ku. Aku tidak pernah mencintaimu, tetapi harusnya kau bersyukur karena aku selalu bersikap baik padamu selama ini," jawab Arya dengan begitu lantang, tanpa menghiraukan perasaan Diana yang hancur karenanya.

Diana yang mendengar itu hanya bisa menangis, Diana sama sekali tidak menyangka jika pria yang selama lima belas tahun ini dia cintai sama sekali tidak pernah mencintainya. Apa arti kehadiran Ara dan anak kembar mereka jika Arya tidak mencintainya? Kenapa dengan mudahnya Arya berbicara seperti itu padanya. Apakah tiga putri mereka tidak ada artinya bagi Arya?

"Apa salahku padamu? Kenapa kau begitu kejam padaku?" ucap Diana jatuh terduduk di lantai saat kakinya tak dapat lagi menopang tubuhnya.

"Salahmu, karena merebut kebahagian kami. Kau merebut Arya dariku saat aku tengah hamil muda dan ini semua balasan untukmu," jawab wanita yang sedari tadi berdiri di samping Arya, menatap sinis pada Diana sembari mengusap lembut kepala putrinya.

Bule 2

Apa yang Diana dengar dari Maya semakin menambah sakit di hatinya. Wanita itu ternyata lebih dulu mengandung benih Arya daripada dirinya. Sakit, Diana merasa sangat tersakiti atas semuanya.

Jika saja Diana tahu semua ini sejak awal, maka Diana tidak akan jatuh cinta pada Arya. Diana juga sama sekali tidak menyangka jika cintanya selama ini bertepuk sebelah tangan, karena Arya ternyata tidak pernah mencintainya. Kenapa semua ini harus terungkap jika sangat terlambat seperti ini? Lima belas tahun Diana telah hidup dalam kebohongan.

"Kenapa kau tidak mengatakan semuanya sejak awal, Arya? Kenapa harus sekarang?" ucap Diana menatap Arya yang terlihat begitu tenang setelah menyakitinya.

"Karena ayahmu selalu mengancamku agar membuatmu selalu bahagia. Jujur saja itu semua membuatku tertekan, aku bersyukur pada akhirnya pria tua itu pergi dan akhirnya aku bisa hidup bebas tanpa kekangan darinya lagi," jawab Arya.

Ucapan Arya saat ini terlihat berbeda dari Arya yang selama ini Diana lihat begitu menghormati ayahnya. Ucapan Arya terdengar jelas mengatakan jika Arya bersyukur karena ayah Diana telah tiada dan itu menambah luka di hati Diana.

"Sedikit saja, apakah tidak ada sedikit saja cintamu untukku?" tanya Diana merendahkan harga dirinya untuk pria yang sama sekali tidak pantas untuknya.

"Maaf Diana. Aku mencintai Maya. Hanya dia wanita yang aku cintai," jawab Arya lantang sambil merangkul pinggang Maya.

Kebahagiaan yang Diana rasakan selama lima belas tahun terakhir ternyata hanyalah sandiwara. Tidak ada ketulusan dari semua itu. Semua kebahagiaan yang Diana rasakan selama ini musnah seketika dalam hitungan menit setelah fakta mengejutkan Diana dapati saat ini, tepat di hari ketiga ayahnya meninggal dan hari di mana ulang tahun putrinya–Ara.

Ditinggal pergi oleh orang tersayang pastinya meninggalkan kesedihan yang mendalam, tetapi kesedihan serta kekecewaan yang Diana rasakan saat ini jauh berkali-kali lipat dari kesedihannya kehilangan ayahnya. Pria yang Diana pikir akan menjadi pengganti ayahnya, akan menjadi pelindungnya, akan menjadi satu-satunya tempat untuknya bersandar ternyata justru memberikan luka terbesar dalam hidupnya. Diana hanya bisa menangis meratapi semua yang terjadi padanya 

"Bunda…." Suara tangis gadis cantik yang keluar dari persembunyiannya membuat air mata Diana semakin deras mengalir. Diana lupa akan keberadaan Ara yang sebelumnya berkata akan bersembunyi, Diana sama sekali tidak menyangka jika putri kesayangannya akan mendengarkan semua kenyataan yang begitu buruk tersebut.

Sesuatu yang tidak seharusnya didengar oleh anak seusia anaknya justru didengar oleh putrinya. Diana perlahan bangkit berlari menghampiri putrinya dan menangis memeluk putri kesayangannya.

"Bunda, jangan menangis. Ara tidak bisa melihat Bunda menangis, tolong jangan menangis," ucap Arabella mengusap pipi Diana berharap dapat menghentikan tangis Diana yang justru semakin pecah mendengarnya.

"Ayah, jika ayah tidak menyayangi Bunda, maka Ara juga tidak akan menyayangi Ayah. Ara benci siapapun yang membuat Bunda menangis," ucap Ara beralih menatap pria yang selama ini juga begitu dia sayangi.

"Ini ayahku, bukan ayahmu!" seru gadis lainnya yang dibawa oleh Arya, menatap penuh kebencian pada Ara.

Ara terdiam sejenak, mengabaikan ucapan gadis itu dengan masih menatap ayahnya, berharap akan ada pembelaan dari pria yang disayanginya tersebut. Setelah beberapa saat berlalu dan Arya sama sekali tidak terlihat akan meresponnya, wajah cantik Ara yang selalu terlihat manja dan ceria seketika menjadi begitu dingin menatap ayahnya.

"Baiklah, silahkan ambil. Aku tidak butuh ayah seperti ayahmu!" ucap Ara dengan begitu lantang mengatakannya.

Jam weker di samping kasur Ara membuatnya terbangun dari jeratan mimpi buruk yang selalu menghantuinya beberapa tahun silam ini. Mimpi di mana adegan masa lalu itu berulangkali menghiasi malam-malam Ara sehingga dia meneteskan air mata setiap kali terbangun dari tidurnya. Bantal menjadi saksi akan air mata yang selalu turun membasahi dia ketika mimpi. 

Pagi yang sunyi dan tenang berubah menjadi memilukan. Itulah yang Ara alami akhir-akhir ini. Entah kapan mimpi baik dan pagi yang tenang akan dia rasakan?

Rasa sesak, sakit, sedih, cemburu, dan kecewa bersatu padu menjadi kesatuan yang membuat paginya terasa tidak menyenangkan. Namun, Ara tak mau berkelanjutan, hari ini dia harus semangat, pekerjaan menunggunya untuk segera dibereskan.

Lupakan yang tidak pantas untuk dikenang, Ara. Jangan merindukan dia, dia bukan ayahmu. Karena jika dia ayahmu, dia tidak akan begitu kejam pada kalian. Batin Ara.

Bule 3

"Kakaaak!" teriak adik Ara yang kini sudah berusia sebelas tahun. Dia sibuk membuka-buka tasnya sembari masuk ke kamar Ara.

 

"Kakak di mana buku PR-ku?" tanyanya bingung.

Ara yang masih setengah terjaga kemudian mengucek matanya dan menguap sebentar. Lalu dia meregangkan tubuh dan mendekati sang adik.

"Khansa, kamu semalam mengerjakan PR-nya di mana?" tanya Ara.

"Di kamar Bunda, semalam aku dibantu Bunda."

"Ya sudah, kamu bertanya ke Bunda, Kakak mau mandi dulu, nanti terlambat mengantar kamu ke sekolah," pungkas Ara lalu berjalan lesu ke kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya supaya segar dan bisa melupakan mimpi buruk yang berulang-ulang tayang setiap malam.

Lima belas menit berlalu, saat ini Ara tengah mematung di depan cermin setelah dirinya menyegarkan badan. Perlahan dia mengambil toner dan meratakannya ke wajah cantik miliknya. Wajah yang sangat terlihat nyaris sempurna tanpa cacat itu begitu bersih dan cantik. Membuat siapa saja pria di luaran sana pasti langsung terpana olehnya.

Usai memakai toner, Ara menyalakan kipas portabel miliknya dan mendekatkannya ke wajah supaya tonernya segera meresap ke kulit. Dingin udara yang dihasilkan membuatnya nyaman, perlahan Ara menutup matanya dan tersenyum. Meski setelahnya dia kembali cemberut karena teringat dengan kisah hidupnya yang terasa menyesakkan.

Daripada merasa badmood pagi ini, Ara segera menyelesaikan rangkaian skincare-nya supaya bisa langsung mengantar adik kembarnya, menyibuki diri supaya tidak berlarut-larut dalam kesedihan yang selalu menyelimutinya

Serum, moisturizer, cream pagi, sunscreen, foundation, dan bedak tabur tipis sudah menghiasi wajah cantik Ara yang makin membuatnya tampak jelita. Ara tidak memakai make up berlebihan, hanya foundation, bedak, lip tint, dan maskara di bulu mata kesayangannya. Namun, hal itu justru menambah kesan jika dia begitu natural kecantikannya. Benar-benar akan membuat pria atau pun wanita menatap kagum padanya.

Setelah selesai dengan urusan wajah, Ara menyemprotkan pakaiannya dengan parfum, lalu kembali menatap cermin sembari sedikit-sedikit merapikan tampilannya.

"Kakak, ayo! Nanti kesiangan!" teriak Keisha, kembarannya Khansa.

"Iya, sebentar!" jawab Ara sedikit berteriak sembari mengambil tas jinjing miliknya.

Pagi ini setelah mengantar Khansa dan Keisha ke sekolahnya, Ara langsung pergi ke salon miliknya. Salon itu merupakan sumber pendapatan Ara sehingga bisa menghidupi Bunda dan kedua adiknya hingga saat ini. Meski sebetulnya, bukan hanya itu sumber pendapatan yang Ara dapatkan satu setengah tahun belakangan. Ada satu kegiatan yang dia anggap sebagai pekerjaan yang dia sembunyikan dari Bunda. Dirinya bersikeras tidak akan memberitahu Bunda atau siapa pun itu mengenai hal ini, karena dia sendiri tahu betul jika apa yang dia lakukan itu tidak baik dan justru akan membuat Bunda kecewa padanya.

Ara tidak tahu apa yang harus dia kerjakan untuk mendapatkan uang setelah Bunda dan Ayahnya berpisah. Uang tabungan semakin menipis kala itu, karena digunakan untuk keperluan sehari-hari dan biaya sekolah SMK serta sekolah si kembar. Bundanya belum mendapatkan pekerjaan yang tetap sehingga kebutuhan sehari-hari menggunakan uang tabungan, meskipun nominalnya cukup besar, tetapi tetap saja akan habis jika selalu digunakan.

Mengingat masa-masa itu, Ara kembali sedih, tapi buru-buru dia tahan air matanya supaya tidak membasahi pipi yang sudah dia poles dengan skincare dan make up. Akan repot dan Ara malas rasanya jika harus mengulang make up-nya jika air mata itu jatuh. Ditambah Khansa dan Keisha terus memanggilnya untuk segera berangkat sekolah membuat Ara terlepas dari nostalgianya dengan masa lalu dan segera keluar dari kamar.

"Kakak lama sekali! Sebentar lagi masuk! Sudah pukul tujuh! Kami tidak mau terlambat!" omel Khansa sembari menggendong tasnya.

"Ayo, Kak!" tambah Keisha mendesak Ara.

"Kakak belum makan," imbuh Diana yang juga berada di sana, tapi segera dibalas gelengan oleh Ara.

"Aku makan di luar saja, Bunda. Kasihan mereka kalau terlambat," jawabnya. "Aku pamit, Bunda. Bye!" Ara mengecup  sekilas pipi Diana.

Diana mengangguk kemudian perlahan balas mencium pipi ketiga putrinya. Kegiatan itu memang selalu terjadi setiap akan pergi sekolah, dia ingin anak-anaknya tidak merasa kekurangan kasih sayang. Meski ayah mereka tidak ada di sini, dan seolah membuang mereka enam tahun yang lalu, tapi Diana bersikeras akan memberikan kasih sayang yang berlipat-lipat pada ketiga putrinya supaya tidak sedih karena tidak mendapatkan kasih sayang dari ayah.

Jarak dari rumah ke sekolah si kembar tidak terlalu memakan waktu yang banyak. Segera Khansa dan Keisha turun dari mobil dan berpamitan pada Ara. "Terima kasih, Kakak." Keduanya nencium tangan Ara.

"Balas Kakak, dengan belajar yang rajin dan dapatkan nilai terbaik," tanggapan yang sama yang hampir selalu Ara katakan pada kedua adiknya.

Setelah melihat kedua adiknya masuk ke dalam gerbang sekolah dengan aman, Ara melanjutkan perjalanannya menuju salon.

Ketika sendiri di dalam mobil, lagi-lagi pikiran Ara berselancar ke mana-mana, dia memang tak bisa sendiri, jika ada waktu sendiri, dia akan menghabiskannya dengan melamun masa lalu yang begitu menyesakkan. Meskipun Ara tidak ingin mengingat itu, tetapi tetap saja semua kenangan buruk itu selalu hadir menemani kesendirian Ara.

"Maaf, aku hanya mencintai Maya." Kalimat yang paling menyakitkan untuk Bunda Ara yang jelas diingat oleh Ara.

Jahat. Benar-benar jahat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!