NovelToon NovelToon

Baby Girl

part 1

"Rista,"

Mendengar namanya dipanggil, dengan segera gadis bernama lengkap Rista Amora langsung menghampiri wanita paruh baya yang merupakan mamanya.

"Mah," Ucap nya sambil memeluk wanita yang sangat dia cintai itu.

"Sini, duduk disamping mamah, ucap Eve sambil menepuk kursi sofa yang kosong.

Rista menurut dan ikut duduk tepat disamping Eve yang kini menatapnya dengan intens.

"Kenapa sih mah, serius amat mukanya." ucap Rista mengernyit kan keningnya.

"Mama mau ngomong serius sama kamu sayang," ucap Eve memegang kedua tangan putrinya.

"Heum, oke, mama mau ngomong apa emang, Rista jadi kepo, jarang-jarang loh mama ngomong kayak begini."

"Em aku tau, mama mau nambahin uang jajan Rista ya," tebak Rista sambil terkekeh geli.

"Ck, kamu ini, duit terus yang dipikirin," ucap Eve sambil menabok pelan kepala Rista

"******, kan uang number one," girang Rista.

Eve mengehela nafas nya sebentar lalu kembali menatap Rista yang kini juga menatapnya penuh pertanyaan.

"Jadi, sebenarnya mamah pengen jodohin kamu sama Rafael." Ucap Eve dengan satu tarikan napas.

Terdiam, Rista tak menanggapi ucapan Eve karena masih mencerna apakah dia salah dengar atau tidak.

"Hah!"

"Mama pengen kamu nikah sama Rafael Rista!" tegas Eve.

"Rafael?" cicit Rista. Dia mengenal pria itu, beberapa kali dia bertemu dengan pria yang sudah duda tersebut karena Mama nya.

"What the hell, mama bercanda kan," ucap Rista.

"Gak, mama sedang tidak bercanda saat ini Rista, mama serius. Kamu pikir mama ngajak kamu selalu ketemu sama mama Rafael dan Rafael tanpa suatu alasan? No. Kami sudah membicarakan ini dari jauh-jauh hari!"

Rista speechless, dia menatap tak percaya ke arah Eve.

"Jadi, cuma Eve yang gak tau tentang ini? mah What's wrong with you. Aku masih kuliah," ucap Rista sambil berisi dari duduknya dan mengusap kepalanya kasar.

"Mama harap kamu bisa menerima nya sayang,"

"Aku tidak mau mah, bagaimana bisa aku harus menikah dengan orang yang tak aku cintai dan aku bahkan baru mengenalnya." Pekik Rista.

"Mau tidak mau kamu harus mau Rista! mama sudah cukup pusing dengan tingkah lakumu yang selalu pulang malam dan berkeliaran dengan pria tak jelas itu." bantah mamanya.

"Dia pacar aku mah, dia baik kok," ucap Rista mencoba membela sang kekasih yang memiliki image buruk di mata sang mama.

Wanita paruh baya itu terkekeh. "Baik katamu! pria baik mana yang yang membawa seorang gadis pergi ke club malam dan selalu pulang larut ," teriak mamahnya didepan mukanya.

Wanita paruh baya itu sudah kehilangan kesabaran saat beberapa kali sudah memperingati bahan menghukum anak gadis satu-satunya itu. Eve harus mengelus dadanya sabar menghadapi tingkah Rista.

Eve hanya tak mau anaknya semakin terjerumus lagi kedepannya.

"Aku sama dia gak pernah macam-macam mah, aku tau batasan kok. Aku juga butuh refreshing lagian bukan cuma aku teman-teman kuliah aku juga banyak," kekeh Rista.

"Itulah kamu, gak pernah dengerin mamah,lalu karena mereka kayak gitu kamu mau ikutan jadi cewe yang gak bener! iya! Hah?" bentak Eve.

"Mah ini tuh udah zaman milenial udah banyak kali mah jadi gak usah heran di zaman kegini banyak yang ke club' atau apalah," jelas Rista pada ibunya. Menurut nya gak itu sudah sangat biasa.

Eve semakin geram mendengar ucapan Rista kini dia sudah memutuskan agar Rista akan menikah dengan anak temannya semasa SMA dulu agar ada yang membimbing gadis itu.

"Terserah kamu mau bilang apa, mama gak peduli yang jelas keputusan mamah sudah bulat kamu akan tetap menikah dengannya. Dan putuskan pacarmu itu." ucap Eve menekankan kata putus pada anaknya lalu beranjak untuk memasuki kamarnya. Sepertinya Eve butuh istirahat setelah perdebatan tadi.

"Mah, gak bisa gitu dong, dia kan udah Duda mah mana udah punya anak lagi. What the hell apa kata orang mah," Rista mengikuti arah perginya mamanya. Sungguh dai tak rela mana dia sekarang masih kuliah please deh umurnya masih 21 tahun.

Dia masih ingin menikmati masa mudanya. Masih banyak yang dia mau capai. Anak? bahkan hal itu tak pernah terlintas dipikirannya.

Eve mengehentikan langkah kakinya lalu membalikkan badannya menatap sang putri. Sungguh dia menyayangi anaknya dia akan kesepian saat putrinya akan mengikuti suaminya nanti tapi Eve hanya ingin anaknya mendapatkan yang terbaik.

"Itu yang terbaik buat kamu Rista, "

"Baik apanya mah, yang mama pikirin baik untuk aku belum tentu baik buat aku mah. Mamah pernah mikirin gak kalo aku nikah masalah pernikahan itu lebih berat mah pasti bakal ada masalah-masalah lainnya lagian aku juga masih kuliah," lirih Rista.

Eve memandang mata sayu anaknya.

"Maafin mamah, tapi kamu harus tetap menikah dengan Rafael, dan soal masalah pernikahan semua orang pasti ada Masalah dengan itu mamah harap kamu bisa menjadi dewasa dan bertanggung jawab nantinya.'tegas

Eve.

"Mamah egois tau gak, " ucap Rista menitikkan air matanya lalu berlari sambil keluar rumah.

"Eve, Kembali kamu awas aja kalo kamu berbaik kabur mamah gak akan kasih sepeserpun harta mamah sama kamu," pekik Eve yang tak dihiraukan oleh Rista.

Kini Rista malah melajukan motor sportnya meninggalkan rumahnya. Rista butuh menenangkan diri.

"Rista," teriak Eve saat Rista melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Eve mengigit jarinya khawatir. Dia benar-benar khawatir saat Rista mengendari motor dengan keadaan marah takut anaknya kenapa-napa.

Wanita paruh baya itu kini menghubungi Rafael, anak dari sahabatnya yang akan menjadi menantunya nanti.

Meminta bantuan pada pria itu untuk mencari putrinya, akan semakin cepat karena Rafael adalah seroang tentara dan jabatan pria itu adalah kapten.

Eve yakin pasti putrinya itu akan pantai karena Rista sangat menyukai pantai hampir setiap sore putrinya akan pamit ke pantai untuk melihat sunset.

"Yang bener aja, sama duda lagi, mama ngadi-ngadi," teriak Eve sambil melajukan motornya dengan kecepatan yang sedang.

Dia tak mau seperti orang-orang yang jika ada masalah, membawa kendaraan seperti kesetanan di jalan raya umum.

Eve tak mau jika orang-orang disekitarnya kenapa-kenapa hanya karena dirinya dan lagi Eve masih menyayangi nyawanya.

Hingga tak beberapa lama, akhirnya Eve sampai juga di pantai yang sering kali dia kunjungi.

Eve memarkirkan motornya lalu pergi menuju ke arah pantai. Untung saja tidak terlalu banyak pengunjung membuat dia bisa lebih menikmati alam hari ini.

Eve tak sabar untuk melihat sunset, Eve begitu menyukainya, karena hal itu membuat dirinya tenang.

TBC

part 2

Pantai adalah salah satu tempat yang sangat disukai banyak orang tapi tidak dengan Rafael.

Pria itu sangat membenci pantai, karena disanalah istrinya meninggalkan dirinya dan putranya untuk selamanya di dunia.

Karena pantai dia harus jauh dan berbeda alam dari istrinya. Dia tak bisa lagi untuk berbicara dengan wanita yang sudah berada dalam hatinya itu. Tak ada lagi yang menemani dirinya, menunggunya saat pulang dari kerja.

Namu saat ini, Rafael harus memaksakan dirinya untuk ke pantai karena suatu alasan. Yaitu, menjemput sang calon istri yang telah dijodohkan oleh ibunya.

Pria itu mengeraskan rahangnya, gara-gara perempuan itu dia harus kembali ketempat yang dia tak suka, ini juga karena permintaan calon ibu mertuanya dan desakan ibunya padahal jelas sekali ibunya tau jika dia tak suka pantai karena insiden 4 tahun yang lalu.

Matanya memutar sekitar pantai ada banyak orang yang bersantai dan melihat sunset. Sampai akhirnya Rafael menemukan orang yang dicarinya duduk dipinggir pantai dengan kaki yang dipanjangkan hingga ombak menyentuh kakinya .

Ingatan kejadian masa lalu berputar di kepalanya saat istrinya yang terbawa ombak dan dia tak dapat menyelamatkan istrinya hingga istrinya tenggelam di bawa arus dan tak pernah ditemukan mayatnya.

Nafas Rafael mendadak tidak teratur ini menyesak kan Rafael tak sanggup harus berlama-lama ditempat ini rasanya sulit sekali untuk bernafas. kilasan masa lalu itu berputar - putar di otaknya.

Rafael semakin mempercepat langkah kakinya menghampiri perempuan yang merepotkan dirinya. Ingin sekali dia berteriak marah pada wanita itu.

Rafael menarik kuat tangan perempuan itu hingga berdiri dari duduknya. Terlihat wajah wanita itu marah tapi Rafael tak memperdulikan itu sama sekali.

"Apa yang anda lakukan, sangat tidak sopan," ucap Rista kasar.

Rista mendengus dia sedang asyik-asyiknya menikmati pemandangan alam yang sangat indah dan tiba-tiba pria dengan berbaju hijau loreng tersebut dengan seenak jidatnya menganggu kesenangan dirinya.

"Aku mau mati hah! kau tak liat ombaknya?" teriak Rafael dengan nada yang menggebu-gebu. Wajahnya nampak memerah akibat menahan amarah yang sedari tadi sudah ditahan nya.

Saat perempuan digegamannya hendak akan melakukan protes, Rafael langsung membawa Rista dari pantai karena dia tak bisa menatap terlalu lama ke arah pantai tersebut.

Rista tentu saja memberontak namun kekuatannya tak sebanding dengan Rafael yang tiap hari berolahraga.

Tangan besarnya membawa Rista ke arah mobilnya dan memasukkan perempuan itu kedalam mobilnya dan tak lupa menguncinya takut Rista akan nekat karena dia tau perempuan yang disampingnya ini adalah perempuan yang keras kepala.

Tak heran Rafael mengenal Rista karena mereka sudah beberapa kali bertemu untuk membicarakan perjodohan namun Rista yang selalu menolak membuat mereka harus melakukan beberapa pertemuan.

"Apa maumu?" tanya Rista.

"Bisakah kau tak merepotkan, jangan menjadi perempuan yang manja yang harus dijemput. Dan lagi harus kabur dari rumah? menghindari permasalahan begitu? kau pikir akan selesai dengan kabur. Kekanakan," desis Rafael menekankan kata kekanakan pada Rista .

"Aku tak pernah meminta anda untuk datang, lagipula siapa yang kabur. Aku hanya ingin menenangkan diri," balas Rista tak mau kalah.

Rafael diam tak menjawab kini pria itu mengendalikan setirnya dan melajukan mobilnya dengan sedikit cepat karena ingin segera menemui putranya.

"Hei tunggu, motorku bagaimana!" ucap Rista mengingat bagaimana motor nya yang dia tinggalkan di parkiran. Dia lupa jik dirinya kemari memakai motor.

Rafael meraih ponselnya dan menghubungi anak buahnya untuk menjemput motor Rista.

"Sudah beres, sekarang bisakah kau diam dan duduk dengan tenang. Aku ingin fokus menyetir," sentak Rafael membuat Rista mencibir dalam hati.

***

"Daddy," teriak putra Rafael saat dia sudah sampai di kawasan rumah orang tuanya.

Terlihat Gabriel meminta turun dari gendongan ibunya untuk menghampiri Rafael.

Bocah 6 tahun itu terlihat sedikit berlari membuat Rafael juga ikut berlari dan menghampiri putranya tak lupa memeluknya dan menciumi wajah putranya.

"Daddy, i Miss U," ucap Gabriel mencium pipi Rafael.

"Kita baru bertemu tadi boy, kau sudah merindukan Daddy heum," Rafael menggelitik perut Gabriel hingga anak itu tertawa Sampai mengeluarkan sedikit air matanya.

"Sudah dad, hahaha dad perutku sakit eung," ucap Gabriel yang membuat Rafael menghentikan aktivitas-nya.

Gabriel menoleh dan memiringkan kepalanya melihat seorang perempuan yang berdiri di dekat mobil daddynya.

"Dia siapa dad," bisik Gabriel sambil berbisik tepat di telinga Rafael.

Rafael menoleh dia melupakan keberadaan Rista begitu juga dengan ibunya yang langsung menghampiri Rista.

"Rista, kau datang sayang. Apa kabar," ucap sang ibunda. Wanita paruh baya itu memeluk Rista sebentar.

"Aku baik Bu, " ucap Rista.

"Ini calon mommy mu sayang, kamu belum pernah melihatnya kan," ucap Devina.

"Mommy"? cicit Gabriel menatap ke arah daddynya seakan meminta jawaban.

Rafael yang ditatap demikian tentu saja mengangguk. Rafael tau jika Gabriel sangat menginginkan kehadiran seorang mommy oleh karena itu dia menyetujui perjodohan itu.

"Aku tidak mau dia jadi mommy ku dad," rengek Gabriel menatap tak suka pada Rista.

"Why?"

"Mommy ku cuma satu dad, dan mommy sudah ada disurga tak ada yang boleh gantiin mommy. Aku tak suka dia suruh saja dia pulang dad aku tak mau mommy baru," pekik Gabriel meronta untuk turun dari gendongan Rafael.

Rafael yang panik tak mau anaknya jatuh akhirnya menurunkan bocah itu dan putranya langsung memasuki rumah tanpa menoleh ke arah mereka kembali.

Rafael mengehela nafas dia kira Gabriel akan senang dengan kehadiran seorang mommy tapi ternyata tidak. Rafael menoleh ke arah Rista yang menggigit bibirnya Rafael tak bisa menebak apa yang dipikirkan oleh Rista.

"Eum, tak usah dipikirin dia masih kecil sayang, tolong mengerti ya," tutur Devina mengusap bahu Rista.

"Tak apa bu, aku mengerti," balas Rista yang tak tau apa yang harus dia lakukan lagi. Entah kenapa melihat kebencian di mata bocah bernama Gabriel tadi membuat harinya tersentil akan penolakan itu. Apa dia seburuk itu hingga anak itu tak menerima nya sama sekali bahkan mereka baru bertemu.

"Kau tak berpikir akan membatalkan perjodohan ini kan sayang, tolong ibu nak dia sangat membutuhkan kehadiran seorang mommy hanya butuh waktu untuk meluluhkan hatinya," ucap Devina memegang kedua tangan Rista.

"Aku.. aku tidak tau Bu," Rista meringis, ingin sekali dia berkata kasar tapi wanita didepannya ini sangat baik pada dirinya walaupun dia memang nakal dan keras kepala Rista tak pernah melawan orang yang lebih tua darinya , pernah sih sama ibunya karena perjodohan itu.

"Dia hanya butuh waktu, saya harap kamu bisa dekat dengannya, saya akan sangat berterima kasih." Ucap Rafael menatap dalam ke arah Rista.

TBC

part 3

Devina mengajak Rista untuk masuk kedalam rumah diikuti oleh Rafael yang menyusul anaknya yang sedang merajuk.

"Ibu sudah memasak makanan, kebetulan sekali ibu memasak banyak," ucap Devina menyuruh Rista untuk duduk di kursi sebelah milik Rafael yang biasanya dia gunakan.

"Bagaimana kabar mama mu?"

"Baik bu," balas Rista.

Devina tersenyum mengangguk. " Kita tunggu mereka sebentar lagi ya, Gabriel memang seperti itu. Walau perkataanya tadi tidak mengiiginkan seorang ibu itu bohong. Kau tau ibu selalu melihatnya menangis mengucapkan mommy,"

Rista diam mendengarkan, dia tak tahu apa yang harus dia katakan.

"ibu sangat berharap banyak padamu nak, tolong bantu dia yah bantu Rafael menjaganya. Umur ibu sudah tua entah sampai kapan ibu bisa menjaga Gabriel sedangkan Rafael harus pergi bekerja dan selalu menitipkan Rafael pada ibu." lanjut Devina dengan tatapan memohon.

Rista yang ditatap sperti itu hanya mengangguk kaku saja lagipula apa yang harus dia lakukan sekarang mamahnya juga memaksanya, mungkin ini yang bisa dia lakukan untuk mamahnya apalagi sebenarnya dia menyesal selalu melawan mamahnya tersebut.

Dilain tempat Rafael menyandarkan punggungnya menatap putranya yang sedang menelungkupkan kepalanya ke bantal dan punnggung anak itu bergetar, Rafael bisa menebak jika saat ini anaknya sedang menangis.

"Riel," panggil Rafael lembut. Gabriel menoleh dan mendapati daddy nya duduk diseberang kasurnya.

Gabriel berdiri dan menghampiri Rafael lantas memeluknya erat.

"Ada apa ini heum, jagoan dady memnagis?'

"Aku tidak menangis dad, salahkan saja air matanya yang turun padahal aku sudah menyuruhnya berhenti tadi,"ucap Gabriel menggembungkan pipinya yang membuat Rafael tersenyum gemas.

"Jadi dia tak mau mendengarkanmu ya,"

"Iya dad, air matanya nakal," balas Gabriel yang membuat tawa Rafael pecah dan meggelengkan kepalanya, ada-ada saja putranya itu.

"Baiklah-baiklah, ayo kita turun, daddy sudah lapar tau," ucap Rafael.

Gabriel menggelebngkan kepalanya. "Aku tidak mau makan disana jika wanita tadi masih disitu dad, suruh dia pergi dulu baru aku akan makan," bantah Gabriel.

"hei mana boleh begitu, itu tidak sopan daddy tak pernah mengajarimu seperti itu," tegas Rafael.

"Terserah daddy saja, aku tetap tidak mau makan dengan  wanita penganggu itu." teriak Gabriel keras.

"Gabriel," bentak Rafael.

Gabriel tersentak mana pernah daddynya membentak dirinya matanya kini sudah berkaca-kaca air matanya kini sudah menggenang di kelopak matanya.

"Hiks daddy membentakku gara-gara wanita itu hiks, Daddy tak menyanyangiku lagi," Gabriel menangis "Maaf daddy tidak suka jika sikap Gabriel seperti itu, jangan lakukan itu lagi!"

"Gbriel daddy tanya bisa?" ucap Rafael.

Gabriel akhirnya mengangguk berbeda dalam hatinya yang semakin tak menyukai Rista karena gara-gara dia daddy nya memarahi dirinya.

"Yasudah ayo turun," ajak Rafael merentangkan tangannya kode untuk agar Gabriel digendong olehnya.

"Aku bisa sendiri," tolak Gabriel menuruni kasurnya dan berjalan mendahului Rafael yang menghela nafas.

"Eh cucu nenek sudah lapar ya, ayo kemari duduk dekat nenek," ucap Devina.

Gabriel melirik tajam ke arah Rista tempat dia duduk didekat daddy nya kini sudah diduduki oleh Rista.

"Hei, itu tempatku, beraninya kamu mendudukinya!" pekik Gabriel.

Rista lantas berdiri ingin duduk ditempat lain melihat tatapan permusushan yang dilayangkan oleh Gabriel.

"Tak perlu pindah, duduk disitu saja," ucap Rafael yang baru datang.

"Dad?'' ucap Gabriel tidak terima.

"Duduk Riel, apa yang daddy katakan tetntang etika di meja makan," tegas Rafael.

Gabriel mendengus dan akhirnya duduk disamping neneknya.

"Terimakasih," ucap Rista pada Rafael yang repot-repot mengantar dirinya.

"Ya," balas Rafael.

"Tidak mau mampir?" ajak Rista.

Rafael menggeleng. "Lain kali saja, Gabriel akan mengamuk jika aku berlama-lama, titipkan salam ku pada mamah," ucap Rafael lalu pamit pergi.

"Astaga Rista, kamu darimana saja hah!" ucap Eve, terselip nada khawatir didalamnya.

"Dari rumah Rafael," ucap Rista lalu memasuki rumah yang diikuti oleh mamanya.

"Benarkah? jangan mencoba membohongi mamah," peringat Eve.

"Mama gak percaya sama aku, tanya aja sama ibu Devina," ucap Rista.

"Okey, baiklah Mama hanya khawatir kamu tidak pulang kerumah lagi," ucap Eve.

"Heum, jika bisa akan aku lakukan masalahnya aku akan jadi gembel nanti," Rista terkekeh .

"Jangan pernah berpikiran seperti itu, mamah sudah memikirkannya kembali sayang, mamah gak akan memaksa kamu lagi maaf terlalu keras terhadap mu," ucap Eve.

"Mah,"

Eve langsung memeluk putrinya itu .

"Maaf sayang, maafin mamah yah, kamu bebas memilih jalan kamu sekarang mamah akan dukung maafin mamah tolong jangan berniat pergi Rista mama gak bisa, cuma kamu yang mama punya sekarang," Isak Eve.

"Hei mah, Please don't cry, aku jadi merasa bersalah kalo kaya gini ," pinta Rista karena tak mau alasan mamanya menangis ada dirinya.

Eve tersenyum. "Tapi mamah harap kamu tak pulang larut lagi Rista, mamah khawatir,"

"Maaf mamah, aku tidak akan lagi, aku akan fokus ke kuliah ku sekarang." ucap Rista.

"Good girl, mau makan diluar? kita sudah lama tak makan diluar," ucap Eve.

"Boleh," ucap Rista tersenyum.

***

"Cit, citra," ucap Rista dengan nafas yang ngos-ngosan.

Dia lupa mengerjakan tugasnya mana sekarang jadwalnya dosen killer lagi.

Rista bisa saja tak mengerjakan nya tapi dia tak mau mendapat nilai yang buruk lagi apalagi dosen nya sekarang seperti mempunyai dendam pribadi padanya.

Rista mengambil jurusan manajemen.

"Ambil aja di tas," ucap Citra yang sudah peka sambil memain-mainkan ponselnya menunggu dosen tiba.

"Ahh anjir panjang banget ini, aduh gak keburu mampus kamu Rista," Rista mendesah kesal sambil mengacak rambutnya.

"Udah jangan banyak omong, langsung tulis aja keburu dosen hot Dateng," balas Citra.

Rista dengan tangan yang bergerak cepat menyalin tugas milik Citra, meski dia akan berhasil menyalin ini nantinya pasti dia akan ketahuan tapi yang penting tugasnya itu selesai dulu.

Citra memejamkan matanya saat tulisan nya semakin tidak jelas.

"Selamat pagi semuanya," ucap dosen mereka yang sudah datang.

"Pagi pak," ucap semua mahasiswa yang didominasi oleh teriakan perempuan karena dosen yang bernama Melviano itu adalah idola para mahasiswa dan banyak juga dari dosen muda yang menyukai dirinya.

Bagaimana tidak Melviano terkenal karena berhasil menjadi dosen di umur nya yang 25 tahun dan tentu saja pria itu merupakan direktur di kantor ayahnya.

Para mahasiswa dan dosen tentu sana tau karena Ayah Melviano adalah salah satu donatur terbesar di kampus tersebut.

"Silahkan kumpulkan tugasnya, Patrick kumpulkan di meja saya," ucap Melviano pada penanggung jawab kelas tersebut.

"Ris, udah belum ," bisik Citra saat melihat Patrick akan segera ke meja mereka.

"Belum, bentar dulu ih sabar Napa," kesal Rista .

"Kenapa kalian berbisik-bisik?" ucap Melviano membuat tangan Rista berhenti menulis.

"Nona Rista?" panggil Melviano.

"Iya pak," cicit Rista.

"Tugasmu sudah bukan?" ucap Melviano dengan pandangan tajam.

Rista meneguk ludahnya dia belum selesai pasrah sudah dirinya.

"Kedepan Rista," ucap Melviano tak mengalihkan pandangannya dari Rista.

Rista menghela nafas bisa dia lihat Citra menatapnya dan mengatakan sorry .

"Berdiri didepan sampai kelas saya selesai," ucap Melviano dingin.

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!