Renda dan Rendi adalah anak kembar yang terpaut usia 5 menit.
Hari ini Renda akan melangsungkan pernikahan dengan gadis cantik pilihannya, bernama Khumaira. Ia merupakan gadis desa yang tak sengaja bertemu dengan Renda.
Tiba waktunya, hari ini Renda dan Khumaira akan resmi menjadi sepasang Suami Istri namun sebuah insiden terjadi yang harus merenggut nyawa Renda. Ia tak sengaja menabrak pembatas jalan, sesaat ia hampir saja sampai di rumah Khumaira.
Motor yang di kendarai oleh Renda terpental beberapa meter dari tempat kejadian. Rendi yang menyaksikan hal tersebut pun langsung syok, dan membulatkan matanya tak percaya.
"Renda!! " Teriaknya.
Namun sayang, malang tak bisa di tolak nasib tak bisa di ubah Renda benar-benar terjatuh bersamaan dengan motornya yang ikut terguling dan hancur.
"Ren!! " Teriak Rendi seraya berlari dan menghampiri saudaranya.
Rendi menidurkan Renda di pangkuannya, ia pun sedih dan meneteskan air matanya. " Ren, Kamu harus kuat. Biar aku hubungi ambulance! " Ucap Rendi seraya meraih ponselnya di saku.
Namun gerakan tangan Rendi terhenti, sebab Renda menahan tangannya, ia pun menggeleng lemah. "Jangan. Aku rasa waktuku tidak akan lama lagi! " Ucapnya lirih.
Rendi menggeleng. " Apa yang kau katakan? Kau harus selamat, dan pulih seperti dulu lagi! " Ujarnya.
Sungguh, Rendi tidak suka dengan cara bicara Renda yang kemana-mana, Rendi akan melakukan hal yang terbaik untuk Saudaranya tersebut.
Nafas Renda mulai tak teratur, dadanya terasa lemah namun sebelum pergi, ia pun berwasiat pada Rendi dan Rendi harus menjalankan wasiatnya. " Ren. Aku titip Khumaira padamu. Tolong jaga, dan Cintai dia sama seperti aku mencintainya. Aku mohon, nikahi Dia! " Ucapnya sebelum pergi.
Rendi menggeleng. " Tidak. Kau harus kuat, dan bertahan. Ayolah, Ren. Kau pasti bisa! " Ucap Rendi, tanpa mendengarkan wasiat dari Renda.
Renda menggeleng lemah, ia pun memegang tangan Rendi. " Berjanjilah padaku. Kau akan menikahi Khumaira untukku! " Pintanya, tak lama kemudian Renda pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Rendi mengguncang tubuh Renda, berharap ini hanyalah sebuah mimpi. " Ren. Bangun! Bangunlah! " Teriaknya, tak terasa air matanya mengalir begitu saja. Ia tak percaya bahwa Saudaranya sudah tiada.
"Tidak. Renda, bangunlah! Bukankah ini adalah hari yang kau tunggu? " Ucapnya seraya mengguncang tubuh Saudaranya.
Sayangnya, Renda telah tiada ia tak bisa lagi mendengar ucapan Rendi.
Rendi tergulaj lemah, ia meratapi kepergian saudaranya. Apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Haruskah, Rendi menuruti keinginan Renda yang terdengar tak masuk akal?
Rendi menghapus air matanya, ia pun menghubungi ambulance untuk membawa jenazah Renda ke rumahnya untuk kemudian di makamkan.
Namun Rendi tak ikut serta, ia pun menaiki mobilnya dan menuju rumah Khumaira. Mau tak mau Rendi harus menikahi Khumaira, sebab ini semua sudah tanggungjawabnya.
"Baiklah. Mungkin ini yang terbaik! Akan aku jaga Khumaira. " Gumamnya.
Di dalam perjalan, Rendi memikirkan bagaimana caranya ia berbicara yang sebenarnya pada keluarga Khumaira tentang Renda.
Sungguh, saat ini Rendi berada dalam dilema. Rendi terus melajukan mobilnya, ia terus berfikir keras namun sepertinya ia harus berkata dengan jujur.
Sesampainya Rendi di rumah Khumaira, ia di sambut hangat oleh keluarga, dan sanak saudara Khumaira namun nampaknya mereka clingkukan mencari seseorang.
"Kemana mempelai Prianya? " Tanya Burhan, Ayah dari Khumaira. Pasalnya ia tak mendapati Renda berada dalam mobil yang di tumpangi oleh Rendi.
Rendi menghela tak menjawab pertanyaan Burhan, ia pun mengajak Burhan untuk berbicara 4 mata dengannya.
"Bisa kita berbicara 4 mata? " Tanya Rendi.
Setelah pertimbangan cukup lama akhirnya Burhan mengangguk, dan mengajak Rendi ke suatu ruangan.
"Duduklah! " Titah Burhan.
Rendi duduk di hadapan Burhan, nampaknya Burhan penasaran dengan hal yang ingin Rendi sampaikan padanya. Tatapan Burhan tak lepas dari pandangan Rendi.
"Katakanlah! " Ujar Burhan.
Rendi nampak menghela nafasnya, ia pun menatap mata Burhan. " Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya, sebenarnya.. " Rendi tak kuasa melanjutkan ucapannya, dadanya terasa sesak.
Hal itu justru membuat Burhan penasaran. " Sebenernya apa? Katakan dengan jelas! " Ucapnya penasaran.
Rendi mengusap air matanya. " Sebenernya Renda... Dia telah meninggal dunia sesaat menuju kemari! " Sahut Rendi, ia pun menunduk dalam.
Sementara Burhan, ia nampak syok mendengar penuturan dari Rendi. " Lalu, bagaimana nasib Khumaira? " Gumamnya lemah.
Seorang Ayah mana yang takan sedih jika mendapati kenyataan pahit semacam ini, hal apa yang harus ia katakan pada Khumaira?
"Khumaira. Nasibmu sungguh malang, nak! " Ucapnya lirih.
Rendi mengadahkan wajahnya, ia pun menatap Pria paruh baya di hadapannya. Nampak sebuah penyesalan, dan raut kesedihan terpancar dari wajahnya.
"Tenanglah! " Ucap Rendi menenangkan.
Burhan menatap Rendi tajam. " Tenang katamu? Bagaimana aku bisa tenang? Sementara Putriku telah di tinggal oleh mempelai Prianya. Lalu, siapa yang akan menikahinya? " Ujarnya seraya menunduk, dan tak kuasa menahan kesedihannya atas nasib buruk yang menimpa Putrinya.
"Aku. Aku akan menikahi Khumaira! " Sahut Rendi.
Burhan mengadahkan wajahnya ke arah Rendi. " Benarkah? Tapi... "
"Tidak ada tapi-tapian, cepatlah beritahu Khumaira agar segera bersiap-siap! Aku lihat tahu undangan sudah ramai di luar. " Ucap Rendi seraya menengok ke luar.
Burhan melihat acara sudah mulai berlangsung, para tamu undangan pun sudah memenuhi acara tak mungkin ia membatalkan acara ini begitu saja ia bisa malu akhirnya Burhan mengangguk, dan menyetujui Rendi menikahi Khumaira.
Burhan menghela nafasnya sejenak. " Baiklah, dan kau bersiap! " Sahut Burhan, ia pun keluar ruangan untuk selanjutnya berbicara dengan Khumaira.
Burhan mengetuk pintu kamar Khumaira, ia melihat Putrinya yang begitu cantik dengan balutan kebaya khas pengantin. Nampak binar kebahagian terpancar jelas dari wajah Khumaira, Burhan sungguh tidak tega memberitahu ini semua.
Burhan mendekati Putrinya yang tengah duduk di depan cermin, Burhan menunduk lesu hal itu di sadari oleh Khumaira.
Khumaira melirik raut Ayahnya yang nampak lesu, seolah tak bertenaga. " Ada apa, Ayah? Kenapa wajahmu begitu masam? " Tanya Khumaira.
Burhan menatap Putrinya, ia tak tega jika harus mengatakan hal yang sebenarnya namun ia harus mengatakannya. " Khumaira. Sebenarnya, Renda... " Burhan menggantung ucapannya, ia takut jika Khumaira akan syok.
Khumaira berbalik menghadap Ayahny seraya menatapnya dengan tatapan penuh tanya. " Ya, ada apa dengan Mas Renda? Apa dia sudah datang? " Sahut Khumaira, ia pun beranjak dari kursi dan hendak melihat ke arah luar namun langkahnya terhenti oleh cekalan Burhan.
Khumaira menoleh ke arah Ayahnya. " Mengapa Ayah menghentikan ku? Mas Renda sudah datang, kan? " Tanyanya bingung.
Burhan menggeleng, ia pun meneteskan air matanya. Hal itu sungguh membuat Khumaira semakin bingung.
"Bukan, Khumaira. Renda... Dia telah tiada! " Ujarnya seraya menatap Putrinya yang begitu Syok.
Khumaira membulatkan matanya, ia pun menutup mulutnya tak percaya. " Apa! Tiada? Tidak, ini semua tidak mungkin. Ayah pasti berbohong, kan? " Ucap Khumaira tak percaya, ia pun beberapa kali menggelengkan kepalanya.
Burhan menggelengkan kepalanya, bahwa ini semua adalah kenyataannya dan bukan kebohongannya.
Dunia Khumaira begitu hancur mendapati fakta bahwa kekasihnya telah tiada menjelang hari pernikahannya. Lalu, bagaimana nasib dirinya selanjutnya?
Khumaira terduduk lemas, seolah-olah raganya tak bertulang. Khumaira menangis sejadi-jadinya, ia tak kuasa menahan air matanya hingga luruh ke lantai bersama air mata yang terus mengalir dari sudut matanya.
Burhan mencoba menenangkan Putrinya, ia pun merengkuh Khumaira dengan lembut, dan penuh kasih sayang. "Sudahlah, ikhlaskan Dia dan kau harus tetap menikah! " Ucap Burhan.
Khumaira menghentikan tangisnya, ia pun menatap Ayahnya. " Menikah? Bukankah, tadi Ayah bilang Mas Renda sudah tiada? Lalu, aku harus menikah dengan siapa, Yah? " Sahut Khumaira.
"Rendi. Saudara Renda! " Ujarnya.
Khumaira mengegeleng, tak mungkin ia akan menikahi Rendi secara ia adalah saudara Renda, lagi pula Khumaira tidak mengenal dekat dengan Rendi lalu sekarang, mereka harus menikah. Tidak, tidak mungkin ini semua pasti mimpi!
"Tapi, Yah... "
"Tidak ada tapi-tapian, cepatlah bersiap sebab tamu undangan sudah mulai berdatangan, dan acara sudah di mulai! Jangan buat kami malu, Khumaira. Ayah Mohon! " Ucap Burhan memotong ucapan Khumaira.
Mau tak mau akhirnya Khumaira bersiap, dan berjalan ke pelaminan di mana sudah ada Rendi yang duduk di depan penghulu.
Khumaira ingin menangis, namun ia tahan. Ia ingin terlihat baik-baik saja walau hatinya begitu rapuh, dan sakit atas kepergian Renda.
Khumaira duduk di samping Rendi, ia pun melirik calon Suaminya yang nampak kaku, dan dingin berbeda jauh dengan sifat Renda.
Rendi menjabat tangan penghulu, dan dengan lancar Rendi mengucapkan ijab qobul atas Khumaira.
"Saya terima Nikah dan Kawinnya Khumaira Putri Binti Burhan dengan mas kawin tersebut di bayar Tunai!! " Ucapnya lantang.
Terdengar suara riuh para tamu undangan yang mengatakn sah, akhirnya Khumaira dan Rendi telah sah menjadi sepasang Suami Istri.
Rendi, dan Khumaira berdiri menyambut para tamu yang memberi selamat pada keduanya. Khumaira maupun Rendi berusaha tersenyum demi menghargai tamu, walau sejujurnya mereka berdua tidak bahagia dengan pernikahan ini.
Setelah acara selesai akhirnya Rendi mengajak Khumaira menginap di sebuah hotel berbintang.
Hotel yang bernuasa malam pertama di penuhi dengan taburan mawar yang cantik, dan indah. Harum pengharum sangat mengguar dari ruangan sehingga menambah kesan Romantis.
Kamar ini yang harusnya menjadi saksi cinta antara Khumaira, dan Renda namun takdir tak berpihak pada keduanya.
Khumaira berjalan, dan duduk di tepi ranjang. Sementara Rendi, ia meraih handuk, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
"Sedingin, dan sekaku itu kah dia? Apakah aku bisa hidup bersamanya dalam sisa hidupku? " Gumam Khumaira, kala melihat Rendi yang masuk ke dalam kamar mandi.
Khumaira melepaskan aksesoris yang menempel pada tubuhnya, dan membersihkan riasan pada wajahnya. Ia pun hendak melepas resleting bajunya namun ia tak bisa.
"Susah sekali! " Ucapnya yang masih berusaha.
Hingga akhirnya sebuah tangan kekar meraih handle resleting dan membukanya secara perlahan, siapa lagi kalau bukan Rendi.
"Terimakasih! " Ucap Khumaira, namun Rendi sama sekali tak menjawab ucapan terima kasih dari Khumaira.
Rendi yang masih berbalut handuk segera meraih bajunya dan memakainya.
Khumaira bergegas naik ke atas kasur, ia merasa cemas. Bagaimana jika Rendi meminta haknya sementara Khumaira belum siap sama sekali.
Tubuh Khumaira menjadi panas dingin, Keringat mulai membasahi keningnya padahal suhu ruangan sangat dingin kala melihat Rendi mulai mendekat ke arah dirinya.
"Tuhan. Tolong selamatkan aku! " Batinnya.
Rendi mulai mendekat, dan semakin dekat tubuh Khumaira semakin bergetar. Akankah Rendi melakukan hal itu? Namun sayang, tebakan Khumaira salah ternyata Rendi hanya mengambil bantai, dan berjalan ke arah Sofa.
Khumaira bisa bernafas dengan lega saat melihat Rendi yang mulai menjauh darinya. " Syukurlah! " Gumamnya.
Rendi bisa membaca fikiran Khumaira, ia tahu bahwa Khumaira mengira bahwa ia akan melakukan hal itu.
Rendi melirik Khumaira yang masih menutupi wajahnya dengan selimut. Ia tahu bahwa Khumaira belum tidur.
"Aku tahu Kau belum tidur! Kau hanya pura-pura tidur, kan? " Sindir Rendi dengan sedikit kekehan.
Khumaira yang berada dalam selimut pun mulai cemas, bagaimana jika Rendi mendekatinya karna tahu ia hanya pura-pura tidur.
"Tidurlah. Tenang, aku tidak akan melakukan apapun padamu! " Ucap Rendi.
Namun tetap saja Khumaira masih di landa cemas, ia tak berani keluar dari dalam selimut walau nafasnya sedikit pengap. Tak berapa lama kemudian terdengar dengkuran halus yang berasal dari Rendi. Khumaira baru keluar dari selimutnya, dan melihat keadaan sekitar.
"Syukurlah, dia sudah tidur! " Ucapnya lega.
Khumaira pun mulai memejamkan matanya, dan menyelam ke dunia mimpi yang entah akan indah ataukah buruk?
Pagi hari tiba, Rendi terbangun oleh sebuah panggilan masuk, dengan terpaksa Rendi menganggakatnya.
"Ya, ada apa? Bisakah kau tidak menghubungi ku di jam pagi seperti ini?! " Omelnya.
Rendi begitu geram dengan orang yang menelpon di jam pagi, sebab jam tidurnya sangat terganggu.
"Maaf, Pak. Saya hanya ingin memberitahu mu ada pertemuan penting, dan mendadak hari ini! " Sahutnya di seberang telepon.
"Batalkan saja. Aku sedang ada acara! " Ujarnya.
"Tapi, Pak. Anda sudah membatalkannya beberapa kali, maka dari itu Anda tidak bisa menolaknya lagi. " Tuturnya mengingatkan Rendi.
Akhirnya Rendi mengalah, ia pun menghela nafasnya. " Baiklah. Tunggu aku di kantor dalam 2 jam! " Titahnya.
Rendi pun mematikan teleponnya, ia pun bangun dan bergegas mandi.
Ia melihat Khumaira yang masih terbuai dengan mimpi indahnya.
Rendi telah bersiap, dan berganti pakaian. Tak berapa lama kemudian Khumaira bangun, dan mendapati Rendi yang sudah rapi.
Rendi melirik ke arah Khumaira. " Bangun, dan cepat mandi. Kita harus pulang sekarang! " Titahnya.
Khumaira mengangguk, dan turun dari ranjang kemudian segera masuk ke dalam kamar mandi.
Kini mereka berdua telah siap dengan pakaian yang rapi. Mereka turun menuju lobi hotel.
Rendi mengajak Khumaira masuk ke dalam mobilnya, dan melajukannya menuju rumah Rendi.
Khumaira di buat kagum dengan rumah milik Suaminya yang megah, dan mewah di tambah nuansa alam yang nampak segar menyejukkan mata.
"Masuklah! " Titah Rendi.
Khumaira pun masuk, dan Rendi mengajak Khumaira menuju kamarnya sembari membawa barang bawaan Khumaira.
"Ini kamar kita. Kau boleh tidur, dan melakukan apapun yang kau inginkan. Maaf, aku harus pergi! " Ucap Rendi.
Khumaira mengangguk, dan masuk ke dalam kamar milik Rendi. Kamar dengan nuasa Putih biru itu nampak membuatnya betah berada di sana.
Rendi bergegas pergi ke kantornya, ia pun meninggalkan Khumaira sendiri di rumah yang besar ini. Biasanya akan ada seorang pembantu yang datang hanya untuk membersihkan rumah ini.
Khumaira duduk di tepi ranjang, ia pun melihat banyak Foto Renda, dan Rendi kala mereka bersama. Mereka benar-benar begitu mirip satu sama lain namun sikapnya Sangat berbeda.
"Mas Renda! " Gumamnya seraya mengusap foto tersebut.
Khumaira kembali meletakan foto tersebut, ia pun memilih untuk tidur kembali.
Beberapa menit kemudian Rendi telah sampai di kantornya, ia puan mesuk ke dalam. Terlihat beberapa karyawan berdiri dan manyapa Rendi namun sikap dingin, dan kaku Rendi telah di ketahui oleh seluruh karyawannya.
"Bos kaku sudah datang, tuh! " Ucap salah seorang karyawan sesaat melihat kedatangan Rendi.
Namun bagaimanapun mereka tetap butuh pekerjaan, dan masih ingin bekerja di sini maka dengan terpaksa mereka tersenyum, dan menyapa Rendi walaupun Respon Rendi hanya sebuah anggukan.
Rendi segera masuk ke dalam ruangannya, ia pun mengerjaan apa yang seharusnya menjadi tugasnya.
Tiba-tiba seseorang datang, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Rendi menatapnya dengan tatapan tajam, sementara wanita itu berjalan menghampiri Rendi.
"Hallo, sayang! Aku sangat merindukanmu. " Ucapnya dengan manja.
Rendi membuang mukanya, sesaat wanita itu mengatakan hal demikian. Ia pun sempat meludah ke arah wanita itu. "Ckk, ck. Busuk! Untuk apa kau datang menemui ku, hahh? " Ujarnya tak suka.
Jujur saja Rendi begitu terganggu dengan kehadiran wanita itu, siapa lagi kalau bukan seseorang dari masa lalunya yang amat Rendi benci hingga kini namun kini ia kembali dengan membawa kenangan kelam yang menyedihkan bagi Rendi.
Masih teringat jelas bagaimana wanita di hadapannya meninggalkan Rendi demi seorang Pria hidung belang, bukan tanpa alasan kala itu Rendi bukankah Pria kaya raya, dulu ia hanya seorang Pria sederhana dengan segala kekurangannya.
Wanita itu bernama Nuri Maulida, seorang wanita yang dulu amat Rendi cintai namun sebuah penolakan, dan penghinaan membuat Rendi yang kini membenci Nuri.
"Nuri. Aku mohon jangan tinggalkan aku! " Pintanya kala itu.
Namun apa yang Nuri perbuat pada Rendi, ia malah menjatuhkan harga diri Rendi di hadapan Pria berhidung belang tersebut.
"Sorry, Ren. Kau tak punya apa-apa. Mana mungkin kau bisa memenuhi kebutuhan ku. Kau itu miskin, Ren. Miskin! " Sahutnya, kata-kata itu yang selalu Rendi ingat hingga kini.
Nuri mulai mendekati Rendi, ia memutari Rendi dengan gayanya yang gemulai hingga laki-laki yang melihatnya akan tergoda, namun tidak dengan Rendi. Kebenciannya terhadap Nuri mengalahkan perasaan cinta yang dulu ia miliki.
"Rendi. Aku minta maaf atas segala kesalahan ku di masa lalu! " Ucapnya menyesal.
Kini, Nuri mulai memegang bahu Rendi dan Nuri mulai berani duduk di pangkuan Rendi. Tentu saja hal itu memancing kemarahan Rendi.
Rendi mencekal pergelangan tangan Nuri, saat tangannya mulai berani meraba-raba dadanya. "Singkirkan tanganmu dariku! Aku tak sudi di sentuh wanita murahan seperti mu. " Ujarnya.
"Hufs, sorry! Kau maukan memaafkanku, dan kita bisa mengulang cinta yang dulu bersemi? " Ucap Nuri.
Bukan jawaban yang Nuri dapatkan melainkan dorongan daro Rendi, Nuri tersungkur ke lantai saat Rendi mendorongnya dengan sangat keras.
"Pergilah dari hadapan ku! " Ucapnya marah.
"Tapi, Ren... "
Tanpa menunggu jawaban dari Nuri, Rendi mencekal pergelangan tangan Nuri dan menyeretnya keluar dari ruangannya.
"Pergilah, wanita murahan!! " Ucapnya tajam.
Nuri tersungkur, dan Rendi memilih tak peduli ia pun menutup pintunya dan tak lupa menghubungi security untuk mengusir Nuri dari kantornya.
Sesaat kemudian terdengar suara Nuri yang meminta di lepaskan, Pasti saat ini Nuri tengah di seret keluar dari kantornya oleh Security.
Rendi duduk di kursinya, ia menyugar rambutnya. " Oh, tuhan. Mengapa wanita gila itu datang lagi! " Ucapnya.
Sesaat kemudian terdengar sebuah ketukan di pintu.
"Masuk! " Sahut Rendi.
Muncul-lah seorang Pria berperawakan tinggi, putih dan berbadan kekar. Ia adalah Brian seorang sekretaris sekaligus kepercayaan Rendi di kantor ini.
Brian melirik ke arah Nuri yang tengah di seret oleh Security, kemudian ia menatap ke arah Rendi seolah mencari kebenaran.
"Pak, ini berkas yang akan kita jadikan bahan Meeting hari ini! " Ucapnya seraya menyodorkan sebuah berkas.
Rendi menerima berkas tersebut, Brian memilih duduk di depan Rendi. " Pak, siapa wanita itu? " Tanyanya setengah berbisik.
Rendi beralih memandang Brian. " Wanita gila! " Sahutnya.
Brian tak percaya dengan pertanyaan Rendi. Mana ada wanita gila yang amat sexy, dan cantik? Mungkin Rendi sedang bercanda.
"Ada keperluan lain? " Tanya Rendi, kala melihat Brian yang masij duduk di hadapannya.
Brian terlihat salah tingkah, ia pun tersenyum dan menggeleng. " Tidak ada, Pak. Jika begitu saya keluar! " Pamitnya.
Rendi mengangguk, dan membiarkan Brian keluar. Saat ini Rendi sedang ingin sendiri, dan tak ingin di ganggu oleh siapa pun termasuk oleh Brian.
Setelah meeting, dan pekerjaan kantor selesai. Rendi memutuskan untuk segera pulang, ia mengendarai mobilnya sendiri. Rendi lebih nyaman berkendara sendiri tanpa seorang Sopir.
Hingga akhirnya mobil yang di kendarai oleh Rendi telah sampai di pekarangan rumahnya, ia pun turun.
Rendi di sambut oleh Khumaira yang telah berada di ambang pintu. " Kau sudah pulang? Bagaimana pekerjaan hari ini? " Tanyanya.
Rendi mengendorkan dasinya, ia pun menjatuhkan bokongnya di sofa ruang tamu, hari ini ia sangat lelah dengan pekerjaan yang menguras otaknya.
"Baik! " Sahutnya dingin, dan tanpa menoleh.
Khumaira membuatnya Rendi secangkir kopi, dan menyodorkannya pada Rendi.
Rendi hanya menatap Khumaira, tanpa menerima cangkir berisi kopi tersebut.
Tanpa kata Rendi bangkit, dan meninggalkan Khumaira yang masih berdiri mematung di tempatnya semula.
Rendi berjalan menaiki tangga, ia tak memperdulikan perasaan Khumaira. Selain lelah, mood Rendi pun hancur sebab pertemuannya dengan Nuri.
Khumaira memandang kepergian Rendi, ia hanya bisa menunduk dan meneteskan air matanya.
Rendi seolah-olah tak memperdulikan perasaan Khumaira, ia bagaikan seorang manusia yang egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Selesai mandi, Rendi duduk di tepi ranjang. Ia membuka gawainya dan berselancar di dunia maya.
Tiba-tiba Khumaira datang, ia pun mendekati Rendi yang tengah Asyik berbalas Chat dengan seseorang.
"Mas. Apa kau mau makan? Aku sudah siapkan makan malam untukmu! " Ucap Khumaira lembut.
Rendi menatap Khumaira sekilas, kemudian kembali menatap layar ponselnya. " Kau makanlah dulu! " Titahnya.
Khumaira mengangguk, dan berjalan keluar dari kamar.
Khumaira menghela nafasnya. " Begitu dinginnya sikapmu! " Gumamnya seraya berjalan menuruni tangga.
Sungguh, Khumaira rindu dengan sosok Renda yang membuatnya nyaman namun kini Renda hanyalah sebuah kenangan, dan menjadi masa lalunya.
Khumaira duduk di ruang makan besar, dan luas namun nampak Sepi sebab hanya ada Rendi, dan Khumaira yang berada di rumah ini. Khumaira tak tahu apakah Rendi masih punya Ibu, Ayah atau sanak saudara yang lainnya?
Di tengah dentingan alat makan yanh saat ini Khumaira gunakan, tiba-tiba Rendi datang, dan duduk di hadapan Khumaira.
Dengan cepat, Khumaira berdiri dan mengambilkan piring dan tak lupa mengisinya dengan nasi.
"Kau mau Ayam, atau sayur ini? " Tanya Khumaira.
Rendi bangkit, dan mengambil alih piringnya. " Tidak perlu! Aku bisa mengambil sendiri. " Ucapnya dingin.
Khumaira mengangguk, dan kembali duduk. Rasanya makanan ini terasa hambar, bukan karna masakannya tak enak atau Khumaira lupa memberikan bumbu melainkan karna sikap Rendi.
Selesai makan Rendi beranjak dari kursinya, dan ia memiliki sebuah pertemuan dengan sahabatnya.
"Mau kemana lagi? " Tanya Khumaira saat melihat Rendi melangkah pergi.
Rendi menghentikan langkahnya, dan berbalik arah. " Apa aki harus memberitahumu tentang aktivitas ku, tentang aku pergi kemana dan bersama siapa? " Bentak Rendi.
"Ingat, baik-baik Khumaira! Jika bukan karna Renda yang memintaku untuk menikahi mu aku pun tak mau menikahimu! " Lanjutnya lagi.
Sungguh, ucapan Rendi bagaikan sebuah belati yang menusuk hatinya yang paling tajam. Sungguh tajam perkataannya Rendi padanya.
Khumaira hanya bisa tertunduk pilu mendengar perkataan yang keluar dari mulut Rendi, ia pun berusaha menahan air matanya agar tidak jatub di hadapan Rendi.
Rendi pun pergi tanpa memperdulikan Khumaira, Rendi segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya menuju sebuah clab malam.
Sesampainya di sana, Rendi memesan beberapa minuman untuk dirinya. Ia begitu frustasi dengan semua ini.
"Mengapa kau mempermainkan hidupku, Tuhan? Mengapa? " Rancaunya.
Rendi telah menghabiskan banyak sekali minuman beralkohol sehingga ia mulai meracau tak karuan. Beruntung, kala itu Brain kebetulan tengah berada di clab yang sama dengan Rendi sehingga ia segera membawa Rendi pulang.
Brain membunyikan bel rumah Rendi, dan muncullah Khumaira dari dalam.
"Ada apa ini? Kenapa Mas Rendi menjadi seperti ini? " Tanyanya pada Brain.
"Pak, Rendi. Dia habis minum banyak! " Sahutnya.
Khumaira begitu syok mendengar penuturan dari Brain. Ia pun mengambil alih Rendi dari Brain, ia pun memapah Rendi ke dalam kamarnya.
Khumaira merebahkan tubuh Rendi di atas kasur, ia pun membuka sepatu yang di kenakan oleh Rendi. Kemudian Khumaira mulai merebahkan dirinya di samping Rendi.
Khumaira terbangun kala tangan kekar melingkar indah di perutnya, ia merasakan sebuah kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia pun mendengar sebuah bisikan cinta dari Rendi.
"Aku mencintai mu, sungguh mencintaimu! " Bisiknya mesra.
Namun saat Rendi hendak melakukan kewajibannya, tiba-tiba ia tersadar dan Rendi mendorong tubuh Khumaira yang sudah polos. Rendi membalikan tubuhnya.
"Pakai kembali pakaianmu!! " Titahnya tanpa menoleh.
Khumaira melakukan perintah Rendi, ia pun memunguti pakaiannya dan memakainya kembali.
Rendi beranjak dari ranjang, ia pun masuk ke dalam kamar mandi. Tak tahu apa yang sedang Rendi lakukan di sana?
'Sialan! Ada apa denganku? ' Batinnya kesal.
Setelah beberapa lama di dalam kamar mandi akhirnya Rendi keluar dan seperti biasa ia pun merebahkan dirinya di atas sofa. Rendi pun tertidur, dan menyelam dalam dunia mimpinya.
Pagi hari telah menyapa, cahaya mentari telah menyinari bumi Rendi terbangun dan bersiap-siap untuk pergi ke kantornya.
Khumaira telah berada di dapur dan menyiapkan sarapan untu Rendi.
"Ayo, Mas. Sarapan dulu! " Ajaknya.
Rendi berjalan ke ruang tamu, dan menikmati sarapan yang Khumaira Buat. Selesai sarapam langsung saja Rendi pergi ke kantor.
Setelah kepergian Rendi, Khumaira mulai melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mengepel, dan mencuci pakaian.
Saat Khumaira sedang sibuk mengepel tiba-tiba seseorang membunyikan bell, gegas Khumaira membukan pintu dan melihat siapa yang datang.
Khumaira memandang wanita yang berada di hadapannya, wanita cantik berpostur sexy dan bisa di bilang sempurna. " Iya, cari siapa? " Tanyanya.
Wanita itu pun tersenyum. " Saya cari Rendi. Apakah ia ada? " Ujarnya.
Khumaira mengernyitkan keningnya, untuk apa wanita ini mencari Suaminya? Jika ada urusan kantor, mengapa ia tak langsung saja datang ke kantornya?
"Untuk apa mencari Suamiku? " Tanya Khumaira penuh selidik.
Wanita yang mendengar pengakuan Khumaira pun membulat matanya, dan menutup mulutnya. " Apa. Suami? Jadi kau adalah Istrinya Rendi? " Ia malah balik bertanya.
Khumaira mengangguk. "Ya, memangnya kau siapa? " Tanya Khumaira penasaran.
Wanita itu pun menyodorkan tangannya sembari tersenyum. "Perkenalkan namaku Nuri. Aku adalah mantan kekasih Rendi! " Ucapnya bangga.
"Oh, hanya mantan. Jika niatnya hanya mengganggu silakan pergi dari sini! Maaf, rumah ini tidak menerima ulat bulu. " Sindirnya sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Kau.. " Nuri hendak menjabak rambut Khumaira namun Khumaira telah lebih dulu menangkis serangannya.
"Kau mau apa? Ingat, yang namanya mantan sudah manjadi sampah. Makannya di buang, sementara Istri sah walaupun sudah di buang tetap akan menjadi istri, camkan! " Ucap Khumaira seraya melepaskan tangan Nuri.
Nuri terlihat marah dengan ucapan Khumaira. Ia pun beranjak pergi dan sempat mengancam Khumaira.
"Awas kau, ya! " Ucapnya seraya beranjak pergi.
Khumaira hanya tersenyum, dan mengibaskan tangannya. " Huuuh, satu masalah selesai! " Ucapnya penuh kemenangan.
Perkenalkan namaku Khumaira Putri. Aku adalah seorang gadis yang berasal dari desa, yang tak sengaja bertemu dengan Pria kota bernama Renda Wiguna.
Sebuah awal pertemuan yang manis, dan sangat berkesan bagiku, kala itu kami tak sengaja berpapasan saat di sebuah jalan desa yang tentunya berlubang sana sini, alhasil aku pun tertabrak oleh mobil milik Renda.
Seorang pemuda nampak keluar dari sebuah mobil mewah, aku kira ia akan memarahiku namun nyatanya tidak.
"Kau tidak apa? Kau baik-baik saja? Apa ada yang luka? " Tanyanya bertubi-tubi tanpa jeda.
Sungguh, kala itu aku benar-benar terpana dengan aura ketampanan yang ia Pancarkan dari wajahnya. Ia bisa memikat siapa pun tanpa guna-guna. Wajah tampan, tubuh atletis dan hidung mancung semakin menambah ketampanannya hingga untuk beberapa saat aku pun tak berkedip kala memandang wajahnya.
Ia pun melambaikan tangannya di depanku, hingga aku pun tersadar dari lamunanku. " Iya, ada apa? Maaf tidak dengar! " Ucapku terlihat salah tingkah.
"Tadi saya tanya. Apa ada yang luka? " Ia pun mengulang pertanyaannya.
Aku pun menggeleng. "Tidak ada! " Sahutnya.
Ia pun mengamati ku dengan lamat. "Kaki mu terluka. Biar aku antarkan kau pulang. Dimana rumahmu? " Tanyanya padaku.
Beberapa kali aku menolak agar ia tak mengantar ku pulang, namun Ia tetap kukuh dengan pendiriannya.
Aku pun di antarkannya pulang sampai depan rumah.
Pertemuan pertama kamj sangatlah menyenangkan, dan begitu berkesan hingga hari ini aku masih mengingat hari itu.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya membuat kami semakin dekat, bahkan perasaan cinta mulai tumbuh di hati kami berdua. Renda mengutarakan niatnya untuk meminangku tentu saja aku setuju dengan niat baiknya.
"Baiklah. Jika kau setuju, dalam satu minggu lagi aku akan membawa seseorang untuk meminangmu untukku! " Ucapnya.
Aku pun mengangguk, dan tersenyum padanya. Sungguh bahagianya hatiku kala itu.
Hingga 1 minggu berlalu, Renda benar-benar menepati janjinya ia datang bersama seorang Pria yang amat mirip dengannya dan aku pastikan bahwa mereka adalah suadara kembar.
"Baiklah. Bapak, Ibu. Saya Rendi selaku perwakilan dari Renda ingin menyampaikan maksud, dan kedatangan saya kemari. Jika berkenan saya ingin melamar Putri kalian untuk Saudara saya, Renda. Apakah kalian setuju? " Tanya Rendi yang merupakan Saudara Renda.
Ayah menatapku. " Semua keputusan ada apa Khumaira. Biar dia yang menjawabnya! Bagaimana, Khumaira apa kau menerima lamaran Renda? " Tanya Ayah.
Kini semua mata tertuju padaku, mereka menunggu jawaban yang akan keluar dari mulutku.
"Aku pun mengangguk, dan dengan sangat malu-malu. " Aku menerimanya! " Sahutku.
Mereka semua turut senang mendengar jawaban ku, terutama dengan Mas Renda ia amat begitu bahagia.
Hingga akhirnya kami menentukan tanggal pernikahan. Setalah 1 bulan maka acara pernikahan Antara aku, dan Renda akan di adakan.
Mas Renda, dan Rendi akhirnya pulang ke kota namun Mas Renda telah berjanji bahwa ia akan kembali pada saat penikahan nanti, dan aku manantikan hari itu.
"Aku berjanji akan kembali pada saat pernikahan kita, Khumaira. Aku harap kau menunggu ku! " Ucapnya.
Aku pun mengangguk, dan tersenyum. " Iya, aku pasti menunggu mu! " Sahut ku.
Selama Mas Renda berada di kota kami sering bertukar kabar, dan juga mengirim pesan singkat. Kata-kata romantis selalu keluar dari mulutnya, hal yang membuat ku semakin bahagia dan tak sabar ingin segera menjadi istrinya.
Hingga 1 bulan berlalu, akhirnya hari yang dk tunggu telah datang. Hari dimana aku dan Mas Renda akan menjadi sepasang pengantin yang amat bahagia, namun sayang semua itu hanyalah angan-angan belaka. Bagaimana tidak, Mas Renda di kabarkan meninggalkan dunia saat sedang dalam perjalanan menuju rumahku. Hati siapa yang tak hancur kala mendapati kabar buruk ini?
"Tidak. Tidak mungkin Mas Renda telah pergi. Bukankah, dia pernah berjanji akan kembali padaku? Tapi apa ini. " Teriakku histeris.
Aku selalu mengingat ucapannya, ia akan kembali padaku tapi apa yang terjadi ia malah pergi meninggalkan diri ini?
Betapa hancurnya hati ini, pernikahan yang selalu aku impikan hancur begitu saja. Kebahagian pun hilang begitu saja, aku merasa dunia ku seakan tak berarti.
Oh, Tuhan. Mengapa kau menghukumku seperti ini? Mengapa dunia seakan tak adil padaku? Mengapa?
Namun tiba-tiba Ayah menyarankan ku untuk menikah dengan Saudara kembar dari Renda, yaitu Rendi.
Tentu saja aku berusaha menolaknya, namun Ayah terus memaksaku sebab ia akan malu oleh keluarga, dan para tetangga jika pernikahan ini tidak jadi di langsungkan hingga akhirnya aku pun menyetujuinya.
"Baiklah, Yah. Aku bersedia menikah dengan Rendi! " Sahutku seraya menunduk.
Selama acara berlangsung, aku harus berusaha tetap tersenyum dan terlihat baik-baik saja di depan para tamu walau hatiku begitu nyeri.
"Tuhan, kuatkan aku! " Batinku.
Kesan pertama yang aku lihat dari Rendi, ia merupakan Pria kaku, dan dingin. Ia sama sekali tak melirik ke arahku selama acara ini berlangsung. Apakah keputusan ku untuk menikah dengannya adalah benar? Akankah hidup ku baik-baik saja? Entahlah?
Setelah pernikahan terjadi, kami menginap di sebuah hotel yang bagiku cukup mewah, maklum aku hanyalah gadis desa yang pertama kali pergi ke kota.
Kami tidak melakukan apapun pada malam pertama kami layaknya pasangan pengantin baru, selain canggung aku pun belum siap dengan semua ini, dan Rendi pun mengerti itu.
Aku mengerti bahwa pernikahan ini bukan di dasari atas Cinta namun sebuah keterpaksaan dari masing-masing pihak, tapi aku berjanji akan menjadi Istri yang berbakti pada Rendi walau ia bukan Pria yang aku cintai.
"Mulai detik ini, hari ini. Aku Khumaira Putri berjanji akan berbakti pada Suamiku, dan akan bersamanya di sisa hidup ku! " Sumpah ku dalam hati.
Namun sebaik apapun aku, dan bagaimana pun aku berusaha memperlakukan Rendi dengan baik, tetap saja aku bukanlah wanita yang ada dalam hatinya, ia hanya menganggap pernikahan ini hanya tertulis di atas kertas.
Dengan terang-terangan ia mengatakan bahwa ia menikahi ku sebab Renda yang memintanya, bukan atas keinginnya sendiri.
"Dengarkan aku baik-baik, Khumaira. Aku menikahi mu bukan karna Cinta tapi karna Renda yang memintanya, dan aku wajib menuruti wasiatnya. Kau cukup menjadi wanita baik, dan jangan sok mengurusi hidupku, paham?! " Ucapnya dengan nada ketus, dan dingin.
Jujur ucapannya bagaikan sebuah sembilu yang menusuk hati ini. Aku tak menyangka jika ia menikahi ku sebab wasiat dari Renda.
Aku hanya bisa menunduk, tanpa menjawab ucapannya, sungguh hatiku begitu sakit mendapati hal semacam ini. Mengapa ia begitu tega mengatakan hal ini? Tapi, aku percaya suatu saat nanti Tuhan akan menghadirkan sebuah cinta di antara kami berdua.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!