Di sebuah bangunan tua yang terbengkalai, terlihat seorang pria remaja duduk di kursi dengan kedua tangannya diikat erat oleh jeruji besi. Namanya Raka Alberto, seorang pria berusia 14 tahun dan ia menjadi anak yatim piatu saat kedua orang tuanya dibunuh oleh sahabat dekatnya.
"Dimana aku?" ucap Raka saat membuka kedua bola matanya dan ia merasakan tubuhnya sulit digerakkan.
Raka menatap ke sekelilingnya yang dipenuhi benda rongsokan dan beberapa tikus yang berlari kesana-kesini.
"Uncle Leo! Uncle, tolong aku." lirih Raka berusaha melepaskan kedua tangannya diikat erat saat beberapa tikus itu mulai menaiiki tubuhnya.
"Ternyata kau sudah bangun." suara berat milik seseorang yang sangat familiar didengarnya itu sedang melangkah masuk untuk mendekatinya.
Raka menoleh menuju sumber suara dan terukir senyuman bahagia di wajah tampan milik Raka.
"Uncle, tolong aku untuk melepaskan ikatan di kedua tanganku." Pinta Raka menatap ke arah Leo yang telah berdiri di depannya.
"Hahaha..." gelak tawa Leo menggelegar mengisi ruangan sunyi dan minim cahaya. Walaupun begitu, Raka dapat melihat jelas Uncle Leo sedang tertawa bahagia.
"Huft, bukannya menolongku, malahan Uncle memilih tertawa." batin Raka.
"Uncle, ada apa denganmu? Cepatlah, bantu aku untuk melepaskan ikatan ini membuat tubuhku terasa sakit." Perkataan Raka berhasil menghentikan tawa Uncle Leo.
Leo menetralkan nafasnya dan ia memberikan tatapan tajam bak elang menuju ke arah Raka.
"Untuk apa aku membantu melepaskanmu, sementara, aku sudah sekian lama memikirkan rencanaku berjalan dengan lancar." Leo menarik dagu Raka hingga tatapan mereka sangat dekat.
"Awww... Sakit, Uncle." lirih Raka merasakan dagunya dicengram kuat hingga meninggalkan warna kebiruan.
"Sakit ini tidak seberapa dibandingkan ayahmu yang berani merebut Riski wanita panutan hatiku." balas Leo.
"Ap-apa maksud Uncle? Apakah Riski itu nama ibuku?" tanya Raka memastikan.
Bug! Bug!
Raka terpental ke arah belakang diikuti kursi yang sedang ia duduki. Raka memuntahkan darah segar dari mulutnya saat ia merasakan perutku dipukul kuat oleh Leo. Raka menatap sendu ke arah Leo yang berjalan cepat untuk mendekatinya.
Bug! Bug! Bug!
Bug! Bug! Bug!
"Akhhh!" pekik Raka saat tubuhnya benar-benar terasa sakit dan sukmanya hampir keluar dari tubuhnya.
"Kamu benar. Ibumu merupakan wanita kesayanganku. Ibumu lebih memilih ayahmu dibandingkan aku tulus mencintainya. Andaikan saja, Ibumu memilih aku menjadi pasangan hidupnya. Maka, aku pastikan kau terlahir sebagai anakku dan ibumu hidup bahagia. Tapi, takdir tidak berpihak padaku, aku terpaksa menghilangkan nyawa kedua orang tuamu." jelas Leo panjang lebar.
Sementara, Raka kondisinya sudah babak belur. Ia masih mendengar dengan jelas perkataan orang yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya.
"Uncle, aku tidak menyangka kalau kebaikanmu selama ini ada udang dibalik gorengan. Aku sungguh benar-benar kecewa atas perbuatanmu yang telah memisahkan aku dengan kedua orang tuaku." Raka berusaha bangun tapi tetap saja kursi yang ia duduki terus menimpa tubuhnya.
"Uncle, tolong jangan begini. Sadarlah, kalau perbuatanmu ini salah dan tidak pantas untuk dilakukan." Raka berusaha memberi saran pada Leo. Tapi, sepertinya, Leo Sudah gelap mata dan ia tidak mendengarkan perkataan Raka.
"Uncle, tolong jangan sakiti aku. Aku tidak bersalah. Tolong hentikan, Uncle." lirih Raka saat menerima pukulan bertubi-tubi hingga ia membiarkan kedua bola matanya terpejam dan sebelum itu, ia mendengarkan kata-kata terakhir dan terniang-niang hingga sekarang.
"Aku akan membunuhmu," ucap Leo tegas.
Perkataan itu membuat Raka terbangun dari tidurnya. Raka membiarkan tubuhnya menyender di ujung kepala tempat tidur.
"Hah... Hah..." Raka merasa sedikit sesak nafas dan ia mengatur deru nafasnya agar beraturan.
Ceklek!
Raka menoleh menuju pintu kamarnya yang dibuka oleh seseorang dari luar. Raka melihat wanita paruh baya tapi tetap terlihat cantik dengan perawatan mahal dan berkualitas.
" Raka, kamu sudah bangun. Ayo bersiap-siaplah! Sudah ada Mita di ruang makan," ucap Melati yang merupakan nenek Raka dan keluarga satu-satunya.
Sejak kejadian 14 tahun yang lalu, tepatnya, di desa terpencil yang konon katanya tempat pemuja iblis. Raka ditemukan oleh warga yang tinggal di desa sebelah dan saat itu pula, Nenek Melati merawat Raka yang mengalami masa koma selama 6 bulan di rumah sakit. Tidak hanya itu saja, setelah Raka sadar, Raka pindah daerah yang jauh dari tempat kota kelahirannya.
Raka tersenyum tulus saat menatap ke arah nenek tersayangnya.
"Baik nek, terima kasih sudah memberitahuku. Aku akan mandi dulu, tolong beritahu Mita untuk makan dulu. Nanti, setelah aku sudah mengenakan pakaian rapi, maka aku akan turun ke bawah." sahut Raka pada Nenek Melati. Setelah mendapatkan jawaban dari Raka, Nenek Melati undur diri.
Raka bangun dari duduknya dan ia berjalan menuju ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.
Satu jam kemudian, Raka telah mengenakan pakaian casual berwarna biru yang senada dengan celananya. Tidak lupa, Raka memasukkan jaket tebal pada tas ranselnya. Mengingat hari ini, Raka dan Mita akan pergi berlibur ke daerah kepulauan yang terletak kota x terpencil dan asri akan keindahan kekayaan alam itu. Makanya, Raka memilih membawa tas ransel besar yang sudah ia siapkan beberapa pakaian, uang, dan makanan untuk ia bawa di daerah tersebut.
Sebenarnya, Raka menolak permintaan Mita untuk berlibur menyusul teman-teman lain lebih dulu pergi kesana. Tapi, Raka sangat mencintai Mita, apapun akan ia lakukan demi kebahagian Mita.
"Semua keperluan telah selesai disiapkan, tinggal aku sarapan pagi saja." lirih Raka sambil membawa tas ransel berukuran besar yang cocok dengan tubuhnya terlihat mempesona dengan diukiri kotak sispek menunjukkan ia berusia 28 tahun itu siap menempuh hubungan serius menuju jenjang pernikahan.
Raka berjalan keluar dari kamarnya dan ia menuruni anak tangga rumah mewahnya dari hasil tabungannya merintis karier menjadi pengusaha formula hingga mencapai dirinya menjadi CEO di perusahaan yang ia dirikan berhasil menduduki posisi perusahaan terkaya pertama di bidang Tekstil di kota Z. Raka menatap ke sekelilingnya dan pandangannya terkunci saat melihat Mita sedang tertawa lepas bersama Nenek Melati. Raka berjalan mendekati meja makan yang sudah berisi beberapa makanan nasi goreng, roti panggang, susu putih menjadi kesukaan Raka.
"Ehem..." deheman Raka mengalihkan pandangan Mita dan Nenek Melati.
"Cucu tampanku duduklah, nenek telah memasakkan makanan kesukaanmu sendiri," ucap Nenek Melati dengan senyuman tulusnya dan dibalas anggukan oleh Raka.
Raka memilih duduk berhadapan dengan Mita agar ia dapat melihat paras wajah cantik Mita.
"Biar aku saja yang mengisi makananmu." Mita mulai menyeduhkan nasi goreng di piring Raka serta menaruh susu di gelas Raka. Hal itu, tidak lepas dari pandangan Raka yang senang dengan perhatian Mita padanya.
"Terima kasih." Setelah itu, Raka langsung memakan makanan itu dengan lahap dan Mita yang sudah menyelesaikan sarapannya tadi, ia memilih menunggu Raka selesai makan.
"Jadi, kalian ingin berlibur di kota X yang terkenal dengan daerah kepulauan itu? Bukankah, disana terdapat bangunan tua yang terkenal angker. Apakah kalian tidak merasa takut untuk melewati kota itu?" ucap Nenek melati membuat Raka menghentikan aktivitas sarapannya.
Raka menggelengkan kepalanya dan ia meraih gelas berisi air putih untuk minum terlebih dahulu untuk menghilangkan dahaga di tenggorokannya. Setelah menghabiskan air putih di gelasnya. Barulah, Raka menaruh gelas itu pada tempatnya dan ia menatap kedua bola mata Nenek Melati yang memberikan tatapan sendu ke arah dirinya.
"Iya Nek, Nenek jangan khawatirkan aku dan Mita. Aku sudah memberi kabar pada temanku untuk menjemput kami saat kami tiba nanti. Aku akan jaga diri, aku kan sudah memegang sabuk hitam jadi tidak mudah orang lain mengalahkanku," ucap Raka sambil menggenggam telapak tangan Nenek Melati.
Nenek Melati menghela nafas panjang saat mendengar keputusan Raka. Ia mengalihkan pandangannya menuju ke arah Mita yang terlihat binggung dengan sikapnya.
"Nenek percaya denganmu, Raka." Nenek menatap sendu ke arah kedua bola mata Raka.
"Tapi, ingatlah di masa lalumu itu, Nenek tidak ingin kamu terluka lagi dan hampir menjadi tumbal seperti dulu. Nenek tidak ingin kehilangan orang-orang yang nenek sayang. Nenek ingin..." perkataan Nenek Melati terhenti saat Raka memotong pembicaraannya.
"Nenek. aku berjanji tidak akan mudah mempercayai orang lain lagi. Aku akan berhati-hati dalam mengambil keputusan. Aku pergi berlibur bukan sendiri tapi aku bersama Mita akan pergi berlibur kesana. Jadi, tolong nek, beri aku kesempatan untuk merantau di daerah orang sebagai tempat liburanku. Aku mohon biarkan aku pergi."
"Baiklah, jika itu pilihanmu maka berhati-hatilah, Nenek doakan semoga kamu dan Mita akan sampai tujuan dengan selamat." doa Nenek Melati tulus.
"Aamiin, terima kasih nek atas izinnya." Setelah perdebatan kecil di pagi hari tadi, Raka dan Mita pamit pergi menuju Taksi yang sudah Raka pesan sejak tadi untuk mengantarkan dirinya bersama Mita ke Bandara Soekarno Hatta Internasional.
***
Di dalam Pesawat yang ditumpangi oleh Raka dan Mita, mereka sedang duduk di kursi nomor dua. Raka menggenggam tangan Mita dengan erat karena ia takut Mita akan meninggalkannya, Hal itu, sontak saja, Mita mengalihkan pandangannya dari jendela pesawat menuju ke arah Raka memberikan senyuman manis padanya.
"Kenapa?" ucap Mita.
"Kangen." jawab Raka asal.
"Bukankah aku selalu berada di sampingmu? Lalu, untuk apa kamu merasa kangen padaku?" Mita menyerhitkan keningnya saat melihat Raka mulai memejamkan kedua bola matanya.
"Biarkan aku menggenggam tanganmu, aku tidak mau cinta tulusku memudar," ucap Raka asal dan Mita semakin binggung dengan perkataan Raka.
"Cinta tulusku memudar? Apa maksudnya?" kata Mita dalam hati. Mita tetap berpikir positif karena ia yakin Raka sangat mencintainya.
"Oh iya, aku dengar kata Nenekmu tadi kita pergi berlibur ke daerah kepulauan nantinya akan melewati bangunan kuno yang terletak di Kota X terpencil?" ucap Mita mulai bertanya pada Raka.
"Lebih tepatnya bangunan kuno itu sebagai kuil leluhur yang dimana tempat itu sebagai tempat pemuja benda keramat yang dihuni oleh roh jahat." Raka membuka kedua bola matanya dan ia memiringkan kepalanya untuk menghadap ke arah Mita.
Mita menelan salivanya dengan susah payah dengan perkataan Raka yang terdengar mistis dan berlegenda.
"Sedikit mistis tapi aku tertarik datang kesana untuk memastikan apa benar cerita itu benar-benar ada," ucap Mita dengan senyuman misterius.
Hal itu membuat Raka berusaha menghentikan jiwa rasa keingintahuan tinggi Mita yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
"Aku tahu siapa kamu sebenarnya, tapi, sebesar cinta tulusku padamu. Aku akan melupakan masa lalu itu dan menerima kamu apa adanya." Batin Raka berusaha menghentikan rasa dendam teramat dalam pada seseorang.
"Hey! Jangan bersikap seperti itu. Aku tidak ingin kamu terluka akibat rasa keingintahuan-mu itu." Raka menangkup pipi cabi Mita agar dapat menatap kedua bola matanya.
"Aku sangat tulus mencintaimu, aku tidak ingin kehilanganmu. Jangan bersikap konyol dengan hal-hal yang dapat merenggut nyawamu." lirih Raka.
"Kecuali kamu memasang bendera peperangan maka cinta tulusku akan memudar." lanjut Raka tapi tak mampu ia ucapkan secara langsung pada Mita. Lidahnya terasa keluh untuk mengatakan itu. Berulang kali, ia menepis niat jahatnya itu sejak dulu tapi ia tidak boleh menyakiti wanita karena sama saja ia menyakiti ibunya sendiri.
Raka teringat dengan jelas saat ia berada dimana dirinya diberikan kesempatan kedua oleh Tuhan.
Kedua bola mata Raka terbuka dengan sempurna. Setelah ia menetralkan pencahayaan yang menerpa penglihatannya yang menatap suasana putih di sekelilingnya.
"Kamu sudah sadar, Raka," ucap Nenek Melati yang setia menjaga Naruto di masa komanya.
Raka berusaha menoleh ke arah Nenek Melati yang telah duduk di sebelahnya. Tapi, rasa sakit yang luar biasa tidak sanggup ia gerakkan kepalanya.
"Jangan bergerak dulu, kamu baru sadar dari masa koma." Nenek Melati menatap sendu ke arah kedua bola mata Raka yang menatap fokus ke arah depan.
"Ketahuilah Rak, Nenek tidak akan membiarkan dia menyakitimu lagi. Kamu harus membalaskan kesalahan fatal dengan apa yang dia perbuat padamu. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun pada dia. Kamu wajib melakukan suatu rencana untuk membalaskan dendam itu. Leo memiliki anak perempuan yang seumuran denganmu, Nenek baru mengetahuinya disaat para orang suruhan memantau kehidupan Leo. Kamu harus menyakiti anak perempuannya dan jangan biarkan Leo dengan keluarganya hidup bahagia." perkataan Nenek Melati selalu diingat oleh Raka. Sehingga, Raka tidak menyadari panggilan Mita yang menatap cemas pada dirinya.
"Rak? Raka?" ucap Mita sambil mengguncangkan pundak Raka dengan pelan.
Raka teralihkan di dunia nyatanya dan ia melihat wajah cantik Mita yang menatap dirinya.
"Aku baik-baik saja. Beristirahatlah, perjalanan kita masih jauh dan kita butuh tenaga untuk memulai pertualangan." sahut Raka dan dibalas anggukan oleh Mita.
Akhirnya, Raka dan Mita telah sampai di daerah kepulauan yang memiliki banyak kekayaan pantai dan bukit yang indah. Tujuan utama, mereka untuk menjelajahi kota x yang terbilang kota terpencil yang memiliki banyak keindahan alam. Raka dan Mita menaiki bus yang melaju menuju ke kota x. Raka menuntun Mita agar berjalan hati-hati saat memasuki bus.
"Terima kasih, kamu pasti capek. Aku ada minuman kopi siap saji untuk kamu minum. Lumayan untuk menghilangkan dahaga," ucap Mita menawarkan sebotol kopi pada Raka.
Raka yang merasa haus pun dengan senang hati menerima tawaran wanita yang sangat ia cintai.
"Ternyata keputusanku benar, awalnya aku berniat jahat untuk mendekatkan diri agar kamu benar-benar mencintaiku dan meninggalkanmu disaat sedang sayang-sayangnya. Eh, nyatanya aku sendiri yang terperangkap ke dalam rencanaku dan aku menentang pada nenek kalau kamu itu wanita baik-baik. Aku benar-benar bahagia telah mengenalimu dan tak ku sia-siakan dirimu, cinta tulusku tak ku biarkan memudar." kata Raka dalam hati. Naruto memantapkan hati atas keputusannya. Raka menatap kedua bola mata Mita dengan penuh cinta.
"Permainan akan segera dimulai, aku bersaksi tidak akan gagal untuk kesekian kalinya, ayah." batin Mita dalam hati. Mita tersenyum tipis saat Raka mulai meminum kopi yang telah ia suntikkan obat yang dapat menurunkan imun tubuhnya.
"Ayah, kenapa harus aku melakukannya? Jelaskan padaku agar aku tahu alasan ayah agar menyuruhku untuk mendekati pria tampan di foto itu?" tanya Mita saat berusia 14 tahun sambil mengarahkan jari telunjuknya menuju ke sebuah foto yang menampilkan keluarga kecil berisi kedua orang tua dan pria muda seumuran dirinya.
Leo mensejajarkan tubuhnya agar dapat berhadapan langsung dengan anak perempuannya.
"Mita, ayah yakin kamu bisa melakukannya untuk melancarkan usaha ayah tidak bangrut lagi." Leo menatap anak perempuannya yang meragukan keputusannya.
"Apa kamu mau hidup miskin dan dihina oleh teman-teman sekolahmu?" tanya Leo dan Mita langsung menggeleng cepat.
"Bagus, kalau begitu, kamu harus membantu ayah untuk melenyapkan pria yang berani mengusik kesuksesan ayah. Bila perlu, kamu siksa dia sepuas hati sebelum ajal menjemputnya." Perkataan itu akan selalu menjadi motivasi Mita agar tidak melupakan misinya. Mita yang saat ini berpenampilan culun dengan rambut panjangnya diikat kepang dan kacamata bulat dikenakannya sungguh menjadi sorotan perhatian teman-temannya yang memperlakukannya seenak jidatnya.
"Ternyata tidak sia-sia perjuanganku selama ini, menahan cacian, hinaan dari teman seangkatanku untuk membenciku. Tapi, rasa simpatimu membuat aku mudah untuk meneruskan rencanaku." Kata Mita dalam hati.
"Oh iya, untuk mengenai bangunan yang pernah kamu ceritakan padaku, yang dimana dulu pernah menjadi kuil tua itu. Aku iseng-iseng membaca semua artikel lengkap tentang sejarah masa penjajahan terdapat sebuah benda keramat yang dihuni oleh roh jahat. Semua bermula atas keserakahan manusia di masa penjajahan yang ingin menguasai harta dan kekayaan dunia. Benda keramat itu berbentuk kalung permata emas dan benda itu terlahir dari 7 kesalahan manusia," ucap Mita sedikit menjelaskan pada Raka.
"Lalu, kamu percaya dengan omong kosong yang belum jelas dengan kenyataannya?" ucap Raka yang telah memposisikan dirinya agar menghadap ke arah Mita.
"Sebenarnya, aku tidak begitu mempercayainya. Itu seperti kejadiaan mustahil dan tidak masuk akal. Tapi, aku mulai tertarik dengan tulisan di buku bersejarah yang dimana aku membaca adanya rasa keserakahan diri membuat seseorang saling bertengkar antar saudara dan saling membunuh satu sama lain. Bukan itu saja, orang yang memihak menjadi pemenang menyumbangkan saudara yang mati untuk dijadikan tumbal di kuil dan dibiarkan mayatnya membusuk di dalam kuil itu. Hadirnya pemerkosaan secara brutal, menyiksa orang-orang tak bersalah, menghukum orang tanpa kesalahan, hingga peledakan bom atom secara mendadak hingga semua penduduk hilang di kota X di masa itu. Dari orang-orang tak bersalah dibangkitkan sukmanya untuk dijadikan sebuah benda keramat dari iblis yang puas dengan syarat-syarat yang memenuhi keinginannya dan siapapun yang berani menemukan benda keramat itu maka iblis akan mengabulkan semua permintaannya." jelas Mita panjang lebar.
"Sehingga, muncullah Tabib yang membawa istri dan kedua anaknya untuk tinggal di kota X itu dan berhasil meleraikan pertikaian itu. Saat itulah perdamaian dimulai dan aku mulai tertarik untuk berkunjung di tempat itu." Mita tersenyum manis di depan Raka dan Raka langsung menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Aku tidak setuju, untuk apa kita kesana? Anggap saja, jika berhasil menemukan benda itu. Lalu, apakah kamu akan bertapa selama lima hari lima malam agar iblis itu mau mengabulkan permintaanmu?" ucap Raka memastikan.
"Jika itu benar nyata, aku ingin memilikinya agar keinginanku selama ini tercapai. Bila perlu, aku ingin pindah ke alam gaib agar dapat bertemu kedua orang tuaku." lanjut Raka terlihat sendu dan ia benar-benar merindukan kedua orang tuanya.
"Itu memang nyata, aku pun ingin memilikinya untuk memenuhi obsesiku agar tetap hidup kaya dan bahagia." celetuk Mita.
"Kamu tahu itu seperti cerita dongeng yang dikutuk oleh penyihir jahat agar mendapatkan tumbal sebagai cara membebaskan penyihir untuk mengelabui orang-orang yang tak bersalah. Kamu harus berhati-hati, jangan mudah mempercayai hal-hal yang tak pasti karena kamu harus lebih hati-hati banyak pembenci yang berusaha menyakitimu." Raka menatap Mita yang sulit diartikan.
Mita menatap kedua bola mata malas ke arah Raka yang selalu memperingatinya dengan kata-kata yang sama.
"Sudahlah, aku tidak ingin membahas soal pembenci. Aku kesini ingin pergi berlibur dan menenangkan diriku agar tidak ada yang berani..." perkataan Mita semakin lama semakin kecil dan Raka merasakan dirinya benar-benar mengantuk. Akhirnya, Raka membiarkan dirinya tertidur nyenyak.
Mita tersenyum puas saat obat yang ia masukkan ke dalam botol minuman kopi telah beraksi. Ia tinggal melanjutkan rencana selanjutnya.
"Ketika cinta tulusku memudar itu saatnya kita sudah berubah menjadi musuh." Bisik Mita pelan di telinga Raka.
Sementara Raka yang berada di alam mimpinya, ia berada di sebuah ruangan terang. Disana, ia melihat ada kedua orang tuanya yang menyambut kedatangannya.
"Nak, kenapa kamu menyusul kami? Pergilah, disini bukan tempatmu. Kamu berhak melanjutkan hidupmu untuk melindungi Nenek Melati dan keluarga besar kita dari jeratan iblis milik Leo. Hanya kamu yang menjadi harapan kami untuk memutuskan permusuhan itu. Bangunlah, jangan biarkan tubuhmu menjadi tumbal dari benda keramat itu, ayah dan ibu tidak ingin sukma-mu melayang ke udara tanpa kamu hidup tenang." Ayah Kenzo berusaha mengusir Raka agar tidak melanjutkan langkah kakinya.
"Ayahmu benar, nak, kamu harus berjuang untuk masa depanmu yang cerah." Ibu Riski tersenyum tulus melihat Raka terlihat sedih melihat ayah dan ibunya menolak dirinya agar ikut bersama mereka.
"Tapi, ayah... Ibu. Aku ingin ikut bersama kalian. Aku lelah untuk menangkis ilmu jahat itu. Biarkan aku melepaskan rinduku untuk tetap bersama kalian sejenak." perkataan Raka dibalas gelengan ayah Kenzo.
"Tidak, ayah dan ibu tidak setuju. Pergilah dari sini dan ayah berpesan untuk selalu membaca ayat suci leluhur kita dalam menangkis ilmu hitam itu." pesan singkat itu terasa nyata.
Raka terbangun dari alam mimpinya. Hal pertama yang Raka lihat saat ia melihat sebuah pencahayaan remang-remang di sebuah bangunan asing dan terbengkalai. Raka mengamati di sekelilingnya yang benar-benar asing dan banyak patung. Apalagi, Raka mendengarkan samar-samar suara yang sangat familiar di pendengarannya.
"Aku berhasil membawanya di kuil, ayah. Lalu, apa yang akan kita lakukan?" ucap suara wanita yang bertanya pada seseorang.
"Kita akan melakukan acara ritual pemanggilan roh jahat, persiapkan sesajen makanannya agar kita mendapatkan keuntungan besar dari pria itu sebagai tumbal kita." sahut suara berat pria dan Raka dapat mengenali suara itu.
"Sudahkah kamu mempersiapkan kopi pahit, rujak roti pisang, sareh, gula merah, ayam merah, bunga melati, sisir, kaca, sirih untuk kemenyan roh jahat itu?" tanya Leo panjang lebar pada anak perempuannya agar memastikan semuanya berjalan dengan sempurna.
"Sudah ayah, aku letakkan semua sesajen itu di ruang tengah kuil." jawab Mita cepat.
"Apa? Aku sekarang berada di kuil dan aku terperangkat dalam jeratan Uncle Leo?" gumam Raka terkejut. Raka baru menyadari tempat yang ia tempati saat ini. Tempat yang akan menjadi saksi bahwa dirinya sebagai tumbal atas obsesi Uncle Leo yang ingin memiliki kekayaan banyak dan ingin menguasai dunia.
"Hentikan! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku pastikan kalian akan menyesal menyakiti aku yang tidak bersalah pada kalian!" ucap Raka berteriak keras.
Sehingga, Mita dan Leo menatap ke arah ruangan Raka yang sedang disekap. Leo langsung mendobrak pintu itu dan ia memberikan tatapan tajam bak elang menuju ke arah Raka.
"Jangan mimpi kamu! Aku pastikan kamu akan membusuk di tempat ini!" ucap Leo dingin.
"Benar, pria bodoh seperti dirimu tidak pantas hidup apalagi bersanding denganku. Pria mantan playboy dan suka mengkhianatiku atas cinta semu mu itu. Jangan harap aku membiarkan dirimu lolos dari jeratan kami, hahaha..." tawa Mita menggelegar ke seluruh ruangan bangunan kuil.
Raka yang mendengar perkataan Mita, ia mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin memberikan pukulan bertubi-tubi pada kedua manusia menyerupai iblis tapi sayangnya kedua kakinya di borgor. Raka mengetahui dirinya sedang terbaring di atas brankas tidur dengan kedua kaki di borgor membuat dirinya sulit untuk bergerak. Raka berusaha mencari celah untuk melepaskan diri tapi hasilnya nihil.
"Bagaimana aku bisa melepaskan diri? Sedangkan, borgor ini semakin aku memberontak maka semakin kuat borgor itu mengikat kedua kakiku." batin Raka.
Raka menahan amarahnya dan ia berusaha menetralkan pikirannya agar dapat mencari jalan keluar. Raka menatap sendu menuju ke
arah Mita dan berhasil membuat Mita tidak tega untuk menyakiti Raka.
"Mita, aku mohon tolong lepaskan aku. Aku tulus mencintaimu, aku menerima semua kekuranganmu. Ku mohon bujuk ayahmu untuk tidak menjadikan aku sebagai tumbalnya. Agar aku dapat hidup bersamamu dan hidup bahagia," ucap Raka terdengar tulus di pendengaran Mita.
Mita seolah-oleh tersadar dari pengaruh bisikan kotor dari ayah Leo. Kedua bola mata Mita yang awalnya menatap benci ke arah Raka telah berubah menjadi tatapan penuh cinta.
"Ayah, ku mohon lepaskan Raka. Dia tidak bersalah dan biarkan dia hidup bersamaku." pinta Mita pada ayah Leo.
Sontak saja, dada Leo memanas dan rahangnya mengeras menatap ke arah anak perempuannya.
"Apa maksudmu, Mita? Kau menyuruh ayah untuk melepaskan anak dari musuh bisnis ayah. Bisakah kamu sedikit cerdas untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk!" bentak Leo keras.
"Ayah, aku tulus mencintainya," ucap Mita pada ayah Leo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!