NovelToon NovelToon

MENIKAHI Mr. Arrogan

Bab 1 - Mari kita menikah

"Mari kita menikah!"

Kata itu meluncur bebas begitu saja di bibir Hana. Memutuskan menikah seolah seperti sedang memutuskan menerima kontrak kerja.

Hana adalah gadis cantik, model dengan tubuh sempurna nyaris tanpa cacat, hidung mancung, body goal dan senyum memikat terlebih ada lesung di kedua pipinya semakin membuat siapapun kaum adam akan terpesona.

Termasuk Kenaan Atharis.

"Kau gila," maki Kenaan menggeleng-gelengkan kepala, ia terheran dengan Hana yang bisa memutuskan hal sesakral itu dengan mudah tanpa pikir panjang.

"Gila? Kau yang gila, aku sudah memikirkan hal ini baik-baik. Jika kita menikah, bukankah akan menjadi hubungan simbiosis mutualisme? Kau tak perlu menyewa wanita-wanita itu lagi dan aku mendapatkan status untuk membungkam keluargaku." Hana menatap Kenaan lekat. Meski sebenarnya, bukan itu alasan Hana mengajak Kenaan menikah.

"Aku tidak pernah melakukan apapun dengan wanita-wanita malam itu, aku hanya menolong kemalangan mereka yang menjual diri demi sesuap nasi!" tekan Kenaan dengan sorot mata tajam.

Hana mencibir, kemudian bersedekap dada. Suasana caffe yang sepi di lantai dua membuat mereka lebih leluasa berbicara.

"Kucing mana yang mau menyia-nyiakan ikan di depan mata! Apa kau pikir aku bodoh, sampai tidak bisa memahami situasimu? Atau kau berfikir aku wanita polos, yang tidak tahu apapun yang dilakukan sepasang pria dan wanita di dalam apartemen atau kamar. Hey, kau melupakan sesuatu kalau apartemen kita bersebelahan," cibir Hana.

Kenaan menghela napas, apa yang Hana tuduhkan memang benar adanya. Kenaan menyadari jikalau dirinya hanyalah seorang ba jingan yang keluar masuk apartemen dengan beberapa wanita. Sementara yang Kenaan tahu, Hana adalah gadis nakal yang membuka pintu apartemennya lebar-lebar untuk kekasihnya, Arka. Namun, sampai sekarang masih belum mengerti kenapa Hana justru mengajaknya menikah?

"Kenapa harus aku? Kenapa bukan Arka? Pria yang hampir tiap hari menikmati tubuhmu?" tanya Kenaan dengan nada penekanan di tiap kalimatnya.

"Ya, mau bagaimana lagi. Junior Arka akhir-akhir ini tak bereaksi! Jadi aku pikir tak ada salahnya jika mencari pria lain," jawab Hana dengan santai.

Kenaan menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Hana bisa diibaratkan seorang player yang ketika bosan bermain akan membuang mainannya begitu saja? Pikir Kenaan.

"Hana, kau wanita kejam yang pernah aku kenal!" maki Kenaan tak kuasa membendung emosi. Sebagai lelaki, ia menempatkan dirinya di posisi Arka, bagaimana jika Kenaan berada di posisi itu? Dibuang setelah bosan? Memikirkannya membuat kepala yang tadinya dingin kembali berdenyut.

"Ayolah, kita sama-sama butuh! Kamu juga akan tau dengan sendirinya bahwa Arka sudah bosan bermain denganku! Kau tau, baginya aku sangat-sangat membosankan!" Hana menegakkan wajahnya, berusaha bersikap biasa dan menekan rasa nyeri sedalam-dalamnya.

"Baiklah! Tapi ingat, hanya sebatas simbiosis mutualisme! Bukan cinta," ujar Kenaan.

Hana mengangguk dengan sombong, "ya, tentu saja! Apa kamu pikir aku akan jatuh cinta dengan cassanova sepertimu?" Nada Hana sudah tak setinggi tadi. Semakin Kenaan perhatikan, mulai terlihat ada gurat kesedihan dibalik wajah cantiknya.

"Kalau begitu, aku akan pergi. Aku akan mengurus semuanya," ujar Kenaan yang hanya mendapat anggukan kepala oleh Hana.

Kenaan benar-benar meninggalkannya. Setelah memastikan laki-laki itu pergi, Hana merogoh ponsel yang ada di dalam tas lalu menghubungi seseorang.

"Hallo, Tante! Aku sudah membujuk Kenaan? Jadi apakah hutang orang tuaku bisa lunas? Tante sudah janji bukan?" tanya Hana di sambungan telepon.

"Tentu saja, tapi semua itu bisa dianggap lunas setelah kamu benar-benar bisa menikah dengan Kenaan."

"Hm, baiklah!"

Hana menutup telepon, berdecak kesal meratapi hidupnya yang mengenaskan. Ayahnya sakit-sakitan karena hutang, sedang sang Ibu? Ibu tirinya terus menerus menekan agar ia menikah dengan laki-laki kaya.

Disaat yang sama, Mamanya Kenaan memberi pilihan terkait hutang-hutang ayahnya.

Situasi itu yang membuatnya jengah pulang ke rumah dan memilih tinggal di apartemen.

****

Sore sedikit mendung, Hana hanya bisa meratapi nasib di apartemen saat managernya memberi kabar pemutusan kontrak. Beberapa potretnya bersama Arka mencuat ke media membuat reputasinya langsung hancur. Tapi, bukankah sah-sah saja, Arka adalah kekasihnya. Orang yang selalu ada untuknya selama ini.

"Sayang, aku datang!" ujar Arka menyelonong masuk dengan membawa beberapa paperbag berlogo brand ternama.

Hana tak bereaksi, ia asyik menikmati wine-nya di balkon kamar sambil menatap padatnya jalan kota di bawah sana.

Arka tersenyum melihat sang kekasih. Menghampiri dan langsung memeluknya dari belakang, punggung putih yang terekpos membuat Arka mendaratkan kecupan-kecupan kecil disana.

"Kenapa memakai baju seksi?" tanya Arka tanpa mengindahkan tangannya.

"Tak apa, hanya ingin." Hana membalikkan badannya, lalu mencium bibir tipis milik Arka sekilas.

Matanya melirik, ada Kenaan di sebelah yang diam-diam memperhatikan interaksinya dan Arka.

"Masuklah, sudah hampir gelap! Aku akan memanjakanmu di dalam," bisik Arka.

Hana tersenyum tipis, lalu mengalungkan tangannya di leher Arka setelah meletakkan gelas wine-nya di atas meja.

Dengan sigap Arka menggendong tubuh seksi Hana dan membawanya masuk ke dalam.

Melihat Hana dan Arka membuat emosi Kenaan hampir meledak, tangannya terkepal erat lalu masuk ke dalam.

"Breng sek! Kenapa hanya dengan melihat punggung mulus Hana juniorku langsung berdiri," kesal Kenaan. Ia memutuskan masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin.

Satu jam lebih, dan Kenaan merasa tersiksa.

"Si alan kau, Hana! Mengajakku menikah tapi kau masih membiarkan laki-laki lain menikmati tubuhmu," gerutu Kenaan tak terima.

Kenaan meluapkan emosinya, memukul dinding kamar mandi hingga tangannya perih. Darah segar pun mengalir.

Kenaan bergegas keluar setelah selesai memakai pakaiannya. Membiarkan tangannya perih tuk kemudian menggedor apartemen Hana.

Tok tok tok.

Hana yang tengah makan bersama Arkan pun saling tatap.

"Siapa sayang?" tanya Arka.

"Ah, mungkin tetangga sebelah." Hana bangkit hendak membuka pintu tapi Arka menahannya.

"Lanjutlah makan, biar aku yang buka!" Arka tersenyum manis, lalu bangkit ke arah pintu. Menekan sandi apartemen kekasihnya untuk melihat siapa yang datang.

"Anda siapa?" tanya Arka dengan kening mengkerut.

"Siapa lagi! Hana mana?" tanya Kenaan tak sabar. Pikirannya berkecamuk dan ingin menerobos masuk.

"Hana sedang makan, ada perlu apa mencari kekasihku?"

"Ini." Kenaan menyodorkan tangannya yang memerah, darahnya memang sudah tak keluar tapi masih terasa sangat perih jika tak diobati.

"Masuklah!"

Tanpa menjawab, Kenaan masuk. Melihat Arka membawa Kenaan masuk membuat Hana yang asyik menikmati makanannya pun tersedak.

Uhuk!!!

"Sayang, ini minumnya!" Arka dengan sigap menyodorkan air putih untuk Hana semakin membuat Kenaan kesal.

Memperhatikan Hana dari ujung rambut hingga kaki membuat Kenaan menelan salivanya kasar.

"Ehm..." Kenaan berdehem.

"Aku mau minta tolong obatin tanganku," ujar Kenaan to the poin.

"Kalau begitu biar Hana saja, iyakan sayang? Duduk dulu, biarkan kekasihku menghabiskan makan malamnya lebih dulu!"

Hana merasa tertekan, Kenaan pasti sudah memakinya dalam hati hingga membuatnya tersedak. Bahkan tenggorokannya tiba-tiba sakit.

"Ah baiklah, maaf sedikit merepotkan. Sebab, Hana satu-satunya teman yang aku kenal di apartemen ini," ucap Kenaan menyakinkan, lantas menatap datar Hana.

Arka mengangkat telepon sebentar, tak berselang lama kembali dengan wajah tak enak.

"Sayang, aku harus pergi! Jika butuh apa-apa kabari saja," pamit Arka. Mencium kening Hana sekilas, tanpa memperdulikan keberadaan Kenaan disana.

Plok plok plok...

"Hebat? Benar-benar hebat! Mengajakku menikah, tapi masih membiarkan laki-laki lain masuk kesini." Kenaan bertepuk tangan, mendekat ke arah Hana setelah Arka pergi, lalu berdiri tepat di belakang gadis itu yang terdiam.

Kenaan me raba punggung mulus Hana yang terekpost karena gaun seksi yang dipakainya.

"Ken," desis Hana.

"Benar-benar seksi, pantas jika kekasihmu senang sekali mengecupnya," bisik Kenaan tepat di telinga Hana.

Merasa Kenaan keterlaluan, Hana berdiri dan menatap tajam Kenaan.

"Dia hanya datang mengantar hadiah," bela Hana.

"Hadiah? Luar biasa, dia pasti sudah mendapatkan jatahnya hari ini! Hana, tak usah munafik, akui saja. Atau kamu..."

Kenaan meraih tubuh Hana, mencium paksa bibirnya.

Bab 2 - Rahasia Marry

Plakkkk !!!

Hana menampar keras Kenaan karena laki-laki itu telah mencium paksa bibirnya.

"Kau? Berani menamparku, hah?" bentak Kenaan tak terima seraya memegangi pipinya. Hana mundur hingga tubuhnya membentur pintu kamar. Sialnya, pintu itu sama sekali tak terkunci. Merasa waktu berpihak, Kenaan terus maju merapatkan tubuhnya.

"Kau yang lancang karena menciumku tiba-tiba!" kesal Hana menghindari Kenaan.

"Kenapa?" Kenaan melepas dasinya dengan asal, lalu mendorong Hana ke atas ranjang. Kesabarannya sudah habis. Dan kenaan fikir, hanya dengan cara itu ia membuat Hana tunduk padanya.

"Ken, jangan! Aku mohon," ujar Hana saat tubuh kekar itu sudah berada diatasnya. Tenaga Kenaan yang kuat tak mampu Hana lawan. Bahkan kaki besar itu sudah menahan kedua lututnya agar tak bisa bergerak.

"Ken, tolong..."

"Ssst... Diamlah," ujar Kenaan tanpa menghiraukan raut wajah Hana yang sudah memerah menahan tangis.

Berusaha sebisa mungkin mendorong tubuh kekar Kenaan dari atasnya.

Hatinya semakin pilu saat laki-laki yang akan menjadi suaminya itu merobek paksa gaunnya.

Hana tak menyangka jika Kenaan akan berlaku kurang ajar sebelum pernikahan kontrak itu terjadi.

"Arka!" isak Hana, ia tak tahu harus dengan cara apa menyadarkan Kenaan.

"Hana! Jika Arka saja boleh melakukannya? Kenapa denganku tidak. Sebentar lagi kita akan menikah, dan hya! Kamu tahu, bukankah seharusnya kamu membiasakan dirimu agar kita seperti ini! Jauhi Arka, jika kamu masih berhubungan dengannya, aku akan membu nuhmu!" ujar Kenaan memperingati. Kenaan melepas semua pakaiannya dan mengung kung tubuh Hana sekuat tenaga agar gadis itu tak melawan.

Bibir Hana kelu, ia pasrah karena tak cukup kuat melawan Kenaan. Air matanya mengalir, tubuhnya lemas saat laki-laki itu dengan kejam memasukinya tanpa ampun. Hana hanya bisa memukul-mukul dada Kenaan meski mustahil laki-laki itu menghentikan aktivitasnya.

"Kau! Sudah kuduga, kau bahkan tak lagi perawan, ck!" Kenaan berdecak. Namun, ia tetap melanjutkan kegiatannya.

Naik turunkan pinggul diatas tubuh Hana, menikmati setiap inci kemo lekan tubuh itu tanpa jeda.

Fantasi yang selama ini hanya tersalur pada wanita lain, akhirnya bisa ia lepaskan pada Hana. Wanita yang sering dilihatnya sangat mesra dengan Arka di balkon apartemen.

"Berapa kali kau melakukannya dengan kekasihmu? Hah, jawab!" bentak Kenaan. Laki-laki itu bahkan sudah tak selembut biasanya, nada bicaranya tersirat amarah besar seolah Hana adalah wanita rendah yang sering melakukan hubungan dengan sang kekasih.

"Bukan urusanmu!"

"Kau!" Kenaan mencengkram dagu Hana, melu mat bibir tipis itu dengan kasar.

"Breng sek!" maki Kenaan ketika sudah mencapai titik puncak nik matnya. Ia bangkit dan merebahkan diri di sisi Hana tanpa kata.

Hana hanya bisa terisak menangisi nasibnya, andai tabungannya cukup untuk melunasi hutang-hutang ayahnya. Ia mungkin tak akan menerima penawaran Mamanya Kenaan.

Kenaan bangkit memakai pakaiannya, meninggalkan Hana begitu saja tanpa kata. Hana bergegas ke kamar mandi meski seluruh tubuhnya remuk.

***

Di sebuah caffe, Hana sedang menunggu Nyonya Marry. Berulang kali melihat jam di pergelangan tangannya, lalu mendesah pelan.

Sudah hampir setengah jam menunggu, tapi Mama Kenaan itu tak kunjung datang.

"Selamat siang, Nona! Silahkan ikut saya, Nyonya Marry menunggu anda di suatu tempat." Aiden melepas kacamatanya lalu menunduk hormat.

Hana menghela napas dibalik maskernya, lalu mengikuti langkah Aiden keluar caffe. Ternyata pria itu membawanya ke sebuah ruangan yang lebih privat di caffe itu.

Aiden mempersilahkan Hana masuk. Tampak disana Nyonya Marry sudah menunggu gadis itu dengan senyum datar.

"Selamat siang, Tante!" sapa Hana dengan sopan.

"Siang." Marry bersedekap dada, menampilkan kearogannya. Namun, sejujurnya Marry bukan tipe orang seperti itu.

Pertama kali ia tahu siapa Hana adalah saat Ibu tiri gadis itu menceritakannya di arisan sosialita.

Hana, model selebgram yang sedang naik daun membuat Ibu tirinya kesal.

Hana duduk bersebrangan dengan wanita paruh baya yang masih tampak anggun itu. Marry menatap Hana kemudian menghela napas.

"Kenaan sudah kurang ajar sama kamu, maka pernikahan kalian akan saya percepat!"

Deg.

Hana membeku, otaknya buntu mendengar pernyataan Marry yang langsung menghantam kepalanya.

"Tapi Tante saya masih..."

Marry melepar sebuah map di hadapan Hana, menampilkan foto-fotonya dengan Arka.

"Selain hutang Ayahmu lunas, kamu akan mendapatkan uang lima milyar jika mau melahirkan cucu untuk saya. Hana, apa kamu ingat kejadian beberapa bulan yang lalu?" tanya Marry.

"Maksud, Tante?"

"Beberapa bulan yang lalu di sebuah club malam bersama adikmu, apa kamu tidak ingin tahu siapa orang yang sudah merenggut kesucianmu?"

Hana terdiam, ingatannya menerawang ke masa itu. Dimana adik tirinya Velys digampar Mamanya.

Velys menangis histeris dan meminta dirinya menemani minum di sebuah club malam. Hana yang tak tega pun terpaksa ikut untuk menghibur Velys, tak disangka gadis itu malah menjebaknya untuk tidur dengan pria asing.

Hana marah dan frustasi, ia mengamuk dan hampir mencakar wajah Velys kalau adiknya itu tak bersembunyi dibalik perlindungan Papa dan Mamanya.

"Tante tahu sesuatu? Saat itu, sungguh saya dijebak!" Hana menunduk, lututnya lemas. Bagaimana jika Marry membatalkan semuanya dan menuntut hutang-hutang itu segera?

"Saya tahu, itu adalah perbuatan Mama dan adik tiri kamu. Tapi... Apa kamu tahu siapa pria asing itu? Kenapa kamu justru malah bersama Arka? Saya tahu Arka kaya, tapi apa kamu tidak berfikir jika ia akan meninggalkanmu kalau tahu kamu sudah tak suci lagi." Marry menatap Hana datar, Aiden sang asisten hanya berdiri di belakang tanpa komentar apapun.

"Hana, tinggalkan Arka! Dan mulailah belajar menerima Kenaan. Dia putra saya satu-satunya. Meskipun saya paham, kelakuan Kenaan menjengkelkan di luar sana. Tapi, saya berharap dengan adanya kamu, dia bisa sedikit berubah. Satu lagi, pria asing itu adalah Kenaan, kamu tidak perlu syok! Rahasiakan ini sementara waktu karena saya ingin dia berubah karena memang sudah waktunya berubah. Bukan karena merasa bersalah akan tetapi karena dia benar-benar menyesal. Jika Kenaan memakimu, lawan!"

Hana terdiam, pikirannya berkecamuk.

"Kalau memang Kenaan, kenapa saya sama sekali tak ingat, Tante?"

Marry memijat pelipisnya, "itu karena Aiden yang mengurus kalian. Bagaimana kalau publik tau model sepertimu terlibat skandal? Aiden yang mengurus semuanya, termasuk membungkam keluargamu!"

Deg.

Hana semakin lemas, pantas saja selama ini karirnya mulus. Itu semua berkat bantuan Mamanya Kenaan.

"Tapi masalahmu dengan Arka, saya tak mau ikut campur. Managermu sendiri yang mengirim fotonya ke paparazi jadi, kamu tentu sudah tahu harus bersikap bagaimana."

"Terima kasih, Tante." Karena bingung, Hana hanya mengucapkan kata itu. Meski karirnya tak terselamatkan, ia bersyukur karena bertemu dengan wanita paruh baya itu.

"Bisakah saya pamit? Saya harus pulang?" tanya Hana.

"Hya, pulanglah dan ingat jangan memberitahu soal ini pada Kenaan."

Hana mengangguk, ia pun pamit kepada Marry setelah menghabiskan minumannya. Hana pulang diantar Aiden sampai pintu keluar caffe.

Hana menyempatkan pulang ke rumah, ia ingin melihat apakah Papanya sudah membaik. Sejak Mamanya pergi dan Papanya memutuskan menikah lagi, hidupnya selalu dipenuhi masalah dan drama.

Terlebih sejak Papanya membawa seorang janda beranak satu, Hana tak menyangka jika wanita yang bersikap lembut di awal itu akan jadi jahat.

Dulu, Hana pikir kebagiaan Papa juga akan menjadi kebahagiaannya, tapi ternyata Hana salah. Wanita itu mulai menunjukkan sikap buruknya terang-terangan setelah satu tahun menjadi Ibu tiri.

Bab 3 - kilas balik

Flash back on,

Kilas balik beberapa bulan lalu.

"Kakak, lihat ini Mama nampar aku! Padahal aku cuma pulang kemalaman kemarin," adu Velys pada Hana.

Entah kenapa, Hana yang biasanya cuek pun mendadak kasian. Terlebih bekas merah di pipi Velys nampak sekali.

Saat pikirannya ragu, Mira datang menghampirinya.

"Dasar anak manja, kamu mau ngadu sama kakak kamu? Di rumah ini, ada aturan! Kalau kamu nggak mau nurut sama Papa dan Mama bisa keluar sekarang juga," ucap Mira.

"Kak, lihat. Mama udah nggak sayang aku," ujar Velys menangis lalu menghentakkan kakinya meninggalkan Hana dan Mira.

"Ma, kenapa harus ditampar! Kasian Velys, bisa kan dinasehati baik-baik." Hana menghela napas menatap Mira.

"Kamu saja yang nasehati dia, Mama udah capek!" Mira berlalu membalikkan badan.

Melihat Hana menaiki tangga menyusul Velys, Mira memiringkan senyumnya.

Ia langsung menghubungi seseorang saat itu juga untuk mengatur rencana.

"Beres, putriku pasti akan membawanya padamu!" ucap Mira dengan seringai licik. Ia dan Velys berencana menjual Hana pada pak tua kaya raya.

"Sakit banget?" tanya Hana mengompres pipi Velys dengan air dingin.

"Makasih ya kak, udah baik sama aku! Padahal kita cuma saudara tiri," ucap Velys menundukkan kepala.

"Velys, kamu dan Mama kan udah jadi keluarga aku sekarang!" Hana menatap Velys, gadis berusia tiga tahun lebih muda itu mengangguk-ngangguk.

Hana dua puluh lima tahun sementara saat ini Velys berusia dua puluh dua.

"Makasih ya kak," ucap Velys seraya memeluk Hana. Bibirnya menyeringai tipis.

"Kak temenin aku minum, yuk? Udah lama aku nggak minum. Kita have fun, kalau ada kakak mungkin Mama ngizinin." Velys memelas.

Hana hanya bisa mengangguk, terlebih saat tatapan mata Velys memohon padanya.

"Tapi jangan sampai pulang malam, ya? Nanti Mama marah dan ngadu ke papa."

"Iya kak, nanti kalau ditanya bilang aja kita ke party ulang tahun temen."

Hana mengangguk setuju, ia lantas pamit ke kamarnya untuk istirahat sebentar selagi tak ada kerjaan endors juga pemotretan.

"Makan tuh party, lihat aja nanti. Kakakku tersayang, kamu akan tamat setelah ini dan aku? Aku tentu dengan senang hati menggantikanmu." Velys tersenyum licik, ia segera mengabari Mira lewat pesan jikalau Hana sudah masuk ke dalam perangkap.

Malam itu, Velys bersama Hana mengunjungi sebuah club ternama di Jakarta. Hiruk pikuknya orang membuat Velys melebarkan senyum karena bisa menjebak kakak tirinya saat itu juga.

Berbekal obat perangsang, Velys berhasil membuat sisi liar Hana keluar.

"Euhh, kepalaku pusing, ayo pulang!" ajak Hana.

"Aduh kak, kita kan baru sampai. Mabuk juga belum," ujar Velys. Ia malah menarik Hana ke lantai dance floor untuk berjoget.

"Vel, kamu dimana?" Mata hanya sudah berkunang, jalannya sempoyongan. Mungkin sebentar lagi, ia tak akan sanggup menompang tubuhnya sendiri.

Velys mengisyaratkan seseorang membawa Hana bertemu dengan teman Mamanya, dengan senyum mengembang ia menatap tubuh sang kakak yang sudah hampir tak sadarkan diri.

Sayangnya, orang suruhan Velys membawa Hana memasuki kamar yang salah dan malah pergi begitu saja.

"Emm..." Kenaan yang mabuk berat mengira wanita yang di hadapannya adalah wanita ja lang yang ia sewa.

Sayang sekali, kondisi yang mabuk berat membuat Kenaan tak ingat wajah wanita yang telah ia nodai. Pagi saat terbangun, semua sudah berubah dan ia tak mendapat petunjuk apapun tentang wanita yang tidur dengannya tadi malam.

Flash back off.

Hana menatap gerbang menjulang tinggi rumahnya itu dengan perasaan entah. Alasan kenapa ia harus menggoda Arka bahkan menjalin hubungan dengan laki-laki itu adalah karena Velys.

Velys dan Mira sudah menghancurkan masa depannya maka Hana harus membalas dengan melukai perasaan dan mematahkan hati Velys yang jelas-jelas sangat mencintai Arka.

Menghela napas panjang, Hana akhirnya memilih masuk dan menyapa para satpam disana.

"Neng, akhirnya neng pulang!" Ujang berbinar melihat putri majikannya datang.

"Iya, Mang! Mau melihat Ayah," ujar Hana.

Ujang menatap ke belakang Hana, "Neng teh jalan kaki?"

"Naik taksi, Mang. Mobil udah aku jual," ujar Hana kemudian pamit masuk ke dalam. Hana langsung masuk dan berjalan menapaki tangga tanpa menyapa Mira yang bersedekap dada melihat tingkahnya.

"Anak tidak tahu diri, sudah tahu Papanya sakit malah nggak pernah pulang!" Mira berkacak pinggang menatap Hana.

Hana tak perduli, ia terus menaiki tangga menuju kamar Papanya.

Mira yang kesal pun mengikuti.

"Sayang, lihat bagaimana putrimu memperlakukanku? Padahal aku sudah menganggapnya anak, tapi bertegur saja tak mau, apa Hana pikir aku patung?" ujar Mira penuh drama.

"Oh, aku nggak lihat Tante!"

Deg.

"Hana dia juga mamamu," ucap Arman meski dengan nada lirih karena terbaring sakit.

"Dia sama sekali tidak pantas, aku kesini cuma mastiin Papa baik-baik saja! Walau sebenarnya aku malas bertemu mereka," sindir Hana.

"Hana jaga bicaramu!" nada Arman sedikit lebih tinggi kemudian memegangi dadanya yang berdenyut nyeri karena hampir aja emosinya lepas.

"Menurut Papa bagaimana aku harus bersikap pada orang yang telah menghancurkan hidupku?"

"Hana, kamu ngomong apa! Mama minta maaf kalau omongan Mama waktu itu keterlaluan. Tapi Hana, Mama cuma ingin kamu segera menikah. Apa salahnya Mama ngenalin kamu ke teman-teman sosialita Mama? Siapa tahu kamu mendapatkan jodoh," alibi Mira.

Hana muak, ia memilih pergi dari kamar Papanya. Saat hendak menuju kamar, Hana berpapasan dengan Velys.

"Sampai kapan kakak mau melepaskan Arka!" cerca Velys.

"Sampai aku puas, selain mahir di ranjang, Arka juga tampan dan kaya raya jadi siapa wanita bodoh yang mau melepaskannya! Ceh, jangan mimpi."

"Ja lang egois!" maki Velys kesal, ia benar-benar sakit hati karena Arka lebih memilih Hana dibanding dirinya.

"Adikku tersayang, kamu lupa kalau kamu ini yang membuat kakakmu menjadi ja lang? Kalau saja waktu itu bandot tua yang tidur denganku, mungkin aku tak akan segan membu nuh kalian." Hana mendekat ke arah Velys, memegangi bahu mungil gadis itu dan berbisik di telinganya, "kamu dan Mamamu mungkin akan mati."

Deg.

"Jadi siapa sebenarnya laki-laki itu kak?" tanya Velys mencoba menerka.

Hana yang sudah lelah pun hanya bisa membalas gadis itu agar semakin terluka, kelemahan Velys ada pada Arka jadi Hana akan memanfaatkan hal itu untuk membalas adik tirinya.

"Bagaimana kalau Arka? Menurutmu? Apakah seorang laki-laki bisa menerima wanita sepertiku kalau dia juga tak melakukannya," sindir Hana.

"Jadi...?"

Hana tersenyum, "aku akan menikah dengan Arka, siapkan saja dirimu!"

Melewati Velys begitu saja, Hana masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya.

"Hiks..." Hana menangis, menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal, ternyata sesakit ini pura-pura kuat di hadapan semua orang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!