NovelToon NovelToon

METAFORA CINTA LEGISLATOR MUDA

PROLOG

Pengenalan karakter

Arania Levana

Rani, begitu orang sering memanggilnya, adalah satu-satunya legislator perempuan di kotanya. Dari 45 Anggota Dewan yang ada di kota itu, bahkan dia menjadi legislator termuda.

Di usianya yang baru menginjak angka 23 tahun, gadis berhijab dengan tinggi 165 cm yang cantik, energik, ramah dan periang itu telah berhasil memukau Partai ABC karena kegigihannya dalam memperjuangkan ketertindasan kaum perempuan. Karena itulah Partai ABC segera meminangnya untuk maju dalam pemilihan anggota legislatif meskipun baru dalam hitungan bulan diwisuda dari pendidikan S1-nya.

Namanya yang dikenal sejak masih menyandang status mahasiswa sebagai pejuang emansipasi itu pun akhirnya bisa menggaet kaum emak-emak sehingga dengan mudahnya dia bisa melenggang menjadi perempuan parlemen pertama di kotanya, meskipun lawan politik yang harus dia hadapi adalah lawan-lawan politik berduit yang mungkin akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Namun Davina, sang mama yang sangat paham dengan dunia yang pernah digeluti mendiang suaminya, tidak bisa tenang jika dunia yang sama harus digeluti putri tunggalnya tanpa ada pendamping yang bisa melindunginya. Davina sangat paham bahwa dunia itu adalah dunia keras, dimana teman bisa menjadi lawan dan lawan bisa menjadi teman. Belum lagi mengingat tak jarang Rani harus pulang dini hari dengan posisi menjadi satu-satunya perempuan di tengah 44 laki-laki rekan kerjanya, maka membayangkan sesuatu akan terjadi pada putrinya pun menjadi sesuatu yang sangat mengerikan.

Akhirnya, ketika sahabat almarhum sang papa tiba-tiba datang menemui mamanya dan berniat menjodohkan putranya dengan Rani, Mama Davina seperti menemukan solusi tanpa peduli dengan keinginan, maupun keberatan Rani.

Mama Davina pun tidak berusaha memberi tawaran kepada Rani, ataupun memberikan waktu kepadanya untuk berpikir. Keputusannya sudah bulat dan tidak bisa ditawar lagi.

Sebenarnya waktu itu Rani tidak mempunyai kekasih. Namun jiwa bebasnya membuat Rani masih enggan untuk menikah. Apalagi ketika sang mama bilang orang yang dijodohkan dengannya adalah lulusan S1 dan S2 dari universitas ternama di Amerika Serikat, dia sudah bisa menyimpulkan bahwa calon suaminya itu adalah tuan muda kaya raya yang manja dan suka berbuat seenaknya. Tentu sifat itu yang paling Rani hindari mengingat Rani adalah gadis mandiri, yang bahkan lebih mementingkan kepentingan rakyat yang diwakilinya dari pada urusan dirinya sendiri. Dia adalah pelayan rakyat, dan sangat berharap memiliki suami yang mau melayani rakyat pula.

Rani juga tidak bisa membayangkan ketika dia menikah dengan tuan muda kaya raya, jiwa bebasnya akan terkungkung dengan segala protokol istana yang pasti akan membuat dia sakit kepala.

Namun melihat mamanya yang tidak bisa ditawar, Rani pun tidak bisa melawan. Dia hanya berpikir, bahwa dia harus membuat kesepakatan dengan calon suami yang sang mama pilihkan.

Ryan Dewangga

Laki-laki berusia 28 tahun yang mengenyam pendidikan S1 dan S2 di universitas nomor satu di Amerika Serikat. Tingginya 180 cm, berwajah tampan dan berpenampilan elegan.

Dia adalah putra pertama dari Prabu Dewangga dan Titania Rosmanda yang merupakan orang terkaya di kota itu. Sedangkan anak kedua dalam keluarga Prabu Dewangga bernama Azzura Dewangga, seorang gadis lemah berusia 18 tahun penderita thalassemia yang harus transfusi darah dua pekan sekali demi terus mempertahankan hidupnya.

Prabu Dewangga yang termasuk pebisnis papan atas di negeri ini pun mempunyai obsesi agar putranya bisa menjadi orang nomor satu di kota itu. Dia merasa bahwa keluarganya sudah mempunyai banyak harta, untuk apa menimbunnya menjadi lebih banyak lagi. Maka dia berpikir bahwa sudah saatnya yang mereka kejar adalah bagaimana bisa membuat sebuah pengabdian besar.

Dan entah karena pertimbangan apa, Prabu Dewangga ingin Ryan Dewangga mengabdikan diri kepada kotanya dengan menjadikan satu-satunya pewaris tahta keluarga Dewangga itu menjadi orang nomor satu yang akan mengabdikan hidupnya untuk membangun kota dimana mereka tinggal menjadi lebih maju.

Melihat background pendidikan Ryan Dewangga dari jurusan Perencanaan Tata Kota, sebenarnya sang papa sudah cukup percaya diri bahwa putranya mampu memimpin kota dengan baik. Apalagi mengingat Ryan dinyatakan sebagai lulusan terbaik saat wisuda S2-nya, membuat kemampuan Ryan pada bidangnya tentu tidak dapat diragukan lagi. Namun karena putranya sama sekali buta urusan politik, maka sang papa ingin mencari sosok tepat yang bisa membantu putranya memenuhi harapannya.

Dan suatu pagi, saat Papa Prabu dan Mama Titania melihat tayangan di sebuah TV nasional yang menyiarkan secara langsung wawancara eksklusif dengan seorang legislator perempuan pertama dan termuda di kotanya, tanpa pikir panjang sang papa segera mencari tahu seluruh informasi tentang gadis itu.

Ketika satu hari kemudian sang papa melihat seluruh informasi lengkap Arania Levana dari sekretaris pribadi yang disuruhnya, alangkah terkejutnya ketika dia mengetahui bahwa gadis itu adalah putri tunggal dari sahabat kecilnya yang tiga tahun lalu meninggal karena serangan jantung saat dia bertugas di luar kota.

Mengetahui hal itu, segera saja Prabu Dewangga dan istrinya menemui Davina untuk menjodohkan Ryan dan Rani, tanpa mau tahu pendapat keduanya. Dan alangkah bahagianya mereka, ketika Davina dengan senang hati menerima perjodohan putra putri mereka.

Ryan yang sangat mengetahui sifat orang tuanya yang tidak pernah bisa ditawar saat mempunyai keinginan itupun pasrah. Dia tidak akan bisa menolak permintaan papanya yang memintanya untuk mencalonkan diri menjadi orang nomor satu di kota itu. Dia pun tidak akan bisa menawar terkait perjodohan yang telah di atur sang papa, dengan gadis pilihannya yang ingin segera dinikahkan dengannya dalam waktu yang terkesan sangat terburu-buru.

Sebenarnya saat kuliah di Amerika, Ryan mempunyai kedekatan dengan seorang gadis bernama Meysie, gadis cantik yang sangat elegan, sopan dan sangat lembut. Namun karena Meysie sudah bertunangan dengan laki-laki pilihan orang tuanya, baik Ryan maupun Meysie memutuskan untuk sekedar bersahabat, sampai mereka berpisah karena Ryan harus kembali ke tanah air pasca menyelesaikan S2-nya, sementara Meysie memutuskan tetap tinggal di Amerika sampai hari pernikahannya tiba.

Karena cinta Ryan dan Meysie yang tidak akan pernah bisa bersatu itulah, membuat Ryan sangat tidak tertarik membahas apapun yang berkaitan dengan rencana pernikahannya. Bahkan, Ryan tidak berusaha sedikitpun mencari tahu siapa gadis yang akan dinikahkan dengannya. Cantik atau tidak, kaya atau tidak, apa pekerjaannya, berapa umurnya, siapa orang tuanya, Ryan benar-benar tidak peduli. Yang jelas, dia harus menikah dengan gadis pilihan sang papa, yang nantinya akan mendampinginya menjadi orang nomor satu di kotanya.

Dan pada akhirnya nanti, mengertikah mereka mengapa keduanya harus bersama?

Bisakah mereka bahagia dengan alasan pernikahan yang penuh kepentingan dan dengan karakter yang sangat jauh berbeda diantara mereka?

Temukan jawabannya, karena kisah cinta mereka benar-benar akan dimulai.

Pertemuan Pertama

Sudah kesekian kalinya Hp Rani berbunyi. Untuk kesekian kali itu juga Rani mengangkat telphon dari mamanya yang sedari tadi sudah tersulut emosi.

"Masak untuk pertemuan sepenting ini kamu terlambat, Ran?" omel sang mama dengan nada kesal.

"Iya, Ma. Iya. Sepuluh menit lagi, Ma. Ini Rani hampir nyampai kok," jawab Rani sambil tetap melajukan mobilnya dengan kencang. Untung jalanan lumayan lengang. Jika tidak, perjalanan yang seharusnya 10 menit bisa menjadi satu jam.

Tak sampai 10 menit, Rani pun segera memarkir mobilnya di halaman sebuah restoran mewah, tempat sang mama dan keluarga Dewangga menunggunya sejak 20 menit yang lalu.

Setelah merapikan hijab dan menyambar tas punggung kecil di kursi sebelah kemudi, Rani segera berlari-lari kecil masuk dan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang. Karena merasa tidak menemukan sosok yang dicarinya, Rani segera meraih hp nya bermaksud menelpon sang mama, sebelum akhirnya ada seorang pelayan yang menghampiri dan menyapanya dengan sopan,

"Mohon maaf Bu Rani, ada yang bisa saya bantu?" pelayan yang sangat mengenal Rani sebagai satu-satunya legislator perempuan di kotanya itu menyapa dengan ramah.

"Ehh iya, Mbak. Saya ada janji dengan keluarga Dewangga" jawab Rani tak kalah ramah, meskipun dalam hatinya dia bergumam, "Ternyata aku seterkenal itu ya? Ha-ha-ha."

"Mari Bu Rani, saya antar." Balas pelayan itu sambil menunjuk ke satu ruang dengan tangannya.

Rani pun mengikuti langkah pelayan itu menuju sebuah ruang VVIP. Ketika pintu di buka, segera saja dia bisa melihat wajah mamanya yang memang posisi duduknya menghadap ke pintu. Di sebelah Mama Davina ada perempuan cantik setengah baya yang disimpulkan Rani sebagai nyonya besar Dewangga. Di sisi meja sebelah tempat Nyonya Dewangga duduk, terlihat Tuan Dewangga. Dan ada satu orang lagi yang duduk membelakangi pintu, Rani simpulkan itu adalah calon suami yang sama sekali belum pernah dilihatnya.

"Rani!" mendengar Mama Davina memanggil, seluruh keluarga Dewangga menoleh ke arah pintu dan melempar senyum bersahabat kepada Rani. Tentu saja kecuali Ryan yang memilih cuek dan sibuk dengan handphone-nya.

Karena tidak ingin semakin terlambat, Rani segera menghampiri meja itu dan mencium punggung tangan Mama Davina, Nyonya dan Tuan Besar Dewangga secara bergantian. Setelah itu, segera saja dia mendudukkan diri pada satu-satunya kursi kosong di sebelah Ryan, tanpa menyapanya sama sekali.

Prabu Dewangga yang tidak nyaman dengan kelakuan putranya yang masih fokus dengan handphone di tangannya itu pun segera menperkenalkan Ryan kepada Rani.

"Rani, perkenalkan ini Ryan putra Om dan Tante. Ryan, ini adalah Rani, anak semata wayang Tante Davina."

Mendengar ucapan papanya, Ryan hanya melihat Rani sekilas kemudian mengangguk, sementara Rani menelungkupkan kedua tangan di dadanya memberi salam.

Tidak ada 1 menit Ryan dan Rani bertemu mata. Namun dari tatapan yang singkat itu, baik Ryan maupun Rani sama-sama berkesimpulan bahwa mereka bukanlah tipe masing-masing.

Melihat Ryan yang tampil begitu elegan, dengan kemeja warna navy dan stelan jas warna senada, menampilkan gaya khas pemuda kaya raya yang tidak bisa diajak hidup susah dan berkotor-kotor menghambur dengan rakyat jelata. Sebenarnya Rani lebih suka orang lapangan, dengan celana jeans dan kaos oblong atau kemeja santai, dengan tas punggung di belakang tubuhnya dan topi gaul di atas kepalanya.

"Tidak bisa diajak hidup seperti rakyat jelata kayaknya ni orang," batin Rani dalam hati.

Sementara Ryan, melihat Rani sebagai seorang gadis kecil yang masih suka sembunyi di ketiak mamanya. Penampilannya yang masih seperti mahasiswa semester lima, dengan rok jeans dan jilbab yang dimasukkan di dalam jaketnya, juga tas punggung yang menempel di belakang tubuhnya dan sepatu ket yang dipakainya, membuat dia sungguh jauh berbeda dengan Meysie, gadis anggun, menawan, lemah lembut dan sangat feminin, yang masih saja singgah di dalam hatinya.

"Gadis kecil ini yang dipilih Papa mendampingiku menjadi orang nomor satu di kota ini?" Ryan mendengus kesal dalam hati.

Rani pun segera mengakhiri lamunannya. Begitu juga dengan Ryan.

"Maafkan Rani ya Om, Tante, Rani terlambat," Rani yang sangat merasa tidak enak karena datang terlambat, berinisiatif untuk meminta maaf.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kami juga baru datang kok. Kamu terlihat capek dan matamu sembab seperti habis menangis. Apa ada masalah di kantor?" tanya Tuan Prabu penasaran, sekaligus ingin mendengar gaya Rani ketika berbicara.

"Tidak, Om. Rani dari rumah sakit. Ada balita umur 4 tahun yang meninggal ternyata positif HIV. Ayahnya sudah meninggal dua tahun lalu karena Over Dosis, dan sang ibu ternyata baru tahu kalau dia juga positif HIV setelah anaknya meninggal itu. Makanya dari sore tadi Rani harus mendampingi si ibu itu om. Rani mau ninggalin dia sendiri mengurus jasad anaknya tidak tega, apalagi dengan kondisi psikis ibu itu yang masih belum stabil saat tau kalau dia juga positif HIV. Setelah teman-teman dari Dinas Pemberdayaan Perempuan datang, baru Rani bisa meluncur kesini. Sekali lagi maafkan Rani telah membuat Om dan Tante menunggu. Maaf juga Rani tidak sempat bersih-bersih dan berganti baju formal menyesuaikan Om dan Tante. Maaf jika Rani membuat semua yang hadir tidak nyaman," jelas Rani panjang lebar kali tinggi.

Mendengar penjelasan Rani, Tuan Prabu dan istrinya justru tersenyum bangga. Caranya berbicara sungguh persis seperti ketika Tuan Prabu dan Nyonya Titania menonton Rani pada acara wawancara eksklusif di TV nasional itu.

"Tidak masalah, Sayang. Justru Om dan Tante sangat bangga sama kamu. Kamu benar-benar peduli kepada orang lain, persis seperti yang mereka bicarakan tentang kamu. Ryan akan sangat beruntung punya istri seperti kamu," Tuan Prabu memuji, membuat wajah Rani seketika memerah.

Berbeda dengan papa dan mamanya, Ryan yang sebenarnya tidak peduli itu diam-diam memperhatikan penjelasan Rani sambil berpikir keras, "Sebenarnya apa sih pekerjaan gadis ini? Ngeri banget harus bergaul dengan ODHA (Orang Dengan HIV AIDS)?" gumamnya dalam hati. Tapi kemudian Ryan memilih untuk tidak peduli.

Makan malam pun berjalan dengan sangat lancar. Meskipun malam itu obrolan di dominasi oleh Tuan Prabu dan Rani, namun keluarga Dewangga bisa mengambil kesimpulan bahwa Rani adalah gadis yang tepat menjadi menantu di keluarga mereka.

Sementara Ryan yang sebenarnya lebih menyukai gadis yang tidak banyak bicara, hanya mampu membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika gadis secrewet itu benar-benar akan menjadi pendamping hidupnya. Apalagi jika dirinya akan menjadi orang nomor satu di kota itu, betul-betul akan terlihat aneh jika pendampingnya adalah gadis gaul yang sangat jauh dari sifat keibuan dan kelembutan.

"Apa kata dunia?" gumamnya dalam hati, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal berkali-kali.

BERSAMBUNG

Pengumuman:

Jangan Lupa Vote, Like dan Favorit ya. Biar authornya semangat. Terima Kasih

Lamaran

Dua hari setelah pertemuan pertama Ryan dan Rani di restoran, akhirnya keluarga Dewangga memutuskan untuk langsung melamar Rani di rumah.

Makan malam yang cukup hangat itu masih di dominasi oleh obrolan Tuan Prabu dan Rani. Bahkan saat makan malam selesai dan tinggal acara santai, Tuan Prabu memanggil Arya, sekretaris pribadinya dan segera saja terlihat obrolan serius dari ketiganya. Sesekali terlihat Rani sedang menelpon seseorang, sesekali dia terlihat menulis sesuatu yang kemudian diserahkan kepada Arya. Setelah itu giliran terlihat Arya yang menelpon seseorang seperti memerintahkan sesuatu.

Ryan yang memilih duduk di teras rumah Rani, sebenarnya sangat penasaran dengan obrolan ketiga orang itu. Namun karena gengsinya yang besar, rasa ingin tahunya segera saja terkalahkan. Dan akhirnya dia lebih memilih untuk kembali menyelami dunia maya melalui layar ponsel yang sedari tadi dia pegang.

***

Pertemuan semalam menyisakan pe-er untuk Ryan dan Rani yang membuat keduanya ngedumel kesal. Mama Davina dan Mama Titania memberi titah kepada keduanya untuk membeli cincin kawin dan fitting baju pernikahan.

Karena di hari itu kebetulan Rani ada sidang dan Ryan juga banyak pekerjaan di kantornya, maka mereka memutuskan untuk bertemu di tempat parkir sebuah pusat perbelanjaan.

Ryan yang datang lebih dulu diantar sopir, memutuskan untuk menunggu Rani di dalam mobil. Tak berapa lama, Ryan melihat sebuah mobil masuk dan terparkir persis disebelah kiri mobilnya. Setelah terparkir, segera saja Rani terlihat turun dari pintu pengemudi, dengan mengenakan jas dan rok warna coklat tua, dengan kemeja dan dasi warna senada, serta hijab dengan warna serasi yang lebih muda.

Setelah turun, Rani membuka pintu belakang dan membuka jas serta dasi yang dipakainya. Ryan yang memperhatikan Rani dari arah mobil pun bertanya-tanya, "sebenarnya gadis kecil itu kerjanya apa sihh? Kemarin penampilannya kayak ABG. Sekarang rapi banget kayak eksekutif muda", gumamnya dalam hati.

Melihat Rani yang celingukan seperti menunggu seseorang, akhirnya Ryan keluar mobil dan menghampiri Rani.

"Kunci mobil?" kata Ryan singkat sambil menengadahkan tangan kanannya, tanda meminta sesuatu.

"Maksudnya?" tanya Rani tak mengerti.

"Mobilnya biar di bawa Pak Mamat balik. Nanti kamu aku antar pulang." Jawab Ryan ketus.

Tanpa menunggu persetujuan, Ryan pun langsung saja merebut kunci di tangan Rani dan menyerahkan kepada Pak Mamat, supir pribadi di rumahnya.

Tanpa aba-aba, Ryan masuk diikuti Rani yang berjalan membuntuti di belakang, hingga berhenti di sebuah toko perhiasan.

Ketika mereka masuk, mereka segera dilayani oleh seorang pelayan.

"Silahkan Tuan dan Nona, ada yang bisa kami bantu?" sapa pelayan toko itu dengan ramah.

"Tolong bantu calon istri saya ini cari cincin kawinnya," jawab Ryan singkat.

"Baik, mari Nona!"

Rani pun segera memilih beberapa model yang disodorkan pelayan toko. Karena Rani tidak begitu menyukai perhiasan, jadi dia meminta pelayan toko untuk merekomendasikan produk terbaik toko itu dan memperlihatkan kepada Ryan.

Ryan yang disodori beberapa pilihan hanya berkata, "Berikan yang terbaik di toko ini," sambil memberikan kartunya untuk melakukan pembayaran.

Setelah selesai, mereka langsung keluar mall menuju butik tempat mereka akan memesan baju pernikahan mereka.

Dengan tidak bersemangat, Rani masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi sebelah pengemudi, bersamaan dengan Ryan yang duduk persis di belakang kemudi.

Tidak ada obrolan sedikitpun diantara mereka sepanjang perjalanan. Ryan lebih memilih fokus mengendarai mobilnya, sementara Rani terlihat sibuk melihat ke samping kanan dan samping kiri jalan memandangi papan-papan reklame di beberapa spot, setelah itu dia terlihat mencari nomor seseorang tapi tidak menemukan di hp nya. Dengan ragu, akhirnya dia membuka suara.

"Pak Ryan, bolehkah saya meminta nomor Mas Arya?"

Ryan hanya merogoh saku celana kanannya dan menyerahkan hp yang diraihnya kepada Rani tanpa berkata apapun. Dia hanya membatin dalam hati, "Tadi clingak clinguk sepanjang jalan. Sekarang minta nomor hp sekretaris pribadi Papa. Ngapain sih ini bocah?"

Tak lama, Rany terdengar sudah ngobrol dengan Arya melalui ponsel Ryan.

"Mas Arya, Ini Rani. Beberapa spot sudah terisi ya. Tapi tadi Rani masih lihat beberapa papan reklame yang masih kosong. Apa karena on proses ya, Mas? Oya, satu lagi. Jika bisa di spot yang masih kosong kasih gambar Pak Ryan yang lagi agak nyantai dan gaul dikit mas. Biar bisa menarik pemilih pemula,"

"Iya, Mas,"

"Ohh gitu?"

"Oke."

Setelah selesai, Rani langsung mengembalikan hp Ryan dan kembali clingak clinguk melihat papan reklame. Ryan yang penasaran pun mengikuti kemana arah mata Rani melihat. Dan alangkah terkejutnya Ryan ketika di sepanjang jalan dia melihat gambar dirinya dimana-mana dengan caption yang beragam.

Melihat itu semua, Ryan kembali bingung, "ini bocah kerjanya apa ya?" gumamnya dalam hati.

***

Flashback

Setelah acara lamaran selesai dan dilanjutkan acara santai, Tuan Prabu sengaja mengajak ngobrol Rani secara pribadi.

Tuan Prabu menjelaskan banyak hal terkait rencana pencalonan putranya dalam kompetisi pemilihan orang nomor satu di kota itu. Tuan Prabu juga meminta peran Rani sebagai seorang politisi dan sebagai orang yang akan mendampingi Ryan sebagai seorang istri nantinya.

Mendengar penjelasan dan berbagai misi berat yang diberikan Tuan Prabu, sebenarnya Rani cukup kaget dan cukup memahami bahwa selain perjodohannya dengan Ryan didasari oleh urusan persahabatan kedua orang tua mereka, perjodohan ini sangat penuh dengan kepentingan.

Namun jiwa politisi seorang Rani yang bisa dibilang sudah cukup matang meski di usianya yang masih muda segera saja berputar. Otak Rani langsung bekerja dan segera menyadari bahwa posisi dirinya yang merupakan legislator perempuan akan segera berubah menjadi istri yang merangkap sekretaris pribadi dan juga tim pemenangan.

"Baik, Om. Tapi mengingat Pak Ryan baru saja pulang dari Amerika dan belum dikenal banyak orang, Rani minta sebelum kami menikah, wajah Pak Ryan dikenalkan dulu mulai dari sekarang kepada publik, Om. Kalau perlu mulai besok, semua papan reklame kita pakai untuk memasang wajah Pak Ryan di seluruh penjuru kota. Dalam waktu seminggu itu Rani akan mulai melobby dan mengatur pertemuan Om Prabu dan Seluruh ketua partai secara bergantian untuk lobby tahap awal. Kita usahakan sebelum Rani dan Pak Ryan menikah, semua sudah terlobby Om. Baru setelah menikah nanti tugas Rani menemani Pak Ryan terjun langsung ke masyarakat, karena yang akan bekerja sudah tim besar. Dan satu lagi, kita butuh membuat tim, termasuk konsultan media dan tim survey profesional", papar Rani, yang segera saja disambut dengan decak kagum tuan Prabu.

"Baik, semua akan di urus sekretaris Om"

Setelah itu Arya datang dan segera menangkap konsep yang dirancang Rani. Malam itu pun Arya sudah mulai sibuk bersama Rani, sementara Ryan tetap duduk di teras rumah Rani karena gengsi.

End of flashback

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!