Hujan turun sangat deras malam ini. Gadis cantik berusia 19 tahun bernama Jasmine Ceva Dinata sudah terlelap walau waktu baru menunjukan pukul sepuluh malam. Kilat dan suara petir membuat malam itu terasa mencekam, namun rasa mengantuk dan flu yang dirasakannya membuat Jasmine tidak memedulikannya.
Gadis polos itu sudah sangat dalam masuk ke dalam dunia mimpinya. Mengingat kembali pertemuannya dengan seorang pria yang selama setahun ini sangat ingin ditemuinya.
"Kau tidak apa-apa, kan?"
Pria yang baru saja menolongnya dari tindakan beberapa pria yang mencoba memperkosa Jasmine berdiri di hadapan gadis itu. Jasmine masih duduk dengan gemetar di bawah tanah setelah mendapatkan tekanan secara emosional dari para pria yang saat ini sudah melarikan diri.
Jasmine baru saja pulang dari acara perpisahan teman-teman sekolahnya saat waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Gadis itu melewati sebuah gang yang sepi menuju stasiun kereta, namun dia tidak menyangka kalau langkahnya di hadang oleh para pria yang mencoba menyentuhnya. Untung saja seorang pria lain datang menolongnya.
"Apa bisa berdiri?" Tanya pria yang menolongnya lagi.
Jasmine mencoba bangun namun kakinya masih gemetar, dan tubuhnya goyah. Pria itu menggapainya dengan sigap. Seketika Jasmine mencium aroma melati dari tubuh pria itu. Jasmine mengerahkan kekuatan agar tubuhnya kuat berdiri. Ia mundur menjauh dari pria itu dan menatapnya dari balik kegelapan namun ia bisa melihat dengan jelas wajah pria tampan yang menolongnya di bawah cahaya rembulan malam ini.
JEDEEERR!!
Suara petir yang sangat keras terasa menggelegar membuat Jasmine membuka matanya, dan tersadar dari tidurnya. Namun dia dikagetkan kembali dengan seseorang yang baru saja masuk ke kamarnya.
Salah satu dari saudara tirinya berjalan masuk mendekati tempat tidur di balik kegelapan. Jasmine beranjak duduk karena merasa bingung apa yang terjadi.
"Ke-kenapa masuk ke kamarku?" Tanya Jasmine tergagap karena merasa takut.
Pria itu berjalan mendekat ke arah tempat tidur dengan sebuah gelas yang dibawanya. Karena gelap gadis itu tidak bisa melihat apakah itu Mario atau Marlo, salah satu dari saudara tiri kembarnya.
"Mau apa kau masuk ke kamarku?" Tanya Jasmine.
Pria itu menyodorkan gelas yang dibawanya pada Jasmine.
"Aku tahu kau sedang flu, minumlah jahe hangat ini, ini sangat bagus untuk meredakan flumu."
"To—tolong hidupkan lampunya dulu," pinta Jasmine yang sedikit merasa takut.
Pria itu segera berbalik dan menghidupkan lampu kamar, setelah itu kembali mendekati Jasmine untuk memberikan jahe yang dibawanya. Jasmine melihat kalau dia adalah Mario, yang memiliki bola mata hitam.
Jasmine menerimanya dan merasa tenang karena selain dirinya menyukai pria itu, Mario selalu bersikap baik dan sopan padanya.
"Mario?" Tanya Jasmine.
Semenjak kejadian seorang pria menolongnya dari para pria yang mencoba memperkosa Jasmine, gadis itu langsung jatuh cinta dengan pria itu. Namun siapa sangka dua bulan kemudian dia melihat pria itu di Universitas yang sama dengan dirinya kuliah, di hari pertama masuk kuliah.
Yang lebih mencengangkan lagi, di awal tahun ini ibunya yang seorang janda setelah ayah Jasmine meninggal tiga tahun lalu, memutuskan menikah dengan seorang pilot yang memiliki anak kembar laki-laki. Salah satu si kembar adalah pria yang menolong Jasmine.
Mario Sinatra dan Marlo Sinatra. Kedua saudara kembar yang tidak pernah akur dan selalu saling bermusuhan. Semua itu karena mereka diasuh oleh dua orang tua yang sudah berpisah sepuluh tahun lalu. Mario yang tertua diasuh oleh sang ayah, memiliki sifat ramah dan selalu patuh pada ayahnya, sedangkan Marlo mempunyai sifat yang kebalikan dari Mario.
Setahun yang lalu Marlo baru hidup bersama ayahnya dan kembarannya. Sebelumnya Marlo dirawat oleh sang ibu yang tidak memiliki perekonomian yang baik, karena hal tersebut ibunya menyerahkan Marlo pada ayahnya agar Marlo bisa mengenyam bangku kuliah.
Mereka berdua merupakan kembar identik dengan kemiripan yang sempurna, bahkan suara merekapun terdengar sama, Satu-satunya perbedaan adalah, Mario memiliki bola mata berwarna hitam sedangkan Marlo memiliki bola mata berwarna cokelat.
Jasmine tahu kalau pria yang menolongnya memiliki bola mata berwarna hitam karena Jasmine tidak akan mungkin melupakan wajah pria itu. Pria penolong itu adalah Mario yang memiliki bola mata berwarna hitam. Gadis itu langsung jatuh cinta pada Mario saat pria itu menolongnya.
Pria yang diduga Jasmine adalah Mario tersenyum padanya namun mulai melangkahkan kakinya maju mendekati Jasmine dengan duduk di sisi tempat tidur.
"Aku tahu kau menyukaiku. Apa itu benar?" ucapnya mengambil gelas dari tangan Jasmine dan menatap lekat gadis yang terpana olehnya.
Jasmine mengangguk tipis menjawabnya.
"Aku ingin kembali tidur, terimakasih sudah membawakan aku jahe."
Bukannya beranjak pergi, Mario hanya meletakan gelas ke meja samping tempat tidur dan kembali menatap Jasmine dengan lekat. Gadis itu menjadi bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Saat ini tak ada siapapun di rumah," ucap Mario.
"Ma—maksudnya apa?" Tanya Jasmine tergagap.
"Kita bisa merahasiakannya dari semuanya," ujar Mario memegang pundak Jasmine yang masih bingung dengan sikap pria itu. "Kau menyukaiku kan? Mulai sekarang kita bisa menyembunyikan hubungan kita."
"Hubungan apa? Aku tidak mengerti maksud—"
Sebelum sempat Jasmine melengkapi pertanyaannya, Mario lebih dulu menyambar bibirnya. Seketika Jasmine bisa mencium harum bunga melati yang dulu pun tercium oleh gadis itu ketika Mario menolongnya saat akan terjatuh.
Jasmine tidak bisa menolak ciuman Mario karena sebenarnya pun ia menyukai Mario. Itu adalah ciuman pertama gadis itu dan ia sangat senang karena pria yang menciumnya adalah pria yang disukainya. Bahkan perkataan Mario sebelumnya membuatnya menjadi senang karena pria itu ingin menjalin hubungan khusus dengannya walau harus dirahasiakan dari siapapun. Kenyataan kalau mereka adalah saudara tiri membuat mereka harus merahasiakannya.
"Aku juga menyukaimu." Mario menatap Jasmine yang sudah terhipnotis dengan dirinya.
Tanpa sadar gadis polos itu tersenyum mendengar ucapan pria yang wajahnya sangat dekat di tatapannya. Sekali lagi Mario mencium Jasmine dan kali ini pria itu mendorong tubuh Jasmine hingga berbaring.
Jasmine mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya ketika Mario melumat bibirnya dan meliuk-liukan lidahnya ke dalam mulut gadis itu, beradu lidah dan bertukar saliva dengannya. Tubuhnya terasa memanas dan napasnya menjadi terengah-engah hingga tidak menyadari ketika Mario melepaskan piyama yang dipakainya. Bahkan Jasmine sudah tak berdaya ketika pria itu memasukan tangannya ke lapisan terakhir yang dipakainya, menggapai salah satu tonjolan di dadanya.
Gadis polos itu menikmati setiap sentuhan yang diberikan Mario dengan sambil merasakan gairah bibir pria itu sampai tanpa sadar Mario sudah melucuti semua pakaian gadis cantik itu.
Mario menatap Jasmine yang tampak malu ditatap olehnya karena tak sehelai pun menutupi tubuhnya saat ini. Mario melepas kaosnya dan kali ini menciumi leher gadis yang sudah terlena oleh dirinya, dengan tak sabar pria itu menciumi gadis itu semakin menurun ke arah yang tak seharusnya.
"Mario, hentikan," pinta Jasmine saat merasakan sensasi nikmat yang diberikan lidah dan jari Mario saat menyentuh aset berharga miliknya.
Mario berhenti dan menatap gadis itu dengan senyum, namun pria itu tidak ingin mendengar permintaan gadis itu. Ia melepas kaitan celana denim yang di pakainya dan langsung mencium Jasmine kembali. Mario melebarkan kaki gadis itu dan seketika Jasmine merasakan nyeri yang amat sangat dari bagian yang seharusnya ia jaga hingga dirinya menikah nanti.
Pria itu tahu kalau baru saja ia berhasil menembus dinding pertahanan Jasmine. Sebuah senyum dingin ditunjukannya pada gadis yang menahan rasa sakit di bagian yang berharga untuknya.
Seketika air mata Jasmine mengalir keluar karena sejenak dia merasa kalau tatapan dingin yang diperlihatkan Mario membuatnya ragu kalau pria yang sudah menyatu dengan dirinya adalah pria yang disukainya.
"Ka—kau Mario, kan?" Jasmine sedikit takut mendengar jawaban pria itu.
"Aku Mario."
Bersamaan dengan suara petir terdengar, keraguan melanda gadis itu saat melihat tatapan dingin pria yang berada di atas tubuhnya.
Suara kicauan burung di pagi hari membuat Jasmine membuka mata. Kepalanya terasa sakit saat ini, gadis itu mencoba mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Sesaat ia mematung dan menyadari kalau dirinya tidak berpakaian saat ini dan hanya memakai selimut menutupi dirinya.
Dengan perasaan bercampur aduk Jasmine duduk dengan rasa sakit dibagian ******nya. Secepatnya dia memperhatikan tempat tidurnya dan melihat terdapat bercak darah di sepreinya.
Gadis itu menyadari kalau dirinya tidak bermimpi dan semalam dia baru saja melakukan hal terlarang dengan salah satu saudara tirinya.
Secepatnya dia beranjak bangun dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Berdiri di depan cermin sambil mengingat kembali kejadian tadi malam.
Saat Jasmine menangis setelah melihat senyum dingin dari pria yang sudah merenggut hal yang berharga darinya, pria itu langsung menghentikan perbuatannya dan meninggalkannya begitu saja, sedangkan gadis polos itu menangis hingga tertidur.
Jasmine terus memikirkan siapa pria yang melakukan hal itu padanya. Walaupun dia mengaku Mario dan warna dari bola matanya adalah hitam tetapi tatapan dingin yang diperlihatkan pria itu membuatnya ragu. Marlo yang selama ini bersikap dingin padanya dengan selalu menghindari pertemuan dengan Jasmine, karena sepertinya pria itu tidak menyukai keluarga barunya itu. Walau sekalipun Jasmine tidak pernah bertatapan atau pun berbicara pada pria itu namun ia tahu kalau Marlo yang bisa menatap dingin seperti itu.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Siapa yang sudah melakukan hal itu padaku semalam?" tanya Jasmine pada dirinya sendiri.
Rumah yang ditinggali Jasmine beserta saudara tirinya ukurannya lumayan besar. Ayah tiri Jasmine yang seorang pilot dan selalu terbang ke luar negeri bisa dibilang memiliki banyak uang, sedangkan ibunya sendiri adalah manager project dari perusahaan konstruksi yang membuatnya sering bepergian keluar kota. Mereka berdua adalah mantan kekasih di sekolah dulu dan dipertemukan kembali di acara reuni sekolah mereka, satu tahun yang lalu. Saat ini kedua orang tua Jasmine dan kedua si kembar sedang tidak ada di rumah karena pekerjaan mereka masing-masing.
Setelah bersiap-siap untuk kuliah, Jasmine keluar dari kamarnya. Ketika hendak menuruni tangga, ia melihat salah satu saudara tirinya menaiki tangga dan membuat Jasmine menjadi bingung hingga menahan langkahnya. Pria itu menatap pada Jasmine membuat Jasmine bisa melihat warna bola matanya yang berwarna hitam. Namun hal itu membuat Jasmine semakin bingung karena ia adalah Mario, pria yang sudah melakukan hal terlarang dengannya. Gadis itu menjadi agak canggung.
"Kau baik-baik saja?" tanya Mario ketika sampai di atas di dekat Jasmine yang mematung. "Kau ada kuliah pagi? Sebaiknya kau berangkat dengan Marlo, sepertinya ia juga akan ke kampus." setelah berkata demikian Mario berjalan kembali.
"Mario..." panggil Jasmine hendak bertanya langsung mengenai keraguannya.
"Ada apa?" tanya Mario menoleh.
"Semalam..."
"Oh iya, bagaimana flu mu?" potong Mario. "Apa sudah membaik?"
"Ya, aku rasa sudah." jawab Jasmine.
"Syukurlah." senyum Mario dan langsung kembali berjalan.
Pertanyaan Mario membuat Jasmine menjadi yakin kalau memang pria yang merenggut hal yang berharga untuknya itu adalah Mario. Entah kenapa gadis polos itu sedikit merasakan kelegaan.
Ketika Jasmine menuju meja makan untuk sarapan, ia melihat Marlo sedang berada di sana. Marlo hanya melihat kehadirannya sebentar setelah itu memakan sarapannya.
Meja makan tersebut memiliki sepuluh kursi. Marlo duduk di kursi di sisi satu di paling ujung sedangkan Jasmine duduk di sisi lainnya dan di paling ujung juga, membuat mereka berdua duduk berjauhan.
Mbak Yuli asisten rumah tangga di rumah itu membawakan sepiring nasi goreng pada Jasmine beserta segelas susu untuk sarapan gadis itu.
Marlo beranjak dari duduknya setelah menghabiskan semua menu sarapannya, lalu berjalan hendak meninggalkan meja makan. Jasmine hanya melirik padanya saja memperhatikan pria itu, namun tiba-tiba Marlo bersin beberapa kali membuat Jasmine menoleh padanya karena terkejut.
"Mas, sudah minum obatnya belum?" tanya mbak Yuli pada Marlo namun tak dijawab pria itu yang langsung lalu begitu saja. "Mas yang satu itu kenapa tidak pernah mendengarkan siapapun?" keluh mbak Yuli hendak mengambil piring bekas makan Marlo.
"Memang dia kenapa Mbak?" tanya Jasmine.
"Sejak bangun tidur mas Marlo terus bersin-bersin." jawab Mbak Yuli. "Sepertinya memang lagi musim flu ya, mbak Mine sudah sembuhkan flunya?"
"Sepertinya sudah mbak." jawab Jasmine.
"Syukurlah, saya pikir mas Marlo flu karena tertular mbak Mine." ujar Mbak Yuli sambil berjalan ke dapur.
Jasmine terkejut mendengar perkataan mbak Yuli. Entah kenapa sekarang gadis itu kembali merasa ragu lagi mengenai pria yang masuk ke dalam kamarnya semalam.
Ketika jam kuliah berlangsung, Jasmine masih memikirkan semuanya. Ia merasa harus menanyakannya saja biar dirinya mendapatkan jawaban pasti.
Dengan segera gadis itu mengeluarkan handphone-nya karena berencana menanyakannya pada Mario melalui Whatsapp. Jasmine hanya memiliki nomer handphone Mario dan tidak memiliki nomer handphone Marlo karena mereka berdua sama sekali tidak pernah berbicara.
Mario, apa kau semalam yang membawakan aku jahe?
Setelah mempertimbangkan pertanyaan apa yang akan dia tanyakan akhirnya hanya kalimat pertanyaan itu yang aman untuk ditanyakan.
Tidak berapa lama balasan chat dari Mario masuk.
Ya aku yang memberikanmu jahe, aku juga yang melakukan hal tersebut padamu. Ini akan tetap menjadi rahasia kita. Kita bisa melanjutkan jika kau mau.
Balasan dari Mario membuat Jasmine tersenyum tanpa sadar. Gadis cantik yang polos itu benar-benar sudah tergila-gila pada saudara tirinya tersebut hingga tidak memikirkan apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan.
Handphone-nya bergetar lagi dan masuk sebuah chat dari Mario lagi.
Apa kau masih ingin melanjutkan? Kalau tidak keberatan kita bisa melakukannya lagi. Bagaimana?
Jasmine kembali tersenyum membacanya namun kali ini gadis itu mulai berpikir kalau apa yang dilakukannya adalah sesuatu hal yang berbahaya. Mario terang-terangan ingin melakukannya lagi dengan dirinya.
Sekali lagi Mario mengirim chat.
Aku minta maaf kalau ternyata sebenarnya kau keberatan. Aku juga minta maaf karena perbuatanku semalam. Aku akan mengaku pada ayahku dan ibumu.
Jasmine memikirkan apa yang akan terjadi jika ayah tiri dan ibunya tahu akan perbuatan mereka berdua. Itu sesuatu hal yang harus dirahasiakan pada mereka. Dan rasa suka Jasmine pada Mario membuat gadis itu merasa senang hingga tidak mungkin ia mampu menolak penawaran pria yang disukanya.
Kau benar menyukaiku kan?
Sekali lagi chat dari Mario masuk. Jasmine harus segera membalasnya, namun ia masih menimbang-nimbang apa yang akan dia balas.
Temui aku di laboratorium gedung B saat jam makan siang.
Chat terakhir Mario membuat bingung Jasmine. Mario meminta jawaban langsung darinya. Gadis itu tidak mungkin menghindar lagi.
Ketika jam makan siang tiba, Jasmine melangkahkan kakinya menuju gedung B untuk ke laboratorium mengikuti keinginan Mario.
Tanpa ragu lagi, Jasmine membuka pintu ruangan tersebut dan langsung masuk ke dalam ketika seseorang langsung menarik tangannya. Mario menarik Jasmine masuk dan mengunci pintu ruangan tersebut, dan tanpa aba-aba apapun, pria itu langsung mencium bibir Jasmine.
Harum bunga melati dari pria itu langsung memenuhi penciuman Jasmine yang tidak bisa berbuat apapun ketika Mario ******* bibir tipisnya. Jasmine membiarkan saudara tirinya tersebut menciumnya dan bahkan dia merasa senang akan hal itu.
"Sekarang kau bisa menjawab, apa kau ingin melanjutkannya atau menghentikannya?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jasmine yang terpojok di pintu terdiam melihat mata Mario yang menatapnya sangat dekat. Ia masih menimbang-nimbang jawaban yang akan dikatakannya.
Karena tidak sabar, Mario mencium gadis itu sekali lagi dengan belaian jarinya ke belakang telinga kiri Jasmine, membuat gadis itu semakin terlena dengan sensasi yang diberikan pria itu.
"Aku berharap kita melanjutkannya." bisik Mario ke telinga Jasmine membuatnya bisa mendengar napas Mario. Suara Mario terdengar sedikit parau saat ini, membuat Jasmine mendengar bisikannya seperti sebuah *******.
Mario menciumi leher Jasmine. Gadis polos itu merasakan perasaan luar biasa yang semalam ia rasakan. Namun Jasmine segera mendorong Mario saat tangan kiri pria itu menerobos masuk ke dalam kemeja belakang Jasmine.
"Hentikan, Mario!! Kita ada di tempat umum." seru Jasmine setelah menyadarkan dirinya kalau siapapun bisa melihat perbuatan mereka. "Di ruangan ini juga ada CCTV."
"Kita ada di sudut pandang yang tidak tertangkap CCTV." jawab Mario. "Apa itu berarti kalau bukan di sini tidak apa-apa? Apa artinya kita akan melanjutkan hubungan ini?"
Jasmine memutar matanya mencoba mencari jawaban yang terdengar tidak terlalu menunjukan keinginannya yang setuju dengan perkataan Mario.
"Jawab saja dengan jujur, kau tidak perlu malu." seru Mario. "Aku akan menemuimu lagi nanti malam."
Setelah mengecup bibir Jasmine, Mario segera keluar. Jasmine merasa sangat terkejut mendengar ucapan Mario yang akan menemuinya nanti malam. Apa itu berarti Mario akan menemuinya di kamarnya seperti tadi malam? Tanpa sadar ia tersenyum senang karena semua kata-kata dan sentuhan Mario pada gadis itu sudah membuatnya terhipnotis hingga terlena melupakan semuanya.
...***...
Jam lima sore Jasmine masuk ke rumahnya. Marlo yang sedang menonton televisi sempat menoleh dingin pada Jasmine ketika gadis itu hendak menaiki tangga untuk masuk ke kamarnya. Jasmine mencoba tersenyum pada pria itu sebagai bentuk rasa sopannya namun dengan dingin Marlo menarik tatapannya padanya.
Ketika berada di tangga dia kembali teringat dengan tatapan dingin Mario pada waktu malam tadi, tatapan itu sangat mirip dengan tatapan Marlo barusan. Namun Jasmine berpikir kalau mereka berdua memang sangat mirip sehingga bisa saja Mario bisa memiliki tatapan sedingin itu juga seperti Marlo.
Ketika makan malam tiba, Jasmine duduk di meja makan seorang diri. Selang berapa lama kemudian Marlo turun namun menghampiri mbak Yuli yang berada di dapur.
"Mbak, buatkan jahe dan bawa ke kamarku dengan makan malamnya ya." ujar Marlo dengan suara yang hampir tidak bisa didengar oleh Jasmine.
Tiba-tiba Mario pulang membawa sekantong belanjaan. Marlo menoleh pada kehadiran kembarannya tersebut dan Jasmine melihat kedatangan Mario dengan sedikit salah tingkah.
"Mbak Yuli, ini belanjaannya." ujar Mario meletakan plastik belanjaan yang dibawanya ke meja dapur.
"Mas Rio terimakasih ya, padahal saya sudah bilang biar saya saja yang pergi belanja. Mas Rio pasti capek setelah kuliah langsung pergi belanja." ucap Mbak Yuli. "Makan dulu mas."
"Tadi sudah makan di luar." senyum Mario. "Mine, kau pulang jam berapa tadi? Aku tidak melihatmu saat sore tadi, padahal aku ingin mengajakmu pulang bersama. Nomermu tidak aktif saat aku telepon."
"Handphone-ku baterainya habis tadi, aku lupa bawa charger-nya. Tadi aku sampai rumah jam lima sore." jawab Jasmine setelah itu meminum air putih di gelas sehabis menghabiskan makan malamnya.
Marlo yang masih berada di sana menyimak pembicaraan tersebut.
"Mas Elo minum obat ini dulu saja." ucap mbak Yuli sambil memberikan sebuah obat pada Marlo.
"Mbak Yuli, aku sudah selesai makannya." seru Jasmine. "Mario, aku ke kamar dulu ya."
Mario tersenyum menjawab perkataan Jasmine.
Di kamar, Jasmine duduk di meja belajar dan menghidupkan handphone-nya yang baru saja selesai di isi baterainya. Pesan pemberitahuan masuk kalau temannya Zenia meneleponnya tadi ketika handphone-nya sedang mati.
"Ada apa Zen?" tanya Jasmine ketika menelepon temannya. "Maaf ya handphone-ku baru saja selesai aku charge."
"Tadi aku melihat salah satu saudara tirimu bersama seorang wanita di kampus. Kau kenal dengan Sarah dari fakultas ilmu gizi?"
"Tidak." jawab Jasmine. "Jam berapa kau lihat?"
"Jam empat tadi." jawab Zenia. "Tapi aku tidak tahu kembaranmu yang mana yang aku lihat. Mereka berdua sangat mirip aku tidak bisa membedakannya. Mereka berdua terlihat sangat dekat, bahkan saudara tirimu itu merangkul gadis itu."
"Pasti Marlo." jawab Jasmine.
Selesai menelepon dengan temannya Jasmine mengerjakan tugas kuliahnya. Jasmine berkuliah di Fakultas Ekonomi, ia hanya menuruti ibunya untuk mengambil jurusan tersebut dan bukan atas dasar keinginannya sendiri.
Selang dua jam gadis itu mengerjakan tugasnya ia teringat perkataan Mario yang bilang kalau tadi Mario meneleponnya ketika handphone-nya mati. Jasmine mulai merasa aneh, kenapa ia tidak mendapatkan pesan pemberitahuan seperti yang ia dapatkan ketika Zenia menghubunginya saat handphone-nya mati tadi.
Ketika Jasmine mengambil handphone-nya hendak memeriksa, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Muncul Mario yang langsung masuk dengan mengunci pintu kamar Jasmine.
Jasmine terkejut dan beranjak bangun dari duduknya. Ia tidak menduga kalau Mario benar menemuinya di kamarnya lagi malam ini. Waktu sudah menunjukan hampir jam sepuluh malam.
Mario berjalan mendekat pada Jasmine, gadis itu menjadi salah tingkah. Ia takut kalau Marlo yang kamarnya juga di lantai dua dengan mereka mendengar mereka bersama di kamar.
"Seharusnya kau tidak masuk ke kamarku, Mario. Marlo akan mendengar kita." ucap Jasmine.
Mario menggeleng.
"Apa dia pergi?"
Mario hanya tersenyum menjawabnya. Setelah itu pria itu berjalan semakin mendekat pada Jasmine yang semakin salah tingkah dengan tidak berani memandangnya.
Dengan sangat lekat Mario menatap gadis yang sudah ada di rengkuhannya, membuat Jasmine mencium harum ciri khasnya, aroma melati. Pria itu membelai rambut Jasmine dengan sebuah senyuman dan tatapan manis tanpa mengatakan apapun.
Mario mencium Jasmine dengan sangat lembut berbeda dari ciuman sebelum-sebelumnya. Jasmine jadi merasa agak berbeda, ditambah Mario langsung melepas ciumannya dalam waktu yang sangat cepat.
Gadis itu menatap Mario yang hanya menatapnya lagi. Namun tanpa memikirkannya dulu, Jasmine langsung menarik baju Mario untuk mencium pria yang disukainya itu. Jasmine sudah benar-benar tergila-gila pada pria yang adalah saudara tirinya itu. Gadis polos itu sudah tidak bisa menahan dirinya untuk menolak perbuatan Mario lagi padanya.
Mereka berdua sudah berada di atas tempat tidur dengan sambil beradu mulut dalam arti yang sesungguhnya. Berguling saling berganti posisi ketika saling mencium.
"Kau ingin melanjutkannya?" bisik Mario dengan suara yang hampir tak terdengar saat pria itu berada di atas Jasmine yang sudah merasa bergairah.
Anggukan kecil Jasmine membuat Mario langsung melancarkan serangannya dengan membuka satu persatu kancing piyama Jasmine dengan bibir yang terus saling meraup, ******* satu sama lain.
Hingga akhirnya tak ada lagi sehelai benang pun yang mereka kenakan, hanya selimut putih yang menutupi mereka berdua saat ini.
"Kali ini aku akan membuatmu merasakan sensasi yang belum pernah kau rasakan sebelumnya." ucap Mario dengan bersamaan terdengar ******* Jasmine karena benda pusaka pria itu menembus masuk ke bagian sensitif gadis polos itu.
Jasmine tidak bisa menahan desahannya ketika Mario mulai menggerakan pinggulnya. Gadis itu merasakan hal yang berbeda dengan kemarin. Jika kemarin dirinya hanya merasakan sakit tetapi kali ini ia merasakan rasa sakit yang bercampur dengan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan selama hidup.
Hingga akhirnya mereka berdua bertempur dengan panas malam itu. Pertempuran berakhir ketika Mario menyemburkan sesuatu di dalam tubuh Jasmine.
Pria itu terjatuh lemas ke sisi Jasmine yang masih terbuai dengan sensasi yang diberikan Mario padanya.
Gadis itu memeluk Mario dengan penuh cinta. "Aku sangat mencintaimu, Mario."
Mario yang dipeluk Jasmine menatap gadis itu lagi-lagi dengan tatapan dingin.
"Aku rasa kita harus menghentikannya sekarang." ucap dingin Mario yang menatap Jasmine yang berada di sampingnya.
Jasmine terkejut melihat tatapan dan mendengar perkataan dingin Mario, membuat air matanya mengalir dengan sendirinya.
"Aku berbohong saat bilang aku menyukaimu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!