NovelToon NovelToon

RAHIM PELUNAS HUTANG

BAB 1 : TARGET

Brakh …!!!

Pintu sebuah rumah di dobrak paksa oleh sekawanan lelaki berbadan tegap dan berpakaian serba hitam.

Di wajah orang-orang itu terpias amarah, mereka terlihat kasar dan bengis.

Sontak salah satu rumah yang terletak di sebuah komplekan sederhana itu menjadi sedikit riuh oleh kehadiran mereka, apalagi antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat dekat berjajar dan juga berhadapan.

Suasana siang itu memang sepi sebelumnya, sebab itu masih pukul 2 siang. Dimana orang-orang masih sibuk dengan aktivitas di luar rumah juga sebagian sedang mengendorkan tulang belulangnya, setelah setengah hari berkutat dengan rutinitas masing-masing.

“Mana sibrengsek Dandy…!! dengan pertanyaan tiba-tiba dan langsung menyergap tubuh kecil yang baru keluar dari kamarnya, bahkan dengan pakaian yang terbuka satu kancingnya, menampakan garsi belahan dadanya yang masih cukup padat.

“Siapa kalian …?” Gisel keluar dari kamarnya, wajahnya merah padam karena terkejut dan tegang karena mendapatkan perlakuan sedemikian di tengah hari bolong seperti ini. 

“Jangan banyak tanya. Berisaplah jadi gembel karena hutang suami anda, tak bisa di tolerir lagi.” Bentak si keriting pada Gisel. 

“Apaaa …? Hutang …!!!” Gisel terperangah, melotot dan bingung, berusaha mencerna apa yang di dengarnya itu di antara rasa gugup dan takut yang melanda dirinya.

Masa kan Dandy suaminya, yang sudah menemani siang malamnya kurang lebih 5 tahun bahkan rumah tangga mereka sudah di karuniai anak berusia 4 tahun. Tiba-tiba di katakan memiliki hutang. Bahkan rumah mereka pun sudah di jual suaminya. Bukankah Dandy selama ini terlihat seperti suami baik dan wajar layaknya suami pada umumnya saja.

“Kamu hanya punya waktu 24 jam, untuk melunasi semua hutang Dandy.” Kini tubuh Gisel di ringsek ke dinding. Bahkan di lehernya sudah di letakkan pisau lipat. Jika tubuh mungil itu bergerak sedikit. Sudah pasti lehernya sudah akan tertusuk benda tajam terserbut.

Gisel berusaha tenang, agar pisau lipat tadi tidak mengenai permukaan kulitnya. Sementara yang lainnya sudah sibuk mengikat dua tangan dan kaki Gisel dengan erat. Mengekang semua pergerakkan wanita lemah tak berdaya di hadapan mereka.

“Pergi …!!! Pergi kalian !!!”  Saya tidak ada urusan dengan hutang Dandy.” Lawannya dengan kalimat. Hanya dengan kalimat yang hanya di dengar untuk di tertawakan oleh para penagih hutang tersebut.

“Bayar atau mati …?” Ancam pria berkulit paling hitam menindih tubuh kecil itu makin membuatnya terhimpit.

Cuuuh … 

Ketika tangan dan kaki Gisel sudah tidak bisa ia manfaatkan untuk berontak. Maka satu-satunya senjata yang ia miliki hanya lah air liur.  Tanpa pikir panjang Gisel meludahi wajah sangar di depannya.

Pria hitam berambut keriting tadi tak terima dengan perlakuan Gisel. 

“Beraninya kau …?” Si keriting hitam itu membuat garis kecil dengan pisau di leher Gisel, hingga mengeluarkan darah.

“Sakit … Perih …?” tanyanya konyol.  Bagaimana itu tidak sakit, jika ia sudah berhasil meluakai leher Gisel.

“Mama …” Suara khas anak kecil baru bangun tidur terdengar. Gavy berlari dan heran melihat ibunya yang di terikat tali pada  kaki dan tangannya.

“Gavy … masuk kamar, Nak.” Perintah Gisel yang khawatir akan keselamatan anaknya yang masih balita.

“Jackpot.” Lelaki berkulit hitam tadi berdiri tak lagi meringsek Gisel. Lalu meraih tubuh balita yang baru keluar kamar, dengan tatapan heran tak mengerti akan adegan yang ia lihat di depan matanya. 

 “Kami ingatkan …!!! Dalam 24 jam uang 300 juta harus kamu dapatkan. Jika tidak … ??? Nyawa anakmu jadi taruhan.” 

 “Mama …”  Tangis Gavy pilu, penuh ketakutan. Ia berusaha meronta ingin di lepaskan. Tapi percuma. Kini salah satu dari mereka sudah membawanya masuk mobil.

“Hubungi kami jika uangnya sudah siap.” Dengan melempar secarik kertas berisi nomor kontak yang bisa Gisel hubungi. Para penagih hutangitu pun pergi.

Gisel sudah berhasil melepaskan diri, luka di lehernya pun sudah ia obati. Dengan sejuta rasa dan pikiran, akhirnya ia memutuskan untuk menjual dirinya saja sebagai jalan pintas untuk mendapatkan uang 300 juta dalam semalam.

Ya … di sinilah Gisel berada sekarang. Di depan pintu gedung yang didalamnya adalah ruang berisik dengan lampu kerlap-kerlip. Segala jenis lowongan pekerjaan ada di sana, dari yang halal sampai yang haram semua ada di club malam itu.

Pakaian Gisel minim bahan. Bagian lengannya hanya tertutup sedikit, sedangkan lehernya di biarkan terbuka, walau masih dengan plester yang menempel di sana. Bagian leher bajunya di biarkan sengaja di buat melorot agar cetakan garis dadanya terlihat dengan jelas. Highhell dan riasan agak  tebal Gisel tunjukkan pada penampilannya malam ini. Ia harus berjuang demi melunasi hutang dan menyelamatkan anaknya Gavy.

Brukh …

Tubuh Gisel jatuh terjeremba, di tabrak seseorang dari belakang. Setelah beberapa menit sempat bingung. Apakah ia berani masuk atau tidak, ke dalam sana. Sesaat linglung, sambil menghirup aroma parfume khas maskulin dari pria yang membuatnya terjatuh tadi.

“Maaf .” Ucap Pria itu berbicara datar tanpa menoleh sedikitpun pada Gisel kemudian berlalu untuk masuk club, yang bahkan tidak berusaha menolong Gisel untuk bangkit.

“Tunggu …” Gisel bangkit dan mengejar pria yang tak ia kenal tadi. Hati kecilnya berkata jika yang menabraknya tadi bukan orang biasa. Bahkan bagian tubuh Gisel yang sempat ia tabrakpun, masih tersisa wangi parfumnya. Jelas ia bukan pria biasa. 

“Kamu mengikuti aku …?” tanya pria tadi dengan suara keras, mencoba melawan suara riuh rendah yang tercipta dalam Club malam itu.

“Ya … saya minta pertanggung jawaban anda, Tuan. Sebab telah membuat saya terjatuh tadi.” Dengan angkuhnya Gisel memberanikan diri ingin membuat perhitungan dengan pria yang mungkin hanya tidak sengaja menabraknya bahkan tidak sakit parah.

“Sana … bawa pulang !!!” Pria itu melempari beberapa uang merah mengenai wajah Gisel.

Sontak Gisel terpukau, sedikit tersinggung sebab uang itu sebagian mengenai wajahnya. Namun, ia kesampingkan rasa kesalnya, sebab tujuannya datang ke tempat ini memang untuk mencari uang. Hanya bukan beberapa lembar. Melainkan beberapa gepok.

“Saya tidak bisa pulang jika hanya membawa beberapa lembar uangmu, Tuan. Saya ingin lebih banyak dari ini.” Dengan gesit, Gisel sudah mendudukan tubuh mungilnya di atas pangkuan Pria yang sama sekali tak ia kenal. Dalam pikirannya yang ia tau, pria ini adalah pria kaya. Yang mungkin dapat membantunya mengurangi beban dan masalah hidupnya. Ini targetnya.

“Enyahnyalah, kamu bukan tipeku.” Usir pria tadi dengan suara penuh tekanan.

“Aku bisa menjadi tipemu, Tuan. Dan aku pasti bisa menjadi apapun seperti yang kamu mau.” Bibir Gisel sudah berani menyusuri telinga hingga leher pria yang masih tak bergeming itu.

Bersambung …

Hallo readers ...

Terima kasih sudah berkenan mampir. Jangan lupa jadikan Favorit ya. Agar tidak terlewat kelanjutan kisah ini.

Terima Kasih 🙏

Happy reading 😘

BAB 2 : PERJANJIAN

Jangan tanya di mana akal sehat Gisel sekarang. Ia kini bahkan sudah menanggalkan semua harga dirinya demi uang. Dengan Dandy, suaminya sekalipun tak pernah Gisel bertingkah sebinal itu. Tapi, lihatlah kini. Ia yang lebih dahulu mengancam jiwa kelelakian seorang pria tak di kenal tersebut. Keperawanan jelas tak punya, sebab ia adalah ibu beranak satu. Menjaga marwah sebagai istri …? Baginya sudah tak perlu, sebab suaminya sendiri yang membuatnya kini berada di lembah dosa ini.

Buah jakun pria yang sempat menenggak minuman beralkohol tadi naik turun. Ia pria normal, bagaimana bisa menahan hasarat yang sukses membawanya hampir hilang kendali. Saat daun telinganya sudah lembab, akibat ulah nakal Gisel. Oh … tangan kecil itu pun sudah berpendar ke bawah bawah menuju pangkal pahanya. 

 “Aku Gisel … dan aku siap melayani anda, Tuan.” Gisel mengukir lukisan abstrak dengan telunjuknya di dada bidang kotak-kotak nan atletis pada pria yang kini berhasil di dudukinya.

Pria itu tak bergeming, seolah kuat menahan gejolak yang mulai berlonjak-lonjak ingin meminta di perlakukan lebih. Namun tetap saja, menengak minuman yang sedari tadi sudah Gisel sodorkan untuknya. 

Ini adalah pengalaman pertama Gisel, tentu saja ia sangat amatir, segala bahasa tubuhnya dapat di baca si pria. Jika wanita di atas pahanya ini, hanya sedang berusaha menggodanya dengan cara lumrah.

Gisel menarik tangan pria yang di dudukinya tadi. Mengantar jari  jemari tadi pada bagian tubuhnya agar, pria itu tertarik padanya. Agar seimbang dengan gerakan nakal jemari mungil Gisel yang sudah nyasar kemana-mana pada tubuh pria yang bahkan belum ia kenal siapa.

“Apa yang kamu inginkan …?” pertanyaan yang sejak tadi ingin di dengar oleh Gisel.

“Uang, Tuan. Saya butuh uang.” Tegas Gisel tanpa ragu. Dan ikut minum pada gelas yang sama milik pria tak di kenalnya tersebut.

“Berapa yang kamu butuhkan …?”

“300 juta.” Spontan Gisel menyebutkan nominalnya.

“Hah … itu jumlah yang banyak.” Jawab pria itu membentuk senyum sinis. Sadar, jika wanita di atas pahanya ini. Mungkin adalah wanita gila.

“Tidak seberapa, Tuan. Sebab setelahnya saya siap menjadi budak anda.” 

Pria itu menatap intens wanita yang terlihat sudah mulai mabuk. Entah karena minuman atau memang sejak datang memiliki beban berat. Pria itu bukan tak bisa berpikir jernih. Tetapi tingkah yang wanita ini lakukan pada bagian tubuhnya, sungguh mulai menyiksa beberapa bagian tubuhnya. Dan itu hanya bisa di selesaikan dengan penyaluran yang sesungguhnya.

“Kamu yakin akan mau jadi budakku?”

“Apapun yang kamu minta, Tuan.” Tegas Gisel yang bahkan sudah meraih tengkuk si pria untuk ia isap bibirnya, menyerang dengan lidah lincahnya, mengabsen deretan gigi yang tersusun rapi dalam rongga mulutnya. Bahkan Gisel memaksa dan mengarahkan agar tangan kekar pria itu merem as dada padat berisinya. Membangun kemistry agar usahanya tak sia-sia dan berhenti di sini.

Pria tak jauh dari kucing yang di sodorkan ayam goreng di depan hidungnya. Tak mungkin bisa melewatkan kesempatan, walaupun itu bukan miliknya. Iman sudah lama mati, imun pun sedang dalam kondisi sehat. Degub jantungnya berirama lebih cepat, rasa penasaran ingin mencicipi tubuh yang sejak tadi menantangnya pun bangkit.

“Ikut aku.” Pria itu berdiri dan tak melepas tangan mungil di sisi kirinya. Melangkah dengan jejak langkah lebar dan terkesan terburu-buru. Menbawa Gisel keluar dari ruang berisik, berlampu warna warni tadi.

Nyali Gisel sesungguhnya ciut. Tak pernah ada dalam benaknya sekalipun melakukan tindakan seperti tadi. Tapi apa hendak di kata, ia sudah tercebur. Bukankah ia sebaiknya ia mandi saja sekalian?

Dengan bayangan tanda tanya besar namun tak berani bertanya, Gisel memilih diam selama di perjalanan. Ia  membiarkan pria tadi fokus menyetir mobil mewahnya ke arah mana saja, yang pria itu inginkan. Seandainya pria itu orang jahat sekalipun, Gisel pasrah. Jika nyawanya pun harus melayang di tangan pria ini. Dan berharap akan bertemu Gavy, anaknya di keabadian. Sebab ia tak kunjung datang membawa uang tebusan.

Gisel memindai dengan cermat dengan otak yang masih bisa berpikir waras. Manyusuri bangunan tingkat 20. Dan kini mereka terarah ke puncak itu, terlihat dari angka yang di tekan oleh pria yang masih tak ia tau namanya.

Satu pintu terbuka, interior ruangan super mewah terpampang di netranya. Tata letak furtinure di dalamnya menggambarkan jelas. Mungkin ini yang orang katakan room presidential suite.

“Kamu ingin menjadi budakku … ?” tanya pria itu berdiri di hadapan Gisel.

“Ya … apapun yang Tuan perintahkan akan saya lakukan, asalkan dapat 300 juta.” Jawab Gisel yang baru saja menenangkan hatinya yang sungguh masih sangat kagum dengan kemewahan tempatnya kini berada.

“Bagaiman jika aku ingin seorang anak darimu …?” tanya pria itu terdengar menguji.

“Itu mudah, asalkan Tuan bersedia bekerja sama dalam pembuatannya.” Hah … Gisel lagi lagi menyerang tubuh pria tampan di depannya itu. Tak sulit baginya untuk menyanggupi permintaan lelaki itu. Bukankah ia sudah berniat sejak awal untuk menjual dirinya demi uang.

“Romeo. Namaku Romeo Subagia. Kurasa kita harus membuat suatu kesepakatan sebelumnya.” Lelaki itu penuh perhitungan. Walau pikirannya sudah tercampur alkohol, tapi tak berarti ia tak bisa berpikiran jernih.

“Baiklah. Apa saja syaratnya?” Gisel menunda percumbuannya. Kemudian beralih untuk mengambil ponselnya. Mencari aplikasi perekaman audio. Lalu menyodorkan ke depan pria yang baru ia ketahu namanya Romeo itu.

“Aku bahkan akan memberimu 1 M. Dan malam ini kamu berhak atas uang 100 juta sebagai DP. Setelah garis dua kamu mendapatkan 400 juta. Lalu sisanya, akan kamu terima pasca melahirkan. Tepat di saat kamu menyerahkan anak itu, untuk menjadi milikku sepenuihnya.”

“Tidak buruk. Hanya … 100 juta untuk satu malam ini, terlalu sedikit !" Ungkap Gisel agak sombong.

“Nanti akan ku tambah, tergantung bagaimana pelayananmu malam ini padaku.”

“Baiklah … ada lagi?”

“Ya … aku akan berhenti menggaulimu setelah di nyatakan positif hamil. Dan jika dalam 3 bulan kamu tak berhasil hamil. Kamu harus mengembalikan semua uang yang ku keluarkan untukmu.” Mendengar itu, ada rasa getir dalam hati Gisel. Menelan salivanya sendiri, tiba-tiba bergidik ngeri. Apakah langkahnya salah lagi, bermaksud mengurangi hutang, kini  ia justru membuka peluang untuk hutang yang baru lagi, jika sampai ia tidak bisa hamil untuk Romeo.

“Oke deal.” Gisel menghalau rasa cemasnya, tetap percaya diri akan kemampuan rahim suburnya. Bukankah Dandy hanya butuh waktu satu bulan dalam hal memberikannya keturuanan.

Romeo mengangguk setuju.

“Bisa kamu ulang dengan lebih jelas dan lugas. Kita akan melakukan perekaman perjanjian agar tak saling menyalahkan di kemudian hari.” Tawar Gisel bersiap dengan icon merah pada ponselnya.

“Saya Romeo Subagia, bersedia memberikan uang sebesar 1 Milyard. Kepada …” Ucapannya terhenti sementara audio pada gawai Gisel terus bekerja.

“Gisel … namaku Gisel.” Sambungnya masih memegangi ponselnya ke arah Romeo.

“Saya Romeo Subagia, akan memberikan uang sebesar 1 Milyard kepada Gisel. Jika berhasil melahirkan seorang anak untukku. Dan setelah melahirkan. Gisel wajib pergi dari kehidupan saya, dan menyerahkan anak tersebut untuk menjadi anak kandung, yang akan saya pelihara dan didik bersama istri saya tercinta.” Dengan tegas dan pasti Romeo berhasil membuat sebuah pernyataan pada Gisel.

“Saya Gisel Maryam. Menyetujui dengan semua kesepakatan yang di buat malam ini. Dan bersedia menanggung semua akibat dan konsekuensi yang timbul jika melakukan pelanggaran dalam perjanjian ini.”

Bersambung …

Jangan hanya di baca, tapi jadikan Fav yah.

Biar Author makin semangat melanjutkannya🙏

Makasiiih😘

BAB 3 : BONUS

Masih di dalam ruangan presidential suite. Tempat di mana Romeo dan Gisel membuat suatu kesepakatan yang entah akan menguntungkan pihak mana. Gisel bahkan sudah tak perduli, jika Romeo hanya akan menipunya. Sekedar mengiming-iminginya dengan uang 100 juta malam ini. Gisel sudah tak memiliki akal sehat.

Romeo masih berpakaian rapi, awalnya. Duduk berselonjor di atas sebuah sofa empuk dalam ruangan bersuhu sejuk di dalam sana. Sementara Gisel sudah memulai lagi aksinya. Sebagai wanita yang tengah menjual dirinya. Melakukan hubungan intim bukanlah yang pertama bagi seorang Gisel, sebab ia adalah seorang wanita bersuami. Tapi, melakukannya dengan pria asing yang tak memiliki ikatan apapun dengannya, ini tentu yang pertama kalinya. Bahkan terpaksa.

“Lakukan pekerjaanmu dengan benar.” Perintah Romeo seolah tak memiliki hasrat pada wanita yang sejak tadi berusaha menggodanya. Dengan tangan, dengan mulut, lidah dan dengan organ apapun yang tubuhnya miliki, ia kerahkan untuk bekerja dengan maksimal.

“Tuan tenang saja. Sudah ku katakan, aku akan melayanimu dengan luar biasa. Aku tidak hanya akan memberimu seorang anak. Tapi aku akan membuatmu tidak pernah ingin berhenti, bahkan candu untuk selalu melakukannya denganku.” Suara itu terdengar menantang, Gisel berlagak seperti loonte senior. Seolah dia pemain kelas kakap. Yang memiliki jam terbang tinggi.

Pakaian Romeo sudah tanggal. Berserak di lantai marmer dalam ruangan tersebut. Celananya sudah tidak pada tempat seharusnya. Gisel totalitas. Jika tadi mulutnya merajia deretan gigi Romeo. Tapi tidak dengan sekarang.

Posisi Gisel sudah berlutut di depan kaki Romeo yang terbuka sempurna. Dan kepalanya sedang sibuk dengan gerakan maju mundur di depan bagian sensitif Romeo. Gisel bagai pekerja seeks komersial sungguhan. Yang memanjakan lawan mainnya dengan maksimal. Lagi, bahkan itu adalah pengalaman pertama baginya. Dandy suaminya tak pernah ia layani sedemikian rupa. Ini semata-mata hanya demi uang. Apapun akan ia lakukan.

“Aaaaah … kamu membuatku ingin keluar.” Desis Romeo tak tahan. Akhirnya memilih menggendong Gisel dan melempar tubuh mungil itu ke atas kasur empuk beralas warna putih bersih, tujuh langkah dari sofa yang ia duduki tadi.

“Eeemmhh …” Gisel pun tak bisa menahan erangan manjanya. Saat tubuhya sudah tak terhalang apapun, akibat kecepatan supersonic tangan Romeo yang sudah melucutinya pakaiannya.

Romeo segera menyerang semua titik sensitive Gisel yang berada di bawahnya. Bayangan Manda mendadak sirna, ia sudah tak sadar jika wanita di bawahnya itu bukalah istri sahnya. Gisel sudah berkabut, dalam otaknya hanya ada tumpukan uang. Merespon semua permainan yang Romeo berikan untuknya adalah jalan tercepat agar ia dapat segera hamil bukan?

Gisel hampir kehilangan oksigen, ketika Romeo menyesap bibirnya lama, hampir tak berjeda, juga dalam. Sementara tangannya sudah begitu liar, memainkan mute kecil di bawah sana. Licin dan lembab. Itulah keadaan di bawah sana. Bagian terpenting muara kenikmatan, portal terakhir menuju rahim yang harus segera di siram dengan bibit premium milik Romeo.

“Bersiaplah, kita akan ke tahap selanjutnya … aku tidak akan menyia-yiakan bibit premiumku setitikpun tumpah di luar.” Ucap Romeo dengan suara serak, menahan hasrat yang sudah hampir pecah membuncah.

“Aaaahh … aku siaap. Aku sangat siap, Tuan Romeo.” Jawab Gisel seadanya, sebab tak kuasa pula ia menahan gejolak yang membuatnya kalap. Benda ini asing baginya. Ia sudah merasakan dua batang dari orang yang berbeda. Ia dapat membedakan rasa dan ukurannya.

Milik Romeo sungguh menyiksanya. Ini benar-benar pengalaman baru bagi Gisel. Di tekan dengan gerakan maju, mundur, kuat dan keras. Ini sungguh sakit dan nikmat yang dapat ia rasakan secara bersamaan. Ajaib bukan …? Bagian intinya sungguh terasa kepenuhan menerima tumbukan berkali-kali itu.

“Aaaccch … Tuan. Kamu membuatku ingin keluar. Aaaaauuu … milikmu besar sekali.” Gisel tak kuasa menahan yang ia rasakan. Ia tak hanya mende sah, tapi juga meracau. Terus memuji akan kekuatan yang luar biasa di rasakannya.

“Hah … hanya karena sarang mu ini yang kekecilan. Membuat milikkiu terasa sesak di dalamnya.” Romeo tak sanggup berbohong. Ia pun merasakaan hal yang sama. Seolah terjepit pada otot yang terasa mengisap-isap miliknya di dalam sana, tak jauh beda dengan keahlian mulut atas saat memblow up miliknya tadi.

“Aaaahhhkk …” Tanpa aba-aba, suara itu bahkan terdengaar bersamaan. Menandakan keduanya sampai puncak dalam detik yang sama.

Romeo mundur ingin memberi jarak, merenggangkan miliknya yang masih menempel masuk di dalam inti tubuhnya. Tapi tangan Gisel menahan bok0ngnya.

“Tunggulah beberapa menit. Agar cairan itu sungguh sampai pada tempat seharusnya ia singgah.” Pinta Gisel yang sudah bersimbah peluh. Dengan senyum puas nan menawan. Romeo tak melawan.  Ia bagai batu di atas tubuh Gisel, mengikuti permintaan wanita yang bahkan baru ia kenal beberapa jam yang lalu.

Konyol.

Itu kata-kata yang terlintas dalam pikiran Romeo. Saat Gisel sudah mengijinkannya mencabut benda jumbo yang mungkin nanti akan menjadi benda kesayangan Gisel karena kamampuan, ukuran dan kenikmatan rasanya.

“200 juta. Aku akan minta orangku menyiapkan uang cash untukmu.” Ucap Romeo sambil beranjak ke toilet di hotel itu untuk membersihkan tubuhnya. Bukan hanya Gisel yang bersimbah peluh, Romeo tak menampik jika pelayanan yang Gisel persembahkan untuknya itu luar biasa. Gisel cukup liar, cukup apik membalas semua gerakan maju mundur hingga tubuh keduanya melengkung dan menindih dengan sangat erat.

“Sialan … bahkan di tubuhku tidak hanya satu ia buat merah.” Ucap Romeo saat berdiri di depan cermin. Ya … Gisel sungguh telah membuatnya larut, tenggelam dalam godaan yang membuatnya lupa diri. Manda mana pernah mau melayaninya bak seolah raja. Sebab, Manda adalah ratunya. Manda yang harus di puaskan, tak peduli suaminya itu terpuaskan atau tidak.

Gisel mengikuti Romeo ke dalam toilet, mendapati pria itu sedang menenangkan diri dalam bath up. Sudah tak ada urat malu Gisel, entah ia menganggap Romeo itu sebagai tuannya atau apa? Dengan tubuh yang masih tak mengenakan sehelai benang pun. Dengan cueknya ia menimpa tubuh Romeo yang terlentang dalam bak besar itu. Dengan posisi merayap di atas tubuh atletis yang juga masih tak berpakiaan di dalam sana.

“Hey … apa yang kamu lakukan?” tanya Romeo agak terkejut, sebab ia memang sambil memejamkan mata saat berada di dalam bak besar tersebut.

“Aku hanya ingin memberimu bonus. Sebab uang yang kamu berikan juga lebih dari yang kau janjikan tadi untukku.” Gisel menempel bagai bunglon di pohon. Lagi menyesap leher putih pria yang jelas bukan suaminya tersebut. Gairah binalnya kembali datang. Tubuhnya masih meminta untuk di siksa dan di timpa lagi dan lagi oleh lelaki bernama Romeo Subagia.

Bersambung …

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!