NovelToon NovelToon

The Lost Of Legends

Prolog

Hidupmu sudah tak berarti sejak kamu datang ke dunia ini hanya untuk menjadi sampah!” ujar wanita dari balik hutan yang menutupi sosoknya.

Dia tampak tertawa dengan bahagia, wajah keji bagai psikopat yang baru saja membunuh manusia dengan sukacita. Wanita itu terus menyampaikan kalimat-kalimat untuk mendorong pria di depannya jatuh.

“Kamu dengan mudahnya tertipu olehku, apakah sungguh sebodoh itu dirimu? Lompatlah ke Jurang Tanpa Dasar, barangkali kamu akan kembali ke duniamu, ha ha ha!”

Pria itu hanya menatap kosong ke gelapnya jurang yang ada di depannya. Tubuhnya babak belur, pakaiannya compang-camping seperti diterkam serigala.

Dia menggigit bibirnya dengan kesal dan sangat marah. Bagaimana tidak? Bukan hanya dipanggil ke dunia lain secara kebetulan, dia dibuang dan ditelantarkan layaknya sampah. Padahal, bukan keinginannya untuk datang sama sekali.

“Apa dosa yang telah aku perbuat? Sejak kapan aku melakukan kesalahan? Ada apa dengan dunia ini sebenarnya?!”

Kemarahan yang tak tertahankan namun tak bisa diutarakan dengan kata. Pria itu meneteskan air matanya, berbagai emosi tersimpan di dalamnya. Air mata sanggup menguraikan lebih banyak pesan daripada pesan yang disampaikan sebuah kata.

Pria itu menengadah, menemukan langit mulai menangis. Mungkin menangis sedih karena turut menyaksikan penderitaannya, atau mungkin berbahagia karena tontonan menarik yang ia saksikan.

Awan petir menggelora layaknya festival besar yang terjadi di senja hari. Tak ada rasa takut atau senang, pria itu justru menjadi sangat marah.

“Apa yang kalian lihat? Apa yang kalian rayakan?!”

“Menyaksikan hidupku yang menyedihkan selagi tertawa dan mencela?! Jangan bercanda! Kehidupan tidak serendah itu untuk ditertawakan kalian!”

Tangannya mengepal erat, tubuhnya bergetar dan giginya mengatup kuat. Pria itu mencurahkan segala emosinya di detik terakhir kehidupannya. Awalnya emosi tersebut hanya berupa umpatan, tetapi perlahan berubah menjadi gelak tawa.

“Ha ha ha, ha ha ha, HA HA HA! Sungguh bajingan kalian! Aku hanya ingin kembali pada keluargaku, apa yang salah dengan itu, para dewa keparat!”

Dia tak datang ke dunia ini atas dasar kemauan ataupun harapan. Tak terlintas sedikitpun keinginan untuk pergi ke dunia lain di dalam hatinya. Pria itu hanya ingin kembali berkumpul bersama keluarga kecil yang ia bangun.

Namun takdir begitu kejam untuk memisahkannya jauh dari keluarga, terpisah oleh alam semesta yang begitu luas dan jauh. Tanpa tahu bagaimana caranya pulang.

‘Apa dosa yang aku perbuat? Permohonanku sederhana; aku ingin pulang.’

“Sudahlah lompat dan akhiri nyawamu!” teriak wanita itu dengan sedikit jengkel. “Takkan ada yang menyelamatkanmu bahkan jika mati di sini!”

Pria itu tetap diam mematung, sama sekali mengabaikan perkataan wanita itu. Pengabaian yang telah berulangkali dilakukannya.

‘Andai kala itu tak terjadi, aku mungkin takkan berakhir di tempat busuk ini.’

Hari di mana ia datang ke dunia ini, kebaikan yang mungkin disesalinya seumur hidup.

[***]

Tepat pukul dua belas siang ketika tiba waktunya jam istirahat. Semua siswa dan siswi mulai mengeluarkan bekalnya di ruang kelas sementara seorang guru yang selesai mengajar tengah merapikan barangnya.

“Jangan sampai lupa apa yang saya sampaikan. Minggu depan kita akan mengulas kembali pelajarannya.”

“Ya!”

Dia seorang guru yang cukup terkenal di sekolah karena wajahnya yang cukup menawan dan pesona miliknya. Dengan rambut hitam panjang yang seakan tak terawat, mata unik berwarna merah dan perawakan kekar serta tinggi.

Pria itu pergi ke ruang guru, dalam perjalanannya ada beberapa siswi yang menyapanya. Setibanya di ruang guru dia menghela napas panjang karena rasa lelah dan panas di waktu yang sama.

“Huh, aku ingin hari ini segera berakhir,” gumamnya dengan nada yang kelelahan.

“Sepertinya harimu berat, ya?” ujar rekan kerjanya, seorang pria paruh baya.

“Ah, kepala sekolah,” pria itu lekas tegak namun kepala sekolah memintanya untuk santai. “Ya, ini hari yang berat untuk siapapun karena cuacanya lebih panas dari biasanya.”

“Kamu benar sekali. Padahal ramalan cuaca mengatakan hari ini akan mendung. Tak disangka-sangka melesetnya akan sejauh ini.” Kepala sekolah mengelap keringat di dahinya.

“Ya, itu ada benarnya.”

Saat keduanya tengah melakukan percakapan, handphone pria itu bergetar dan menunjukkan seseorang memanggil. Setelah meminta izin pada kepala sekolah, pria itu mengangkatnya.

“Hallo?”

Telpon itu datang dari rumah sakit dan memberikan kabar mengejutkan. Tak hanya mengejutkan, kabar tersebut sesuatu yang sangat menggembirakan sampai pria itu sedikit meneteskan air mata.

“Ada apa?” tanya kepala sekolah.

“Istriku … dia ingin melahirkan.”

Bagi seorang ayah, kelahiran anak adalah hal membahagiakan karena anak adalah mahakarya yang bisa diciptakan oleh manusia.

“Benarkah? Itu kabar bagus!” kepala sekolah berseru dengan riang.

“Pak, aku—” sebelum pria itu sempat mengatakan apapun lagi, kepala sekolah menyela perkataannya.

“Apa yang kamu tunggu? Kamu tak boleh meninggalkan momen kelahiran anakmu!”

“Cepatlah! Aku memberimu izin pulang lebih awal, sisanya serahkan padaku!”

Mendengar tanggapan menyenangkan tersebut membuat pria itu tertegun. Dia diam-diam berterima kasih dan pergi dengan tergesa-gesa.

Pria itu berlari sepanjang jalan, tanpa memperdulikan orang-orang menatapnya dengan penasaran.

‘Putraku akan lahir! Aku harus menemani istriku dalam prosesnya!’

Berkali-kali dia meyakinkan dirinya. Istrinya sudah berjuang mengandung sembilan bulan dan akan melakukan perjuangan terakhir dengan melahirkan anaknya. Setidaknya dia harus menemaninya sampai akhir.

“Aku harus cepat!” dia melompat dan berlari ke gang kecil untuk memperpendek jarak.

Dalam perjalanannya dia menemukan terdapat konstruksi jalan. Dan, terdapat seorang wanita yang berdiri menatap ke dalamnya.

“Apa yang dia lakukan?” gumamnya, sampai ketika ia menyadari bahwa tiang lampu di dekat gadis itu mulai goyang dan jatuh.

Pria itu tak bisa mengabaikannya, ia lekas menghampirinya dan memeluknya.

“Awas!”

Keduanya jatuh ke dalam lubang konstruksi di waktu yang tepat ketika tiang lampu terjatuh, meski begitu masalah belum berakhir. Mereka harus bisa selamat ketika mendarat tepat ke dasar lubang tersebut.

Pria itu sudah mengharapkan rasa sakit selagi melindungi gadis dalam pelukannya agar tak terluka.

“Apa yang—”

Namun cahaya aneh menyelimuti keduanya, lingkaran dengan sigil muncul dan membawa kedua pergi ke suatu tempat. Menghilang dari muka bumi ini.

Pria itu mulai merasa sakit di punggungnya. Dingin menyelimuti. Kepalanya terasa sakit, bahkan ada suara dering keras di telinganya selama beberapa waktu.

Dia tiba di sebuah tempat gelap, lantai batu dengan ukiran aneh dan 36 orang yang membentuk lingkaran besar. Dia juga menemukan terdapat tiga belas orang termasuk dirinya berada di tengah lingkaran tersebut.

“A-apa yang terjadi” ujarnya selagi memegang kepalanya.

Wanita dalam pelukannya baik-baik saja untungnya namun situasi saat ini jelas sangat membingungkan.

Sesaat kemudian seorang pria tua dengan jubah merah, pakaian putih dengan aksesoris dari emas asli. Dan, mahkota megah digunakannya. Seorang pria tua dengan janggut lebat dan badan yang kekar terlepas dari umurnya.

Siapapun pasti akan menyadari bahwa sosok itu adalah seorang raja.

“Selamat datang di duniaku, wahai kaum pahlawan.”

Dunia Lain

Ada dua hal yang menjadi pertanyaan besar di kepalanya. Pertama, mengapa dia ada di tempat semacam ini?

Harusnya dia terjatuh di lubang galian bersama dengan gadis yang coba dia selamatkan. Bukannya tiba di dalam lubang tersebut, dia justru tiba di tempat aneh. Mimpi? itu tidak mungkin karena kepalanya terasa cukup sakit saat ini. Dan, kehangatan dari wanita yang ada di pelukannya bukanlah dusta.

Atap dan lantainya dari batu yang diukir dengan tulisan asing, pilar hitam tinggi menjulang dan besar. Tak ada warna di setiap tempat ini, hanya seperti sebuah ruangan yang dibangun dengan batu alami.

Kedua, dia mulai bertanya-tanya akan satu hal yang dikatakan orang-orang asing tersebut.

“Apa yang dia katakan?” gumamnya tanpa sadar.

Dia menemukan wanita yang coba diselamatkannya bangkit dengan rasa sakit yang sama di kepalanya.

“Kamu … terima kasih telah coba menyelamatkanku sebelumnya.” Tak lupa dia mengucapkannya dan memperhatikan kembali pria tua di depan mereka. “Apa kamu … tak memahami perkataannya?”

“Sama sekali tidak,” pria itu menggelengkan kepala dan menatap wanita itu. “Bagaimana denganmu?”

Wanita itu memiliki raut wajah yang bingung, “Ini aneh … karena aku memahaminya dengan jelas.”

Keanehannya tampak jelas, dia tak memahami apa yang disampaikan pria tua itu namun wanita di sisinya ini bisa mengerti dengan jelas. Melihat yang lainnya, tampak jelas kalau semuanya memahami bahasa pria tua yang terlihat seperti raja.

‘Mengapa hanya aku seorang yang berbeda?’ Terlintas dalam pikiran pertanyaan tersebut.

“Aku akan membantumu menerjemahkannya. Omong-omong namaku Sakura Bellatrix. Tolong panggil aku Bellatrix.”

Perpaduan antara marga jepang dan nama yang entah dari barat atau mungkin eropa. Hampir tak ada singkronisasi dari marga dan nama aslinya. Bellatrix, nama yang tidak asing mengingat pria itu memiliki nama yang sama asalnya.

“Aku … namaku adalah, Aludra.”

Aludra, sebuah nama yang berasal dari bintang. Meski berasal dari konstelasi berbeda, namun nama Bellatrix itu sendiri termasuk nama bintang.

Pria— Aludra awalnya ragu untuk mengatakan namanya. Itu karena dia tak tahu harus bagaimana bersikap. Tak hanya dari pakaian SMA yang digunakannya, tetapi rambut hitam panjang ponytail, sweater diikat di pinggang, mata biru cerah dan wajah cantik disertai kulit lembut dan halus. Tubuhnya juga langsing dan kulitnya kencang, faktor remaja.

Tak perlu ditanyakan lagi bahwa Aludra jauh lebih tua darinya, bahkan Aludra juga seorang pengajar terlepas dari penampilannya yang tak terlihat seperti orang yang hampir menginjak usia kepala tiga.

Aludra kemudian menemukan bahwa pria tua itu mulai berbicara. Sekali lagi, Aludra tak mengerti bahasanya sehingga Bellatrix harus menerjemahkannya.

“*#*#*#*#”

“Namanya adalah Andrea Borea Etherbelt. Dia seorang raja kerajaan bernama Etherbelt,” ujar Bellatrix.

“Raja? Etherbelt? Aku tak tahu ada raja dan kerajaan dengan nama itu di bumi.”

Tepat ketika Aludra merasa heran, Bellatrix tercengang. Tak hanya Bellatrix, tetapi Aludra juga melihat bahwa orang-orang yang ada di tengah lingkaran juga sama tercengang. Salah satu dari mereka mulai bergumam.

“Dunia … lain, katamu?”

Aludra merasakan keringat dingin, jika pendengarannya tidak salah, maka dia saat ini tidak sedang berada di bumi.

“Apa benar apa yang dikatakannya kalau kita tidak di bumi, Bellatrix?” Aludra mendesak, tetapi Bellatrix tidak mendengarkan, “Oi, sadarlah!”

Aludra mengguncang tubuh Bellatrix dan membuatnya terlepas dari keterkejutannya. Bellatrix kemudian mengangguk dan menatap langsung mata Aludra.

“... Ya. Kita tidak lagi di bumi. Ini … dunia lain yang berbeda dari bumi.”

Sesaat Aludra lupa bernapas, pikirannya menjadi kosong begitu saja. Dia mulai terengah-engah dan memegang kepalanya, keringat mulai mengalir di seluruh tubuhnya.

‘Apa yang dia katakan, dunia lain? Apa maksudnya. Ini tidak lucu, sama sekali tidak lucu!’

Aludra mulai merasakan kemarahan juga takut di dadanya, seketika ia mengerutkan alis dan berjalan menuju Andrea.

“Dunia lain, katamu? Lelucon bodoh di waktu yang salah. Hentikan semua ini, ada hal yang perlu aku lakukan!”

Aludra mencekram kerah Andrea, meski orang di depannya adalah pria tua, nyatanya dia lebih tinggi dari Aludra. Mungkin karena Andrea melatih tubuhnya bahkan di usia senja.

“Aku memiliki keluarga yang membutuhkan kehadiranku! Maaf namun aku takkan bergabung ke dalam lelucon ini!”

Orang-orang yang membentuk lingkaran terlihat ingin membantu namun Andrea sendiri yang menghentikan mereka agar tidak ikut campur.

“*#*#*#”

Aludra menggertakkan giginya dengan kuat, “Hentikan semua lelucon ini! Aku harus pergi menemani istriku melahirkan, anakku akan lahir! Cepat biarkan aku pergi!”

Meski tahu bahwa Andrea tak mungkin memahami perkataannya namun Aludra yakin kalau semua orang memahami dirinya sedang marah.

“*#*#*# … *#*#!”

Cahaya mulai berkumpul di sekitar Aludra, angin kencang berhembus dan menghempaskan Aludra ke lantai dengan cukup kuat.

Aludra mulai bertanya-tanya tentang apa yang terjadi sampai dia melihat Andrea mengeluarkan angin dari lingkaran cahaya berbentuk bintang.

“Apa itu sihir?!” Seorang pria dengan rambut kemerahan berseru demikian.

Entah apa yang terjadi namun Aludra merasakan tekanan angin kuat sebelumnya san menghempaskannya. Di bumi seharusnya tidak ada sesuatu semacam itu. Maka jika begitu, benar ini bumi.

“Aludra,” Bellatrix memanggil dan berusaha menenangkan. “Situasi saat ini masih begitu samar … ada baiknya kita ikuti kemauannya dulu dan memahami situasinya dengan lebih jelas.”

Memang bahwa mendengarkan situasinya lebih dulu adalah jalan terbaik, namun kemarahan Aludra tak bisa hilang begitu saja. Bahkan jika dia harus melewatkan kelahiran anaknya, dia akan tetap bertekad untuk pulang.

Pada akhirnya Aludra akan pergi untuk mengikuti kemauan Andrea. Dia dibawa keluar dari altar yang ternyata adalah Kuil Pemanggilan. Kuil tersebut baru ditemukan keberadaannya belum lama karena telah menghilang dari peradaban selama ini.

Aludra tidak terlalu peduli rinciannya, ia mengamati sekitarnya dengan saksama. Dalam perjalanannya mereka melewati kota yang tampak indah. Gedung dua lantai, orang-orang bersenjata, makanan asing dan bahkan toko penempa. Tak salah lagi, ini dunia lain karena bumi tidak lagi berada di abad pertengahan.

Bahkan dari kejauhan dapat terlihat jelas sebuah tempat yang persis seperti Colosseum. Ada banyak hal menarik lainnya, salah satunya adalah manusia yang memiliki ekor dan telinga hewan, terlantar dan tak terawat. Seperti halnya pengemis.

Meskipun Aludra tak tahu banyak hal tentang dunia fantasi seperti ini, setidaknya dia memahami orang-orang yang menyerupai hewan itu.

‘Ksatria, raja, setengah manusia, dan istana. Tak salah lagi ini adalah abad pertengahan.’

Aludra mendecakkan lidahnya dengan kesal, dia sungguh berada di tempat yang bukan bumi.

Mereka diarahkan ke dalam istana, meski tak mau mengakuinya namun Aludra kagum dengan interior dan desain istana yang luar biasa megahnya. Mulai dari tembok besar yang melindungi istana secara khusus, halaman yang sungguh luas dan beberapa lukisan serta vas bunga yang terlihat mahal.

Semuanya di desain dengan mewah, megah serta pemborosan. Tidak dapat dihitung seberapa besar kekayaan kerajaan ini.

Aludra pergi ke ruangan yang tampaknya adalah aula kerajaan. Ruangan yang terlalu besar dan tinggi untuk ukuran manusia, pilar menjulang, lantai berhiaskan karpet merah dan di ujungnya terdapat singgasana megah.

Tentunya semua hal ini memberikan penjelasan bahwa ini nyata bukan di bumi.

Cara Untuk Pulang

Andrea duduk di singgasana, banyak orang-orang juga mulai berkumpul dan berdiri di tepi ruangan. Selain itu, dari belakang Andrea muncul dua orang gadis. Satu adalah wanita dewasa yang anggun dengan rambut merah dan gaun yang sedikit terbuka.

Disisi lain ada seorang wanita muda yang mungkin baru berumur belasan tahun berdiri dengan senyuman lembut. Dia wanita yang cantik, bahkan Aludra cukup terkesima ada gadis muda dengan paras seperti itu.

Mereka memperkenalkan diri sebagai Elizabeth Borea Van Etherbelt, istri dari Andrea. Dan, putri mereka, Eleanor Borea Van Etherbelt.

Semua orang memberikan penghormatan kepada mereka, keluarga nomor satu di kerajaan ini. Bellatrix dan yang lainnya juga memberikan hormat dengan cara mereka sendiri meski gerakannya agak canggung.

Di sisi lain Aludra hanya memiliki wajah berkerut marah karena dia sama sekali tak memahami bahasa yang digunakan orang-orang dunia ini.

Bellatrix tentunya menyadari kesulitan Aludra dan membuka suara.

“Permisi,” ujar Bellatrix, “Apakah kamu tak memiliki sesuatu yang membuat seseorang bisa memahami bahasa dunia ini?”

Andrea mengangkat alisnya, “Mungkin saja ada sesuatu seperti itu. Namun bukan hal mudah mendapatkannya, selain itu, barang tersebut hanya sekali pakai.”

“Apa yang dikatakannya?” tanya Aludra.

Bellatrix menjelaskan dengan wajah bermasalah, “Maaf, tampaknya kamu harus bersabar untuk bisa memahami bahasa dunia ini.”

“Aku tak peduli dengan itu,” Aludra menatap Andrea secara langsung. “Katakan padanya cara bagiku untuk kembali. Tak peduli apapun yang terjadi, aku harus kembali ke keluargaku!”

Bellatrix tampak ingin menyampaikan sesuatu namun segera dia mengatakan apa yang Aludra sampaikan. Entah bagaimana caranya, setiap kali Bellatrix berbicara, meski bahasanya sama dengan Aludra namun di telinga penduduk dunia ini berbeda.

Aludra mulai bertanya-tanya apakah ada teknologi tertentu yang mempengaruhi hal tersebut. Namun mengingat peradaban dunia ini yang masih menganut sistem hierarki, besar kemungkinan teknologinya tak seperti di bumi.

Andrea mulai berbicara dan Bellatrix dengan cekatan menerjemahkan setiap kalimatnya.

“Tak ada jalan bagimu, atau siapapun untuk kembali dari dunianya. Aku sendiri tak tahu banyak tentang ini, bahkan sihir pemanggilan orang dari dunia lain baru ditemukan satu dekade belakangan.”

Aludra menggertakkan giginya dengan kuat dan mengepalkan tinjunya, “Persetan dengan sihir dan dunia lain! Lantas mengapa kalian memanggilku ke sini?!”

Bellatrix sekali lagi menerjemahkan perkataan Aludra, tentunya bagian tidak sopan dia hapuskan dari kalimatnya. Secara tak langsung dia akan menjadi perantara Aludra dengan penduduk dunia ini.

“Kerajaanku masih meneliti tentang hal ini. Jika kamu ingin tahu alasanmu datang ke tempat ini, maka tolong diam dan dengar penjelasanku.”

Andrea terlihat sedikit jengkel, namun Aludra jauh lebih jengkel. Dia enggan mendengarkan hal tak penting karena yang terpenting sekarang adalah cara agar dirinya kembali ke bumi.

“Aku akan mulai menjelaskan tentang mengapa kalian datang ke sini.”

Dari penjelasan yang telah diterjemahkan oleh Bellatrix, mereka datang ke dunia ini berkat sihir kuno yang dinamakan, Heroes Summon. Sihir tersebut baru ditemukan dan diteliti lebih lanjut lebih dari satu dekade sampai saat ini.

Harusnya akan ada dua belas orang yang bisa dipanggil ke dunia ini melalui sihir tersebut dikarenakan Divine Protection yang disediakan dewa hanya tersedia dua belas.

“Divine Protection adalah perlindungan suci bagi mereka penduduk dunia lain yang terpanggil dan menjadi pahlawan. Ada tiga belas dari kalian, jika salah satunya tak memahami bahasa dunia ini maka dia benda asing yang sejak awal tidak seharusnya ada di sini.”

Benda asing itu adalah Aludra, mungkin dia terlalu sial karena ikut terpanggil. Sejak awal sihir tersebut harusnya hanya akan membawa Bellatrix, tetapi karena Aludra memeluknya untuk menolongnya maka dia ikut terbawa.

“Ini adalah sihir khusus yang digunakan untuk memanggil pahlawan untuk membantu manusia menyelesaikan perang Ragnarok yang entah kapan akan terjadi.”

Andrea menyampaikan bahwa mereka melakukan uji coba terhadap sihir tersebut untuk membantu dunia ini mempersiapkan diri dalam perang.

Ragnarok adalah peperangan besar antara iblis, malaikat dan manusia yang mau ataupun tidak pasti akan terlibat. Perang besar tersebut disebabkan oleh perseteruan para dewa tentang siapa yang lebih berkuasa.

“Dikarenakan mereka abadi, pertarungan para dewa tak pernah berakhir. Pada akhirnya mereka memutuskan menciptakan makhluk yang akan mati jika terbunuh dan membuat peperangan ini menjadi nyata.”

Aludra merasa itu cerita yang terlalu sulit untuk diterima bagi manusia di bumi. Bahkan Aludra sendiri sulit mempercayai semua ini nyata, namun karena dia telah merasakan langsung sihir maka tak ada tempat untuk penyangkalan.

“Kalian telah mendapatkan Divine Protection dari para dewa, maka kalian juga akan mendapatkan Index.”

Andrea menjelaskan sekali lagi kalau di dunia ini ada sesuatu yang ditinggalkan para dewa bernama, Index.

Aludra menemukan kalau Bellatrix dan yang lainnya melakukan hal demikian. Bagian yang luar biasa adalah senjata muncul di tangan mereka masing-masing. Bellatrix menerima senjata berupa busur.

“Kamu harus mengatakan ‘Index’, Aludra,” ujar Bellatrix.

“Maaf, aku tak mau menerima apapun yang tidak kuketahui. Selain itu aku tak berniat tinggal lama di sini.”

Aludra tidak ingin menerima hal tersebut, dia sudah berencana untuk pergi sejak awal.

Meskipun Bellatrix tidak menerjemahkannya, Andrea tampak memahami apa yang dibicarakan Aludra. Mungkin karena dia membaca pergerakan Aludra yang jelas menentang menerima Index.

“Aku tak tahu apa yang dia bicarakan namun karena dua belas senjata sudah menemukan pemiliknya. Maka dia adalah benda asing yang tak seharusnya ada di dunia ini. Memang disayangkan namun kami tak memiliki cara apapun untuk mengembalikanmu.”

“Apa yang dia katakan?” tanya Aludra.

Bellatrix tampak bingung untuk menyampaikannya, meski begitu Aludra terus mendesak dan mendapatkan jawabannya.

Tak ada jalan untuk kembali ke bumi. Heroes Summon adalah sihir satu arah, hanya bisa memanggil tanpa bisa mengembalikan.

“Kamu mungkin bisa mencarinya di perpustakaan,” ujar Eleanor, putri kecil milik Andrea.

Bellatrix menerjemahkannya agar Aludra memahami. Tentunya itu pilihan masuk akal namun masalahnya adalah Aludra tak memahami bahasa dunia ini.

“Aku akan membantumu membacanya,” ujar Bellatrix dan tersenyum, “Kamu sebelumnya coba menyelamatkanku, ini balas budiku.”

Aludra tidak memiliki pilihan lain yang bisa diambil selain melakukannya. Meski menyebalkan bahwa dia akan menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari huruf dan bahasa yang benar-benar baru.

‘Tunggu aku. Apapun yang terjadi, aku pasti akan kembali menemui kalian. Jadi, tolong tunggu sedikit lebih lama lagi.’

Tekadnya untuk pulang takkan memudar begitu saja, Aludra diam-diam bersumpah akan mendedikasikan hidupnya untuk pulang ke bumi. Keluarga kecil yang terpisah oleh dunia dan bintang telah menunggunya untuk pulang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!