Lenggang, suasana di kamar nuansa putih dengan miniatur modern itu tampak sayu. Dengan detik-detik yang kian beranjak menukik dalam takdir yang tak dapat di kehendaki.
"Dokter Ethan, bolehkah aku meminta satu permintaan terakhir?" tanya Darren.
Darren adalah sahabat Ethan bahkan sudah dianggap saudara sendiri, Darren juga seorang dokter yang dulu satu universitas di Rusia dengan Ethan namun sayangnya karena penyakit kanker yang di deritanya membuatnya seperti ini sejak beberapa bulan terakhir.
"Apa itu? Sebisa mungkin aku bisa wujudkan," ucap Ethan.
"Tolong nikahi adikku! Dia hanya punya aku dan jika aku pergi maka dia sudah tidak punya siapa-siapa," jawab Darren.
Ethan terdiam sejenak, Ainsley? Gadis itu adalah penyandang autis sejak masih kecil namun keterbatasannya tidak membuat cita-citanya terhalang untuk menjadi guru TK di sebuah sekolah SLB. Dia juga sering menjadi pembicara di beberapa acara untuk memberikan motivasi bagi para orang yang memiliki keterbatasan seperti dirinya. Ini adalah permintaan yang berat bagi Ethan, menikah bukan hanya sekedar mengucap janji suci di depan semua orang namun tanggung jawab ke depannya juga besar.
"Dokter Ethan, aku tahu kamu akan enggan menikahi Ainsley karena dia seperti itu tapi dia anak yang baik dan cerdas," ucap Darren.
"Bukan seperti itu, aku tidak yakin bisa menjadi suami yang baik untuknya lagi pula aku sudah bertunangan, tunanganku menungguku di Jakarta," jelas Ethan.
Nafas Darren mulai tersengal-sengal, Ethan dan perawat yang lain mulai memasangkan alat bantu pernafasan sementara di luar sana ada Ainsley yang menunggu sang kakak dengan penuh kekhawatiran.
Lima belas menit kemudian Ethan keluar dari ruangan itu, dia melihat Ainsley berdoa tanpa henti sambil berkomat-kamit menundukkan kepalanya.
"Ains?"
Ainsley mendongak, dia langsung berdiri untuk menghampiri dokter tampan itu.
"Kakak bagaimana?" tanya Ainsley dengan nada khas bicara seperti autis pada umumnya.
"Maaf Ainsley, kakakmu sudah tenang dan sudah tidak merasakan kesakitan lagi," jelas Dokter Ethan.
Senyuman Ainsley mengembang. "Apa kakak sudah sembuh?"
Ethan bingung bagaimana cara menjelaskannya supaya Ainsley tidak sedih. "Ains, ini memang yang terbaik bagi kakakmu. Dia sudah meninggal dunia."
Ainsley mundur perlahan, pandangan matanya langsung kabur dan ia bingung dengan situasi ini. Ethan mencoba menenangkannya namun wanita itu menerobos masuk ke dalam ruangan dan melihat kondisi kakaknya yang sudah diselimuti kain ke seluruh tubuh sampai ke kepala.
"Kakak... kakak... jangan mati, kak!"
Ainsley menggoyang-goyangkan tubuh kaku kakaknya beberapa kali, Ethan dengan cepat menariknya dan menenangkannya. Wajah Ainsley sangat kebingungan dan beberapa kali memutar bola matanya ke kanan dan ke kiri.
"Ains, ini yang terbaik untuk kakakmu. Dia sudah menahan sakit selama beberapa bulan terakhir."
Ainsley terus menggeleng-gelengkan kepalanya seolah tidak mempercayai apa yang terjadi. Dia lalu berjongkok dan menangis tersedu-sedu, ia sudah tak ada harapan lagi melihat kakaknya bahagia dan menikah dengan orang yang dicintainya lalu menghasilnya anak sehingga Ainslet bisa menjadi tante yang baik untuk anak kakaknya.
Sehari kemudian.
Acara pemakaman sudah dilakukan dengan dibantu dengan pihak rumah sakit, Darren meninggal di mana dia menjadi dokter spesialis anak di sana. Dia meninggal di mana dia mengabdi selama 5 tahun di rumah sakit itu maka dari itu ia mendapat penghormatan terakhir dari pihak rumah sakit.
Ainsley duduk termenung di samping makam Ethan, ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi untuk menjadi penyemangat dirinya. Dia sampai rela ikut kakaknya ke manapun pergi hanya untuk bersama kakaknya saja. Detik ini di kota Moscow, ibu kota negara Rusia, ia sudah tak ada harapan dan semangat lagi karena satu-satunya tujuan hidupnya sudah tidak ada.
Ethan memandangnya dengan lekat dan mengingat permintaan terakhir dari temannya itu yaitu menikahi Ainsley. Permintaan itu sangat sulit ia laksanakan karena mengingat dia sudah mencintai orang lain dan orang itu masih menunggunya pulang ke Indonesia.
Darren, maaf. Aku belum bisa mewujudkan permintaan terakhirmu. Menikah itu tanggung jawabnya luar biasa dan ditakutkan jika aku malah tidak bisa membahagiakan adikmu. Batin Ethan.
"Ains, ayo kita pulang! Aku akan mengantarmu pulang ke rumah."
Ainsley menggelengkan kepalanya, dia masih ingin di sini menemani kuburan kakaknya yang masih baru. Ethan tak bisa memaksa, ia lantas memutuskan untuk pulang duluan. Dia melangkah meninggalkan makam sahabatnya bersama semua kenangan mereka, air matanya yang sejak tadi tertahan kini sudah keluar begitu meninggalkan makam tersebut.
Satu minggu kemudian.
Ethan memutuskan untuk berhenti bekerja di sini dan pulang ke Indonesia karena ia akan bekerja di sana saja kemudian akan menikah dengan kekasihnya. Mereka sudah berpacaran selama 8 tahun namun selama 5 tahun mereka melakukan hubungan jarak jauh.
Harusnya dia sudah pulang beberapa bulan yang lalu namun demi Darren ia rela mengulur waktu untuk tetap di sini. Dia sudah mengurus berbagai dokumen serta merapikan tempat kerjanya supaya bisa digunakan oleh dokter penggantinya.
"Dokter Ethan, kamu mendengar jika adik Dokter Darren dibawa ke rumah sakit jiwa?" tanya rekannya.
Ethan yang sedang membereskan barang-barangnya langsung terkejut. "Kenapa bisa dibawa ke rumah sakit jiwa?"
"Sudah seminggu dia tidur di makam kakaknya lalu berbicara sendiri di depan makam kakaknya dan terakhir kali dia di bawa oleh petugas setelah mendapatkan laporan dari penjaga makam."
Ethan terdiam, setelah kejadian itu memang ia seolah tidak mau tahu tentang Ainsley tapi mendengar semua itu membuatnya harus sedikit memberi perhatian pada Ainslet yang tidak memiliki siapapun.
Ethan langsung pergi ke rumah sakit jiwa tersebut lalu membawa Ainsley pulang, Ainsley bukanlah orang gila melainkan penyandang autisme yang sewaktu-waktu perasaanya tidak bisa terkontrol apalagi ia baru saja kehilangan kakaknya. Ethan mengajaknya pulang ke apartemennya dan setelah sampai di sana ia memberikan tawaran pada Ainsley untuk pulang ke Indonesia.
"Aku mau pulang ke Indonesia, kamu mau ikut? Di sana kamu bisa membuka lembar baru dengan kehidupan baru," ucap Ethan.
Ainsley hanya menggelengkan kepalanya.
"Ains, tak baik seperti ini terus. Kakakmu akan sedih jika kamu tak bersemangat seperti ini," sambung Ethan.
Tak berselang lama kemudian telponnya berbunyi, Ethan mengangkatnya dan wajahnya pun seketika diam tak berekspresi. Ternyata tunangannya membatalkan pertunangan mereka dan malah sudah menikah dengan pria lain. Hatinya menjadi hancur berkeping-keping sampai ia tak bisa berkata-kata.
"Bukannya aku sudah menyuruhmu untuk bersabar sedikit?" tanya Ethan melalui panggilan telepon.
"Wanita itu butuh kepastian dan kamu hanya bisa memberikan janji palsu padaku. Aku akan mengembalikan barang-barang lamaranmu ke rumah ibumu dan satu lagi, aku menikah dengan kepala rumah sakit sehingga memudahkanmu untuk menggapai semua ambisiku," jawab wanita itu lalu menutup telponnya.
Baru saja dia kehilangan sahabat karibnya namun saat ini dia harus kehilangan cintanya begitu saja. Rasa kecewanya menyeruak, dia terduduk sambil menahan rasa kesakitannya.
"Dokter, ada apa?" tanya Ainsley.
Ethan memandang wajah Ainsley, detik itu juga ia sudah memantapkan diri untuk menikahi Ainsley sesuai permintaan terakhir sahabatnya.
"Kita pulang ke Indonesia dan aku akan menikahi kamu sesuai permintaan kakakmu."
...****************...
Menikah? Itulah yang ada dipikiran Ainsley, ia hanya tahu jika menikah adalah bertemunya dua insan yang saling menyukai dan mencintai lalu menghasilkan anak-anak yang menggemaskan.
"Menikah denganku?" tanya Ainsley kebingungan.
"Iya, ku pikir kamu tidak tuli, apa kurang jelas ucapanku tadi?" tanya Ethan kembali.
Ainsley menggelengkan kepalanya, gadis itu malah menjadi panik sekali bahkan ia sampai menggigit jemarinya. Ethan langsung melepaskan jemari tersebut supaya tidak tersakiti oleh gigi kelinci Ainsley.
"Kita pulang ke Indonesia dan menikah di sana," ucap Ethan sekali lagi.
"Tidak! Kakakku ada di sini dan aku tidak mungkin pulang ke sana," jawab Ainsley.
"Kakakmu sudah meninggal dan tersisa makamnya saja, kamu mau menemani makam kakakmu sampai kapan? Ains, kamu sudah menjadi tanggung jawabku. Kakakmu sudah menitipkanmu padaku," jawab Ethan.
Ainsley terus menggelengkan kepalanya sambil menangis tersedu-sedu, Ethan mendekatinya dan ingin memeluknya namun Ainsley mendorongnya lalu menyuruhnya menjauh.
"Kakakku masih hidup, dia tidak mati," ucap Ainsley sambil menangis tersedu-sedu.
"Kamu yang menyaksikan kakakmu kaku tidak berdaya dan kamu juga menyaksikan dia dimasukkan ke liang lahat. Apa masih kurang?" tanya Ethan.
Ainsley hanya diam saja, ia hanya bisa menangis sementara Ethan memeluknya dan kali ini Ainsley tidak menolak. Gadis dua puluh tahun itu tak mampu menahan kesedihannya apalagi selama ini hanya Darren yang membuatnya semangat dan selalu membelanya jika ada orang yang menghina kondisinya.
"Aku akan memberimu waktu seminggu untuk menyelesaikan urusanmu di sini lalu setelah semuanya selesai kita bisa pulang ke Jakarta," ucap Dirgam.
"Urusanku di sekolah itu tak mungkin selesai dalam seminggu. Aku harus membuat surat pengunduran diri," jawab Ainsley.
"Aku akan sabar menunggu," ucap Ethan.
Ainsley melepaskan pelukan Ethan lalu mengusap air matanya, gadis itu memang sering bertemu dengan Ethan yang merupakan teman dekat kakaknya sendiri. Ainsley mengajak pulang karena ada hal yang harus dilakukan seperti mengemasi barang-barang kakaknya, rencananya sebagian akan ia berikan pada orang lain sementara sisanya akan dia simpan sebagai kenang-kenangan.
Ethan mengantarnya pulang, apartemen Ainsley hanya di gedung seberang, hanya berjalan kaki saja mereka sudah sampai di sana. Ethan memastikan Ainsley masuk ke dalam kamar, ia melihat kamar itu sangat bau karena mungkin saja tidak dihuni selama seminggu.
"Ains, aku akan panggilkan petugas kebersihan."
Ethan menelpon nomor petugas kebersihan apartemen dan menyuruh untuk membersihkan sekarang juga, sementara Ethan akan mengajak Ainsley untuk tidur di apartemennya dulu. Sebelum itu Ainsley mengambil peralatan mandi serta ia melihat jas dokter milik kakaknya yang menggantung indah di depan lemari pakaian. Ainsley mengambilnya lalu menciumi aroma khas parfum sang kakak.
"Kak Darren..."
Ainsley menangis lagi sambil memeluk jas dokter yang tertulis nama kakaknya. Ethan membangunkan Ainsley dan menenangkannya.
"Ains, sudahlah jangan bersedih! Kakakmu akan sedih jika terus begini. Sekarang kita ke apartemenku. Sementara kamu bisa di sana sambil menunggu kamar ini bersih."
Ainsley mengangguk paham, dia mengusap air matanya dan lekas mengambil keperluannya. Setelah itu mereka kembali menuju ke apartemen Ethan, urusan Ethan di rumah sakit sudah selesai dan besok masih bisa ia mengambil semua barang-barangnya untuk diambil di sana.
Setelah sampai di apartemen Ethan, pria itu menyuruh Ainsley untuk duduk sementara ia akan membuatkan minuman hangat. Cuaca hari ini cukup dingin maka dari itu minuman coklat panas sangat cocok menemani mereka. Ethan melirik Ainsley yang hanya melamun tak jelas sambil memeluk jas dokter sang kakak.
"Kamu di Indonesia masih ada keluarga atau kerabat dekat?" tanya Ethan.
Ainsley menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku sudah tidak punya siapa-siapa."
"Kita akan cari dulu sampai ketemu terutama paman atau om mu supaya bisa menjadi wali nikahmu nanti."
Ainsley menggelengkan kepalanya. "Aku sudah tidak punya siapa-siapa. Kata kakak aku tak butuh wali saat menikah nanti karena kami tak punya siapapun dan aku terlahir tanpa ayah di sampingku, ayah tidak bertanggung jawab lalu meninggalkan ibu sejak aku di dalam kandungan dan sekarang ayah sudah meninggal dunia."
Ethan terdiam, jika seperti itu tak masalah maka tak akan menghambat prosesi akad nikahnya kelak. Setelah minuman coklat hangat itu jadi, Ethan memberikannya pada Ainsley. Ainsley meniupnya perlahan dengan menggemaskan, gadis autis tersebut mempunyai ciri khasnya sendiri dan mempunyai kelebihan yang mampu membuat orang lain tersenyum saat berada di dekatnya.
"Pokoknya kamu selesaikan urusanmu di sini terutama di sekolah, aku tahu ini sangat mendadak untuk mengundurkan diri namun mereka akan memahami kondisimu jika kamu menceritakan yang sebenarnya," ucap Ethan.
Ainsley paham, ia terus menghabiskan coklat tersebut sampai habis tidak tersisa. Ethan menatapnya dengan seksama, gadis itu sebenarnya sangat cantik dengan gigi kelinci dan bulu mata yang lentik namun ia memiliki autisme sejak kecil membuatnya selalu dipandang sebelah mata. Ainsley mendadak menatap Ethan membuat pria itu salah tingkah dan memilih mengalihkan pandangan.
"Kenapa dokter menatapku?" tanya Ainsley sangat polos.
"Kamu bau sekali. Cepat sana mandi!" jawab Ethan.
Ainsley menciumi dua ketiaknya yang ternyata memang bau, dia tersenyum kecil lalu berniat untuk mandi. Ethan meminjamkannya handuk karena Ainsley lupa membawanya, ia pun lantas masuk ke dalam kamar mandi sementara Ethan menghela nafas panjang.
Ethan menelpon sang mama untuk menceritakan tentang tunangannya yang mendadak menikah dengan orang lain. Dengan penuh kecewa ia menceritakan secara perlahan sambil menahan semua sakit hati di dadanya.
"Ethan, mungkin itu hanya gertakan saja karena sampai detik ini kekasihmu belum mengatakan apapun dan belum datang ke sini," jawab ibunya dari telepon.
"Tidak ibu, dia sungguh menikah dengan orang lain diam-diam di belakang kita. Dia mengirimkan fotonya padaku."
"Ethan, ibu akan bertanya pada dia sendiri. Kamu jangan panik dulu, oke? Ibu akan tutup telponnya. Sampai jumpa, kamu juga jangan sampai lupa makan."
Ethan lalu menutup telponnya, dia menghela nafas panjang lalu masih memikirkan hal tadi, dia sedih karena kekasihnya malah hendak menikah dengan orang lain padahal sebentar lagi ia akan pulang ke sana untuk menikahinya. Satu-satunya cara supaya menggertak wanita itu adalah dengan menikahi Ainsley. Entahlah, pikiran Ethan malah menjadi buntu dan berniat buruk untuk menikahi Ainsley hanya untuk kepuasannya saja.
Saat bersamaan Ainsley keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk saja, gadis itu lupa membawa pakaiannya dari apartemennya sendiri. Ethan menelan
ludahnya kasar karena melihat tubuh Ainsley yang hanya berbalut handuk mini.
"Dokter, apa kamu bisa mengambilkan pakaianku di kamar apartemenku?" tanya Ainsley.
Ethan masih tidak mendengar karena melamun, Ainsley langsung menepuk punggungnya sehingga pria itu tersadar dari lamunannya.
"Eh... apa? Aku tidak mendengarmu. Kenapa kamu memakai handuk minim seperti itu?" tanya Ethan.
"Dokter yang memberikanku ini, kenapa mata dokter melotot?"
...****************...
"Kenapa mata dokter melotot?" tanya Ainsley bingung.
Ethan menelan ludahnya kasar, dia sempat berpikiran kotor namun untung saja imannya kuat.
"Kamu pakai bajuku saja," ucap Ethan.
Ethan melangkah menuju ke lemarinya lalu mengambilkan kemeja besar yang mungkin saja bisa menjadi rok bagi Ainsley. Tubuh gadis itu kecil dengan tinggi 158 cm saja, Ainsley jika di bandingkan orang-orang Rusia pasti dikira sangat mungil sekali dan faktanya memang paling pendek padahal di Indonesia tinggi tersebut sudah termasuk lumayan karena rata-rata tinggi orang Indonesia seperti itu.
Tak mau berpikir panjang karena kedinginan, Ainsley langsung mengambil kemeja biru muda tersebut lalu memakainya di dalam kamar mandi. Ethan menunggunya sambil berkirim pesan pada kekasihnya, ia masih berdebat dengan wanita itu sampai-sampai menyadari di depannya sudah berdiri Ainsley yang begitu imut memakai kemeja kebesarannya.
Kemeja itu benar-benar menjadi rok bagi Ainsley karena ia memakai kemeja milik pria dengan tinggi 185 cm.
"Dokter, aku lapar."
Ethan mendongak, ia kaget karena Ainsley sangat imut sekali menggunakan kemejanya.
"Kenapa melotot lagi?"
Ethan menggeleng. "Mataku memang seperti ini dan bukan melotot." Ludah Ethan tertelan dengan kasar. "Lapar? Mau makan apa? Kita pesan saja biar mudah."
Ainsley mengangguk, dia langsung duduk di depan meja makan dengan bawah kemeja yang terangkat naik sehingga menunjukan kaki mulusnya.
Astaga, imanmu memang sedang diuji, Ethan. Batin Ethan sambil mengusap matanya.
Sambil menunggu Ethan memesan makanan, Ainsley menghubungi rekan sesama guru di sebuah taman kanak-kanak. Dia meminta maaf karena sempat menghilang begitu saja. Permintaan maaf tentu saja dapat diterima namun Ainsley sudah dicoret dari daftar guru karena terbukti membolos selama seminggu.
Alasan apapun tak bisa dimaklumi jika Ainsley tak ada sepatah pun untuk izin tidak berangkat bekerja selama seminggu. Mereka juga tentunya menjadi bingung mencari guru pengganti dadakan.
Ainsley dipecat sepihak oleh mereka dan sudah ada guru penggantinya. Ini memang salah Ainsley yang seenaknya tidak berangkat bekerja. Air mata Ainsley menetes, ia sudah kehilangan kakaknya dan kini malah kehilangan pekerjaannya juga.
"Ains, makanan akan datang setengah jam lagi. Eh, kenapa kamu menangis?" tanya Ethan.
"Aku dipecat karena tidak mengajar seminggu. Mereka memecatku," jawab Ainsley sambil menangis.
"Sudahlah! Itu kabar bagus supaya kamu bisa pulang ke Jakarta tanpa mengurus ini dan itu lagi. Kamu bisa
mencari pekerjaan di Jakarta," ucap Ethan.
Ainsley mengangguk kecil, setengah jam kemudian makananpun datang. Mereka makan bersama-sama, Ethan masih saja berbalas pesan dengan kekasihnya. Dia tidak terima dikhianati seperti ini yang jelas wanita itu sudah merusak nama baik keluarganya yang sudah melamar baik-baik ke keluarga wanita itu.
Brak!
Ethan mendadak menggebrak meja membuat Ainsley kaget. Wanita itu melihat wajah Ethan yang marah, Ethan beranjak dari tempat duduknya lalu masuk ke kamar mandi. Ainsley merasa kasian dengannya karena ia sering bercerita tentang kekasih yang ia cintai ke Darren dan Ainsley selalu mengupingnya.
Ethan sudah ada di dalam kamar mandi, dia menyalakan shower air sehingga membasahi tubuhnya. Hubungan yang kini dia jaga dengan baik malah berakhir seperti ini saja karena kekasihnya lebih memilih pria lain.
***
Beberapa hari kemudian.
Berkas dan dokumen sudah siap, mereka bisa pulang ke Indonesia secepatnya. Ethan hanya menunggu Ainsley untuk menyelesaikan segala urusannya termasuk ikhlas untuk meninggalkan semua kenangannya di sini bersama kakaknya yang sudah tiada.
"Ains, kamu sudah siap ke Jakarta dan memulai hidup baru bersamaku?" tanya Ethan.
"Apa kakak akan baik-baik saja di sini? Siapa yang akan merawat makamnya?" tanya Ainsley dengan nada yang cepat ala penderita autis.
"Aku sudah menyuruh orang untuk selalu membersihkannya. Kamu jangan khawatir karena kakakmu akan dijaga dengan baik," jelas Ethan.
Mereka lantas pergi ke Indonesia yang memerlukan waktu belasan jam naik pesawat. Ainsley harus merelakan untuk berpisah dengan kakaknya dan merajut hidup baru dengan menjadi istri dari Ethan.
Sesampainya di Jakarta.
Keluarga Ethan kaget karena Ethan pulang membawa calon istri barunya apalagi Ainsley penyandang autisme yang menurut mereka tak pantas bersanding dengan dokter hebat seperti Ethan.
"Intinya aku akan menikahi Ainsley walau kalian tidak setuju. Lagi pula Stella sudah membatalkan pertunangan ini. Hatiku sakit, 8 tahun kami berpacaran dan hampir menikah malah menjadi seperti ini," ucap Ethan.
"Masalah Stella oke, itu bisa dimaklumi karena tak sepenuhnya kesalahanmu tapi kamu yakin menikahi wanita ini? Kamu hanya akan membuat nama keluarga kita jelek, Ethan," ucap Ibu.
"Ethan, Ayah setuju dengan Ibu kali ini. Ayah yakin jika kamu berniat menikahi wanita ini hanya untuk membalas dendam pada Stella 'kan?" tanya Ayah.
Ethan menggeleng. "Tidak, aku memang sudah mendapat amanah dari Darren untuk menikahi adiknya. Kalian tidak setuju pun maka aku akan tetap menikahi Ainsley."
Ainsley tersenyum ke arah Ibu mertuanya namun beliau
malah langsung pergi, sedangkan Ayah menatap Ainsley yang tak pantas dibanggakan sebagai menantu ke teman-teman perusahaannya.
"Terserah, Ethan! Kamu memang tak pernah mau menurut ucapan orang tua," ucap Ayah.
Akad nikah dilakukan keesokan harinya dengan sangat sederhana. Orang tua Ethan ikut menjadi saksi dan kedua adik perempuan Ethan juga ikut hadir di sana. Mereka semua tak menyukai Ainsley, mereka bingung sendiri kenapa selera Ethan dari Stella yang cantik dan seorang dokter malah turun menjadi Ainsley yang aneh.
Setelah akad nikah selesai, mereka bubar begitu saja sementara Ethan menatap wajah Ainsley yang sangat cantik dengan riasan sederhana.
Ainsley mencium tangan Ethan pertanda ia harus patuh pada suaminya.
Selepas itu mereka masuk ke dalam kamar Ethan, Ethan lega karena ia sudah menjalankan amanah dari Darren untuk menikahi Ainsley.
"Ains, sementara kita tinggal dengan Ayah dan Ibu dulu. Rumahku sedang di renovasi," ucap Ethan sambil melepaskan jasnya.
"Iya tak apa. Aku juga harus mencari pekerjaan," jawab Ainsley.
"Kamu tidak perlu bekerja. Ada aku suamimu yang siap menafkahi kamu. Paham?"
Ainsley menunduk sambil mengangguk, dia melepaskan sanggul dan kebayanya di depan Ethan. Lagi-lagi Ethan harus melihat wanita polos itu tidak memakai pakaian
bahkan berganti baju di depannya.
Ainsley akhir-akhir ini sudah belajar dari internet bagaimana menjadi menjadi istri yang baik termasuk di hari pernikahan mereka. Ethan menelan ludahnya kasar berkali-kali bahkan jakunnya juga ikut naik turun.
Ainsley sudah tak mengenakan sehelai pakaian satu pun, dia mengangkat pandangannya untuk menatap Ethan.
"Kenapa mata dokter melotot?" tanya Ainsley.
"Sudah kubilang mataku memang seperti ini tapi kenapa kamu tidak mengenakan pakaian di depanku?" tanya Ethan.
"Kata internet aku harus melayani suami dengan baik tapi setelah ini aku bingung apa yang harus dilakukan karena teorinya sangat susah sekali."
Ethan tersenyum kecil, dia menarik Ainsley lalu mendorongnya ke ranjang. Kini tubuh Ainsley ada di bawahnya.
"Tidak usah berteori, kita langsung praktek saja," ucap Ethan.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!