Sosok pria tinggi berbadan atletis berjalan dengan sebuah koper yang dia bawa. Dia membuka kacamatanya seraya mengukir senyum tipis di sudut bibirnya.
"Indonesia i'm back." Seru pria itu. Kemudian dia berjalan sembari melihat ke sekeliling. Dia berjalan kearah gadis cantik yang terlihat menekuk ekspresi wajahnya menandakan kekesalan. Gadis itu sudah menunggunya hampir dua jam disana.
"Hey sweety girl, Sudah lama menungguku ya," Sapa pria itu sembari memeluk gadis yang tubuhnya terlihat mungil dibanding dirinya.
"My name is Jenny, sweety sweety apaan. Udahlah kak nggak usah basa basi." Ucap Jenny sembari melepaskan paksa pelukan pria yang ternyata kakak kandungnya. "Kau bilang kedatanganmu jam 7 malam, ini sekarang jam berapa haaa...? Aku merelakan kencan pertamaku hanya demi menjemputmu. Memuakan!" Jenny begitu kesal dengan sang Kakak yang telah mengerjainya.
"Kau sama sekali tidak berubah ya, masih cerewet seperti empat tahun yang lalu." Ucap Danish mengejek adiknya yang uring-uringan. "Kau ini masih kecil, belum waktunya kencan seperti itu." tukas Danish seraya mengusap kasar rambut sang adik.
"Huh.." Jenny mendengus kesal, dia meninggalkan kakaknya berjalan duluan menuju mobilnya.
"Hey kemana kau, tunggu. Aku membawa sesuatu yang pasti kau suka." Teriak Danish, tapi adiknya itu sama sekali tak menoleh. Akhirnya dia berlari menyusul sebelum ditinggalkan oleh adiknya yang sudah kesal.
Danish Putra Argantar dan Jenny Caliza Argantara, mereka dua bersaudara yang jarang sekali akur. Mereka keturunan dari pasangan Vella mariska dan Bima Argantara. Usia mereka terpaut tujuh tahun. Saat ini Danish berusia 24 tahun dan Jenny masih 17 tahun.
***
Mobil yang dikendarai oleh Jenny memasuki griya cendana, komplek perumahan elit. Ya, Vella dan Bima memang pindah rumah. Baru lima tahun mereka menempati rumah itu. Mereka pindahan sebelum Danish berangkat ke Belanda waktu itu.
"Wah ternyata empat tahun lamanya semua sudah banyak berubah. Kau pandai juga menyetir," tukas Danish seraya melirik kepada Jenny yang fokus menyetir.
"Kalau tidak pandai mungkin sudah sejak tadi kau ku buat terkapar di tengah jalan." Ucap Jenny dengan ketus.
"Astaga adikku ini kenapa ketus sekali, Apa kau kesal karena kencan pertamamu gagal?" Tanya Danish dengan lembut kepada adiknya. Bertepatan dengan laju mobil yang sudah berhenti tepat di halaman sebuah rumah mewah dengan air mancur yang menjadi icon di halamannya.
"Menurutmu bagiamana? Sudahlah kak aku malas berbicara denganmu. Kita sudah sampai dan tugasku sudah selesai." Ucap Jenny yang langsung membuka pintu mobil. Dia masuk lebih dulu ke dalam rumah meninggalkan sang kakak.
Di dalam Vella sudah menunggu, dia sedikit gusar seraya melihat kearah jam. Sejak jam setengah tujuh malam tadi, Jenny berpamitan pergi ke bandara menjemput sang kakak. Tapi sampai sekarang mereka belum juga datang. Beberapa menit kemudian Jeslyn masuk dengan wajah yang kesal.
"Jenny akhirnya kamu pulang juga sayang, Loh tapi kok kamu datang sendiri? Mana kakakmu?" Vella menghampiri anak gadisnya yang sejak tadi ia tunggu. Tak perlu repot menjawabnya, Danish sudah masuk dan langsung memeluk sang ibu yang dirindukannya.
"Anak mama yang tampan ada disini. I miss u so much mam." Ucap Danish seraya memeluk Vella yang sudah berkaca-kaca. Danish melepaskan pelukannya dari sang mama. Dia menatap intens wajah sang mama. "Empat tahun sudah aku nggak ketemu mama, tapi mamaku ini malah kelihatan lebih muda ya. Kalau aku bukan anak mama pasti sudah aku pacari." Canda Danish, detik itu juga Vella mencubit dengan gemas anak laki-lakinya itu.
"Siapa yang berani ingin memacari istriku?" Sahut seorang pria yang tidak lain adalah Bima.
"Canda pa," Ucap Bima sembari memeluk sang papa yang juga sudah lama tidak ia temui.
Jenny yang melihat pemandangan saling melepas rindu itu malah bertambah kesal. Apalagi dia baru saja menerima chat dari pria yang akan dikencaninya. Pria itu mengatakan tak mau lagi kenal dengan Jenny. Katanya pria itu sudah menyiapkan malam spesial tapi Jenny malah tidak jadi datang.
"Hei kau masih marah padaku?" Tanya Danish yang melihat ekspresi adiknya semakin cemberut. Bukannya menjawab Jenny malah berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarnya.
"Kamu apakan adikmu?" Tanya Bima
"Enggak aku apa-apain kok pa." Jawab Danish dengan santai.
"Yasudah ini sudah malam. Kamu istirahat, mandi dulu trus tidur." Ucap Vella pada sang anak.
"Iya aku ke kamar dulu ma pa,"
...****************...
Hari sudah pagi, Asisten rumah tangga sudah menghidangkan makanan di meja makan. Bima dan Vella sudah duduk di meja makan. Tak lama kemudian kedua anak mereka datang bersamaan.
"Pagi ma pa," Ucap Jenny dengan lesu, dia tak menyapa kakaknya.
"Hei kau tak menyapaku, kau lupa aku sudah ada dirumah?" tukas Danish. Jenny sama sekali tidak menghiraukan protes yang dilontarkan oleh kakak yang duduk di sebelahnya.
"Kau masih marah dengan masalah kemarin, harusnya kau berterimakasih pada kakakmu ini. Jovi yang akan kau kencani semalam itu pria yang tidak baik." Ucap Danish membuat Jenny semakin kesal.
"Kakak tahu darimana pria itu bernama Jovi? dan pliss deh jangan asal menilai orang. Memangnya kak Danish sudah pernah bertemu dia? Dia itu pria lembut baik dan penyayang."
"Ahaha, Kau hanya mengenal Jovi lewat situs online kan? Kalian baru satu kali bertemu. Asal kau tahu Jovi itu sudah menghamili enam wanita. Tapi dia lari dari tanggung jawabnya. Bagaimana aku tahu? Karena aku mendapat laporan dari seseorang kalau kau mulai bermain dengan lelaki. Sebagai kakakmu aku wajib melindungimu dari pria bejat diluar sana." Tutur Danish.
"Ishh jadi selama ini kak Danish menyuruh orang memata-mata i kegiatanku?" Jenny malah semakin marah.
"Ini demi kebaikanmu nona Jenny." Ucap Danish dengan suara keras. Saat Jenny akan menjawab, Bima menghentikan mereka berdua.
"Hentikan perdebatan kalian berdua. Jenny, apa yang dilakukan kakakmu itu benar. Kamu ini sudah beranjak dewasa, jangan sampai kamu terjerumus dengan pria bejat diluar sana."
"Untuk kamu Danish, setelah makan papa ingin bicara serius denganmu."
****
Jenny sudah berangkat sekolah, dia masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Saat ini tiga orang duduk di sofa ingin membahas sesuatu yang penting.
"Danish, kamu kan sudah lulus dan menjadi sarjana. Sekarang saatnya kamu terjun dalam dunia kerja. Besok papa akan melantikmu menjadi CEO di perusahaan." Ucap Bima
"What? Aku masih ingin bersenang-senang pa. Bertahun-tahun aku dipusingkan dengan materi pelajaran di sekolah. Sekarang aku harus mikirin urusan kantor yang membosankan itu? Hah.. jangan bercanda pa," Ucap Danish merasa keberatan.
"Siapa yang bercanda, Mau tidak mau ikuti perintah papa. Atau semua fasilitasmu papa cabut." Tegas Bima
"What? Ma..." Danish mencoba meminta pembelaan dari sang mama.
"Sayang, ini semua untuk masa depan kamu. Turuti aja perintah papa."
Danish tak bisa berkutik, dia mengangguk menyetujuinya meskipun sebenarnya berat.
Danish pergi ke klab malam untuk merefresh fikirannya. Dia langsung di hampiri oleh wanita-wanita cantik yang ada disana. Danish yang memang berjiwa palyboy senang dikelilingi banyak wanita.
Ketika di Belanda, dia selalu berganti-ganti teman kencan. Danish bahkan pernah memacari tiga wanita sekaligus saat baru masuk SMA. Jiwa ke playboy annya semakin menggebu saat menuntut ilmu di Belanda. Disana dia dikelilingi banyak wanita yang dengan suka rela menjatuhkan hati padanya. Tapi Danish sama sekali tidak pernah menaruh hatinya pada wanita yang menganggapnya kekasih.
Dia hanya ingin menunjukkan kalau semua wanita tergila-gila padanya. Meski menyandang gelar sebagai playboy, dia berprinsip untuk tidak menyentuh wanita yang belum menjadi istrinya.
Saat tengah berjoget ria dengan para wanita, Ada polisi masuk kedalam klab untuk mengadakan razia narkoba. Musik berhenti, semuanya disuruh keluar dari ruangan berlampu redup itu.
Sialnya, di saku Danish ada serbuk menyerupai barang haram itu. Dia pun dibawa oleh polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Pihak polisi juga langsung menghubungi orang tua Danish.
Danish yang sama sekali tidak merasa mempunyai benda itu terus membela diri saat di tanyai oleh polisi. Dia juga disuruh melakukan tes urin.
Hasil tes menunjukkan negatif. Serbuk yang ditemukan di saku Danish tadi juga bukan sejenis Narkoba. Itu hanya obat sakit kepala yang di hancurkan. Danish pun di bebaskan.
"Nah kan pak polisi nggak percaya sih sama saya. Emangnya saya ada tampang pemakamai? Ganteng gini. Yasudah saya pergi." Ucap Danish, dia pun keluar dari kantor polisi.
"Gila, siapa nih yang beraninya menjebakku. Siapa yang udah masukin tuh obat di saku jaketku," Gerutu Danish sembari berjalan untuk mencari taksi. Karena mobilnya masih berada di parkiran klab.
"Ahahaah..." Suara riuh tawa terdengar di telinga Danish. Tatapannya langsung berfokus pada empat orang yang datang menghampirinya.
"Kalian? Oh ini pasti ulah kalian kan?" tukas Danish
"Ahaha.. gimana-gimana, penyambutan selamat datang dari kita sangat wow kan," Ucap pria yang tak kalah tampan dari Danish. Arkala Alfahrezi, satu tahun lebih muda dari Danish. Arka adalah teman Danish dari kecil. Anak dari rekan kerja Bima yaitu Davin Alfahrezi.
"Aya,Ara kalian juga ikut mengerjaiku?" Danish menunjuk secara bergantian pada kedua gadis yang kembar itu.
"Hei brother, Aku Mazayra dia yang Mazaya."
"Iya aku Aya, Empat tahun nggak pulang bikin kau susah bedain kita lagi. Haha."
"Udahlah sama aja. Hei kau jangan senyum-senyum, aku laporin tante Dira kalau kau nakal." Ucap Danish seraya menunjuk kearah miko.
"Astaga kak, aku ini bukan anak kecil lagi. Aku udah hampir 20 tahun loh."
Mazaya, Mazayra, Arka, miko dan Danish itu teman dari kecil. Meskipun Danish menuntut ilmu jauh di Belanda hubungan mereka tetap dekat. Mereka masih menjaga komunikasi lewat sosial media.
"Kalian ya, bercandanya nggak lucu tau'. Kalau tadi aku sampai beneran di tahan polisi, Bisa di cincang abis aku sama papa." Omel Danish merasa geregetan dengan keempat orang yang ada dihadapannya.
"Aku ini lebih tua dari kalian semua, jadi hormat sedikit dong." Ucap Danish seraya mengencangkan jaketnya, berlagak cool.
"Halah halah tuaan setahun dua tahun doang." Gumam Arka
"Heh aku serius ya, Aku bener-bener marah sama kalian." Ucap Danish dengan ekspresi datar dengan tatapan yang tajam. Mereka langsung menunduk tak ada yang berani menatap Danish. Mereka fikir Danish benar-benar marah.
"Ahahaha..." Suara tawa Danish memecah keheningan karena mereka semua merasa takut pada Danish yang terlihat sangat marah.
"Kok ketawa sih bukannya lagi marah?" tukas Mazaya sedikit bingung.
"Biasa aja dong ekspresinya. Aku hanya bercanda, Dah yuk aku traktir kalian semua. Tapi anterin aku ambil mobil dulu."
Malam ini mereka bersenang-senang bersama dengan makan besar di sebuah restoran.
...****************...
Jam tujuh pagi Danish masih sangat mengantuk, karena dia baru tidur jam tiga pagi tadi dan harus bangun jam setengah lima untuk sholat subuh. Berencana ingin tidur kembali, Papanya mengingatkan bahwa hari ini dirinya harus ikut ke kantor untuk diresmikan sebagai CEO.
Wajahnya benar-benar tidak fresh hari ini. Tapi itu tidak mengurangi ketampanan seorang Danish. Ia keluar dari dalam mobil. Menatap kearah perusahaan besar milik papanya yang sebentar lagi akan dia pimpin. Danish berjalan beriringan dengan papanya. Seluruh karyawan yang dilewatinya terutama karyawan perempuan tak berkedip menatapnya. Tapi saat ini Danish sedang tak ada tenaga untuk tebar pesona dengan gadis-gadis cantil yang ada di sekitarnya.
Seluruh karyawan dikumpulkan untuk mengumumkan CEO baru mereka. Karyawan perempuan terlihat antusias dengan CEO baru mereka. Sekretaris Danish pun sudah bertekad untuk mendekatinya.
Selesai sesi pengangkatan menjadi CEO Danish masuk ke dalam ruangannya. Dia langsung duduk di kursi kerjanya. Bersandar menyamankan bahunya yang terasa berat. Danish memutar kursinya menghadap ke belakang. Dia yang tadinya membaca buku panduan menjadi CEO, sekarang sudah terlelap. Saking lelapnya dia sampai mengeluarkan suara dengkuran.
Azel, sekretaris Danish bersiap untuk masuk ke dalam ruangan. Dia ingin mulai berinteraksi dengan atasannya. Sebelum itu dia membuka bedak berkaca yang selalu ada di sakunya. Mempertebal lipstik agar bibirnya terlihat sensual. Membenarkan rambutnya juga. Tak lupa menyemprotkan parfum ke segala sisi. Tapi Azel yang terlalu antusias malah tanpa sengaja menabrak OB yang sedang membawa segelas jus alpukat permintaannya. Jus itu muncrat mengenai wajah Azel.
"Aww.. OMG, iuuhh." Teriak Azel yang terkejut kemudian mengusap wajahnya yang terkena cipratan jus alpukat yang kental.
"Astaga Alika! Kalau kerja yang benar dong," Bentak Azel dengan suara khas cemprengnya itu.
"Aduh mbak maaf, saya tadinya mau ngasih jus ini pesenan mbak Azel."
"Taruh di mejaku kan bisa, Arrgh.. jadi kotor semua kan. Aku pastikan kamu akan dipecat." Ancam Azel
"Nggak perlu repot-repot bikin saya di pecat mbak, saya udah resign dan ini hari terakhir saya kerja."
Azel yang kesal pergi meninggalkan tempat. Alika tak memperdulikan Azel. Memang sejak ia bekerja disana, Azel selalu saja membuatnya melakukan pekerjaan sulit. Hari ini hari terkahir dia bekerja disana, karena dia akan pulang ke bandung untuk melanjutkan kuliahnya. Beasiswa yang sempat tertunda satu tahun kini ia dapatkan. Ada satu masalah yang membuat beasiswa Alika di cabut waktu itu. Namun di tahun ini dia mendapatkan beasiswa di universitas lain.
"Sebelum pulang aku akan selesaikan tugas terkahirku, mengantarkan minuman kepada semua karyawan. Terutama ke ruangan CEO baru, aku tadi belum sempat lihat orangnya." Ucap Alika dengan membawa nampan berisi minuman-minuman untuk karyawan disana. Dan terkahir, dia membawakan kopi racikannya yang banyak disukai oleh karyawan disana untuk CEO baru.
"Permisi pak, saya office girl mengantarkan minuman." Ucap Alika, saat ini dia sudah berdiri di depan meja kerja Danish.
"Pak kopinya saya taruh disini ya," Alika menaruh kopi diatas meja kerja Danish. Alika sudah menilai kalau Danish ini CEO yang sombong karena sama sekali dia tak memutar kursinya untuk sekedar melihatnya ataupun berterimakasih. Saat hendak pergi, Alika mendengar suara dengkuran orang yang sedang tidur. Dengan perlahan dia melangkah mendekati kursi yang diduduki oleh bosnya.
"Astaga, ternyata ni orang tidur." Lirih Alika
"Ganteng juga, ternyata orang ganteng tidurnya bisa ngorok juga hihihi. upss." Alika hampir kelepasan tertawa keras. Tak mau mengganggu atasannya, Alika langsung bergegas keluar meninggalkan ruangan.
Danish terbangun dari tidurnya, karena kaget hp di dalam saku jasnya berdering.
"Siapa sih ganggu aja!" Danish merasa kesal baru sebentar tidur sudah ada yang mengganggunya. Ternyata yang menelfonnya adalah mantan kekasihnya yang ada di Belanda. Bahkan hpnya penuh dengan pesan dari para mantan pacarnya yang tidak mau hubungannya disudahi begitu saja. Apalagi Danish tidak memberitahu pada ketiga mantan pacarnya jika dia pulang ke indonesia. Dengan kasar Danish menerima telfon itu.
"Halo apalagi sih?"
"Danish akhirnya, Aku nggak mau hubungan kita berakhir."
"Aku nggak mengakhiri hubungan, kita kan emang dari awal nggak punya hubungan apa-apa."
"What? Kita kan udah sering jalan, sayang-sayangan juga."
"Memangnya aku pernah menyatakan cinta? Udahlah nggak perlu protes, kau kan sudah dapat banyak barang dariku juga."
Itulah Danish, dia tak pernah menganggap serius hubungannya dengan seorang perempuan. Sampai saat ini belum ada perempuan yang berhasil meluluhkan hatinya.
"Hmm aroma apa nih, seperti kopi." Danish mengendus bau harum kopi. Dia memutar kursi yang sedang ia duduki. Benar saja ada secangkir kopi di atas meja kerjanya. Danish mengambilnya dan tanpa ragu mencicipi kopi yang baunya sangat menggugah selera itu.
"slruuup.. Ahh.. Hmm baru kali ini aku minum kopi seenak ini. Siapa yang buat ini, pastinya OB disini." Ucap Danish sembari terus menikmati kopi itu hingga habis. Kini rasa kantuknya sudah hilang. Sedikit merasa lebih segar setelah meminum kopi itu.
Setelah menghabiskan kopi itu, Danish bergegas ke pantry kantor. Dia penasaran siapa yang membuat kopi itu. Danish memang kurang kerjaan sampai dia mencari si pembuat kopi padahal itu sama sekali tidak penting.
"Pak Danish, ada yang bisa saya bantu?" tukas Yunus salah satu office boy disana. Tak ada orang lain selain dirinya di pantry.
"Saya mau tanya, yang bikin kopi buat saya siapa ya?"
"Yang buat Alika pak, Apakah tidak enak? Alika memang suka bikin kesalahan pak mohon di maafkan."
"Tidak tidak, justru kopinya enak sekali. Saya mau setiap pagi dibuatkan kopi itu."
"E e maaf pak tapi Alika sudah resign. Baru saja dia pulang."
"Kenapa dia resign?"
"Katanya mau melanjutkan kuliahnya pak. Dia dapat beasiswa."
Danish merasa kecewa, padahal dia ingin setiap hari dibuatkan kopi enak seperti itu. Dia pun kembali ke ruangannya. Dia baru sadar kalau di sebelah kopi ada secarik kertas.
Salam pak CEO baru, saya office girl disini. Saya ucapkan selamat semoga kedepannya perusahaan ini semakin maju bersama bapak. Ini kopi pertama dan terakhir dari saya. Semangat pak :)
Danish tersenyum membaca surat itu, Dia jadi semakin penasaran seperti apa sosok Alika itu. Kalau dari kata-kata dalam kertas itu, Danish menyimpulkan Alika ini gadis periang.
Danish langsung pergi ke ruang hrd meminta cv Alika. Setelah mendapatkan map berisi data lengkap Alika, Danish kembali ke ruangannya. Disana juga tertera foto Alika tersenyum manis. Danish mengambil foto itu. Dia menatap intens foto gadis yang membuatnya merasa tertarik. Gadis yang empat tahun lebih muda darinya itu, berhasil membuat hati Danish bergetar. Padahal mereka belum pernah bertatap.
"Alika Dean Alkandra, kau salah berkata ini kopi terakhir. Suatu hari nanti akan kubuat kau membuatkan kopi setiap pagi dirumah kita berdua." Ucap Danish seraya tersenyum. Dia menyimpan foto Alika di dalam dompetnya.
...****************...
Lima bulan kemudian....
Peforma kerja Danish sebagai CEO tidak diragukan lagi. Dia memang mewarisi kepandaian papanya dalam berbisnis. Bima pun sangat bangga dengan anaknya.
Saat ini Danish masih berkutat dengan laptopnya. Dia baru berhenti saat telfonnya berbunyi. Dia menerima telfon dari victor, orang suruhannya untuk mengawasi adiknya.
"Halo victor, Kau punya info apa hari ini?"
"Adik bos bro bolos sekolah, dia jalan sama si jovi. Ini saya lagi ngikutin mereka."
"Sharelock sekarang aku susul kesana."
"Baik bos."
Danish meninggalkan pekerjaannya, dia bergegas pergi ke lokasi yang dituju adiknya bersama jovi. Pria yang berbahaya menurut Danish.
"Hei Danish, kamu mau kemana? Jam sembilan kita ada meeting loh." Panggil Bima
"Pah ini bener-bener urgent. Jenny bolos sekolah dan dia jalan sama jovi cowok brengsek itu."
"Apa? Yasudah papa ikut. Meetingnya kita undur saja sehabis maka siang."
Danish pergi bersama papanya. Sharelocknya mengantar mereka ke sebuah danau, dimana tempat itu banyak pepohonan dan juga jauh dari keramaian.
"Victor kemana mereka,"
"Mereka kesana bos, sepertinya Jovi mau melancarkan aksinya."
Danish pun berlari menuju kearah yang di tunjuk oleh anak buahnya. Sementara Bima dan Victor menyusul di belakangnya.
"Kita ngapain sih disini kak?" Tanya Jenny yang sebenarnya merasa tidak nyaman juga diajak kesana. Saat ini mereka duduk di bawah pohon besar beralas tikar yang dibawa oleh Jovi.
"Kok kak sih, Sayang dong. Kita kan udah pacaran. Kita kesini ya untuk pacaran." Jovi mulai merapatkan duduknya seraya merangkul Jenny. Kemudian dia mencoba ingin mencium Jenny.
"Kak jangan,"
"Kenapa sayang, kita kan udah pacaran. Malahan harusnya lebih dari sekedar berciuman."
"Maksudnya gimana kak?"
"Kalau kamu sayang sama aku kamu harus bisa bikin aku seneng."
"Caranya?" Tanya Jenny
"Seperti ini," Jovi menunjukkan video porn*grafi dengan ponselnya. Jenny yang masih sangat polos langsung menelan salivanya melihat itu.
"Ayo kita seperti itu," Ajak Jovi dengan senyuman
"Enggak mau kak, itu dilakuin untuk yang sudah menikah. Kita ini masih pacaran. Aku mau pulang aja."
"Sayang pliss lah ayok, jaman sekarang wajar kok orang pacaran begituan. Aku janji akan bertanggung jawab."
Jenny seketika ingat ucapan kakaknya waktu itu kalau Jovi ini pria tidak baik.
"Enggak kak, kita putus aja. Aku mau pulang."
Jovi mencengkram tangan Jenny.
"Kau mau kemana, rasakan dulu surga dunia bersamaku." Ucap Jovi membuat Jenny ketakutan, dia sampai menangis. Jovi merobek rok sekolah Jenny hingga memperlihatkan paha indahnya.
"Kak aku tidak mau. Tolong..." Teriak jenny seraya meronta-ronta ingin melepaskan diri dari Jovi yang mengunci tubuhnya.
"Beraninya kau sentuh adikku!" Danish datang langsung menarik Jovi dan membantingnya. Danish menghajar habis-habisan sampai Jovi terkulai lemas tak berdaya.
"Victor urus dia, bawa ke kantor polisi." Ucap Danish
Jenny menangis tersedu-sedu. Dia merasa bersalah sudah tidak menuruti nasihat kakaknya.
"Sudah kukatakan, dia itu cowok brengsek. Apa yang kau harapkan dari dia? Sekarang kau sadar kan, dia mau melecehkan kamu di tempat seperti ini. Untuk sekedar menyewa kamar saja dia tidak mampu, lantas kamu mau percaya begitu saja dengan omongan dia yang ingin tanggung jawab setelah mendapatkan kesucianmu!" Ucap Danish merasa kesal dan marah.
"Papa kecewa sama kamu Jenny. Kita pulang sekarang, Kita bahas masalah ini dirumah."
Meski kesal dan juga marah, Danish tetap membantu adiknya berdiri dan memberikan jasnya untuk menutupi roknya yang sobek.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!