Rian Abraham. Seorang pengusaha muda sukses berusia 28 tahun yang memiliki banyak cabang perusahaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri itu adalah suami dari seorang gadis bernama Namira Azalea.
Pernikahan keduanya sudah berjalan hampir 1 tahun lamanya. Namun selama itu juga Namira tidak pernah di perlakukan baik oleh suaminya. Tidak ada satu pun yang di lakukan Namira itu benar di mata Rian. Semua selalu di anggapnya salah.
Meski begitu, namun Namira tetap saja bertahan dengan pernikahannya. Semua itu bukan tanpa alasan, melainkan ia mempertahankan pernikahannya karena memang ia sangat mencintai suaminya dan berharap suatu saat suaminya akan berubah dan bisa mencintainya juga menerimanya sebagai seorang istri yang semestinya.
Sebelum pernikahan di antara keduanya terjadi, Rian adalah kekasih dari kakak Namira. Namun saat menjelang beberapa hari mereka akan menikah, kakak Namira pergi tanpa meninggalkan pesan apapun. Dan pada akhirnya kedua orang tua Namira dan juga kedua orang tua Rian sepakat untuk menjodohkan Rian dengan Namira sebagai pengganti untuk tetap berjalannya sebuah pernikahan.
Namira yang sebenarnya sudah menyukai Rian sejak awal, akhirnya menerima perjodohan itu dengan sedikit keraguannya. Sementara Rian sendiri dengan terpaksa tidak bisa menentang keinginan kedua orang tuanya lantaran takut jika nama baik keluarganya akan tercoreng dengan gagalnya pernikahannya dengan kakak kandung Namira yang sudah pergi meninggalkannya tanpa kabar.
Pagi ini seperti biasa Namira sudah menyiapkan sarapan pagi sebelum Rian berangkat kekantor. Semua sudah tertata rapi dengan berbagai menu makanan kesukaan suaminya itu.
Hingga terdengar langkah kaki yang tengah menuruni tangga, Namira pun bergegas menyiapkan sepiring sarapan pagi karena ia tau itu adalah suara langkah kaki Rian yang tengah menuju meja makan.
"Mas, ini sarapannya ayo duduk dulu." Ucap Namira seraya menarik satu kursi untuk Rian. Bukannya duduk, Rian justru hanya meneguk segelas air putih lalu beranjak pergi tanpa mengatakan apa pun pada Namira.
"Sampai kapan mas?"
Suara Namira itu lantas menghentikan langkah kaki Rian yang kemudian ia memutar tubuhnya menatap kearah Namira.
"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan bersikap seperti ini padaku?"
"Sudah hampir satu tahun, apa selama itu tidak juga bisa membuatmu bisa sedikit saja menghargaiku?" Sambung Namira. Rian berjalan menghampiri Namira lalu menarik kuat tangan Namira untuk menghadap kearahnya. Dengan tatapan penuh kebencian Rian mengucapkan kata yang paling menyakitkan bagi Namira.
"Apa kau pikir dengan usia pernikahan yang terus berjalan itu bisa membuatku tidak membencimu?"
"Kau salah Namira."
"Kau adalah benalu dalam kehidupanku, kau adalah sampah paling kotor di mataku dan kau juga adalah wanita paling hina yang tidak tau malu yang ada di dunia ini." Dengan menahan bendungan air matanya, Namira mencoba untuk menguatkan hatinya dari ucapan paling menyakitkan yang di lontarkan oleh Rian padanya.
Setelah puas mengucapkan semua kata yang paling menyakitkan itu, kemudian Rian menghempas kuat tangan Namira lalu pergi dari hadapannya. Sedangkan Namira masih berdiri dengan terus menatap kepergian Rian hingga sudah tidak nampak lagi dari penglihatannya.
Sungguh pada akhirnya Namira pun benar-benar menangis. selama hampir satu tahun Namira yang biasanya terlihat begitu tangguh dan kuat akan setiap hina'an bahkan cemo'ohan Rian, kini ia benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi. Air matanya pun tumpah dan ia pun menangis terisak seraya memegangi dadanya yang seolah begitu sesak ia rasakan.
...****************...
Sementara itu sesampainya Rian di perusahaan miliknya, begitu ia masuk kedalam perusahaannya, ia langsung melempar tas kerja miliknya dengan begitu keras kearah meja kerjanya.
Brugh~
"Hah... " Rian duduk di meja kerjanya seraya memijit keningnya. Pria itu kemudian beranjak dari duduknya lalu berdiri di hadapan jendela perusahaannya dengan kedua tangan yang masuk kedalam kantong saku celananya dan dengan tatapan sendunya yang mengarah keluar jendela kaca perusahaannya.
"Kau dimana Elena? kenapa kau pergi begitu saja di saat hari bahagia kita?"
"Aku tidak bahagia dengan pernikahanku, aku sangat membenci adik kandungmu itu, rasanya aku ingin melenyapkannya saat aku menatapnya." Tak terasa air mata Rian menetes dengan sendirinya tatkala ia mengingat kembali kekasihnya yang sudah meninggalkannya di saat menjelang hari bahagianya itu. Hari bahagia yang menjadi impiannya bersama Elena justru harus pupus lantaran ia harus menikah dengan adik kandung dari Elena yaitu Namira.
Yang ada dalam benaknya setiap detik melihat Namira adalah sebuah kebencian yang amat dalam. Tidak ada sedikit pun rasa simpati bahkan rasa cinta yang mungkin bisa ia berikan untuk Namira. Hanya ada kebencian dan amarah itu lah yang ada dalam benak Rian saat melihat Namira setiap harinya.
Ceklek~
"Rian."
Seorang pria membuka pintu lalu memanggil nama Rian yang kemudian Rian pun langsung mengusap air matanya sebelum pria itu melihatnya.
"Masuklah Key." Ucap Rian pada sahabat sekaligus rekan kerjanya yang bernama Keynan itu.
"Kau habis menangis?" Tanya Keynan yang melihat mata sembab Rian.
"Pertanyaan macam apa itu, mana mungkin seorang Rian Abraham bisa menangis." Ujar Rian menutupi kebohongannya. Keynan pun hanya mengangguk kemudian duduk di hadapan meja kerja Rian dengan meletakkan beberapa berkas di sana.
"Tanda tangani lah ini."
Rian pun menandatangani berkas yang di sodorkan oleh Keynan padanya. Saat Rian menandatangi semua berkas tiba-tiba pandangan Keynan teralihkan pada sebuah foto yang berada di atas meja kerja Rian. "Kau masih menyimpannya?" Tanya Keynan yang melihat foto Elena di meja kerja Rian dan Rian pun mengangguk. "Sampai kapan kau akan terus menunggunya? dia sudah menghianatimu Rian, dia sudah per--"
Brak~
Rian menutup dengan keras berkas yang baru saja selesai ia tanda tangani itu hingga membuat Keynan sedikit terkejut.
"Ambil dan pergilah." Ucap Rian yang meminta Keynan untuk segera pergi dari ruangannya. Keynan pun menunduk senyum seraya menggelengkan kepalanya perlahan. Tidak mengerti dengan sikap sahabatnya itu, kenapa masih saja menyimpan foto Elena? Seorang gadis yang jelas-jelas sudah meninggalkannya dan membiarkannya menikahi wanita lain begitu saja. Apa itu yang di namakan sebuah cinta? itu lah yang terbesit dalam tanya Keynan.
Namun Keynan tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ia tau bagaimana watak keras dari sahabat baiknya itu. Tidak akan ada yang bisa menasehatinya atau bahkan memberinya masukan tentang apa yang baik dan tidak kecuali kedua orang tuanya.
Karena di balik keras kepala Rian, ia adalah seorang putra yg paling patuh pada kedua orang tuanya meski pun terkadang itu tidak sesuai dengan keinginan hatinya.
"Baiklah, oh iya jangan lupa nanti malam akan ada jamuan makan malam di perusahaan. Semua CEO akan membawa istri atau pasangan mereka, jadi kau pasti mengerti maksudku." Setelah memberi tau hal itu, tanpa menunggu jawaban dari Rian lantas Keynan lekas membawa keluar berkas yang sudah di tanda tangani oleh Rian sebelumnya.
Sementara itu menjelang malam seperti biasanya Namira bersiap untuk menyiapkan hidangan makan malam. Sebenarnya Namira tidak perlu bersusah payah untuk melakukan hal itu karena di rumah sudah ada asisten rumah tangga yang juga memasak setiap harinya.
Namun Namira sengaja melakukannya untuk memberikan yang terbaik bagi Rian meski ia tau jika apa yang ia lakukan tidak lah pernah di hargai oleh suaminya sama sekali. "Nyonya tidak perlu melakukan hal ini, biar bibi saja nyonya." Ucap bibi Asih yang melarang Namira untuk memasak.
"Tidak apa-apa bi, ini hanya membuat sup untuk mas rian." Bibi Asih menatap sendu Namira. Betapa ia tau bagaimana tuannya itu selalu memperlakukan Namira dengan sangat tidak baik selama ini. Setiap kali Namira menyiapkan apapun, hasilnya selalu di abaikan oleh Rian.
"Bi, Asih tolong ambilkan wortelnya di kulkas."
"Baik nyo--" Ucapan bi Asih terhenti saat ia memutar tubuhnya untuk mengambil wortel di kulkas. "Bi, kenapa lama sekali?" Bi Asih masih diam mematung saat melihat Rian yang tengah berdiri di dapur entah sejak kapan. Kemudian Rian memberi kode meminta bi Asih untuk meninggalkan dapur dan ia pun pergi sesuai perintah Rian.
Karena cukup lama apa yang di minta Namira tidak kunjung di ambilkan oleh bi Asih, lantas Namira membalikkan tubuhnya memastikan apa yang di lakukan Bi Asih sejak tadi. Dan saat Namira membalikkan badannya terkejutnya Namira saat melihat Rian yang entah sejak kapan sudah berdiri dihadapannya. "Kau sudah pulang mas? egh, maaf aku belum sempat mema--"
"Cepat ganti pakaianmu, kita akan menghadiri jamuan makan malam di perusahaan." Ucap Rian yang kemudian pergi dari hadapan Namira. "Kau mengajakku?" Tanya Namira yang kemudian Rian pun menghentikan langkahnya. "Apa kau pikir aku sedang mengajak orang lain disini!" Mengerti akan apa yang diucapkan Rian, dengan cepat Namira lari kekamarnya untuk bersiap.
Sementara Namira yang sedang bersiap kini Rian menunggu Namira dengan duduk di sofa ruang tamunya. Setengah jam kemudian, Namira yang belum juga turun mulai membuat Rian kesal menunggu. "Kenapa lama sekali hanya mengganti pakaian saja." Rian beranjak lalu naik kelantai atas bermaksud untuk melihat apa yang Namira lakukan di kamar.
"Hanya mengganti pakaian saja lama sekali, memangnya dia it--" Baru beberapa langkah kaki Rian menaiki anak tangga, langkahnya pun terhenti saat mendengar suara Namira. Kedua mata Rian melihat dari bawah kaki Namira hingga tatapannya mulai naik keatas menatap Namira yang tengah berdiri di hadapannya.
Degh~
Kedua mata Rian seolah tidak berkedip saat melihat begitu cantiknya Namira pada malam itu. Mengenakan dress hitam yang menonjolkan dua gundukan kencang milik Namira yang mungkin itu baru pertama kali Rian lihat selama hampir satu tahun menikahinya, seketika itu juga membuat pria yang memiliki sifat egois dan kasar itu terdiam mematung di hadapan Namira dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
"Mas?"
"Mas Rian?" Namira melambaikan tangan di wajah Rian. Tersadar akan lamunannya, Rian pun memutar tubuhnya membelakangi Namira. Wajah Rian yang terlihat memerah bak tomat itu pun ia tutupi dengan pergi dari hadapan Namira terlebih dulu.
Di perjalanan menuju perusahaan, Rian memperingatkan Namira untuk bersikap normal padanya. Dan Normal yang di maksud oleh Rian adalah bersikap biasa saja layaknya sepasang suami istri pada umumnya. Dan Rian mengatakan hal itu lantaran ia tidak ingin jika hubungannya terlihat tidak baik di depan kolega bisnisnya yang lain.
...****************...
Sesampainya di perusahaan lantas dengan tiba-tiba Rian memegang tangan Namira yang sedikit membuat gadis itu terperangah. "Egh mas ini--" Ucap Namira yang sedikit bingung saat tiba-tiba Rian memegang tangannya. "Diamlah, bukankah sudah ku katakan untuk bersikap biasa dan tidak canggung?" Pekik Rian seraya membawa Namira masuk kedalam perusahaan.
Namira pun terdiam mengikuti apa yang di katakan oleh suaminya itu. Hingga sesampainya di dalam perusahaan, terlihat begitu banyak pasang mata yang menatap kearah Rian dan Namira sedang berjalan. Terutama tatapan para rekan bisnis muda Rian yang terus melihat kearah Namira karena kecantikannya.
Dan tatapan itu membuat Rian menyadarinya hingga ia menarik lebih dekat istrinya seoalah mengisyaratkan jika Namira adalah miliknya. Dan Namira yang merasa aneh akan sikap Rian pada malam itu hanya diam seraya menatap wajah tampan suaminya yang tengah memegangi tangannya dengan begitu eratnya.
"Hay presdir Rian." Sapa seorang rekan bisnis Rian yang kemudian menghentikan langkah kaki Rian dan Namira. "Hay tuan James, apa kabar?" Rian menjabat tangan rekan kerjanya itu.
"Baik, oh apa ini istrimu?" Rian lantas menatap wajah Namira sekilas lalu tersenyum mengangguk di hadapan tuan James. "Kau benar-benar luar biasa presdir Rian, istrimu sangat cantik, kulitnya begitu putih dan--"
"Ehem." Deheman Rian lantas membuat tuan James mengerti dan tidak melanjutkan ucapannya kembali. "Oh baiklah ayo kita duduk di sana untuk minum dan mengobrol." Rian mengangguk lalu mengikuti tuan James dengan masih memegang tangan Namira dan ketiganya pun duduk di sofa dengan meja yang sudah tersaji beberapa botol minuman wine.
Rian dan tuan James pun mulai mengobrol, dan tentunya obrolan mereka adalah membicarakan hal bisnis yang hal itu tidak di mengerti oleh Namira sama sekali. Kebosanan pun mulai menghampiri Namira dan membuat gadis itu ingin pergi dari sana. Sampai akhirnya pandangan Namira teralih pada satu meja yang di sana tersaji banyak kue dan minuman segar. Sementara tangan Namira yang sedari tadi itu masih di pegang oleh Rian, sampai membuat tangannya berkeringat.
"Mas?" Namira memanggil Rian dengan suara pelannya seraya menggoyangkan tangannya yang masih di genggam Rian. Sekali panggilannya itu belum juga di respon oleh suaminya, lantas Namira mentoel pinggang Rian dengan satu jarinya dan kemudian mendapat Respon darinya.
"Aku mau kesana, boleh tidak? aku lapar." Ucapmu seraya menunjuk kearah meja yang ada disebrang yang tidak jauh dari sofa duduk Namira dan Rian. "Ck, kenapa kau ini menyusahkan sekali?" Bisik Rian ditelinga Namira.
"Apanya yang menyusahkanmu? Bukankah kau mengajakku kesini untuk jamuan makan malam?"
"Kenapa presdir? biarkan saja istrimu kesana, lagi pula meja itu tidak jauh dari sini bukan?" Nampaknya kau sangat takut jika istrimu di goda pria lain." Ucap tuan James yang tanpa sengaja mendengar keluhan Namira tadinya. Rian yang terlihat sedikit malu itu pun hanya mengangguk seraya melontarkan senyum tipisnya di hadapan tuan James.
"Baiklah, setelah perutmu kenyang cepat kembali kesini." Ujar Rian yang kemudian mengijinkan Namira.
"Kalau begitu lepaskan tanganku dulu." Rian melihat kearah genggaman tangannya yang sedari tadi tidak ia lepaskan itu kemudian ia melepasnya dan membiarkan Namira pergi ke meja yang Namira maksudkan.
Namira berjalan menuju meja yang dia inginkan. Sesampainya di meja itu, kedua mata Namira nampak begitu berbinar saat melihat banyaknya makanan di meja itu. Bukan tidak pernah makan apa yang tersaji disana, namun ternyata beberapa hidangan itu adalah makanan kesukaan Namira.
Gadis itu nampak begitu menyukai cake yang ia makan sampai tidak memperdulikan orang di sekitarnya. Sampai tiba-tiba ia merasakan hangat di bagian pundaknya dan membuatnya langsung memutar tubuhnya melihat di kebelakang.
"Namira..." Keynan nampak tersenyum saat melihat Namira. Tidak hanya itu, Keynan juga nampak memberikan tatapan yang tidak biasa pada Namira. Seperti tatapan pesona dan juga kekaguman pada Namira.
"Kau cantik sekali Namira."
"Benarkah?" Tanya Namira dan Keynan pun mengangguk. "Kau juga sangat tampan, em... lalu dimana kekasihmu?" apa kau datang kesini sendiri" Tanya Namira seraya melihat di sekitarnya.
Keynan hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Namira. Karena seorang kekasih yang diharapkan Keynan tak lain dan tak bukan adalah Namira sendiri. Ya, sejak awal Keynan mengenal Namira, ia sudah menyukainya. Awal perkenalan Namira dan Keynan terjadi saat dulu Rian melakukan pertemuan dengan Elena di sebuah cafe.
Saat Rian bertemu dengan Elena di cafe, ia juga mengajak Keynan di sana dan sebaliknya Elena juga membawa Namira ke cafe itu. Namun siapa yang menyangka jika awal pertemuan mereka justru membuat Namira jatuh hati pada kekasih dari kakak kandungnya yaitu Rian. Namun di balik itu Keynan diam-diam juga menyimpan rasa pada Namira smpai saat Namira menikah dengan Rian, rasa itu tetap tersimpan baik di hatinya.
"Key?" Namira melambaikan tangannya ke wajah Keynan yang terdiam menatap Namira.
"Egh iya Namira?" Namira tersenyum melihat Keynan yang nampak melamun sejak tadi. "Senyum yang manis." Ucap Keynan lirih. Tanpa Namira sadari obrolannya dengan Keynan justru di tatap tajam oleh Rian dari sofa duduknya. Bahkan tanpa sadar entah berapa gelas Rian meneguk wine di hadapannya.
"Presdir, kau terlalu banyak minum." Tuan James mengambil gelas wine dari tangan Rian yang akan di teguknya. "Maaf tuan James, sepertinya aku harus pulang." Rian bergegas beranjak dari duduknya lalu menghampiri Namira. Begitu sudah dekat dengan Namira, lantas Rian langsung menarik tangan Namira pergi dari hadapan Keynan. "Egh... " Namira terkejut saat tiba-tiba tangannya di tarik oleh Rian.
"Rian apa yang kau lakukan?" Keynan menarik tangan Namira dan menghentikan langkah Rian yang akan membawa Namira pergi. "Apa ada yang salah?" Tanya Rian dengan tatapan tajamnya ke arah Keynan.
"Tidak, hanya saja--"
"Ayo kita pulang." Rian melepas tangan Keynan dari tangan Namira kemudian ia bergegas membawa Namira pergi. Dengan langkah cepatnya Rian menarik tangan Namira hingga membuat gadis itu kesulitan mengikuti langkah kaki Rian lantaran ia mengenakan higls yang cukup tinggi. Tidak sabar dengan lambannya jalan Namira lantas Rian mengangkat tubuh Namira dan membawanya keluar dari perusahaan.
"Mas, turunkan aku, aku bisa berjalan sendiri." Ujar Namira seraya berusaha turun dari gendongan suaminya. Tidak perduli, Rian dengan cepat membawa Namira pergi hingga sampai di mobilnya lalu Rian memasukan Namira kedalamnya Kemudian ia melajukan mobilnya untuk pulang kerumah.
Tidak sampai di situ, sesampainya di rumah Rian kembali membopong tubuh Namira dan dengan langkah cepatnya ia membawa Namira menuju kekamar. "Tuan dan nyonya kalian sudah pu--"
"Bi, tolong aku." Teriak Namira meminta tolong pada bi Asih. "Tuan apa yang kau la--"Rian menghentikan langkahnya lalu menatap tajam ke arah bi Asih yang membuat bi Asih seketika terdiam.
"Mas, kau ini kenapa?"
"Aku akan menghukummu karena sudah melampaui batasanmu." Ucap Rian yang kemudian membawa Namira naik kelantai atas.
"Hu-hukuman? hukuman apa mas? memangnya aku salah apa?"
"Apa yang akan tuan lakukan pada nyonya?" bagaimana kalau sampai tuan menyakitinya?" bi Asih terus mondar-mandir kesana kemari karena khawatir. Dan sesampainya di kamar, Rian melempar tubuh Namira ke ranjang tidur lalu ia melepas jas dan melonggarkan dasinya. Apa yang di lakukan Rian sontak membuat Namira ketakutan setengah mati. Tidak tau kesalahan apa yang ia lakukan sampai membuat suaminya ingin menghukumnya.
"Ma-mas, apa yang kau lakukan? tenanglah dulu kita bicarakan ini baik-baik." Namira merangkak mundur menjauh dari Rian. Seolah tidak perduli dengan apa yang di katakan Namira, kini Rian justru naik ke ranjang tidur seraya merangkak mendekat kearah Namira. Gadis itu semakin ketakutan melihat kedua mata Rian yang memerah dengan keringat yang mengucur dari dahinya.
"Mas sadarlah, kau pasti mabuk kan?"
"Aaaaa...!!!" Teriak Namira saat satu kakinya di tarik oleh Rian. Setelah berhasil menempatkan Namira di posisi yang Rian inginkan, kini Rian menahan kedua kaki Namira dengan menindihnya. Rian melepas pakaiannya lalu merobek dress Namira hingga tidak berbentuk lagi. Namira terus berteriak memohon untuk di lepaskan namun Rian tidak mengindahkannya. Kini Rian menekan kedua tangan Namira dan mengunci bibir Namira dengan ciumannya.
"Dia ini kenapa? meski sejujurkan aku menantikan saat seperti ini, tapi jika dia melakukannya dalam keadaan mabuk--" Gumam Namira terhenti saat tiba-tiba ia merasakan sakit yang luar biasa di bagian bawah miliknya. Mungkin hal ini adalah sesuatu yang ia nantikan selama ini. Dimana untuk pertama kalinya Rian mau menyentuhnya meski mungkin itu dalam keadaan setengah sadar.
Tidak ada yang bisa Namira lakukan selain pasrah dengan apa yang Rian lakukan. Entah bagaimana reaksinya esok saat ia sadar dan tau apa yang sudah ia lakukan pada Namira. Mungkinkah Rian akan berubah menjadi sosok suami yang bisa mencintai Namira dengan sepenuh hati atau justru sebaliknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!