Gedung pencakar langit mewah sekaligus indah, dipenuhi dengan ukiran-ukiran kaligrafi dari setiap tembok, pintu serta pilar jumbo penyangga atap keemasan sehingga menjadikan bangunan terlihat begitu Kokoh nan indah untuk dipandang.
Halaman luas dengan nuansa kehijauan, membuat bangunan terasa alami dan nyaman untuk dihinggapi. Tidak lupa tepat di depan bangunan itu terdapat sebuah kolam renang penuh ikan koi, ditengah-tengah terdapat air mancur yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk membuat gadis yang terduduk di sisi kolam ikan itu bahagia, wanita muslim bermata biru yang indah.
Subha Alba Akthakarta, gadis ini merupakan gadis Sholehah dari Indonesia campuran Kazakhstan, berkat kesalehan yang ia miliki membuat Subha digandrungi banyak pria di kota ini. Subha selalu menutupi tubuhnya dengan kain panjang serta tebal, bahkan wajahnya pun tidak pernah rela ia perlihatkan kecuali dengan suaminya nanti.
Wajah Subha menunduk menikmati keindahan dari gerak-gerik ikan koi yang tengah berenang bebas didalam kolam. Sorot matanya sangat indah sehingga para ikan bukannya takut malah merasa aman. "Aku akan memberi kalian makan siang lagi besok, tapi dengan syarat kalian harus makan dan menyenangkan ku"
Bagai alunan merdu, suara Subha bagai sebuah musik yang menari-nari mengelilingi gendang telinga. Tak mau berlama-lama, Subha segera menengadahkan kepalanya keatas, menatap awan-awan yang hampir menghitam karena malam.
Drettt
Drett
Ponsel di tas kecil Subha berdering, membuat ia harus berhenti bermain ikan koi serta mengelap tangannya yang basah untuk mengambil ponselnya.
In call
"Assalamualaikum wahai kakak ku Alham yang begitu sangat kucintai" Subha menempelkan ponselnya di telinga.
"Walaikumsalam. Subha, pekerjaan kuliah mu sudah selesai? Hari sudah mulai petang, sebaiknya kau segera pulang. Apa perlu kakak menjemput dirimu?"
Subha mengamati pintu bangunan mewah yang merupakan sebuah masjid besar nan indah, dimana sudah banyak orang ingin masuk untuk menunaikan ibadah sholat, bahkan adzan sudah berkumandang memanggil dirinya.
"Aku ingin sholat Maghrib terlebih dahulu, kakak bisa menjemput diriku setelah sholat Maghrib ya"
"Begitu, baiklah nanti kakak akan beritahu Abi dan Umi. Setelah sholat Maghrib jangan coba-coba untuk keluar dari masjid, bahaya"
"Baiklah kakak, assalamualaikum "
"Walaikumsalam"
Subha segera menutup sambungan telponnya karena ia harus segera masuk untuk menunaikan ibadah sholat. Ia tidak mau jika telat menjadi makmum, membuat Subha segera berlari kecil sambil menyincing rendah roknya.
______
Jika Subha harus melakukan ibadah sholat Maghrib, berbeda dengan pria kekar serta kumis tipis mengelilingi dagu ini. Maghrib ataupun tidak, adzan ataupun nyanyian, menurutnya tidak ada bedanya. Pria Eropa yang tidak memiliki kepercayaan serta memilih hidup dengan penuh kebebasan ini merupakan pria konglomerat dari Italia.
Pria yang tidak memiliki kepercayaan itu mengamati sebuah Vidio pembunuhan berantai yang 3 hari lalu ia sebabkan. Matanya menyipit serta bibirnya menyungging membentuk senyuman.
"Perfect, Ead! Are you satisfied? Yess" pria itu memuji dirinya sendiri, siapa lagi? Pria itu hanya seorang diri di resto ini, tidak pernah ingin membiarkan orang manapun dapat satu ruangan dengannya.
Eadwarl Christoper Zolanda, pemilik julukan Dominic ini tidak memiliki etika dalam berbisnis serta melawan musuhnya, menjadikan kekerasan serta keangkuhan sebagai senjata utama.
Hari ini Ead baru saja sampai di Kazakhstan untuk melaksanakan sebuah misi pembunuhan, serta mencari sesuatu miliknya yang hilang. Untuk merayakan hari pertamanya di Kazakhstan, ia menikmati minuman beralkohol rendah disebuah resto dekat Masjid tempat dimana Subha sholat. Ia juga mendengar adzan, namun ia tidak begitu penasaran. Pikirnya, "itu keputusanmu menjadi muslim dan harus selalu mendengarnya. Untuk diriku, ini keputusanku untuk tidak memiliki agama, jika hidupku bersanding dengan mereka dan dengan terpaksa aku harus mendengarnya, juga konsekuensi ku untuk menerima"
dretttttt
Getaran ponsel Eadwarl berbunyi, menepis kesunyian yang ia timbulkan malam ini. Namun ia tidak cepat-cepat mengangkat, mungkin beberapa menit kemudian.
In call
"Hm" jawab Ead tidak mau lebih.
Sementara itu, pria yang baru saja menelpon Ead, pria pemilik tubuh tinggi agak kurusan baru saja melelehkan tembaga panas ke tangan pria yang terikat penuh noda darah di sekujur tubuhnya.
"Why"
"Harus aku apakan dia? Dominic"
"Hal mudah seperti ini kau perlu bertanya?"
"Ok"
Jlep
Setelah menelpon Ead untuk memastikan, ia sudah tidak memiliki basa-basi untuk mengambil nyawanya, begitu mudah dan cepat hingga tembaga panas itu melelehkan darah didalam perut pria itu.
____
Saat ini Keduanya berjalan diatas tanah yang sama, dibawah gedung yang sama, udara yang sama, malam yang sama, serta saling berdekatan. Namun kepercayaan merupakan dinding paling tebal diantara mereka.
"Cukup ucapkan syahadat kepadaku maka aku akan berjalan disampingmu"
"Are you sure"
...********...
...Hai. Perkenalkan aku Mela, dan teruntuk para reader bisa memanggilku Mel atau la, senyaman kalian aja... kalian nyaman, aku juga wkwkkw...
...Semoga kalian sehat dan diberi panjang umur, serta mendukung karya Mel....
...Terimakasih 🙏...
Ini karya keduaku! jika kalian pernah menjadi author pasti hal ini pernah kalian rasakan, dimana keinginan membuat cerita yang baru sangat ingin kalian lakukan. karangan ini juga masih amatiran, jadi mohon di komen dengan kalimat yang sopan untuk saling menjaga hati😘
Lautan awan berwarna biru seakan menyelimuti hunian mewah dengan halaman hijau yang penuh dengan rerumputan, serta pohon-pohon berbuah yang elok untuk dipandang. Gerbang megah menyambut jalan membentang menuju pintu bangunan, ada tangga berkelok menuju pintu depan, samping kanan tangga terdapat garasi mobil dan rumah berkayu untuk para pekerja wanita, disamping kiri terdapat ruangan penyimpanan bahan makanan.
Hunian berlantai dua itu nampak indah dari luar, namun tidak luput dari kesan pemilik muslim yang mereka tampilkan dari lukisan kaligrafi yang berada di atas pintu masuk. Saat pintu itu terbuka, kedua pasang akan langsung menampaki ruang tamu dengan sofa putih saling berpasangan serta meja kaca ditengah-tengah sofa itu nampak elegan dengan hiasan vas berisi bunga dari kaca.
Dinding putih bernuansa Arab dibelakang sofa itu menampilkan foto jumbo berisikan empat anggota keluarga yang nampak bahagia. Tidak lupa disetiap sisi foto tertata foto-foto kecil mulai dari wajah pria berjenggot tebal yang memiliki posisi paling tinggi di keluarga tersebut.
Pria berjenggot tebal itu bernama Rahman Akthakarta. Rahman memiliki posisi sebagai kepala di keluarganya, dan kepala majlis ta'lim di kota Almaty. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai kepala perusahaan dibeberapa cabang namun beliau memilih untuk mundur, diakibatkan usia yang sudah tidak muda lagi. Sebagai kepala majelis, bukan hal mudah untuk Rahman memangkunya, ia harus menjadi panutan untuk masyarakat disana, untuk itu seluruh anggota keluarganya harus memiliki etika yang baik supaya mereka tidak salah memilih Rahman sebagai panutan mereka.
Selain itu, beliau memiliki wanita yang mengiringi perjalanan karirnya dari nol sampai saat ini. Beliau adalah Riverlyn Alba Akthakarta, beliau ini merupakan ketua di biro umroh Almaty. Biro yang menangani keberangkatan jamaah haji dan umroh ketanah suci. Konon kata pekerja yang menjadi pelayan di kediamannya! Walaupun beliau ini sudah tua, namun kecantikan muda dari balik niqab itu tidak pernah sirna.
Saat ini keduanya baru saja kedatangan seorang tamu dari Oral. Rahman duduk di kursi berkapasitas satu orang dipaling ujung, sementara Riverlyn duduk didepan seorang tamu yang bernama Hasbi, namun ada sekat meja diantara keduanya.
Brukk
“silahkan dilihat Tuan Rahman dan Nyonya Riverlyn”
Ucap seorang wanita paruh baya dengan hijab hitam di kepala, ia baru saja duduk di ruang tamu sembari meletakkan beberapa tumpukan buku di atas meja milik keluarga Rahman.
Salah satu pelayan berpakaian syar'i itu datang membawakan nampan berisikan tiga cangkir teh lemon yang terasa hangat, terlihat asap putih melayang-layang diatas cangkir tersebut.
“ini minumannya!, silahkan.” ucap pelayan itu dengan berlutut disamping meja, memperlihatkan perilaku sopan kepada tamunya.
“ terima kasih! Semoga Allah SWT memberkahi keluarga anda dengan rezeki yang melimpah” Hasbi memberikan doa sebagai bentuk rasa terimakasihnya. Hasbi merupakan wanita tua pencari jodoh untuk para gadis-gadis dikota Almaty.
"Amin"
Ctak
Suara biji mete yang terlempar mengenai meja bundar berlapis kaca, membuat tiga pasang mata itu langsung mengarahkan matanya kearah dimana biji tersebut dilemparkan. Bagaimana bisa ada seseorang yang lancang mengganggu pembicaraan mereka.
“usahamu lumayan juga, Abi!.” goda seorang pria memakai setelan toxedo hitam dengan rambut terkuncir keatas. Putra pertama Rahman Akthakarta, Alham Alba Akthakarta yang tak lain adalah pewaris perusahaan keluarga Akthakarta. Beliau inilah yang meneruskan perusahaan Rahman, menjadikan dirinya sebagai pengusaha muda di Kazakhstan.
Pria tanpa bulu disekitar dagunya ini memang suka membuat gurauan, terlebih disaat kedua orang tuanya memilihkan jodoh untuk sang adik, padahal ia tahu jika tidak ada pria yang gadis itu sukai.
“ Alham, sopanlah sedikit” walaupun begitu Abi Rahman tetap tidak pernah menyukai cara Alham dalam menciptakan suasana hangat. Menurutnya, itu terlalu tidak sopan mengingat posisinya sebagai ketua majelis.
Namun, Alham tidak pernah mengindahkan nasihat Abi Rahman. “ memang benar, adikku yang cantik itu tidak akan menerima mereka. Jadi sia-sia saja"
“ALHAMM”
Geram Abi Rahman kepada Alham yang sedang mengunyah sisa-sisa biji mete ditangannya. walaupun Abi Rahman nampak serius dengan sorot mata tajam dan rahang tertutup bulu itu mengurat, itu tak cukup untuk membuat Alham takut.
Jika sudah seperti ini, sudah tugas seorang istri sekaligus ibu untuk melerai mereka berdua. "Abi... sabarlah, ada Nyonya Hasbi disini" Riverlyn mengusap lengan berisi dari suaminya, membuat Rahman menghela nafas tenang.
“kakak”
Baru saja seorang gadis dengan antusiasnya memanggil sambil berlari menuruni tangga untuk dapat memeluk kakaknya dengan erat. Wanita berdress panjang tanpa penutup di kepalanya itu nampak cantik dan mempesona memperlihatkan wajah polos dengan rambut hitam yang terurai panjang. Dia akan memperlihatkan wajahnya jika itu hanya tamu wanita.
Subha Alba Akthakarta merupakan putri kedua dari keluarga Akthakarta, wanita yang memiliki paras menawan dibalik kain hitam. Memiliki Kelopak mata yang indah, bulu mata yang lebat serta lentik, hidung mancung, pipi merah dan dagu yang tirus. Setiap tamu yang berkunjung kerumah Subha selalu disuguhkan dengan kecantikan dan kemolekan dari tubuh sang wanita.
Banyak pria yang kepingin menjadikan Subha sebagai istrinya tetapi ia selalu menolak, membiarkan dirinya terus menggadis saat usianya sudah menginjak 24 tahun. Karena apa? menurutnya, suaminya nanti harus seperti Abi Rahman dan Alham.
kembali ke topik.
Alham mengusap lembut rambut hitam milik Subha. Sesekali ia juga mengecup pipi merah milik adiknya. Begitu gemasnya Alham kepada adik semata wayangnya hingga pipinya harus menjadi korban. Dari kecil pria itu selalu saja menciumi pipi Subha yang tidak pernah berubah, masih tetap berisi dan kenyal.
Namun lagi-lagi, perilaku Alham tidak disukai oleh Abi Rahman. “Alham... berhenti mencium adikmu. Subha bukan anak kecil lagi.”
“ hem... dimataku Subha kecil tidak pernah berubah” Alham kembali membantah, membuat Rahman hampir pusing dengan perilaku putranya ini. Bahkan pria ini terus memeluk Subha, membuatnya sesak dan hampir kehabisan nafas.
“Abi... Subha tidak masalah. Abi tidak perlu khawatirkan Subha. kak Alham kan memang menyukai pipiku" bela Subha membuat Alham tersenyum bangga. Setidaknya Subha tidak marah saat pipinya sudah habis terkecup.
“Lihat... tidak apa-apa Abi, seharusnya kita bersyukur memiliki dua orang anak yang saling menyayangi dan mengasihi" Riverlyn kembali memberi nasihat dengan penuh kelembutan.
Saat suasana terasa kembali seperti semula. Istri Rahman itupun kembali berucap. "Sudah, kalian kalau main jangan disini. Ada tamu,"
Subha dan Alham terkekeh pelan, nyaris tidak terdengar. keduanya pun segera menjauh dari ruang tamu, tepatnya keduanya sedang bersenda gurau didekat jendela.
Umi Riverlyn tersenyum tipis saat melihat ketidaknyamanan yang muncul di wajah keriput nyonya Hasbi. “kami mohon maaf, semua itu sudah biasa dan itu hanya pertengkaran kecil”
"Tidak masalah, Nyonya" Hasbi terkekeh pelan setelah memperhatikan pertengkaran kecil antara anak dan ayah ini, seakan menciptakan keluarga harmonis dengan sedikit bumbu pertengkaran.
Ayah Rahman Kembali membalik lembar demi lembar halaman buku yang masih berada ditangan putihnya. Terpaksa membiarkan kedua anaknya saling bersenda gurau didekat jendela dengan tirai-tirai putih tergantung disana. Karena setelah itu subha akan dinikahkan, Alham harus merelakan adik tersayangnya pergi kerumah suaminya. Tak perduli Subha akan menerima atau menolak, keputusan Rahman sudah bulat.
“ Pria ini, bukankah dia pengusaha muda dari keluarga Renata?. Aku dengar jika keluarga mereka memiliki agama yang baik. Ayahnya seorang divisi pengelola keuangan di wilayah Alatau." Rahman memberikan satu lembar kertas berisi biodata seorang pria bernama Frederick Jian Renata kepada istrinya yang berada tak jauh dari duduknya.
"Benar Abi, pria ini terlihat baik dan cocok untuk Subha"
To be continued
Tidak bermaksud menghina atau menjelaskan pihak manapun, dimohon kerjasamanya.
.
Ini karya keduaku! jika kalian pernah menjadi author pasti hal ini pernah kalian rasakan, dimana keinginan membuat cerita yang baru sangat ingin kalian lakukan. karangan ini juga masih amatiran, jadi mohon di komen dengan kalimat yang sopan untuk saling menjaga hati😘
“Pria ini, bukankah dia pengusaha muda dari keluarga Renata?. Aku dengar jika keluarga mereka memiliki agama yang baik. Ayahnya seorang divisi pengelola keuangan di wilayah Alatau." Rahman memberikan satu lembar kertas berisi biodata seorang pria bernama Frederick Jian Renata kepada istrinya yang berada tak jauh dari duduknya.
"Benar Abi, pria ini terlihat baik dan cocok untuk Subha" Riverlyn tidak bisa melepas pandangannya dari foto yang sudah Rahman ulurkan, seakan magnet yang menarik perhatian. Riverlyn mengulurkan foto itu didepan Hasbi untuk ia dapat menilainya.
“Apa dia baik nyonya Hasbi?” tanya ayah Rahman menghisap putung rokok disebelah kanan tangannya.
“Menurutku mereka orang yang baik. Oh iya, mereka memang memiliki rencana untuk menjodohkan putranya dengan nona Subha. Syukurlah kalau Tuan Rahman sudah menyetujuinya, ini akan menjadi berita yang menyenangkan bagi mereka” jawab Hasbi dengan penuh senyuman tampak menggambarkan kebahagiaan.
"Kebetulan sekali ya, Abi." Riverlyn melukis senyum diwajahnya sementara Abi Rahman kembali membaca biodata keluarga Renata, supaya ia tidak melakukan kesalahan.
Sementara itu di dekat jendela dua orang pria dan wanita hanya tertawa saling gurau tanpa mau memperdulikan Abi dan Uminya di ruang tamu.
Memang! Jika menyangkut seorang pria yang dipilihkan kedua orang tuanya, subha hanya diam karena tidak pernah ditanya bagaimana pendapatnya. Subha hanya akan terus menolak dan menolak, semua pria yang dipilihkan kedua orang tuanya tidak pernah cocok bagi Subha.
Alham dan Subha masih saja bercanda, kadang kala mereka mencubit satu sama lain. Alham mencubit pipi Subha yang terlihat begitu kenyal namun tak besar “Wajah adikku ini tidak pernah berubah! Dari kecil sampai besar wajahmu tetap sama”
“Selalu cantik dan menggemaskan”
“Iya, cantik dan mengemaskan tapi harus ada yang memilikinya kan”
Subha tertawa seketika, menjadikan Alham bingung dengan respon dari adiknya. “itu sindiran ya kak”
“Iya, itu sindiran dan kali ini kau harus menerima tawaran Abi”
Subha memanyunkan bibirnya saat mendengar perintah tegas dari Alham. Membuat Alham gemas dan ingin menyentil bibir pink milik Subha. Namun saat Alham ingin melakukan aksinya, Subha lebih dulu menghindar lalu tertawa.
Alham memang tak suka dengan perjodohan ini, karena kesannya Subha seperti dipaksa. Ia mau Subha menerima perjodohan ini dengan ikhlas dan hati yang lapang.
“Subha, kemarilah,"
Subha langsung mengeratkan genggaman tangannya kepada Alham. Biasa! Dia baru saja meminta pertolongan kepada kakak semata wayangnya karena wanita ini harus mendengar bujukan dari Abi dan Uminya. Entahlah, hati kecilnya selalu menolak.
Alham yang melihat respon tak senang di wajah subha akhirnya membawa adiknya menemui Abi Rahman yang sudah menunggu bersama Umi Riverlyn dan bibi Hasbi di ruang tamu. Walaupun awalnya Subha menolak, ia sudah tidak bisa lakukan apapun untuk sekarang.
"Duduklah disini, sayang." pinta Umi Riverlyn saat melihat Subha sudah sampai di ruang tamu. Akhirnya Subha mau duduk disebelah kiri bersama Umi dan disamping kirinya ada tubuh kekar alham.
“Abi sudah pilihkan jodoh yang pas untukmu”
“ Subha-”
“Jangan terbiasa memotong ucapan orang tua" potong Abi Rahman menciutkan nyali Subha. Kalimat itu terdengar tegas dan bijaksana, hingga membuat Umi sekaligus Subha tidak berani membalas.
"Jangan memaksa Subha jika memang dia tidak menerimanya, yang paling terpenting bukanlah persetujuan Abi tapi Subha sendiri" Sela Alham memberanikan diri, karena apapun yang menyangkut Subha maka ia akan lakukan.
Namun saat Subha melihat respon dari Abi Rahman membuat dirinya takut. Kedua netra Abi Rahman yang sudah menajam dan mulutnya mengatup gemetaran, seakan bersiap untuk balasan yang akan segera datang, membuat Subha ingin mengalihkan keduanya.
“Oh iya, Subha ada janji sama bibi Reilin mau ke majelis bersama-sama. Disana ada acara, jadi bibi mengajak Subha. Boleh tidak, Abi... " lirih Subha meminta ijin saat suasana lagi panas-panasnya. Bibi Reilin merupakan kembaran dari Riverlyn, Umi Subha.
"Boleh"
Seketika bibir tipis Subha menyungging, membentuk sebuah senyuman yang nyata. Kedua netra bagai berlian itu nampak berbinar mengikuti respon dari otak Subha. Syukurlah, Abi Rahman selalu mengijinkan saat dirinya pergi ke majelis.
“Kalau begitu Subha pamit terlebih dahulu ya, Abi "
"Salamkan sayangku kepada bibi Reilin ya sayang" pinta Umi Riverlyn menahan tangan putrinya dan Subha mengiyakan.
"Mau kakak antar?" tanya Alham saat Subha hendak berdiri.
"Tidak usah kak, Subha naik taxi aja kesananya" tolak Subha membuat Alham hanya pasrah.
Subha segera mencium tangan Abi Rahman, Umi Riverlyn, Alham, dan Hasbi yang kebetulan masih disana. Setelah itu Subha menaiki tangga menuju kamar untuk berganti pakaian. Sementara itu, Alham memilih pergi keruang kerja saat sudah tidak ada adik kesayangannya, dan ketiga orang paruh baya itu masih setia bersama.
_____
3 hari yang lalu
Dor
Dor
Dor
Tiga kali timah panas keluar menembus dada pria yang berdiri diatas jurang. Mereka bertiga langsung tersungkur di atas tanah dengan udara panas disiang hari sebagai saksi kematian mereka.
“Akan kami apakan mereka semua? Dominic,” tanya salah satu bawahannya setelah mengecek tidak ada tanda-tanda kehidupan di ketiga pria tersebut.
“Kembalikan mereka ke asalnya, aku ingin lihat bagaimana reaksi mereka”
Ia menaikan setengah bibirnya memperlihatkan ketegasan dan kekejaman yang amat luar biasa. Sementara, perintah Eadwarl tidak pernah diragukan oleh banyak pengikutnya. Mereka selalu menuruti perintah atasannya apalagi mereka semua mengetahui bagaimana temperamental yang Eadwarl miliki. Ead akan tampak beda saat bersama Roy bawahan setianya.
Saat ini...
12:30
Siang hari ini terasa sangat panas, apalagi di kota Almaty penuh dengan gedung-gedung tinggi tanpa penghijauan. Almaty nampak menjadi kota gersang dengan debu berterbangan, namun kota ini memiliki penduduk yang dominan memilih untuk berjalan kaki dari pada naik kendaraan, karena penduduk disana memilih memanfaatkan serta mensyukuri pemberian tuhan dengan menggunakan kedua kakinya.
Perilaku tersebut menjadi suatu kebiasaan di kota Almaty. Dengan begitu, kedua pria yang empat hari baru di kota Almaty ini tidak pernah menggunakan kendaraan untuk bepergian. Keduanya memilih berjalan kaki sambil menikmati udara panas di siang hari.
"kita sudah seperti rakyat Almaty" pria agak kurusan itu mengomentari dirinya dan pria yang ada disebelahnya. Kedua pria itu memakai jaket denim serta sorban menutupi setengah wajah, seperti rakyat Almaty pada umumnya.
"Kau bisa diam tidak, Roy" pria ini hanya merespon datar sambil berjalan beriringan.
"Jika kulihat, kau keren juga memakai itu. Ead,"
"Itu pasti. Menurutku, kau terlihat sangat jelek. Wajah Eropa mu begitu kental, tidak cocok berada di Almaty." balas Eadwarl dengan wajah datar dan mata liar mengamati jalan.
Roy tidak menjawab, matanya mengamati segerombolan wanita memakai jubah hitam serta kain menutupi seluruh wajahnya, hanya menyisakan kedua mata mereka yang indah.
"Apa mereka tidak panas?"
"Siapa?"
"Wanita yang tidak terlihat disana"
To be continued
Tidak bermaksud menghina atau menjelekan pihak manapun, dimohon kerjasamanya.
.
Ini karya keduaku! jika kalian pernah menjadi author pasti hal ini pernah kalian rasakan, dimana keinginan membuat cerita yang baru sangat ingin kalian lakukan. karangan ini juga masih amatiran, jadi mohon di komen dengan kalimat yang sopan untuk saling menjaga hati😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!