NovelToon NovelToon

Choice Of My Heart

ONE - JANGAN PERNAH MEMUTUSKANKU

Di dalam mobil malam hari

"kita harus mengakhiri hubungan kita" kata Livia Bannet berparas cantik yang terlihat sempurna perawakannya.

Wajah pria tampan dan modis di sebelahnya memberhentikan mobil di tepi jalan yang sepi. dan gelap.

"Apa yang kau bicarakan? Apa kau lapar ?" Tanya Darent Lumiuzt.

"Aku bersungguh-sungguh Daren" kata Livia dengan tatapan sedih.

"Kau sudah mengatakannya dan ini yang kedua kalinya, apa alasannya sama?" tanya Darent dengan tegas.

Jawab Livia dengan anggukan pelan menghadap ke jalanan depan yang sepi dan gelap.

"Jangan berani mencobaiki Livia" kata Darent mulai marah. Livia menoleh ke jalanan banyak iklan dengan gambar Darent dimana-mana.

"Dari kecil kita memang berbeda, kau majikan aku pelayan, kau artis papan atas tidak pantas dengan pegawai kafe sepertiku" kata Livia menunduk, dia mulai takut untuk menjawab Darent yang akhirnya akan bertengkar.

"Bicara omong kosong!" Kata Darent dengan nada marah, dia kembali melajukan mobilnya dengan cepat.

"Daren berhenti!" Kata Livia tegas dan juga takut, tak ada jawaban apapun dari Darent.

"Daren kumohon aku takut" kata Livia mulai merengek, tapi Darent tetap melajukan mobilnya dengan kencang, dia mempercepat laju mobilnya hingga Livia teriak beberapa kali, dan tetap tak ada jawaban dari Darent, dia melajukan mobil begitu cepat seperti orang kerasukan, menyalip banyak mobil dengan memencet klakso berulang kali untuk memperingati orang lain supaya memberinya jalan, tapi banyak orang di luar sana yang berteriak memakinya.

Sesampai sampai di sebuah basement apartement, Darent keluar dengan cepat dan membuka pintu untuk Livia, tapi Livia tak bergeming, dia menunduk ketakutan dan menangis.

"Keluar!" Kata Darent dengan tegas yang sudah memakai kacamata hitam dan topi, begitulah artis jika tidak mau di ganggu bukan?

Tapi tak ada jawaban apapun dari Livia.

"Baiklah, jangan salahkan aku" lanjut Darent lalu menyeret Livia keluar dari mobil, Livia berusaha diam di tempat tapi tenaga Darentlah yang menang.

Dia berjalan cepat di ikuti Livia yang sesekali Darent menyeretnya karena jalan Livia tidak bisa mengimbanginya yang sangat cepat.

Sampai di apartement Darent melepas cekalan tangannya lalu dengan cepat dia memagut bibir Livia dengan kasar.

"Hmmm.." suara Livia keluar saat berusaha menolaknya. Tapi pagutannya menjadi lebih dalam ketika Livia menolak.

Ketika Livia tersenggal-senggal Darent menyadari bahwa kekasih cantiknya sampai tidak bisa bernafas dengan baik, Darent melepaskan pagutannya dan memandang wajah Livia yang berantakan, dia mengusap air mata kekasih cantiknya dengan kasar.

"Kau.. apakah kau masih berani berkata putus?" Tanya Darent dengan mata tajam meneliti kedua mata Livia.

"Aku takut jika hal buruk terjadi karena kita berbeda" kata Livia mulai menunduk dan meneteskan air matanya.

"Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?" Selidik Darent berusaha mencari tahu.

"Aku.. aku akan berusaha melupakanmu" kata Livia sedikit terguncang tidak mampu menahan tangisnya.

"Ya benar.. kau masih mencintaiku dan terpaksa memutuskanku hanya karena takut hal buruk yang belum pasti akan terjadi? Begitukah pemikiranmu?" Kata Darent menjelaskan pemikiran Livia.

Livia hanya mengangguk pelan.

Darent menghela nafas kasar dan menatap langit-langit apartemennya, lalu sesaat Darent tertawa seperti orang gila.

Dengan cepat Darent mengambil vas bunga yang terlihat mahal di atas meja hias.

Pyarrr...

lemparan vas bunga ke dinding membuat Livia menutup kedua telinganya. Mata Darent memerah karena sangat marah, Livia takut melihatnya hingga mundur beberapa langkah.

"Kau tahu kan Livia, aku sudah mencintaimu sejak kecil? Bahkan aku berani mengorbankan perasaan keluargaku karena ingin bersamamu! Apa yang kau takutkan hah!" Teriak Darent yang sangat marah.

"Apa kau lupa kalau kita sudah menjalin hubungan 6 tahun dan kau menyia-nyiakan perasaan kita hanya untuk alasan yang tidak pasti?!" Lanjutnya.

"Kau benar-benar membuatku gila! Aku akan menyatakan pernyataan bahwa kau adalah kekasihku sebelum aku menjadi artis" lanjut Darent lagi. Livia menggelengkan kepala tanda tak setuju sambil bercucuran air mata.

"Tidak Daren, jangan.. jangan mempublikasikan hubungan kita" mohon Livia takut.

"Jika kau tidak mau aku menyatakan hubungan kita maka jangan pernah meminta putus"

TWO - MENIKAH DENGAN PRIA LAIN?

Di mobil Darent..

"Livia.." panggil Darent dengan lembut sambil mengemudi mobil.

"Hmmm.." jawab Livia melihat ke samping ada Darent yang sedang mengemudi mobil, mereka sedang menuju ke kafe untuk mengantarkan Livia bekerja.

"Berjanjilah kau akan selalu bersamaku"

"Aku benci ada skandal tentangmu dengan wanita lain" jawab Livia berusaha mengutarakan isi hati dan pikirannya, tapi tak ada jawaban dari Darent, dia hanya menatap Livia dengan cepat lalu melihat ke depan lagi.

"Baiklah.. aku akan berusaha" kata Darent akhirnya dengan senyuman lembut.

Drrtt..Drrttt..

Ponsel Darent berdering. Livia melihat ponselnya tertera nama 'Hanna'.

Hanna adalah artis papan atas yang sedang syuting di sebuah drama romantis bersama Darent, Livia penasaran menunggu Darent menjawabnya.

"Halo" sapa Darent.

"Daren.. apa kau sudah berangkat? Ada yang ingin kubicarakan padamu" kata Hanna.

"Baiklah, aku sedang dalam perjalanan" kata Darent lalu menutup ponselnya.

Livia hanya diam saja berusaha positif thinking.

"dia pasti akan membicarakan pekerjaannya, menjadi artis memang tidak mudah kan? salah sedikit akan berdampak banyak hal" batin Livia yang terus berusaha untuk berpikir positif, tanpa sadar Livia menggelengkan kepala saat Darent melihatnya.

"apa yang kau pikirkan?" tanya Darent.

"aku?"

"ya.. kau menggelengkan kepala, apa yang membuatmu berpikir?" tanya Darent menyelidik dengan satu tangannya menggenggam dan di tempelkan bibirnya sendiri, dengan gayanya yang santai sambil mengemudi sesekali melirik Livia.

"ah tidak, hanya suatu hal kecil" kata Livia dan Darent melihatnya sekilas tidak percaya, tapi hal itu tidak perlu dipikirkan bagi Darent.

Sesampai di depan kafe Darent ingin keluar dan membuka pintu Livia tapi cekalan tangan Livia di lengannya membuat Darent terhenti.

"Aku tidak ingin kita menjadi pusat perhatian, aku bisa membuka pintu sendiri" kata Livia dengan senyum manisnya, Darent tersenyum sambil mengangguk.

Kecupan bibirnya mendarat di bibir Livia, ada perasaan ganjal kali ini di benak Livia, biasanya tidak seperti ini.

Di tempat syuting Darent (pantai)

"Darent, aku ingin mengatakan sesuatu padamu" kata Hanna berambut sebahu berpenampilan mewah.

"katakan saja" kata Darent yang tetap membaca naskahnya.

"orangtua kita, maksudnya ibuku dan ibumu, mereka menyuruh kita untuk makan malam dengan mereka." kata Hanna dengan hati-hati.

"biarkan saja" jawab Darent seadanya.

"bukankah kita harus kesana?"

"entahlah, kau mau membicarakan hal ini tadi?" tanya Darent di balas dengan anggukan Hanna.

"bisakah kita pulang bersama nanti? asistenku sedang ada perlu jadi aku harus pulang sendiri"

"kau ikut pulang saja bersama asistenku" jawab Darent yang tidak peka.

"tapi aku tidak biasa bersama sembarang orang, kau tahu kan itu Darent?" kata Hanna hati-hati.

"benarkah? dia asistenku, orang yang aku percaya, bagiku dia bukan orang sembarangan" jawab Darent mulai lelah menjawab Hanna yang tidak cepat-cepat menyingkir.

"tapi Daren.. "

"Hanna? apa kau sudah hafal dengan naskah dramanya? maafkan aku, tapi aku harus membacanya sekarang" kata Darent mengusirnya secara halus. Hanna peka dengan perilaku Darent yang tidak ingin di ganggu lalu pergi.

drrtt.. drrtt..

Darent mengangkat panggilan masuk yang tertera nama 'Ibu'.

"Daren.. ibu akan makan malam bersama Tante Magdalena, kau harus ikut kesini oke.. jangan lupa bawa Hanna" kata Helena yaitu ibu Darent.

"ibu aku.."

"maaf Daren, tidak ada penolakan, kau sudah mengecewakanku berulang kali, kali ini kupastikan kau tidak bisa mengecewakanku lagi" ujar helena memotong pembicaraan Darent.

"aku sibuk ibu"

"aku sudah tanya asistenmu, malam ini kau tidak ada pekerjaan, jadi aku menunggumu, aku akan kirimkan alamatnya nanti, bye sayang" kata Helena tak mau mendengar jawaban Darent lalu menutup sambungannya.

"sial!" umpat Darent menatap Hanna yang sedang membaca naskah di tempat duduknya.

Di kafe O'good tempat kerja Livia..

masih pagi dan pekerjaan sudah di siapkan semua, Livia duduk di salah satu kursi sambil memainkan ponselnya.

"kau sudah sarapan?" tanya Rey teman pria Livia di kafe, dengan gaya perempuannya yang khas seperti wanita centil, dia duduk sambil melihat kuku di jemarinya.

"sudah barusaja, aku makan roti isi" jawab Livia melihat temannya yang gay duduk di depannya sambil memperbaiki cat kuku hitamnya.

"kenapa mengerikan sekali warnanya" kata Livia.

"entahlah, aku suka warna hitam" jawab Rey dengan centil.

"kenapa tidak berhati jantan sekalian saja"

"tidak, meskipun aku suka hitam tapi hatiku tetap lembut" kata Darent seadanya.

Rey melihat di belakang Livia masuk dua pria tampan, mereka memakai Jaz yang terlihat rapi dan mahal, dari luar kafe nampak para wanita melihat mereka tapi mereka berdua acuh pada sekeliling.

"wow.." lirih Rey kagum pada mereka, Livia melihat ke belakang dan terkejut saat satu wajah pria yang paling tampan tapi berwajah dingin tepat berada di samping kepala Livia.

"apa kabar sayang" sapa Zen Rodriguez dengan senyumnya, suara bas dan berat terkesan seksi dan cocok untuk orangnya yang terlihat dingin, meskipun sudah tersenyum tapi senyuman itu tidak terlihat hangat, tapi hal itu sama sekali tidak membuatnya jelek sedikitpun, tentu saja.. mata elang yang sangat tajam dengan manik mata biru terang, hidung yang sangat mancung dan bibirnya yang seksi.

"kau.. kau kembali" pekik Livia membuat Zen tersenyum, terlihat Hugo berdiri di belakang Zen dengan tatapan datar.

"apa kau senang?" kata Zen sambil duduk lalu melihat Rey dengan tatapan tidak suka.

"aku harus pergi sekarang, temani saja tamumu Liv, belum ada pelanggan lain juga" kata Rey yang peka lalu pergi menghampiri para teman di belakang kasir, ternyata pegawai kafepun juga melihat mereka dengan tatapan kagum.

"kalian mau pesan apa?" tanya Livia saat Hugo ikut duduk.

"es amerikano" jawab Zen singkat, Livia memandang Hugo.

"kopi latte" jawab Hugo yang peka tanpa di tanya.

"aku akan segera kembali" kata Livia beranjak dari kursi meninggalkan mereka.

"ganti saja seragamnya menjadi celana panjang, bajunya ganti saja dengan ukuran besar semua dari ukuran tubuh, kalau bisa jangan sampai kelihatan lehernya" kata Zen pada Hugo dengan gaya santainya.

"tuan, apa itu tidak berlebihan?" kata Hugo heran.

"kafe ini sudah menjadi milikku, aku berhak mengganti seragamnya" kata Zen sambil memainkan ponselnya kali ini.

"saya tidak setuju tuan, apa tuan takut nona Livia berpenampilan seksi?" goda Hugo.

"dasar, kau"

"nikahi saja dia"

"aku memang berencana untuk menikahi dia, aku akan merebut yang menjadi milikku"

"pesanan sudah datang, silahkan diminum" kata Livia sambil membungkuk hormat lalu pergi.

cekalan tangan Zen di lengan Livia membuatnya menoleh ke arah mereka.

"duduk" perintah Zen.

"apa ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya Livia ala pelayan dengan penuh hormat.

"duduklah" kata Hugo memperjelas lagi sambil memainkan ponselnya mencoba menghiraukan mereka.

"ada apa?" tanya Livia sambil duduk menghilangkan hormat sebagai pelayan. Zen meminum kopinya sebentar.

"satu bulan lagi kita akan menikah".

THREE - KEMARAHAN DARENT

Livia melihat ponselnya yang mati karena batrainya habis, lalu dia memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas.

suasana riuh sangat ramai dengan berbagai tawa, teriak bahagia, berbincang-bincang dengan satu sama lain, tidak hanya rekan kerja Livia saja, banyak orang yang datang ke kedai pinggir jalan, mereka yang bukan teman Liviapun juga sangat ramai.

"ah benar juga, kita harus berterimakasih pada Livia karena sudah bekerja keras mendapatkan tips sangat banyak sampai kita bisa membeli minum sebanyak ini" kata Rey dengan centil, lalu 15 teman-teman Livia bersorak bahagia.

"bagaimana bisa kau mendapat tips sebanyak itu Liv?" tanya Luna salah satu rekan kafe.

"ah kebetulan dia teman kecilku, itu saja" jawab Livia mulai pusing karena alkohol yang mereka minum.

"bukankah dia yang bernama Zen Rodrigues? pengusaha kaya raya itu?" tanya Luna lagi, Livia hanya mengangguk lalu meminum alkoholnya.

"wow... kau hebat Liv, bagaimana tidak.. kau berpacaran dengan artis dan memiliki teman orang hebat seperti Zen, semuanya kenal denganmu sejak kecil, takdirmu benar-benar beruntung sejak lahir" kata Andrew.

"benar.. aku jadi iri denganmu" ujar Bella dengan ekspresi merengek.

"apa dia menyukaimu? tanya Rey dengan tatapan penasaran, teman-teman yang lainpun menunggu jawaban Livia.

"tidak, kita hanya teman" bohong Livia dengan ciri khas suara lemah dan lembutnya, jauh sebelum Livia pacaran dengan Darent, dia telah berpacaran dengan Zen, tapi tiba-tiba ada masalah keluarga yang membuatnya terpaksa untuk pergi ke Italia menemui kedua orang tuanya tanpa memberitahu Livia maupun tentang status hubungan mereka berdua, dia hanya memberikan kabar melalui email memperingati Livia untuk menunggunya dan tidak boleh menjalin hubungan dengan pria lain, tapi hati manusia tidak sekuat itu kan?

"jika tidak berikan saja padaku, aku akan memuaskannya sampai lelah" kata Rey yang di sorak i semua temannya, ada yang melemparinya dengan kacang, ada yang memakinya, tapi Rey hanya tertawa karena semua itu hanya bercanda, Livia tersenyum dengan tingkah semua teman kerjanya.

sampai di depan rumah...

Livia turun dari taksi dengan keadaan pusing tapi masih bisa berjalan, dia membuka pagar lalu melihat Darent yang sedang duduk di atas tempat bersantai Livia yang berada di depan rumah, dengan kedua siku bertumpu di atas kedua lutut, Darent memandang tajam Livia.

"apa harimu menyenangkan?" sindir Darent dengan tatapan tajam.

"kau disini" lirih Livia yang kaget dengan adanya Darent.

"memangnya yang kau lihat siapa?" kata Darent ketus, Livia hanya diam.

"apa aku harus berulang kali memperingatimu bahwa ponsel harus tetap menyala?" lanjutnya.

"maafkan aku" jawab Livia yang ingin segera tidur.

"berikan ponselmu" pinta Darent.

"ada apa?"

"berikan saja jangan membuatku semakin marah Liv" kata Darent dengan marah, lalu Livia memberikan ponselnya dengan ragu, dengan cepat Darent menyahutnya dan menjatuhkan di depan mereka, tidak pikir panjang lagi Darent menginjaknya dengan keras hingga ponselnya pecah, tak hanya menjinjak satu kali tapi berulangkali hingga ponselnya benar-benar hancur.

"apa yang kau lakukan? hentikan" teriak Livia berulangkali berusaha menghentikannya tapi tangan Darent selalu menyingkirkan tubuh Livia hingga hampir terjungkal ke belakang.

"besuk akan aku kirim ponsel terbaru, jika aku menghubungimu tidak bisa, maka akan aku rusak lagi, kau mengerti kan?" kata Darent dengan kejam memperingatinya, Livia mulai menunduk meneteskan air mata.

"jangan begini Daren" kata Livia dengan suara bergetar, dia tidak bisa menahan perilaku buruk Darent.

"dengar Liv.. aku tidak ingin kau meremehkanku, kau tahu kan aku cinta padamu?" kata Darent.

"jangan pernah kau berpaling dariku, kau pergi tanpa bilang padaku dan ponselmu mati maka aku selalu berpikir kau sedang bersama pria lain, aku tidak akan tinggal diam" kata Darent dengan nada tertahan, matanya yang tajam membuat Livia takut menatapnya.

"kau mengerti kan?"

Livia mengangguk tapi masih menunduk dan menangis. Darent menjepit dagu Livia dengan jemarinya membuatnya mendongak, dengan rakus Darent memagut bibir Livia, mau tak mau Livia membalasnya meskipun dia tidak bisa menyeimbanginya.

"aku tidak suka kau mabuk dengan orang lain, meskipun hanya rekan kerja tapi ada laki-laki lain selain aku" kata Darent.

"bagaimana kau tahu aku bersama teman kerjaku?" tanya Livia dengan suara seraknya, meski begitu suara lembut dan merdunya membuat Darent luluh padanya.

"bagaimana aku tidak tahu kalau kedai itu dekat dengan tempat kerjamu, aku ingin masuk tapi pasti kau akan marah setelah ada berita besuk, apa kau mau ada berita tentangku yang menjemput wanita sedang mabuk?" tanya Darent, dengan cepat Livia menggelengkan kepalanya.

"biarkan hanya rekan kerjaku saja yang tahu, jangan sampai kau mempublikasikan hubungan kita" kata Livia menolak.

"itulah alasanku marah saat ponselmu mati dan kau tidak memberitahuku sebelum kau datang ke acara"

"maafkan aku" kata Livia menunduk lagi dengan penuh penyesalan.

"mm.. kau tidak menyuruhku masuk?" kata Darent.

"ah benar juga, ayo kita ke dalam" ajak Livia yang mulai sadar karena kejadian barusan.

livia yang hendak berganti pakaian menutup pintu kamarnya tiba-tiba terhenti dengan tangan Darent yang menahannya, dengan hati tidak sabar Darent melepas dua kencing baju Livia dari atas depan, lalu menciumnya dan berlanjut dimana mereka di mabuk asmara.

pagi hari di kafe O'good.

"kapan kita meresmikan tempat ini?" tanya Zen dengan tak sabar, dengan gayanya yang cool dan santai membuat para wanita tak ingin melepas pandangan darinya.

"kita tunggu Thomas pulang dari Korea, 2 hari lagi" jawab Hugo sambil melihat iPadnya. seluruh jadwal padat ada disana, tapi tidak lupa dengan acara sarapan dengan roti dan kopi di kafe ini sejak remaja hingga sekarang.

"aku tidak suka dengan seragamnya" tukas Zen sebal melihat Livia melayani banyak pria dengan pakaian yang ketat seperti itu.

Zen memandangi Livia yang sedang melayani dua pria dengan ramah.

"ckk.." Zen berdecak dengan tatapan tidak suka lalu memalingkan wajah ke arah lain dengan marah.

"tenanglah dulu tuan, lagipula kau bisa melakukan apapun setelah kau terjun di bidang entertainment, kau bisa menyingkirkan kekasihnya setelah rencana kita berhasil, lalu kau bisa menikahi nona Livia" kata Hugo berusaha menenangkan Zen.

"aku tidak tahan ingin menculiknya" celetuk Zen memijat pelipisnya, Hugo terkekeh melihat tuannya.

kebetulan sekali menejer kafe datang pagi ini dan melihat Zen bersama Hugo sedang menyeruput kopi, menejer itu kaget lalu menghampiri mereka dengan senang hati.

"selamat pagi tuan Zen" sapa menejer berdiri di samping Mereke berdua, tak memperdulikan karyawan yang mulai gelisah dengan kedatangannya.

"ah pak Bill, selamat pagi juga" jawab Zen dengan tersenyum.

"apa anda puas dengan hidangannya?" tanya Bill dengan penuh hormat dan senang di tanggapi Zen dengan ramah.

"ya aku puas, dari dulu aku selalu kesini dan rasanya tidak berubah sama sekali, tapi sayangnya.." kata Zen menggantung.

"ada apa tuan Zen?" tanya Bill penasaran.

"aku menyukai pelayanmu Livia, bisakah dia menemaniku menghabiskan kopi?" tanya Zen dengan santai.

"tentu saja tuan, aku akan memanggilkannya untuk anda, silahkan menikmati semoga kau suka berada disini" kata Bill penuh percaya diri, ya.. Bill sudah tahu bahwa sebentar lagi kafe O'good akan menjadi milik Zen, senyuman licik terukir di bibir manis Zen dan Hugo.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!