NovelToon NovelToon

Gadis Virgilio

1

Kuregangkan tubuhku di atas kasur, menghirup udara yang baunya seperti tanah yang di siram air dari langit. Kumenoleh ke arah jendela, sinar mentari yang masuk ke kamar kecilku.

Hari ini adalah hari kelulusanku, dari tingkat dasar. Dan akan aku lanjutkan di tingkat pertama aku di sekolah Hollywings. Setiap tingkatan di sana memiliki beberapa tahun kelulusan yang pertama tingkat 1 selama 1 tahun 6 bulan, tingkat 2 selama 2 tahun, dan tingkat tiga selama 3 tahun.

Kubangunkan tubuhku dari kasurku memandang cermin yang ada di meja riasku, terlihat dua mata yang masih mengantuk, dengan rambut yang berantakan. Aku beralih ke gaun yang berada di samping cermin. Gaun yang cukup sederhana namun indah, gaun ini yang akan aku pakai di acara kelulusan nanti.

Hari ini dengan embun dimana-mana, alunan angin membawa dingin, dan suara daun yang di sapu angin dengan lembut membuat hari begitu indah. Orang-orang yang melakukan aktivitasnya, orang-orang yang saling sapa saat bertemu di jalan, di langit menggunakan sapu, karpet terbang dan ada pun yang berjalan kaki, dan aku berdiri menunggu ayahku di halaman.

“Ayolah ayah kau sangat lambat” ucapku yang kesal menunggunya sedari tadi.

“Sebentar sayang” suara serak dari tuan Iskandar yaitu ayahku. “Kamu mirip sekali dengan ibumu, yang selalu saja tidak sabaran” ia keluar dengan jas hitam yang rapi. “Wahh.. lihatlah dirimu, kau sangat cantik” lanjutnya ketika melihatku.

“Jelas” ucapku dengan mengibas rambutku yang tergerai cantik. Ayah hanya tersenyum sambil berjalan dan menggandeng tanganku.

Sejak aku lahir, aku bersama ayahku pernah bercerita kalau ibuku meninggal setelah melahirkan aku. Untuk melahirkan Penyihir putih memang sulit. Sekarang ini turunan Penyihir putih sudah menipis, kemungkinan bisa dihitung dengan jari. Dan Ibu mengorbankan nyawanya ketika melahirkanku.

Aku pernah bertanya kepada ayah, apakah dia pernah menyesal karena aku lahir ibu menjadi meninggal dan ia menjawab tidak sama sekali menyesal atas kehadiranku di dunia ini.

Sejak saat itu aku tidak pernah menyia-nyiakan pengorbanan ibu. Sejak kecil aku sering dilatih ayahku bagaimana caranya menggunakan sapu terbang, bernafas dalam air, mengendalikan api, dan banyak lagi. Hal ini membuat aku lulus lebih dulu daripada yang lain.

Usiaku saat ini 15 tahun seharusnya aku masih di tingkat dasar 3 karena kemampuanku melebihi rata-rata aku mendahului 3 tahun dari yang lain. Dan aku akan melanjutkan tingkat 1 ku di sekolah Hollywings, salah satu sekolah terbesar di dunia sihir ini.

Dari rumahku ke Sekolah dasar tidak jauh, jadi kami memilih berjalan kaki untuk sampai ke sana. Walaupun ini dunia sihir, kami para Penyihir memiliki aturan sendiri, untuk menggunakan kekuatan sihir seperlunya, sebab banyak para penyihir yang menjadi malas menggerakkan tubuhnya.

Kulewati beberapa rumah, rumah-rumah yang sederhana tapi nyaman untuk di tempati. Aliran sungai yang cukup tenang dengan air bersihnya, tidak lupa kicauan-kicauan para hewan yang melakukan aktivitasnya. Sesekali terlihat orang yang mengendarai sapu terbang di langit, ada pula yang menggunakan hewan, seperti burung yang cukup besar.

“Karin sini” ucap seorang gadis yang memanggil namaku, ia dengan melambaikan tangan ke arahku gadis itu berambut pendek berkulit coklat bernama Maryam. “Wah kamu cantik sekali Karin tidak seperti biasanya”

Aku menghampirinya sambil tersenyum malu “Maksudmu biasanya aku tidak cantik?” tanya aku dan dia hanya tertawa melihatku.

Maryam mengenakan gaun berwarna biru langit dengan rambut terikat. Ia terlihat cantik sekali dengan beberapa polesan riasan wajah. “Oh iya.. si Saddam dan Abi ke mana kok aku tidak melihat mereka?”

“Kau rindu padaku Karin” suara seorang laki-laki yang sangat kukenal. Dia mengenakan jas warna merah dengan rambut ikalnya, bertubuh tinggi namun kurus serta jerawat merah yang ada di pipinya. Dia bernama Abi. Di samping ada seorang laki-laki tinggi putih berambut hitam legam dan cukup tampan menurutku, berkulit kuning langsat. Dia bernama Saddam.

Aku berbeda 3 tahun lebih muda dari mereka. Tapi aku sudah menganggap mereka seperti temanku sendiri dan mereka dianggap seperti itu juga. Kami berempat keturunan Penyihir putih. Dan kita berempat akan melanjutkan tingkat pertama kita di Hollywings, sekolah yang sama.

Senang rasanya bisa sekolah dengan teman dekatku jadi aku tidak perlu susah-susah untuk berteman dengan banyak orang lagi. Saddam Abi dan Maryam adalah teman terbaikku selama aku masih kecil walaupun umur kita beda 3 tahun tapi mereka teman-teman terbaikku.

Oh iya, tentang Penyihir putih banyak sekali Penyihir-Penyihir lainnya yaitu merah, biru, hijau, hitam juga pun . Penyihir Hijau adalah keturunan antara Penyihir Putih dan Bangsa Peri, Penyihir Biru adalah turunan Penyihir Putih dengan Bangsa Duyung, Penyihir Merah adalah campuran dari turunan Penyihir Putih dengan Penduduk Bangsa Api dan yang terakhir Penyihir Hitam dia adalah campuran dari Penyihir Putih dan Penjaganya.

Di dunia sihir ini tidak semua penduduknya adalah Penyihir. Penghuni dunia sihir ini ada juga Kurcaci, Peri, Duyung, hewan-hewan juga bisa berbicara. Vampir menghisap darah serigala dan lain-lainnya. Dan ada penduduk seperti manusia biasa, yang tidak memiliki kekuatan.

Setiap Penyihir-Penyihir memiliki Penjaganya termasuk aku dan tiga temanku. Kita bisa bertemu dengan para Penjaga ketika kita usia 17 tahun, tapi karena aku lulus lebih dulu, aku dan Penjaga aku akan diikat sebelum waktunya.

Ngomong-ngomong tentang Penjaga, ayahku pernah bercerita tentang penjagaku. Penjagaku seorang laki-laki yang bernama Karan, dia lahir ketika aku lahir. Seorang Penjaga juga bisa membaca pikiran dari tuannya tapi tidak dengan sebaliknya. Begitu pun yang hal-hal yang lain ketika tuannya terluka maka Penjaga pun ikut terluka, tapi tidak sebaliknya ketika Penjaga terluka maka tuanya tidak terluka.

Tapi aku banyak melihat hal-hal yang tidak seharusnya aku lihat, banyak Penjaga-Penjaga yang di salah gunakan oleh tuannya atau pun disiksa oleh tuannya. Entah itu Mengubah mereka menjadi seekor hewan menari-nari, dipukul atau yang lain.

Terkadang aku merasa tidak adil untuk mereka, mereka diciptakan untuk menjaga kita bukan untuk di aniaya, ataupun yang lainnya. Mereka tetap saja memiliki hati pikiran sama seperti kita.

Dan aku sudah berjanji dengan ayah untuk memperlakukan Penjagaku seperti sahabatku sendiri. Yang kudengar dari ayah, Penjagaku ini sangat kuat sama sepertiku makanya dia juga akan sekolah di Hollywings bersamaku.

2

Upacara kelulusan pun selesai. Aku minta izin kepada ayah untuk pergi sebentar bersama Saddam, Abi dan Maryam. Kita akan ke hutan Nevan, hutan para hewan-hewan. Hutan Nevan hanya mengizinkan orang-orang yang suci dan bersihlah yang dapat memasukinya, tidak ada hal-hal yang jahat di hutan ini.

“Apa kau lelah?” tanya Abi ketika melihatku terengah berjalan bersama mereka. Meriam dan Saddam pun hanya melirik ke arah kami.

“Aku baik-baik saja, hanya saja Gaun ini sangat merepotkan untuk dibawa berjalan” jawabku dengan membenarkan gaunku yang terserak-serak di tanah, bisa dilihat di sana ada bekas-bekas tanah yang ternoda di gaunku.

Siang terik ini tertutup oleh lebatnya hutan. Kami duduk di akar pohon yang sangat besar dengan tinggi sekitar 30 meter, memiliki daun berwarna hijau lumut, udaranya pun sangat sejuk walaupun mataharinya sedang terik-teriknya.

Abi memetik buah di salah satu pohon yang ada di sini. Buah itu berbentuk seperti apel dan berwarna ungu, buah itu terasa manis-manis asam, teksturnya pun seperti buah semangka agak berair.

“Karin apa kau siap untuk ke holywings” Maryam menatapku sambil memakan buahnya di tangannya. “Kau 3 tahun lebih muda dari yang seharusnya, apa kau siap?”

“Siap tidak siap aku harus siap” mereka bertiga menatapku dengan tidak yakin. Aku tersenyum dan membuang sisa buah yangku makan tadi “bukankah aku memiliki Penjaga, jadi apa yang harus aku khawatir kan”

“Apa kau pernah bertemu dengan Penjaga Karin?”

Seketika aku terdiam laluku jawab “tidak” aku belum pernah bertemu dengan Penjagaku tapi aku tahu sedikit tentangnya.

“Bagaimana kalau Penjagamu itu gendut, hitam, dan jelek” sahut Saddam

“Sepertinya kau sedang mendeskripsikan dirimu sendiri Saddam” Abi melempar sisa makanan tadi ke Saddam. Saddam membalas dengan melempari batu.

“Seperti apa Penjaga kalian? apakah menyenangkan?” aku sangat penasaran, apakah menyenangkan memiliki teman seumur hidup.

Usia Abi, Saddam dan Maryam sudah 18 tahun, mereka sudah terikat dengan Penjaga mereka ketika usia 17 tahun tapi Penjaga mereka belum boleh bersama tuannya kalau mereka belum menyelesaikan pendidikan tingkat dasarnya.

Saddam berhenti melempari Abi dengan batu. “Penjagaku dia perempuan bernama gadis , ya seperti itulah biasa wanita dia cepat mengeluh”

“Aku juga, dia bernama Erly. Yang kudengar dia ini sangat aneh, terkadang aku sebal dengannya” sambung Maryam

“Penjagaku laki-laki, dia enak diajak ngobrol terkadang dia juga membantuku ketika ujian, biasa menggunakan telepati” dengan bangganya Abi menceritakan Penjaganya.

“Terkadang aku mengubah Erly menjadi seekor burung agar dia berhenti berbicara”

“Benar Maryam, terkadang aku mengubah gadis menjadi seekor burung agar aku bisa terbang”

Mereka tertawa bersama sebenarnya bukan jawaban yang aku inginkan. Bukankah seorang Penjaga memiliki hati tapi kenapa para Penyihir melakukan memperlakukan mereka seenaknya. aku rasa para Penjaga tidak memilih untuk dilahirkan menjadi Penjaga seorang Penyihir.

Obrolan menjadi tidak menyenangkan, jujur aku tidak suka dengan jawaban mereka tapi bagaimanapun juga. Merekalah yang punya hak atas Penjaga mereka sendiri.

Suara dentingan sendok dan piring kini memenuhi ruang, di piringku tersaji nasi dengan ayam bakar. Sesekali aku tersenyum dan sedikit tertawa ketika melihat ayah dengan lahap makan makanannya.

Ayah terlihat sangat lelah, rambutnya yang hitam kini berganti dengan warna putih, tubuhnya pun tidak sekuat dulu namun senyumnya selalu ada di wajahnya.

“Ayah apakah kau tidak rindu padaku nanti, aku akan pergi selama satu setengah tahun” aku merasa sedih harus meninggalkannya. 1 tahun 6 bulan bukan waktu yang sebentar untuk meninggalkan rumah dan ayah, sesak rasanya tidak ada kamar yang nyaman, tidak bisa melihat senyum dan tawa ayah, dan pergi bersama ayah setiap akhir pekan.

“Aku akan sangat merindukanmu sayang, tapi tenanglah ada karan Penjagamu di sana, dia akan mengajakmu pergi setiap akhir pekan, dia akan menuruti semua perkataanmu sayang” suara seraknya itu mencoba menenangkanku.

Aku tersenyum dan menggenggam tangan ayah “Bagaimana kalau kami tidak cocok? bagaimanapun juga dia orang asing. Bahkan melihatnya saja aku belum pernah” mataku mulai berlinang air mata.

“Dua hari lagi kalian akan bertemu dan dia tidak akan menjadi orang asing , bahkan dikala kamu sakit dia siap menerima rasa sakit itu jadi bersahabatlah dengannya, dan jangan perlakukan dia seperti yang lain” ia mengelus rambutku dengan lemah lembut.

“Berjanjilah”

“Baiklah aku berjanji”

***

Satu koper besar berwarna hitam kecokelatan dan tas ransel berwarna ungu gelap ada di hadapanku, isinya hanya baju-baju, buku dan beberapa fotoku dan ayah foto yang bisa bergerak. Aku mengelus foto itu, aku akan sangat merindukan senyum dan tawa.

Seketika air mataku membasahi pipiku ini kan pertama kalinya aku pergi dari rumah tanpa ayah selama ini.

“Karin apa kau sudah siap sayang” ayah yang muncul dari balik pintu, dia melihatku menangis dan langsung menghampiriku dan memelukku. Aroma khas tubuhnya akanku rindukan “Sayang jangan menangis, percayalah padaku kau di sana adalah tempat yang paling menyenangkan”.

Tangisku mulai menjadi, suara Isak tangisku mengisi kamar kecilku “Dan di saat kamu membutuhkan pelukan atau bahu untuk menangis ingatlah Karan akan selalu ada disisimu, dia tidak akan pernah pergi meninggalkanmu sendirian” pelukan hangat melepas, ayah mengusap air mataku dan mengelus rambutku.

Ia berdiri dan membawa koper keluar “Ayo sayang teman-temanmu sudah menunggu di pusat kota”

Aku mengucapkan salam perpisahan kepada kamar kecil ini dan rumah yang ke tempat dari kecil. Aku keluar rumah sudah melihat ayah dengan karpet terbang andalannya, aku sedikit tertawa melihat karpet itu. Sudah berulang kali untuk membeli karpet yang baru dan ayah tidak pernah mau, dia berkata karpet itu memiliki banyak kenangan bersama ibu.

Aku berjalan menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Ia tersenyum dan memujiku sangat cantik tapi memang tidak salah. Aku memang cantik, banyak pria yangku tolak cintanya.

Ayah menepuk karpet ini seketika dia melayang dengan mudah. Kutatap sekali lagi rumah yang akan aku tinggal selama 1 tahun setengah. Rumah yang sangat aku rindukan nantinya.

Karpet yang kunaiki ini, berwarna merah kehitaman dengan pola-pola indah. Didunia sihir ini juga memiliki beberapa peraturan, kita hanya boleh memakai sapu terbang, karpet terbang dan lainnya ketika urusan jauh tapi kalau tidak kita akan memilih transportasi darat, seperti jalan kaki, menaiki kuda dan lain-lain

Karpet tua ini melaju akhirnya sampai di stasiun teleportasi. Aku sudah Abi, Saddam dan Maryam.

“Karin kau sangat lambat” protes Maryam yang menunggu lama di stasiun.

“Seperti biasa” Abi bangun dari duduknya dan salam kepada ayah “Calon ayah sudah datang, selamat pagi ayah”

Aku langsung melotot kepada Abi, selama 2 tahun terakhir aku tahu dia menyukaiku namun aku tidak begitu menanggapinya. Abi pria yang baik tapi aku berpikir aku masih terlalu dini untuk mengenal laki-laki.

Ayah sedikit tertawa karena sapaan Abi. Ayah Abi dan ayahku memang sangat dekat, mereka suatu profesi di pusat kota.

“Aku akan merindukanmu , walaupun hanya 10 hari tapi bagikan 10 bulan” suara dramatis dari Saddam. Saddam memang anak yang periang. Dia ssuka sekali membuat kami tertawa.

Karena usia teman-temanku sudah 18 tahun, mereka sudah terikat dengan Penjaganya dan tinggal aku sendiri yang belum. Aku bertemu mereka 10 hari lagi ketika di Hollywings untuk melanjutkan tingkat 1 kami.

Tidak terasa 10 menit sudah berlalu, tawa kami terpaksa berhenti karena aku harus pergi. Aku memeluk mereka semua dan mengucapkan selamat tinggal.

Ayah mengiringku ke dalam, ada banyak tabung bening yang diameternya sekitar 2 meter dan tujuanku ke desa Chora.

3

Ada satu petugas di setiap tabung. Ayahku memberikan 10 perlak sebagai tiket untuk ke desa Chora. Petugas gembul itu membukakan pintu dan menyuruhku masuk, aku memeluk ayah untuk sekian kalinya. Ayah membawa koperku ke dalam dan aku masuk ke dalam tabung itu. Ayah keluar dan mengecup keningku. Aku melambaikan tangan padanya, kupandangi ia tersenyum dengan hangat.

Petugas menutup pintu tabung ini. Rasanya sangat engap, tidak ada celah udara masuk. Seketika tabung terasa naik ke atas dengan sangat cepat ada kilat-kilatan di ujung tabung dan menjadi sangat gelap.

Nafasku mulai menipis, kepalaku mulai pusing dan dadaku sangat sesak. Teleportasi ini sangat tidak menyenangkan seperti naik wahana di pusat kota.

Seketika tabung berhenti pintu terbuka, tanganku masih berpegangan di dinding tabung. Kepalaku sangat pusing ,suara yang hening seketika pecah dengan ramainya orang.

Ku bawa koper dan melangkah keluar, tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada petugas di sana.

Dan masalahnya aku tidak tahu tempat para Penjaga di mana, untung saja ayah memberikanku peta desa Chora.

Keluar dari stasiun, banyak para penduduk desa Chora sedang menjalankan aktivitasnya, ada yang sedang berjualan seperti koran, baju, tongkat sihir, sapu terbang, dan banyak lagi.

Agak sulit melewati keramaian ini dengan membawa koper yang cukup besar, sesekali bahuku tertabrak oleh bahu para pejalan kaki, meski begitu aku senang melihat bangunan-bangunan di sini. Terlihat tua dan estetik.

Semua orang memakai baju kuno ala dulu, semua terlihat damai dan tentram. sangat berbeda di tempatku apalagi di pusat kota, di sana banyak masalah, apalagi masalah politik.

Tidak lama aku menemukan kawasan para Penjaga Desa Chora, gerbangnya sangat tinggi. Gerbang yang terbuat dari besi itu beratnya berton-ton. Kuhampiri Penjaga gerbang di sana, ia tersenyum dan membuka gerbang dengan tongkatnya. Dia mempersilakanku masuk.

Pertama kali aku masuk, aku langsung disajikan dengan bangunan megah yang bernuansa hitam putih. Bangunan yang sangat elegan. Aku kira hanya bangunan tua seperti yang kulihat di depan.

Ada anak kecil yang sedang bermain bola, ada juga yang sedang berolahraga di lapangan besar, terlihat juga anak-anak seusiaku sedang berlatih fisik. Mereka sangat kuat, fisik mereka di tempa dan terlihat sangat lelah sekali.

Banyak mata yang melihatku, ada yang menoleh dan tersenyum, ada yang menyapa, ada juga yang melihatku dari atas kepala sampai kaki, mungkin mereka berharap bukan aku yang menjadi tuannya.

Petugas menuntunku ke sebuah ruangan, ia menyuruhku duduk di sofa kayu berwarna coklat. Dia menyuruhku untuk karena dia akan memanggilkan master.

Aku masih berpikir bagaimana penampakan Penjagaku. Abi bilang dia hitam, gendut, dan pendek. Sepertinya aku tidak siap untuk melihatnya.

Tidak lama 2 orang laki-laki datang. Seorang laki-laki yang umurnya sudah 40 tahunan, dia mengenakan jubah berwarna putih. Laki-laki yang satunya lagi, ia masih berumur 30 tahunan, ia mengenakan jubah berwarna hitam.

“Kamu pasti Karin, anak dari Iskandar” suara laki-laki yang berusia 30 tahun. Iya tersenyum sambil menyalamiku. “Anak dari keturunan Penyihir putih. Perkenalkan nama saya laiz, kamu bisa memanggil saya dengan master Laiz. Ini guru besar di sini, dia bernama Cakra. Kamu bisa memanggilnya guru Cakra”

Aku hanya mengangguk kaku. Ketika master memperkenalkan dirinya dan guru dan orang di sampingnya.

Saat ini kita duduk berhadapan. Mereka menanyakan bagaimana perjalanan, bagaimana kesehatan ayahku, dan apakah aku sudah siap bertemu dengan Penjagaku.

“Bagaimana Karin, apa kau sudah siap bertemu dengan Karan Penjagamu?” suara berat dari Guru Cakra.

“Aku siap” hanya kata-kata itu yang ada di pikiranku. sebenarnya ini hanya suatu tradisi, tidak semua penyihir memiliki penjaga. aku rasa aku juga tidak perlu Penjaga, aku sudah kuat tanpa penjaga sekali pun.

“Tapi sayangnya Karan sedang tidak berada di sini, dia sedang mengikuti ujian akhir di hutan Dairan. Sebaiknya kamu istirahat lebih dahulu, dua hari Karan akan datang dan 3 hari lagi kalian akan diikat”

Setelah itu, Master Laiz membawaku ke asrama perempuan untuk para Penyihir. Aku menaruh barang-barang aku di dalam. Kamarnya tidak cukup besar namun cukup untuk diriku sendiri. Ada juga lemari kecil dan meja di ruangan itu. Nuansanya seperti rumah-rumah kayu.

Aku masih memikirkan tentang ucap guru Cakra tadi, dia bilang Karan sedang menjalani ujian terakhirnya di hutan Dairan. Salah satu hutan yang paling dilarang untuk dimasuki karena siapa pun yang masuk tidak bisa keluar dengan mudah.

Mereka para Penjaga memang di haruskan menjadi orang yang kuat. Mereka bekerja keras untuk menjadi lebih kuat, agar bisa menjaga tuannya namun tidak semua Tuannya mengerti apa yang harus mereka lakukan pada Penjaganya.

Saat ini masih siang, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sambil mengetahui lingkungan ini. Melewati beberapa pondok, melewati lorong dan akhirnya aku ada di lapangan besar.

Ketika aku melewati lorong-lorong kelas, banyak mata yang menatapku dengan aneh. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang, aku kaget dan menoleh ke belakang.

Seorang gadis cantik, tinggi, putih. Ia menatapku sambil tersenyum, dia mengarahkan tangan kanannya kepadaku dan kusambut dengan tangan kananku untuk menyalaminya.

Dia memperkenalkan dirinya sebagai Penjaga dari Saddam ia bernama Gadis. Gadis yang cukup cantik. Badannya kurus tubuhnya lebih tinggi dari aku dan dia punya lesung pipit ketika tersenyum, gadis yang cukup manis.

Dia menanyaiku, kapan datangnya, bagaimana , bagaimana keadaan di sana dan teman-temanku di sana. Sejak saat itu kita menjadi teman, dia memperkenalkan tempat-tempat yang ada di sini, supaya aku tidak kesasar nantinya.

“Karin, apa kamu tahu betapa hebatnya Karan?, Bahkan para gadis di sini sangat menyukainya, namun sayang, dia hanya menyayangimu Karin”

‘Hanya menyayangiku?’

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!