Seorang gadis cantik berambut hitam terurai, sedang menunggu di cafe, gadis itu tidak bosan-bosannya melihat ke arah pintu cafe, berharap sang pujaan hati datang menemuinya secepatnya. Hari sudah mulai lumayan sore, namun Bunga masih setia menunggu Dewa di tempat duduknya, entah sudah berapa jam gadis itu menunggu. Para pengunjung sudah mulai sepi dan hanya beberapa meja yang terisi.
"Maaf sayang!! ta-tadi ada kendala di jalan," suara pria yang Bunga sangat kenal. Bunga menoleh dan menemukan Dewa yang tengah duduk di sampingnya.
"Iya, tidak apa-apa sayang, aku mengerti kok, aku udah biasa kok nungguin kamu dari dulu, dan aku tidak akan marah, karena itu demi masa depan kita kan?" Bunga memaksakan dirinya untuk tetap tersenyum.
"Makasih sayangku," balas Dewa mengelus surai Bunga dengan lembut, "Ya udah, kita makan ya? kamu udah makan?"
Bunga menggeleng, benar saja, Bunga tidak ***** makan dari tadi, karena menunggu Dewa entah sibuk berkerja atau yang lainnya?? pokoknya Bunga tidak ingin berprasangka buruk kepada Dewa.
"Pelayan!! kami pesan dua porsi nasi goreng, tanpa sayur dan sambal," ucap Dewa kepada pelayan wanita yang ramah, berpakaian rapi, dan menulis pesanan mereka di selembar kertas saku kosong, lalu melangkah pergi.
"Sayang!! aku boleh nanyaq ngak?" Bunga menatap lekat bola mata Dewa.
"Iya sayang? kamu mau menanyakan apa?" tanya Dewa memegang tangan Bunga lembut.
"Kamu sibuk banget ya di kantor? sampai lupa dengan aku? atau ada masalah lain," tanya Bunga serius.
"Ngak ada sayang, itu hanya perasaanmu saja, aku ngak ada masalah apapun, itu murni urusan kantor."
"Oh, gitu ya, kalau hanya urusan kantor hatiku sedikit lega."
"Emangnya ada apa sayang?"
"Ngak ada sih, soalnya kemarin aku lihat pria yang mirip dengan kamu di rumah sakit, sedang bersama seorang gadis, memakai kursi roda, aku kira itu kamu, soalnya mirip banget."
"Itu hanya perasaanmu saja sayang, aku kemarin sibuk di kantor, ngak
kemana-mana."
"Ini pesanannya mbak! mas! silahkan
di nikmati!!" ucap pelayan menyodorkan pesanan Bunga dan Dewa.
"Terima kasih," balas Bunga tersenyum dan menggeser piring ke arah Dewa dan dirinya.
"Sayang!! aku suapin ya?" tanya Bunga menawarkan.
"Iya sayang," Dewa tersenyum dan melahap satu sendok suapan Bunga.
Drtt.
"Entar dulu sayang, ada telpon."
"Baiklah," balas Bunga mulai memakan nasi gorengnya.
"Hallo!!"
"Maaf nak Dewa, keadaan Indah kritis, dia butuh kamu sekarang," suara seseorang di balik telpon, itu suara mama Indah, beliau menginginkan Dewa menyemangati Indah yang sedang kritis karena tidak ada Dewa di sampingnya.
Bagaimana aku harus jelasin ke Bunga, pasti dia akan marah karena aku akan meninggalkannya, sedangkan dia udah nunggu dari tadi, batin Dewa dilema.
"Nak Dewa!! bisa kamu ke sini sekarang?" tanya seseorang di balik telepon yang Dewa diamkan beberapa menit.
"Ba_baik tante, saya akan segera ke sana," putus Dewa membuang nafas kasar. Semoga kali ini dan untuk kesekian kalinya Bunga mengerti.
"Telpon dari siapa yang?" tanya Bunga penasaran. Bunga menyadari raut wajah Dewa yang menegang.
"Dari kantor sayang, aku di suruh ke sana sekarang," balas Dewa sedikit gugup, entah apa reaksi Bunga mendengarkannya.
"Oh, gitu ya. Ya udah," jawab Bunga santai, sembari memisahkan sedikit sayur di makanannya, padahal sudah di peringatkan ke pada pelayan tadi, agar tidak mengikut sertakan sayur di sana.
"Iya sudah apa sayang?" tanya Dewa lega, pasti Bunga akan mengizinkannya pergi seperti biasa, dia mengetahui sifat Bunga. Gadisnya yang pengertian.
"Ya sudah, kamu tetap di sini, nemenin aku," final Bunga singkat.
"Ta_tapi di kantor sayang, bagaimana?" tanya Dewa kembali menuntut.
"Soal itu, nanti aku telpon Andra buat ngurusin semuanya, kamu kayak ulat bulu ajha, ke sana kemari ngak bisa duduk dengan santai."
"Sekarang mana ponsel kamu?" tanya Bunga, menginginkan ponsel Dewa yang kini terdiam membisu. Dia tau sekarang Bunga mungkin akan balas dendam ke padanya, karena sudah beberapa kali, Bunga menunggu lama di cafe.
"Mana? cepetan dong?" ujar Bunga posesif.
"Ak_aku harus pergi sayang, maaf ngak bisa anterin kamu, muach nanti kabarin aku ya?" ucap Dewa berlari ke luar cafe.
"Oke fine, lihat ajha nanti Wa!" balas Bunga memakan nasi gorengnya.
Sesudah memakan semuanya, Bunga meninggalkan uang di atas meja makan, dan melangkah pergi dari cafe, sungguh kisah percintaannya sangat rumit, Dewa nya sungguh telah banyak berubah, dia lebih mementingkan urusan kantor ketimbang dirinya.
"Argh, aku ngak boleh berpikiran seperti itu!! pasti Dewa kerja keras karena pernikahan kita, pernikahan yang masih menghitung hari."
Sedangkan di lain tempat, Dewa segera beranjak ke rumah sakit, ia langsung menemui sahabatnya Indah yang lagi kritis, Dewa langsung membuka pintu dan melihat Indah berbaring lemah di sana bersama ibunya, yang menangis.
"Nak Dewa!!" lirih Intan melihat kedatangan sahabat anaknya.
"Bagaimana kondisi Indah tante?"
"Alhamdulliah, Indah bisa melewatinya, ini semua berkat nak Dewa."
"Karena aku?" Dewa masih bertanya-tanya di dalam hati, bukannya ia baru datang, dan bukannya tante Intan yang merawatnya tadi.
"Iya karena kehadiran kamu nak, Indah merasakan kamu peduli dengannya, hingga ia mau berjuang."
"Oh, gitu ya? alhamdulillah, kalau seperti itu tante, ya sudah, aku pamit dulu, masih ada urusan yang harus aku selesaikan."
"Dewa!!" lirih Indah membuka matanya.
"Iya," Dewa langsung menepis niatnya untuk pergi, ia sekarang khawatir dengan Bunga, mengapa Bunga tidak menelponnya, kalau ia sudah sampai rumah.
"Tunggu Wa!!" Indah memegang tangan Dewa, namun Dewa segera menepisnya dengan lembut, ia tidak ingin perempuan manapun menyentuhnya, termasuk Indah, karena hanya Bunga Lah yang berhak menyentuhnya kapanpun.
"Maaf Indah, kita bukan Mahrom," balas Dewa datar.
"Maaf Wa, aku tidak sengaja."
"Kamu sudah baikkan?"
"Iya Wa, makasih ya? udah ke sini," tersenyum manis.
"Iya sama-sama, karena kamu sudah baikkan, sekarang, aku izin pergi dulu," ucap Dewa melangkah untuk pergi.
"Makasih nak Dewa!!"
"Iya sama-sama."
****
"Aku capek Wa!! aku capek nungguin kamu terus, aku tau ini demi kebaikan kita, kamu udah kelewatan sama aku," Bunga menendang kaleng ke udara, dan
brukk,,, kaleng itu menimpa seseorang.
"Mampus!! pasti itu sangat sakit," Bunga berdiri dan hendak pergi dari danau tersebut, namun tangannya di tarik begitu keras oleh seseorang.
"Lo yang nendang ini kan?" Pria itu bertanya dengan rahang memanas dan sedikit benjolan di keningnya.
"Ngak kok, mas salah lihat mungkin," balas Bunga menyembunyikan rasa gugupnya.
"Gue lihat sendiri kok tadi, hanya lo yang ada di sini," pria itu melihat ke sekeliling danau yang sudah lumayan sepi, karena sebentar lagi waktunya shalat Maghrib.
"Mas!! tangannya di kondisikan dong, kita bukan mahrom," ketus Bunga menepis kasar tangan pria itu.
"Eh lo mau kemana? jangan kabur, tanggung jawab lo."
"Bodoh amat, salahin tuh kalengnya, kenapa mau di tendang," ejek Bunga lalu berlari dan kabur dari pria stress itu.
"Awas lo ya, besok ketemu lo lagi, gue akan minta pertanggung jawaban."
Di sinilah sekarang seorang pria menunggu sang kekasih yang tengah pergi entah kemana. Dewa memang langsung pulang ke rumah Bunga, karena merasa bersalah dengan kekasihnya. Dewa telah berani menyembunyikan sesuatu selama ini, tanpa berniat menjelaskannya kepada Bunga.
"Kamu kemana ajha Bunga? aku nungguin kamu dari tadi, ini udah jam 9 malam," tanya Dewa yang semula duduk, sekarang berdiri di hadapan Bunga."
"Maaf!!" balas Bunga singkat.
"Kamu dari mana? kenapa ngak ngabarin aku? itu ponsel kamu di non aktifkan. Jawab aku Bunga!!" teriak Dewa marah.
Bunga tersenyum santai ke arah Dewa, pria yang membuat dirinya selalu menunggu dan menangis dan berteriak seperti orang gila di danau, menumpahkan semua sakit hatinya, sekarang Dewa sudah keterlaluan.
"Bunga!! jawab aku!!" teriak Dewa kembali menekan suaranya dengan keras.
"Aku capek, kita bahas besok pagi ajha," balas Bunga melangkah pergi, namun tangannya langsung di cengkram keras oleh Dewa.
"Kamu dari mana tadi ah? keluyuran ngak jelas, sampai jam segini," bentak Dewa tidak ingin melepas tangan Bunga.
Bunga mencoba melepas cengkraman Dewa, namun usahanya tidak memuaskan, tangan Dewa terlalu kekar dan kuat, mencengkram tangannya dengan kasar.
"Aku baru pulang dari masjid, shalat Maghrib di sana, terus cari makan sebentar dan shalat Isya di masjid lagi, berdo'a semoga kekasih yang ada di depanku ini cepat insaf," jelas Bunga santai.
"Ka_kamu do'ain aku?" Dewa bertanya serius memandang wajah Bunga, kekasih yang selama ini ia cintai.
"Makanya jangan suka su'uzon, lepasin tangan aku!! kita bukan mahrom tau," sinis Bunga dengan wajah kesal.
"Kamu kok marah sama aku? biasanya kan kita selalu Peganggangan tangan," balas Dewa cemberut, lalu memenuhi perkataan Bunga, dengan melepaskan tangan tunangannya.
"Itu berlaku dulu ya, sekarang ngak lagi, kamu lebih mentingin pekerjaan kamu dari pada aku, jadi aku ngak salah dong, jaga jarak sama kamu."
"Tapi itu untuk masa dep...."
Bunga langsung memotong perkataan Dewa, ia tidak menginginkan alasan itu. Omong kosong, batin Bunga melotot ke arah Dewa.
"Udah ya! aku capek, kamu sibuk ajha sana sama kerjaan kamu, mentang-mentang udah jadi tuan muda yang sukses, giliran aku dilupakan."
"Aku jadi curiga sama kamu Wa,
jangan-jangan kamu selingkuh di belakang aku," ucap Bunga penasaran dengan respon Dewa, walaupun Bunga hanya berniat menggertak Dewa.
"Ngak sayang, aku sibuk di kantor ajha kok, ngak ada pekerjaan yang lain."
"Aku ngak suka pria yang suka bohong ya? awas ajha kalau kamu ketauan mempunyai hubungan dengan cewek lain, dan alasannya sibuk berkerja, aku pastikan hubungan kita berakhir sampai di sini," ancam Bunga penuh kemenangan.
"Kok kamu ngomong seperti itu yang? terus pernikahan kita di batalkan?"
"Di batalkan!! percuma punya suami sibuk ngurusin wanita lain, mending aku nyari cowok lain kan, walaupun ngak kaya tapi waktunya tetap untuk aku."
"Aku ngak mau yang!! pokoknya kamu itu hanya milik Dewa seorang, ngak boleh yang lain," ujar Dewa memeluk Bunga dengan erat.
Bunga mencubit pinggang Dewa cukup keras, membuat empunya kesakitan, bukannya melepas pelukannya, Dewa mempererat pelukannya di pinggang Bunga, dan sedikit lagi ingin mencium kening Bunga, walaupun gadis itu memberontak, karena sedang marahan dengan Dewa.
"Wa!! lepasin aku, aku kesulitan bernafas," kesal Bunga mencoba melepas pelukan erat Dewa.
"Ngak!! sampai kapanpun, kamu hanya milik aku, kamu itu jodoh aku, aku berjanji akan menghancurkan hidup pria yang mencoba merebut kamu dari aku."
"Tuh mulut harus di jaga," sungut Bunga mencubit kembali pinggang Dewa dengan keras.
"Auww!!" pekik Dewa kegelian.
"Kamu sih nyebelin," lirih Dewa cemberut.
"Oh, kamu nyalahin aku gitu?"
"Ngak sayangku, aku kan yang salah, maaf ya!! jangan marah dong yang? aku jadi ngak fokus kerja besok pagi kalau kamu seperti ini."
"Biarin, biar kamu sekalian berhenti jadi CEO, dan selalu ada waktu untuk aku."
"Kok ngomongnya seperti itu sayang?"
"Kenapa emangnya? kamu keberatan ahh?"
"Ngak kok sayang, jangan marah lagi ya?" Dewa mengetahui, Bunga sedang lelah sekarang, sehingga ia tidak ingin membantah semua perkataan Bunga, dari pada Bunga marah nanti kepadanya dan ingin berpisah, apa jadinya hidup Dewa tanpa Bunga, lebih baik Dewa menjadi gila, kalau tidak bersama Bunga.
"Ya udah, aku maafkan, kamu pulang gih, ngak enak sama tetangga, bertamu sampai tengah malam, mana mama dan papa lagi di luar lagi."
"Mama dan papa di luar ya? kapan pulangnya?" tanya Dewa senyum tidak jelas.
"Mungkin mereka akan menginap di rumah nenek, karena mama akhir-akhir ini nyariin nenek, katanya rindu."
"Oh, bagus dong."
"Bagus apa'an?" tanya Bunga melotot.
"Heh, ngak ada dong yang."
"Jangan macem-macem!! kamu mau aku makan ya?" sungut Bunga menatap tajam Dewa.
"Ampun yang!! aku hanya bercanda kok, mana mungkin aku berani nyentuh kamu, walaupun sebentar lagi kita akan menikah."
"Bagus, kamu nyadar diri, sebelum jadi santapan aku malam ini."
"Serem banget sih kamu yang."
"Sayang!!" teriak Bunga menatap tajam ke arah Dewa. Memperingati Dewa agar cepat angkat kaki dari rumahnya.
"Iya sayang, aku pamit dulu ya? ya udah sini aku kecup keningnya dulu."
"Ngak ada," sinis Bunga marah.
"Kok ngak ada sih yang?"
"Pulang!!" bentak Bunga.
"Iya deh, besok pagi aku jemput."
"Baiklah, tuh pintu jangan lupa di tutup!"
"Siap sayang love you!!"
"Love you too," balas Bunga melangkah menaiki tangga, dan masuk ke dalam kamar.
"Selamat pagi sayang!!" sapa Dewa nyelonong masuk ke rumah Bunga, sudah kebiasaanya Dewa dari dulu, tanpa salam pun Dewa ladenin, karena tidak bisa menahan rindu kepada sang pujaan hati.
"Wa'alikumsalam!!" balas Bunga sudah rapi dengan pakaian kerjanya karena Bunga juga seorang desainer, walaupun masih merintisnya dari bawah, Bunga tidak ingin Dewa membantunya, karena Bunga ingin mandiri tanpa bantuan Dewa.
"Pakai salam dong yang, ngak baik sembarangan masuk ke rumah orang, dosa tau," saran Bunga menakuti Dewa.
"Kan ini rumah istri aku, bukan orang lain," balas Dewa santai.
"Calon Wa, bukan istri, ingat ya!! aku ini masih calon kamu, kapanpun bisa di ambil orang kalau ngak segera di halalin."
"Kamu itu jodoh aku sayang, dan ngak ada yang boleh mengambil kamu dari hidup aku, siapapun itu," tegas Dewa tidak terima.
"Iya udah, ayok kita berangkat!!"
"Tunggu!! aku ada kejutan nih untuk kamu," ucap Dewa tersenyum menyembunyikan sesuatu di balik jasnya.
"Kejutan?" tanya Bunga dengan raut wajah bingung.
"Tutup mata sayang!!" perintah Dewa dengan halus.
"Hem, baiklah!!"
Dewa menyembunyikan seikat bunga mawar mewah, lalu mengarahkan ke arah indra penciuman Bunga, agar gadis itu bisa mencium bau harum mawar tersebut.
"Hem, harum sayang," gumam Bunga mencium Mawar tersebut.
"Sekarang, sayang buka matanya," perintah Dewa pelan.
"Masyaallah!! indah banget Wa, makasih ya sayang!!" ucap Bunga mengambil Mawar tersebut gembira.
"Iya sama-sama sayang, jangan marah lagi sekarang!! maafkan suamimu ini," gumam Dewa manja hendak mencium Bunga, namun Bunga langsung menepisnya pelan.
"Ngak boleh Wa, bukan mahrom, besok kalau udah halal," cetus Bunga kejam.
"Sayang!!" panggil Dewa manja.
"Ngak ada, besok kalau udah halal."
"Tapi kan yang! biasanya ki_"
"Jangan banyak bicara!! ayok kita pergi aku udah telat nih."
"Baiklah," balas Dewa memegang pergelangan tangan Bunga dengan posesif tanpa ingin melepasnya, karena Bunga hanya gadisnya, dan juga miliknya.
"Dewa!!" teriak Bunga di dalam mobil.
"Bisa ngak, tangan aku di lepas dulu, kamu mau menyetir?? masak kamu kayak gini sampai ke butik aku?" kesal Bunga cemberut.
"Makanya kamu itu jangan nakutin aku, ancam akulah, kamu akan di ambil orang, atau kamu yang akan pergi dari hidupku, ngak akan, aku ngak akan biarin hal itu terjadi," tegas Dewa tidak menghiraukan perkataan Bunga.
"Aku sayang sama kamu Wa, sekarang dan selamanya, kamu lepasin tangan aku ya sayang!!" Bunga sengaja tersenyum menggoda.
"Baiklah, tapi ada satu syarat?" bisik Dewa di telinga Bunga.
"Syaratnya apa? oh sekarang perhitungan nih sama aku," tanya Bunga berintonasi pelan, Dewanya sekarang lagi datang gilanya, kalau Bunga tidak segera membereskannya pasti Dewa akan nekad, entah nekad teriak bilang aku cinta kamu, ke Bunga di depan publik, atau yang lainnya, bahkan lebih mengerikan lagi.
"Cium pipi!!" perintah Dewa manja, sembari mendekatkan pipinya ke arah Bunga mengelusnya dengan lembut, pipi Dewa memang sangat bersih putih dan menggemaskan, namun Bunga tidak akan tergoda, Bunga harus mengasih Dewa pelajaran untuk sementara waktu.
"Bukan mahrom, di larang keras memaksa atau aku akan lompat dari mobil kamu, biar aku terluka terus masuk rumah sakit dan."
"Iya udah, aku lepas nih, kamu jangan coba-coba lakukan itu, atau ak_"
"Aku apa?" potong Bunga penasaran dengan jawaban Dewa.
"Aku akan ikut lompat dari mobil ini, dan menyelamatkan kamu, agar aku juga bisa merasakan rasa sakit yang kamu rasakan sayang, aku ngak mau kamu merasakannya sendiri, biar aku juga merasakannya," jelas Dewa tersenyum.
"Alah gombal, belajar dari mana tuh ngegombalnya? pasti di ajarin sama Andra ya?"
"Ngak kok yang, aku ngak ngegombal tapi emang tulus dari hati aku."
"Okey, aku percaya."
"Sayang!!" panggil Dewa serius.
"Iya," balas Bunga lembut.
"Apa aku harus mengundang pak penghulu besok pagi secepatnya."
"Emangnya kenapa dengan pak penghulu, pernikahan kita juga masih sedikit lama, butuh persiapan."
"Iya, kita nikah ajha dulu yang, kita berdua gitu, biar cepat, aku udah ngak sabar hidup berdua sama kamu," manja.
"Sabar ajha dulu, bentar lagi kok," balas Bunga santai.
"Yah sayang, tapi aku maunya besok pagi," sambung Dewa cemberut.
"Dewa!!" teriak Bunga menatap tajam ke arah Dewa.
"Iya sayang," jawab Dewa dengan suara menggoda.
Bunga tidak habis pikir dengan papanya Dewa, apa istimewanya Dewa sehingga ia bisa diangkat menjadi CEO, anaknya manja seperti ini, tidak malu kalau sudah sedang di landa jatuh cinta, apalagi itu soal Bunga, sikap dingin dan datar Dewa di kantor pasti akan luluh kalau sudah melihat pujaan hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!