NovelToon NovelToon

Anugerah Cintamu

Nadiba yang Malang

Nadiba tengah menyapu ruang tamu rumahnya ketika seorang pria masuk ke dalam rumah dan membuat acara menyapu lantainya menjadi berantakan. Pria yang tidak lain adalah suaminya itu tengah menatapnya tajam dan Nadiba sama sekali tidak paham dengan yang terjadi saat ini.

"Ada apa, Mas?”

“Ada sesuatu yang ingin aku

katakan padamu.”

“Sepertinya ini adalah hal yang serius?”

“Iya memang ini adalah hal yang serius.”

“Memangnya ada apa?”

“Aku ingin kita bercerai sekarang juga.”

“Apa katamu?”

“Kamu tidak tuli kan? Aku bilang aku ingin kita bercerai sekarang juga.”

“Tapi kenapa kamu ingin menceraikanku?”

“Sudahlah kamu tidak perlu tahu kenapa aku mau menceraikanmu, pokoknya kamu harus segera tanda tangan

surat cerai ini supaya kita bisa segera berpisah.”

“Aku tidak mau melakukannya.”

“Bisakah saat ini kamu tidak usah keras kepala?!”

“Lalu kenapa kamu sangat ingin sekali bercerai dariku? Katakan apa salahku!”

Tidak lama kemudian seorang wanita masuk ke dalam rumah mereka dan dengan santainya si wanita itu mengapit

lengan sang suami di depan mata Nadiba.

“Kenapa kamu lama sekali di rumah ini, sayang?”

“Aku sudah selesai kok, ayo kita pergi sekarang.”

“Tunggu dulu, siapa kamu? Kenapa kamu mengapit lengan suamiku seperti itu?!”

“Aku? Aku adalah pacarnya yang sebentar lagi akan dinikahi olehnya.”

“Apa katamu?!”

“Iya Nadiba, aku tidak lama lagi akan menikah dengan Luna.”

“Kamu tega sekali padaku Mas, kenapa kamu melakukan ini?!”

“Karena aku sudah muak hidup susah selama ini, aku ingin mengubah nasibku menjadi kaya raya dan mendapatkan apa yang aku inginkan!”

Nadiba yang mendengar itu sontak saja marah dan memukuli suaminya, namun suaminya itu langsung mendorong

Nadiba hingga ia jatuh ke lantai.

“Ayo kita pergi dari sini.”

Suaminya dan wanita yang bernama Luna itu kemudian pergi dari rumah tanpa merasa bersalah setelah apa

yang sudah ia lakukan pada Nadiba.

“Kamu keterlaluan Mas, kamu keterlaluan, hiks.”

****

Nadiba masih bertahan tidak mau menandatangani surat cerai yang diberikan oleh suaminya beberapa hari yang

lalu sampai akhirnya suaminya itu datang ke rumah untuk menagih surat cerai

tersebut pada Nadiba.

“Ambil ini.”

Ketika suaminya itu melihat Nadiba belum juga menandatangani surat cerai itu membuatnya geram setengah mati, ia menggebrak meja dan menyuruh Nadiba segera menandatangani surat cerai ini.

“Kamu tidak bisa memaksaku melakukannya Mas, aku berhak menolak perceraian ini.”

“Berapa banyak yang kamu inginkan dariku sebagai kompensasi atas perceraian kita? Katakan padaku!”

PLAK

Nadiba benar-benar kesal dan tersinggung dengan ucapan suaminya ini, ia mengatakan bahwa ia tidak

membutuhkan uang dari suaminya ini.

“Yang aku butuhkan adalah kehadiranmu di sisiku Mas, kasihan Rama dia masih kecil, dia membutuhkan kamu

sebagai ayahnya.”

“Aku tidak peduli, Rama bisa tetap bermain ke rumahku ketika akhir pekan walaupun kita sudah bercerai!”

“Tapi Mas ….”

“Lakukan seperti yang aku perintahkan dan jangan membuat kesabaranku habis, Nadiba!”

“Aku tidak bisa melakukannya, aku tidak bisa!”

“Kamu memang benar-benar menguji kesabaranku, ya!”

Ketika suaminya ini hendak menampar lagi Nadiba, anak mereka datang dan melerai ayahnya yang hendak

memukul sang ibu.

“Tolong Ayah jangan kasar pada Ibu.”

“Minggir kamu!”

“Tidak, aku tidak akan membiarkan Ayah menyakiti Ibu!”

“Baiklah, untuk saat ini aku pergi namun besok aku akan kembali dan saat aku kembali, maka kamu harus sudah

menandatangani surat cerai itu!”Nadiba benar-benar sedih karena sikap suaminya berubah setelah mengenal wanita bernama Luna itu, sebenarnya sudah lama sekali ia curiga kalau suaminya berselingkuh diam-diam di

belakangnya namun Nadiba tidak pernah mendapatkan bukti yang mendukung

asumsinya. Sampai suatu ketika akhirnya ia memergoki sang suami tengah berduaan

dengan wanita itu di sebuah restoran hingga akhirnya ia pun melabrak mereka.

“Bu.”

“Iya Rama?”

“Kenapa ayah tadi bersikap kasar

pada Ibu?”

“Ayah tadi sedang emosi itu

saja.”

“Lalu kenapa sekarang ayah

tidak pulang?”

“Ayah pasti akan pulang.”

“Aku rindu ayah, Bu.”

Nadiba tentu saja sedih mendengar jeritan hati anaknya ini, ia pun memeluk anak satu-satunya itu. Ketika

berpelukan itu Nadiba berusaha menahan air matanya supaya tidak keluar karena

tidak mau membuat anaknya bersedih.

“Hari sudah malam Nak, besok kan kamu harus sekolah jadi lebih baik sekarang kamu tidur, ya?”

“Iya Bu, selamat malam.”

“Selamat malam sayang.”

Setelah anaknya itu tidur, Nadiba juga ingin tidur namun setelah beberapa saat ia mencoba memejamkan

matanya ia tetap tidak bisa tidur karena kepikiran soal surat cerai yang

diberikan oleh suaminya itu. Nadiba meraih surat cerai yang berada di atas

nakas meja sambil menatap tanda tangan sang suami yang sudah ada di sana.

“Apakah kamu benar-benar ingin berpisah denganku?”

****

Keesokan harinya suaminya yang bernama Faruq itu datang dan mengaih surat cerai yang harus Nadiba tanda

tangani itu dan akhirnya Nadiba pun memberikan surat cerai yang sudah ia tanda

tangani itu.

“Apakah kamu yakin ingin bercerai denganku?”

“Sudah aku bilang bahwa aku ingin bercerai denganmu, itu artinya aku benar-benar ingin berpisah denganmu.”

“Apakah kamu yakin tidak akan menyesalinya?”

“Tentu saja tidak akan pernah, selama aku hidup denganmu maka aku selalu hidup menderita maka sekarang saatnya aku merubah nasibku.”

Faruq kemudian pergi meninggalkan Nadiba yang masih sedih dengan sikap suaminya yang justru sama

sekali tidak merasa sedih saat mereka bercerai, Nadiba hanya bisa berharap

semoga Faruq bisa mendapatkan kebahagiaan dengan wanita barunya itu.

“Aku tidak boleh sedih, mulai saat ini aku harus mandiri dan tidak ketergantungan pada dia.”

Nadiba masuk ke dalam rumah untuk mulai memasak makan siang untuk Rama yang sebentar lagi akan pulang

sekolah, saat ia sedang memasak itu terdengar suara orang yang mengetuk pintu

rumahnya.

“Siapa ya kira-kira yang datang?”

Nadiba kemudian pergi ke pintu untuk melihat siapa yang datang saat ini dan rupanya yang datang saat ini

adalah ibunya.

“Ibu?”

“Nadiba sayang, bagaimana kabarmu?”

“Aku baik, duduklah.”

****

Nadiba awalnya tidak mau menceritakan soal masalah yang ia alami dengan Faruq namun setelah ia pikir-pikir

lagi maka ibunya juga harus tahu mengenai hal itu. Kusuma nampak terkejut saat tahu bahwa putrinya akan segera bercerai dan ia menyesalkan kenapa Nadiba tidak pernah bercerita padanya kalau ada masalah dengan suaminya.

“Harusnya kamu cerita pada Ibu, bukan memendamnya sendirian.”

“Aku minta maaf Bu, aku hanya tidak ingin membebani Ibu.”

“Kamu itu adalah anakku, mana mungkin membebaniku? Kenapa kamu dan dia mau bercerai?”

“Dia mau menikah lagi dengan wanita kaya.”

“Apa katamu?!”

“Iya, waktu itu dia mengajak calon istrinya itu ke sini dan menyodorkan surat cerai padaku.”

“Kurang ajar sekali, di mana mereka tinggal akan aku hajar mereka!”

“Bu tidak perlu.”

“Katakan di mana mereka berada!”

Kerusuhan Di Rumah

Kusuma tentu saja tidak rela jika putrinya diperlakukan dengan tidak baik oleh menantunya itu, ia ingin membuat pelajaran dengan Faruq dan calon istri barunya namun Nadiba mengatakan pada sang ibu

untuk tidak perlu melakukannya.

“Kenapa Ibu tidak boleh melakukannya? Ibu ingin lihat seperti apa calon istri barunya sampai-sampai mau menceraikanmu demi wanita itu.”

“Sudahlah Bu, aku tidak mau memperpanjang masalah ini, pokoknya sekarang setelah bercerai dari Faruq aku mau mulai mencari pekerjaan.”

“Lalu bagaimana dengan Rama, Nak?”

“Rama harus ikut denganku, aku tidak mau kalau sampai hak asuh Rama jatuh ke tangan Faruq.”

“Baiklah kalau memang seperti itu keputusanmu, tetapi Ibu sejujurnya merasa sedih kecewa dengan pernikahan yang sudah kalian bangun selama ini harus hancur.”

“Tidak apa Bu, mungkin saja ini jalan terbaik bagi kami.”

“Semoga saja kamu bisa mendapatkan orang yang jauh lebih baik dari pada pria tak berguna itu.”

“Doakan saja yang terbaik, Bu.”

Akhirnya setelah berbincang cukup lama, Kusuma pun pamit pada Nadiba untuk pulang ke rumah. Nadiba mengantarkan ibunya itu sampai ke pintu gerbang sebelum akhirnya ia masuk kembali ke dalam rumah dan mulai menyiapkan makanan supaya ketika Rama pulang ke rumah sudah ada makanan di atas meja. Selagi membuat makanan, ia berpikir kira-kira pekerjaan apa yang bisa ia lakukan untuk menyambung hidup, ia kemudian berpikir untuk mulai berjualan saja karena memiliki bakat untuk memasak.

“Aku akan coba mempertimbangkan hal tersebut.”

Akhirnya Rama pun tiba juga dari sekolah, lagi-lagi anaknya itu bertanya apakah nanti sore Faruq akan pulang dan Nadiba pun mengatakan bahwa Faruq tidak akan pulang.

“Kenapa ayah tidak akan pulang, Bu?”

“Rama, mungkin saat ini kamu belum mengerti akan hal ini namun setelah sudah semakin besar kamu pasti akan mengerti mengenai apa yang sedang Ibu bicarakan ini.”

“Memangnya ada apa, Bu?”

“Ayah dan Ibu sudah tidak akan hidup bersama lagi selama-lamanya, namun kamu masih bisa tetap bertemu dengan ayah ketika akhir pekan.”

“Kenapa Ibu dan Ayah tidak bisa bersama-sama lagi seperti dulu?”

“Nanti kamu akan mengerti, Nak.”

****

Kusuma mendatangi kantor tempat menantunya itu bekerjanamun ia dihadang oleh satpam yang berjaga di depan pintu lobi, satpam tersebut mengatakan bahwa tidak sembarangan orang bisa masuk ke dalam lobi kantor ini.

“Aku ingin menemui menantuku.”

“Siapa menantu Ibu memangnya?”

“Faruq Alwiansyah, dia ada di dalam kan?”

“Anda yang benar saja? Pak Faruq itu calon suami dari bu Luna, anak pemilik perusahaan ini.”

“Apa katamu?”

“Sudahlah Bu, anda jangan mengaku-ngaku karena sudah banyak orang asing yang datang ke sini dan mengaku-ngaku kalau dia kerabat dari pemilik perusahaan, lebih baik anda pergi sebelum saya gunakan cara kekerasan.”

“Aku tidak akan pergi sebelum mendengar penjelasan darinya mengenai kenapa ingin bercerai dengan anakku, bagaimana bisa ia tega melakukan hal seperti itu?”

Ketika suasana sedang memanas karena Kusuma tidak diizinkan masuk oleh satpam, sebuah mobil tiba di depan lobi dan seorang pria keluar dari dalam mobil tersebut dengan pengawalan ketat, pria itu menatap Kusuma

yang asing di matanya itu tengah berdebat dengan satpam.

“Selamat siang, Pak.”

“Siapa wanita tua ini?”

“Dia mengaku-ngaku kenal dengan pak Faruq.”

“Bawa dia pergi dari sini sebelum banyak media yang

akan meliput kejadian ini.”

“Baik Pak.”

Pria itu berjalan angkuh masuk ke dalam lobi kantor dan membuat Kusuma terkejut karena pria itu menyuruh satpam ini mengusirnya dari lobi.

“Ayo Bu, pergi dari sini!”

“Lepaskan aku!”

****

Kusuma didorong oleh satpam hingga terjembab di trotoar jalan, satpam itu sama sekali tidak merasa bersalah karena ia hanya menjalankan tugasnya namun Kusuma sama sekali tidak terima dengan perlakuan

tidak menyenangkan itu, ia bersumpah akan membalas perlakuan satpam tersebut

hingga saat ia hendak pulang akhirnya ia menemukan orang yang sejak tadi ingin

sekali ia temui namun dihalangi oleh satpam.

“Akhirnya aku menemukanmu!”

Faruq yang sedang jalan dengan Luna nampak terkejut ketika mendapati ibu mertuanya sedang berada di depan kantor, Kusuma langsung memukul Faruq dan mengatakan bahwa pria ini kurang ajar karena sudah

menceraikan Nadiba.

“Siapa wanita ini?”

“Dia adalah ibunya Nadiba.”

“Oh jadi kamu adalah ibunya wanita itu.”

“Apa katamu? Apakah orang tuamu tidak mengajarkan sopan santun padamu sebelum ini?!”

“Untuk apa aku harus bersikap sopan santun pada wanita rendahan sepertimu?”

“Apa katamu?”

“Jangan coba melakukan kekerasan pada calon suamiku atau kamu akan mendapatkan balasan yang jauh lebih menyakitkan dari pada ini!”

Kusuma nampak tertawa mendengar ucapan Luna barusan, ia benar-benar tidak percaya kalau wanita ini benar-benar arogan.

“Aku pikir karena kamu adalah orang kaya maka kamu memiliki sikap yang baik namun ternyata aku salah sudah menilaimu, sikapmu itu sama sekali tidak mencerminkan kalau kamu berasal dari keluarga terpandang!”

“Apa katamu?!”

“Sudahlah, kamu tidak perlu membuang waktu untuk meladeni wanita tua ini,” ujar Faruq.

“Kamu benar, lebih baik kita pergi saja.”

****

Faruq dan Luna kemudian masuk ke dalam gedung kantor tersebut untuk menemui papanya Luna, tanpa mengetuk pintu ruangan kerja papanya itu, Luna masuk begitu saja dengan menggandeng tangan calon suaminya.

“Papa.”

“Apakah kamu sama sekali tidak punya sopan santun sampai-sampai tidak mau mengetuk pintu terlebih dahulu?”

“Ayolah, aku kan anakmu, kenapa harus bersikap formal sekali?”

“Ini kantor bukan rumah, kamu harus menjaga sikapmu.”

Luna kemudian menceritakan bagaimana ia sudah sangat tidak sabar dengan rencana pernikahannya dengan Faruq, ia mengatakan mereka berdua baru saja melihat gedung tempat pesta pernikahan akan digelar namun

papanya Luna mengatakan bahwa ia sedang sibuk.

“Bukankah kamu juga harusnya sedang bekerja saat ini?” tanya papanya Luna pada Faruq.

“Aku minta maaf, tapi tadi Luna memintaku untuk bisa menemaninya,” jawab Faruq.

“Itu bukanlah sebuah alasan.”

“Pa, aku memang meminta Faruq untuk menemaniku tadi, jangan memerahinya seperti itu.”

“Aku benar-benar tidak habis pikir denganmu, kenapa bisa mencintai pria ini.”

Papanya Luna itu meminta supaya mereka berdua segera pergi dari ruangan kerjanya karena masih banyak hal yang perlu ia kerjakan, namun ia teringat sesuatu bahwa tadi ada seorang wanita yang berbuat onar di depan

lobi ketika ia kembali ke kantor.

“Tunggu dulu Faruq, tadi ada wanita gila yang mengaku-ngaku sebagai ibu mertuamu apakah itu benar?”

****

Kusuma baru saja tiba di rumah namun ia dibuat terkejut ketika melihat rumahnya sudah porak poranda akibat dirusak oleh orang tak dikenal, ia menghentikan salah satu di antara banyaknya orang yang merusak

rumahnya itu dan bertanya kenapa mereka semua melakukan hal ini padanya.

“Kami hanya melakukan tugas kami.”

“Siapa yang menyuruh kalian melakukan ini?”

“Anda tidak perlu tahu siapa dia! Minggir!”

Lagi-lagi Kusuma terjembab di tanah setelah didorong oleh orang asing itu, tetapi Nadiba yang datang melihat itu langsung menghampiri ibunya.

“Bu, siapa mereka?”

“Ibu tidak tahu namun katanya mereka disuruh seseorang untuk membuat kekacauan ini.”

Nadiba pun geram dan berteriak meminta supaya mereka semua berhenti saat ini.

“Siapa yang menyuruh kalian melakukan semua ini pada rumah ibuku?!”

Heboh Di Hari Pernikahan

Orang-orang yang tadi membuat onar di rumah Kusuma seketika berhenti ketika Nadiba meminta mereka berhenti, Kusuma berusaha menghentikan putrinya itu yang hendak menghampiri orang-orang yang wajahnya

nampak mengerikan itu.

“Lebih baik kita tidak perlu berurusan dengan mereka, Nak.”

“Tapi aku harus tahu siapa yang menyuruh mereka melakukan ini pada rumah Ibu.”

“Kalian tidak perlu tahu kami disuruh oleh siapa, yang jelas saat ini lebih baik kalian jaga sikap kalian!” ujar salah seorang di antara mereka dan kemudian orang-orang tersebut pun pergi dari rumah itu.

Nadiba nampak kesal karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti siapa dalang di balik semua ini, ia kemudian membawa Kusuma masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah itu nampak begitu berantakan dan ketika Kusuma

hendak membersihkan semua bekas kekacauan itu, Nadiba mengatakan bahwa biar dia

yang membereskan semua ini.

“Tidak perlu Nak, Ibu bisa melakukannya sendiri.”

“Sudahlah Bu, Ibu duduk saja di sini, biarkan aku yang membersihkan semuanya.”

Nadiba kemudian mulai membersihkan kekacauan itu dan membuat sang ibu merasa tidak enak pada putrinya, setelah Nadiba selesai membersihkan semua itu Kusuma pun menceritakan apa yang sudah ia alami saat

berkunjung ke kantor Faruq.

“Jadi Ibu datang ke sana? Bukankah aku sudah mengatakan lebih baik Ibu tidak perlu ke sana?”

“Ibu tidak bisa hanya duduk diam dan berpura-pura tidak tahu apa masalah yang sedang menimpamu apalagi sekarang Ibu tahu bahwa suamimu itu mau menikah lagi.”

“Lalu Ibu sudah bertemu dengan mereka?”

“Sudah, Ibu tidak menyangka bahwa wanita itu adalah wanita yang sombong dan arogan, mentang-mentang dia itu kaya raya maka bisa-bisanya memperlakukan Ibu dengan tidak baik.”

“Sudahlah Bu, anggap saja ini menjadi sebuah pembelajaran untuk tidak perlu berurusan dengan mereka lagi.”

“Iya mulai sekarang Ibu pun juga tidak mau berurusan dengan mereka lagi, sudah cukup Ibu diperlakukan seperti itu oleh mereka.”

Nadiba pun kemudian pamit pada ibunya untuk pulang ke rumah, Kusuma lagi-lagi berterima kasih pada putrinya karena sudah mau membantunya membereskan kekacauan ini.

“Tidak masalah Bu, aku pulang dulu.”

****

Hari pernikahan Faruq dan Luna disiarkan di televisi, kebetulan sekali hari ini Nadiba sedang menonton televisi dan menemukan acara itu, nampak di layar televisi Faruq tersenyum lebar saat ia dan Luna sudah

resmi menjadi pasangan suami-istri, hati Nadiba begitu sedih saat melihat kebahagiaan mantan suaminya itu dengan wanita lain. Ia tidak menyangka kalau rumah tangga yang sudah ia bangun selama 10 tahun ini harus berakhir dengan cara seperti ini.

“Bu, kok ayah ada di televisi?”

Nadiba terkejut karena anaknya sudah berada di sampingnya dan melihat Faruq tengah bergandengan tangan dengan Luna, buru-buru Nadiba mematikan televisi tersebut dan membuat anaknya heran.

“Bu, kok dimatikan? Siapa wanita yang bersama ayah itu?”

“Lebih baik kamu tidak perlu menonton acara itu.”

“Tapi kenapa?”

“Tidak apa, kamu tidak main di luar bersama teman-temanmu?”

“Tidak, aku mau menonton acara tadi Bu, kenapa ayah bersama wanita lain dan ada di televisi?”

“Nak, Ibu sudah mengatakan bahwa ayah dan ibu tidak bisa bersama-sama lagi kan?”

“Jadi ayah memilih wanita itu dari pada ibu?”

Nadiba tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya bisa menundukan kepalanya dan anaknya itu kemudian memeluknya.

“Ibu.”

“Ibu akan selalu ada di sampingmu, menjagamu sampai kamu dewasa nanti.”

****

Faruq begitu bahagia karena hari ini ia dan Luna bisa menikah dan disaksikan oleh ribuan orang baik yang datang secara langsung maupun melalui siaran televisi, ketika pesta tengah berlangsung tiba-tiba saja kehebohan terjadi di luar gedung yang membuat fokus media terbagi antara pernikahannya dan keributan diluar sana.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Luna heran.

“Aku juga tidak tahu.”

“Kalian tenanglah, Papa sudah meminta orang suruhan Papa untuk membuat suasana kembali kondusif,” ujar papanya Luna.

“Terima kasih Pa.”

Diluar gedung itu nampak Kusuma yang memaki Faruq dan Luna karena ia masih sakit hati pada mantan menantunya itu yang mencampakan putrinya, sontak saja aksi Kusuma itu membuat media meliputnya dan memintanya bicara apa yang sudah Faruq lakukan pada mantan istrinya.

“Asal kalian semua tahu pria itu sudah mencampakan anakku untuk kehidupan yang lebih baik dengan wanita itu, aku sebagai Ibu sejujurnya merasa sangat sakit dengan keputusannya.”

Ketika Kusuma tengah berbicara pada awak media, ia diusir oleh orang suruhan papanya Luna, sontak saja Kusuma menolak dan tidak mau pergi dari sini karena ia belum selesai meluapkan keluh kesahnya pada Faruq.

“Tidak, kalian tidak bisa melakukan ini padaku lagi!”

****

Luna dan Faruq nampak kesal dengan tingkah Kusuma yang membuat mereka kehilangan muka di hari pernikahan mereka, Luna nampak tidak bisa membiarkan ini terjadi begitu saja dan ia sudah menyusun sebuah rencana

pembalasan pada Kusuma karena sudah berani membuatnya malu di hari pernikahannya

dengan Faruq.

“Apa yang akan kamu lakukan pada wanita itu?”

“Kamu tidak perlu tahu apa yang akan aku lakukan pada wanita itu tetapi akan aku pastikan dia mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya yang sudah membuatku kehilangan muka di hari pernikahanku.”

“Aku harap kamu tidak membunuhnya Luna.”

“Kalau memang aku harus melakukan itu maka aku akan melakukannya.”

Faruq nampak terkejut dengan ucapan Luna barusan, Luna nampak menanyakan kenapa suaminya itu terkejut ketika mendengar ucapannya barusan.

“Kenapa? Apakah kamu baru tahu kalau aku seperti ini? Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau dan kalau hanya menyingkirkan orang miskin sepertinya tentu saja akan sangat mudah.”

“Tidak hanya saja ….”

“Apakah kamu menyesal sudah menikah denganku?”

“Sama sekali tidak.”

“Baguslah kalau begitu.”

Luna tidak mau membahas soal Kusuma lagi dengan suaminya itu, Luna mengatakan bahwa malam ini ia ingin merasakan malam pertamanya sebagai seorang istri bersama suaminya ini. Faruq tentu saja tidak keberatan

dengan permintaan Luna, ia membawa wanita itu menuju kasur dan menindihnya saat

ini.

“Apakah kamu yakin?”

“Lakukan itu sekarang, sayang.”

****

Nadiba mengunjungi rumah ibunya bersama dengan Rama, Nadiba mengatakan pada Kusuma tidak seharusnya Kusuma melakukan itu di pesta pernikahan Faruq dan Luna namun Kusuma sama sekali tidak peduli akan hal itu, ia ingin semua orang yang datang ke pesta itu tahu bahwa Faruq adalah pria kurang ajar

yang sudah mengkhianati cinta Nadiba.

“Nek, apakah benar kalau ayah sudah menikah lagi?” tanya Rama.

“Cucuku yang malang, kasihan sekali kamu,” ujar Kusuma yang kemudian memeluk cucunya itu.

“Aku mau bertemu ayah, Bu.”

“Tidak bisa sayang, ayahmu belum bisa untuk ditemui.”

“Tapi ….”

“Nanti akan ada waktunya kamu bisa bertemu dengan ayah tapi bukan sekarang.”

“Memangnya apa yang ingin kamu katakan pada ayahmu kalau kamu bertemu dengannya?” tanya Kusuma.

“Aku ingin bertanya kenapa dia meninggalkan Ibu dan aku demi wanita itu?”

Nadiba kemudian mengajak anaknya itu pulang karena hari sudah sore, Kusuma mengantarkan mereka sampai depan pintu dan rupanya tidak lama setelah Nadiba dan Rama pulang orang yang waktu itu merusak rumah

Kusuma muncul lagi dan membuatnya terkejut.

“Mau apa lagi kalian datang ke sini?”

“Anda sudah melampauai batas, ikut kami!”

“Tidak, tolong lepaskan aku!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!