WARNING 18+ !
Before reading this story, make sure you are over the age of 18.
Please if you want to blaspheme the main character in this story, there will be no improvement in the characteristics that each main character is good at.
‘Sweet Like The Devil’ is a story that is far from the good children who live here. I want you to leave this story if it is not to your liking.
Thank you
Ada kisah yang tidak ingin diceritakan dalam sebuah film panjang, ada rasa yang selalu ditahan dalam sebuah keputusasaan. Hidup berada di ambang kekecewaan atas semua kejadian yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Aku berada disini, di tempat yang sama saat aku berdiri terakhir kali, dengan raut wajah dingin saat melihat mobil hitam meninggalkan pekarangan rumah minimalis milik keluarga yang katanya sangat harmonis, kata itu ‘harmonis’ menjadi kata paling lucu di dunia pada hari itu hingga detik ini.
Viola Navier Edevane, nama panjang yang sangat indah dan memiliki arti cukup menakjubkan, perempuan cantik bak sinar matahari yang memiliki sifat baik hati. Harusnya orang tua ku tidak pernah memberikan nama seindah itu padaku saat mereka tahu bahwa aku tidak akan pernah merasakan kasih sayang orang tua seperti anak lain pada umumnya. Ayahku pergi entah kemana saat aku masih berumur 9 tahun, kala itu ibuku berada di titik paling terpuruk dalam hidupnya saat berusaha mengakhiri hidup, mungkin jika aku tidak menangis memanggilnya, aku benar-benar akan sendirian di dunia ini.
Itu hanyalah masa lalu yang membentuk kepribadianku hari ini, sejak hari itu, ibu sibuk sendiri dengan pekerjaan kantornya, dia terlalu sibuk hingga lupa kalau aku masih ada di dunia ini, banyak hal yang sudah aku lakukan untuk menarik perhatiannya, tapi semua sia-sia dan aku menyerah untuk itu. Tidak ada lagi peringkat 1, tidak ada lagi siswa terbaik, dan tidak ada lagi prestasi-prestasi yang membanggakan.
Hari ini adalah hari kelulusanku di sekolah menengah atas, sama seperti siswa lainnya aku menerima penghargaan kecil sebuah kertas tanda lulus. Tidak ada lagi penghargaan yang bisa aku dapatkan selain itu setelah kehidupanku berubah 180 derajat, aku menjadi pribadi yang sangat berbeda dari seorang Viola sebelumnya, gadis baik hati yang hanya tau belajar menjadi seorang gadis yang bisa kalian tebak sendiri, bahwa aku tidak bisa lepas dari asap rokok dan dunia malam.
Michael Alderman memeluk tubuhku sambil membawa buket bunga yang dia dapatkan dari keluarganya, bisa di bilang kami dekat sebagai teman sekaligus sahabat karena aku mengenal dia dan keluarganya sangat baik. Kadang aku sangat iri pada Michael, karena dia punya apa yang tidak aku punya yaitu sebuah keluarga kecil lengkap yang saling peduli satu sama lain.
“Untukmu.” Michael memberikan satu buket bunganya padaku, entah memang untukku atau dia hanya menghiburku dengan memberikan bunga miliknya padaku.
“Jangan diambil lagi oke.” Candaku sambil menerima buket bunga darinya.
Hubungan kami terlalu aneh jika hanya di sebut sebagai teman atau sahabat, aku terlalu dekat dengan Michael, seperti sepasang kekasih, tapi jujur aku sama sekali tidak memiliki perasaan padanya, ya nyatanya memang aku tidak akan pernah bisa mencintai siapapun karena alasan masa lalu.
Hari berlalu lebih cepat, banyak pertanyaan datang padaku akan kemana aku setelah lulus sekolah jika tidak melanjutkan ke perguruan tinggi mempelajari hal yang lebih khusus, aku sangat ingin masuk kelas seni, tapi aku takut mengatakan kepada ibuku mengingat hubungan kami sangat tidak dekat, bisa dihitung menggunakan jari berapa kali aku menggunakan kata dalam satu tahun, hampir tidak ada, bahkan mungkin ibuku tidak tahu kalau aku sudah lulus sekolah.
Saat ini aku lebih sibuk menekuni pekerjaan part time yang sebelumnya sudah aku mulai, pekerjaan yang dulu aku bisa kerjakan setelah pulang sekolah, sekarang aku bisa bekerja pagi dan pulang sore kemudian langsung ke club, hanya menghabiskan uang, tentu saja tidak, aku tidak banyak minum seperti Michael, aku hanya suka merokok, dan disana aku bisa melakukan sebanyak yang aku mau.
Rokok adalah salah satu tempat pelarian dari seluruh masalah dan perasaan yang tengah mengganjal. Sore ini aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku di sebuah kedai makanan korea, aku bekerja disana sebagai pelayan yang awalnya part time jadi full time, walaupun sebenarnya kedai ini buka sampai malam, tapi pemilik memang sengaja membuat seluruh pegawai malamnya itu laki-laki dan perempuannya hanya kerja sampai sore saja.
Aku keluar dari pintu belakang setelah mengganti pakaian kerjaku dengan pakaian biasa yang aku pakai sebelumnya, rok pendek dipadukan dengan crop top yang benar-benar membentuk tubuh rampingku dengan ukuran dada yang cukup normal, tidak terlalu besar juga tidak kecil.
Mobil Michael sudah menungguku di jalanan belakang kedai, aku segera masuk kedalam dan kami berangkat ke club bersama.
“Rokok.”
Michael menyodorkan kotak bungkus rokok padaku setelah aku memintanya, aku belum beli hari ini dan aku ingin menghisapnya sekarang.
“Apa tidak sebaiknya kamu berhenti merokok?.” Kalimat yang selalu aku dengar dari mulut Michael dan membuatku sangat bosan.
“Terus? Apa kamu juga mau berhenti minum?.”
“Tidak.”
“Kalau begitu jawabanku sama.”
“Setelah ini kamu akan kemana? Bukankah kamu ingin masuk sekolah seni?.”
Aku terdiam, benar aku ingin masuk sekolah seni mendalami apa yang sudah aku kuasai dengan baik, tapi aku tidak ingin membebani siapapun terutama ibuku.
“Aku ingin mencari uang dulu dan bebas mau kemana saja.”
“Uang tidak akan ada habisnya kalau di cari, tapi mumpung ada niat besar, kamu harus meraih mimpimu. Aku pikir bibi akan setuju kalau kamu melanjutkan studi di seni.”
“Aku tidak ingin membebaninya dengan kehadiranku, biarkan hidup kami berjalan di jalan masing-masing.”
Pembicaraan ini berakhir saat mobil Michael berhenti di sebuah club malam yang biasa kami datangi setiap hari, bahkan mungkin saking seringnya, semua orang sudah tidak lagi berani menggodaku kalaupun aku sedang sendiri. Klub ini adalah rumah utamaku ketimbang rumahku sendiri.
“Marcus ada di dalam, dicariin tuh.” Dia barista disini, aku sangat mengenalnya dengan baik, umurnya jauh diatasku dan dia sudah seperti kakakku sendiri.
Yang baru saja dia sebut adalah Marcus Achasion, laki-laki yang dulunya salah satu temanku dan Michael disini, tapi karena dia lebih tua dan lebih dahulu lulus sekolah untuk melanjutkan studinya di luar negeri, hampir tidak lagi pulang. Bulan-bulan ini adalah bulan liburan anak-anak sekolah, sudah pasti Marcus akan pulang.
Michael buru-buru berlari menghampirinya dan memeluknya erat bagaikan adik yang baru saja bertemu dengan kakaknya.
“Woi!! Lapasin bocah!.” Marcus mendorong Michael hingga melepaskan pelukannya. Laki-laki itu menghampiriku yang duduk dengan santai di sofa, memelukku erat sambil menepuk pundakku. “Bagaimana kabarmu?.”
“Seperti yang kamu lihat, ketimbang aku sepertinya Michael lebih merindukanmu.”
Kalimatku membuat Marcus melepaskan pelukannya dan memutuskan duduk di sebelahku, dia mengisyaratkan pada pelayan club untuk membawakan minuman untuk kami, aku tidak minum karena tingkat kesadaranku rendah saat memutuskan untuk minum.
“Masih belum bisa minum?.”
“Belum, aku juga tidak tertarik.”
“Bagaimana keluargamu?.”
“Tidak ada yang perlu dibahas, sama seperti dahulu.”
Marcus memeluk pundakku, aku selalu tidak nyaman dengan itu tapi aku berusaha santai selama dia tidak melakukan apapun. Seakan paham keadaan, Michael segera pindah tempat duduk di antara aku dan Marcus sambil menyunggingkan senyuman manja.
“Aku mau ke toilet sebentar.” Aku beranjak dari tempat duduk, melihat itu Marcus ingin mengikutiku tapi di tahan oleh Michael dan akhirnya membiarkanku pergi sendiri.
Aku melihat penampilanku di kaca toilet wanita, sedikit memoleskan lipstik yang mulai luntur di bibir. Suara ******* dari bilik toilet benar-benar membuatku kesal, aku tau ini club malam yang sudah pasti bebas tapi setidaknya kalau ingin berhubungan badan itu modal sewa ruangan, toh disini juga sudah disediakan, menjijikkan.
WARNING 18+ !
Before reading this story, make sure you are over the age of 18.
Please if you want to blaspheme the main character in this story, there will be no improvement in the characteristics that each main character is good at.
‘Sweet Like The Devil’ is a story that is far from the good children who live here. I want you to leave this story if it is not to your liking.
Thank you
Tidak biasanya mobil milik ibu berada di rumah siang ini, kebetulan hari ini aku mendapatkan libur kerja, sejak pagi aku hanya tidur tapi saat bangun dan melihat dari jendela lantai dua aku melihat mobil ibu berada di depan rumah. Seharusnya wanita itu berada di kantor untuk bekerja, pergi pagi pulang tengah malam, selalu seperti itu, dia lebih cocok disebut sebagai tuan penyewaan rumah ketimbang seorang ibu yang memiliki satu anak.
Tiba-tiba pintu kamarku yang ada di lantai dua diketuk dari luar.
Tok tok tok
Aku menoleh dan menghampiri pintu kemudian membukanya, Ibu berada di ambang pintu kamarku sambil menyunggingkan senyuman.
“Akan ada tamu yang ingin bertemu denganmu, ibu harap kamu memakai pakaian yang sopan.” Kalimat panjang yang membuatku berspekulasi banyak hal.
“Baik.” Tidak ada yang ingin aku tanyakan padanya, aku tidak mau berbicara banyak hal dengannya juga.
Ibu kembali menuruni tangga menuju ke lantai satu dan aku memutuskan untuk mandi sesuai permintaan ibu. Aku tidak tau baju sopan yang seperti apa yang diinginkan ibu untuk aku pakai, pilihanku hanya jatuh pada hoodie milik Michael dan celana jeans panjang. Aku pikir ibu ingin aku memakai pakaian yang tidak terbuka seperti saat aku membukakan pintu untuknya, dimana aku hanya memakai tanktop tanpa bra dan hot pants.
Malam itu benar-benar ada tamu yang datang ke rumah, dari lantai dua aku melihat dua mobil mewah berhenti didepan rumah ini. Aku tidak tahu siapa mereka, apakah aku akan dijual oleh ibu, tapi sejahat-jahatnya orang, ibu tidak akan pernah melakukan itu padaku. Hingga ibu keluar bersamaan dengan laki-laki yang sepertinya adalah tuan dari semua pengawalnya, mereka terlihat sangat akrab, bahkan ibu memeluknya dengan manja.
Seperti dugaanku, panggilan ibu terdengar dan aku harus keluar dari kamarku sekarang. Aku menuruni tangga dan tersenyum manis padanya, laki-laki paruh baya dan pasti lebih tua dari ibuku.
Kami bertiga duduk di meja makan, berbeda dari hari sebelum-sebelumnya, Ibu sangat manis, dia selalu memberikan senyuman sangat tulus padaku dan laki-laki itu.
“Viola, ini om Hades calon ayah kamu.” Ucapan itu sudah bisa aku pikirkan sebelumnya melihat kemesraan mereka berdua, tapi aku tidak yakin kalau laki-laki itu orang baik.
“Salam kenal Viola, om sudah dengar banyak hal tentangmu dari Iris, om harap kita bisa menjadi keluarga.”
“Iya om.” Aku hanya bisa memberikan senyuman dingin tidak nyaman, orang baru yang sebelumnya sama sekali tidak aku ketahui dan tiba-tiba memperkenalkan diri sebagai ayah baru ku, terlalu konyol.
Setelah kepergiannya, aku tidak menuntut apapun untuk ibu bicara dan menjelaskan semuanya, tapi ibu menghentikan langkahku saat aku akan menaiki lantai dua baru beberapa anak tangga saja.
“Ibu masih ingin bicara denganmu.”
Aku kembali duduk di meja makan berhadapan dengan ibu, meja ini nampak sangat dingin seperti diselimuti salju tebal di kutub utara. Hubungan kami tidak sebaik itu untuk ibu mengatakan banyak hal apalagi ibu menanyakan bagaimana perasaanku.
“Ibu akan segera menikah om Hades, dia akan menjadi ayahmu nantinya. Kamu juga harus pergi bersama ibu pindah rumah.”
Namun kalimat terakhir ibu membuatku sangat tidak setuju, walaupun ibu menikah, silahkan saja tapi aku bisa tinggal sendirian di rumah ini seperti sebelum-sebelumnya.
“Jika ibu ingin menikah, menikahlah, aku tidak akan melarang, tapi aku tidak bisa tinggal dengan ibu lagi.”
“Lalu kamu akan tinggal dimana? Rumah ini sudah di sewakan kepada orang baru dan mereka akan segera pindah.”
“Kenapa ibu selalu memutuskan apapun sendirian? Aku juga penghuni di sini, harusnya ibu juga memberitahuku sebelumnya.”
“Kita tidak sedekat itu, rumah ini atas nama ibu jadi ibu berhak melakukan apapun. Ibu hanya ingin kehidupan yang terbaik untukmu, kamu bisa sekolah di seni seperti yang kamu impikan sebelumnya.”
“Aku masih bisa mencari uang sendiri untuk biaya sekolahku.”
“Apakah cukup? Jika kamu sekolah seharusnya kamu sibuk sekolah, bukannya bekerja pagi hingga sore, malam masih keluyuran tidak jelas. Kamu bukan seperti Viola anak ibu, sebenarnya apa yang ada dalam otakmu sekarang, ibu mendapatkan kabar dari sekolahmu satu tahun yang lalu kalau nilaimu anjlok, ibu tidak pernah protes karena ibu pikir kamu lelah belajar. Beasiswamu memang dicabut waktu itu dan ibulah yang menanggung biaya sekolahmu saat tahun terakhir.”
Sebuah kabar yang tidak pernah aku ketahui sebelumnya, aku tidak pernah berpikir kalau ibu akan tau mengenaiku, aku juga tidak pernah berpikir kalau ternyata ibu membiayai sekolahku.
“Baiklah aku akan ikut dengan ibu.”
“Terimakasih sudah mengerti.”
Aku hanya mengangguk walaupun dalam hatiku ingin berteriak tidak terima, Aku kembali masuk ke kamar dengan perasaan yang kacau. Mengambil sebungkus rokok yang aku sembunyikan di laci meja belajar, tanpa berpikir panjang jika bau kamarku akan penuh rokok, aku menyalakannya sambil membuka jendela kamar, menghisapnya. Nafasku bergerak berantakan, aku tidak bisa menangis atau marah, menggumpal menjadi satu di kepala, tidak bisa memberontak ataupun protes.
Seakan seperti memiliki ikatan batin yang kuat, telepon masuk dari Michael mengalihkan ruang kosong pandanganku.
“Halo.” Suara khawatir terdengar di telingaku, entah apa yang terjadi padanya, aku juga tidak tahu.
“Halo.”
“Aku melihat tayangan di televisi, berita pernikahan antara pemilik Cystenian Group dengan Iristya Persephone, bukankah dia ibumu. Maaf, tapi apa kamu baik-baik saja?.”
“Ternyata dia sekaya itu.”
“Aku akan kerumahmu sekarang.”
“Aku ingin sendiri dan apa yang kamu lihat memang benar.”
Aku menutup panggilan telepon dari Michael, memutuskan untuk sendiri terlebih dahulu walaupun Michael tidak akan mungkin membiarkanku sendiri, dia pasti akan tetap datang walaupun hanya saling diam.
Beberapa menit kemudian, seperti dugaanku bahwa Michael pasti akan datang, dia berdiri diambang pintu dan langsung masuk saat melihatku tengah merokok di dalam kamar. Dia menutup pintu kamarku kembali dan membawaku ke dalam pelukannya.
“You ok?.” Suara nya sangat lembut khawatir padaku.
Aku hanya mengangguk dalam pelukannya, kedatangan Michael sebagai teman untuk saling diam. Aku membaringkan kepalaku di pahanya, dia seakan telaten mengusap rambut panjangku dengan penuh kasih sayang.
“Jika kamu ingin cerita, maka ceritakanlah, aku hanya akan mendengarkan.”
Mataku kosong menatap langit-langit kamar.
“Aku akan pindah tinggal dengan keluarga baru ibuku.”
“Apa?.” Michael nampak sangat terkejut dengan ucapanku.
“Aku ingin tinggal disini sendirian kalau memang ibu menikah kembali, lagipula aku sudah dewasa dan aku sudah bisa bekerja. Tapi apa kamu ingat saat aku mendapatkan peringatan beasiswaku akan dicabut, beasiswa itu benar-benar dicabut dan ibuku lah yang membiayai seluruh biaya sekolahku di tahun terakhir. Sekarang aku berhutang budi padanya lebih besar dari yang aku kira, dia masih peduli padaku walaupun kami sama sekali tidak berbincang.”
“Apapun keputusanmu, aku harap kamu selalu bahagia, ambil sisi positifnya, kita masih bisa memberi kabar walaupun jarak jauh.”
“Aku akan sering kemari, kamu adalah keluargaku satu-satunya Michael.”
Michael tersenyum padaku dengan tulus.
Terimakasih sudah mengikuti cerita ini
WARNING 18+ !
Before reading this story, make sure you are over the age of 18.
Please if you want to blaspheme the main character in this story, there will be no improvement in the characteristics that each main character is good at.
‘Sweet Like The Devil’ is a story that is far from the good children who live here. I want you to leave this story if it is not to your liking.
Thank you
Tibalah hari dimana aku pergi kerumah yang baru sebelum hari pernikahan ibu dan calon suaminya, aku tidak berharap banyak bahwa aku akan diterima oleh mereka, mereka adalah anggota keluarga dewa yunani. Nama-namanya sama persis yang ada di mitologi yunani, Ares, Apollo, dan Artemis dengan marga keluarga mereka Cystenian pemilik Cystenian Group. Sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang ekspor impor, mereka memiliki banyak kekayaan yang tidak bisa aku bayangkan. Bahkan aku jadi bertanya-tanya apakah ibuku menikahi Hades Cystenian karena hartanya atau memang mereka saling mencintai, mengingat bahwa ibu selalu berjuang mencari nafkah untuk keluarga tanpa sosok suami yang membantunya selama ini.
Mobil mewah ini membawaku memasuki gerbang rumah yang cukup besar, tidak sampai disini saja, mobil terus berjalan dengan sekeliling yang dipenuhi dengan hutan dan tanaman yang dirawat, walaupun begitu disini banyak sekali penjaga. Hingga sebuah rumah besar menjulang tinggi layaknya rumah-rumah dalam yunani kuno, patung yang berdiri kokoh seperti sebuah kerajaan.
Banyak pelayan datang berjejer menunggu kedatangan mobil kami, ibu berada di mobil bersama dengan Hades, sedangkan aku berada di mobil lain di belakangnya. Pelayan membukakan pintu mobil dan mempersilahkanku untuk keluar, aku hanya memberinya tatapan dingin dan keluar dari dalam mobil melihat sekeliling. Ini bukan lagi bisa kusebut rumah, perjalanan panjang yang aku tempuh hingga sampai disini seakan aku tengah berlibur di disneyland.
“Selamat datang di rumah kita.” Ucap Hades yang membuatku hanya tersenyum, ibu juga nampak sangat bahagia berada di pelukannya, apa mereka benar-benar saling mencintai, membuatku muak.
“Daddy!!.” Suara perempuan dari dalam rumah terdengar dan berlari menghampiri Hades, gadis cantik berambut panjang memakai dress manis, dia mungkin seumuranku. Melihatnya memanggil Daddy, sudah pasti dia adalah Artemis Cystenian, anak terakhir Hades.
“Dimana kakak-kakakmu?.”
“Di dalam.”
Artemis melihat ke arahku dengan wajah kesal, dia juga bahkan menatap ibuku tidak suka. Siapa juga yang akan setuju kalau ayahnya menikah lagi dengan wanita asing yang sudah memiliki anak seumurannya, aku pun kalau jadi Artemis juga tidak akan pernah suka.
Hades dan Artemis masuk lebih dahulu, kemudian di belakang mereka di susul ibu yang mengajakku juga masuk kedalam bersama pelayan yang membawakan koper kami. Aku akan tinggal di rumah ini selama aku belum menikah atau bisa hidup sendiri di luar sana, aku tentu sudah berhenti dari pekerjaanku sebelumnya walaupun pemilik sangat menyayangkan hal itu.
Rumah ini layak disebut istana, semua interiornya sangat detail dari dinding hingga ujung meja pun sudah dipikirkan dengan baik. Begitu masuk, langsung dihadapkan dengan dua orang laki-laki baik melainkan, bukan malaikat tapi memang dia pantas memakai nama dewa. Ares dan Apollo, anak pertama dan kedua Hades, foto dengan aslinya sangat jauh berbeda, melihatnya langsung lebih tampan dari yang ada di foto, kalau aku jadi mereka aku akan protes karena foto yang beredar tidak sama.
“Ares, Apollo, Artemis. Ini Iristya yang akan menjadi ibu sambung kalian, seperti yang daddy katakan bahwa lusa pernikahan daddy dan ibumu yang baru akan dilaksanakan. Selain itu, disini juga ada Viola yang akan menjadi saudara kalian, bagian dari keluarga ini.” Penjelasan Hades sama sekali tidak membuat wajah Artemis senang, dia sangat jujur menampakkan wajah tidak sukanya padaku, sedangkan Apollo terlihat sangat baik dan tersenyum padaku. Tapi Ares, dia berbeda, tatapannya tidak bisa aku artikan dengan kata baik atau tidak suka seperti yang lain, namun mata itu membuatku gugup.
“Mari akan saya antarkan ke kamar nona.” Pelayan berbicara padaku dengan sopan sembari mengambil tas kecil yang aku bawa.
Aku tersenyum dan mengikutinya masuk ke dalam lift menekan angka tiga, aku tidak tau berapa lantai rumah ini, tapi dilihat dari tombol lift yang sampai angka lima kemungkinan ada lima lantai. Baru pintu lift akan tertutup, seseorang menghentikannya saat sepatu menahan di tengah-tengah dan membuatnya terbuka kembali. Orang yang benar-benar aku hindari dari ketiga calon saudara tiriku yaitu Ares. Dia berdiri di depanku dengan tatapan yang tidak aku ketahui apa maksudnya.
“Biar aku saja yang mengantarnya.”
“Baik tuan muda.”
Pelayan tersebut memberikan kembali tasku dan keluar dari lift, sekarang di dalam lift hanya ada aku dan Ares, jujur untuk pertama kalinya aku gugup sekaligus takut bersamaan. Semua tau bagaimana kehidupanku tapi ini rasanya berbeda, aku adalah orang baru yang sama sekali tidak diinginkan tapi secara tiba-tiba datang menjadi bagian keluarga kaya ini.
“Berapa harga ibumu untuk menikah dengan ayahku?.” Sebuah kalimat dingin yang keluar dari bibirnya membuatku menoleh.
“Apa maksudmu?.”
“Kamu sudah tau apa yang aku maksud, ibumu menikahi ayahku hanya karena ingin hidup enak kan?.”
“Tidak semua orang ingin hidup kaya sepertimu, kami masih berkecukupan tanpa menikah dengan keluargamu.”
“Lalu? Let's see... nyatanya apa?.”
“Jika memang kamu tidak setuju dengan pernikahan ayahmu dengan ibuku, kamu bisa langsung mengatakannya tadi, kenapa harus mengatakan padaku, seharusnya kamu juga tau sendiri kalau aku sampai disini berarti aku tidak bisa menggagalkan rencana pernikahan ini.”
“Alasanmu masih bisa diterima.” Tiba-tiba Ares mencondongkan tubuhnya ke arahku, matanya tertuju pada pakaian atasku hingga membuatku langsung menutupnya menggunakan telapak tangan. “Lumayan.”
“MESUM!.” Teriakku sambil mendorongnya.
“Aku sudah mencoba mencegah pernikahan bodoh mereka tapi gagal, tapi sepertinya aku tau bagaimana caranya.” Ares kembali berbicara, namun sebelum aku menanyakan lebih lanjut padanya, pintu lift terbuka di lantai 3.
Ares melangkahkan kakinya keluar dari lift, disini ada lorong sepi yang panjang, aku tidak tahu berada di sisi rumahnya yang mana sekarang karena ini terlalu rumit. Pintu dengan nama Ares sudah aku lewati, lalu kemudian di pintu selanjutnya ada namaku ‘VIOLA’ disana.
“Sejak kapan mereka semua percaya diri kalau aku akan menjadi keluarga ini?.” Tanpa sadar aku mengeluarkan kalimat yang bisa didengar oleh Ares.
“Di lorong ini hanya ada dua kamar, satu ruang kerja, dan gudang khusus. Kamar Apollo dan Artemis ada di lorong sisi kiri lantai dua.”
Ares membuka pintu kamar setelah mengulir kunci yang menggantung disana, pintu terbuka lebar, diluar dugaanku kembali, aku melihat banyak peralatan lukis dan sebelah kanan pintu, sedangkan tempat tidur dan wardrobe ada di sebelah kiri pintu, kamar mandi juga ada di sebelah kanan pintu. Semua lengkap dari kanvas hingga cat dan kuasnya, bukan hanya itu saja, di meja belajar sudah ada laptop, intinya semua ada seakan-akan sudah di tinggal disini sejak awal.
“Kamu akan melanjutkan sekolah di jurusan Seni, kampus yang sama denganku dan Apollo.”
Aku menoleh, kenapa hanya dia dan Apollo saja.
“Artemis berada di sekolah modelling sejak kecil.”
Pertanyaan yang belum aku tanyakan sudah terjawab dengan sempurna seakan Ares bisa membaca pikiranku. Memang Artemis sangat cantik dan tubuhnya juga proporsional, cocok jika dia menjadi seorang model.
Terimakasih atas kesediaan waktunya membaca cerita ini
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!