Sebelum membaca novel ini, lebih baik baca dulu yang Amazing Beauty. Biar alurnya jelas, karena novel ini kelanjutan dari Amazing Beauty.
***
Kirana memasuki kamar pasien VIP setelah mendapat ceramahan dari atasannya.
Disampingnya ada Meishana, yang ikut untuk memeriksa pasien yang ada di dalam kamar VIP tersebut.
"Dokter, apakah kau tau pasien yang ada di kamar VIP itu sangat tampan sekali, sepertinya dia seorang bos di sebuah perusahaan." bisik Meishana sambil menatap pasien yang sedang duduk di atas kasur itu.
"Tampan? seleramu sangat rendah sekali."
"Seleraku Rendah? yaampun lihatlah pasien itu memang sangat tampan sekali, bagaimana bisa kau menganggapnya biasa saja?"
"Lupakan tentang ketampanan pasien itu, sekarang kita harus memeriksanya."
"Baiklah, maafkan aku."
Kirana berjalan mendekat kearah ranjang pasien, tidak lupa dengan senyuman manis dan ramahnya.
"Selamat malam tuan, saya dokter Kirana. disini saya akan memeriksa kesehatan tuan setelah operasi tadi dan disebelah kanan saya ada dokter Meishana, dia yang akan membantu saya juga disini." ucap Kirana
Meishana mulai mengeluarkan alat-alat medis seperti stetoskop dan alat tensi darah.
Setelah mengeluarkannya Meishana segera memberikannya kepada Kirana dan gadis itu mulai memeriksa denyut jantung pasien tersebut apakah normal atau tidak.
Setelah selesai dilanjut dengan memeriksa tensi darah, Kirana dengan telaten menggunakan alat yang ada di tangannya itu.
"Semuanya sudah normal tuan, nanti akan ada yang mengantarkan obat untuk tuan kesini, jangan skip minum obat dan juga makan ya." kata Kirana sambil tersenyum.
"Jangan panggil saya tuan, umur kita sama."
"Bukankah kau Kirana? putri dari direktur perusahaan Nudeflix Investment?" tanya pasien tersebut dengan suara yang lemas paska selesai melakukan operasi.
Kirana menganggukan kepalanya dengan kebingungan. "Namaku Danial, rekan kerja papahmu." ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Kirana menerima jabatan tangan dari pasien itu dengan senyuman yang tidak pudar.
"Baiklah, aku akan membiasakan memanggil namamu." katanya
Danial menganggukan kepalanya lalu membantu Kirana membereskan alat-alat medisnya.
Setelah selesai Kirana dan juga Meishana langsung berpamitan dan pergi dari kamar VIP itu.
"Astaga, ternyata pasien tampan itu mengenalimu." ucap Meishana setelah keluar dari kamar.
"Kau menyukainya?" tanya Kirana.
Meishana dengan antusias menganggukan kepalanya. "Dia sangat tampan sekali, aku menyukainya."
"Akan aku kenalkan kau dengannya."
"Benarkah? kau sangat baik sekali!" kata Meishana sedikit berteriak.
"Ini rumah sakit, tapi tidak gratis."
"Astaga, kau jahat sekali." seru Meishana sambil memanyunkan bibirnya.
Kirana tertawa melihat ekpresi Meishana, seorang laki-laki yang bernama Vano tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua dengan raut wajah yang cemas.
"Ada apa?" tanya Kirana.
"Begini dokter Kirana, di UGD sangat ramai sekali."
"Ramai bagaimana?" tanya Meishana yang ikutan panik.
"Ada dua rombongan mobil yang baru saja mengalami kecelakaan, dan beberapa dari mereka ada yang terluka parah."
"Aku akan kesana, Meishana panggilkan dokter umum sekarang juga." titah Kirana
"Baik dokter."
Kirana dan juga Vano langsung berlari kecil menuju ruang UGD, sambil berlari Vano juga menceritakan kronologinya terlebih dahulu kepada Kirana.
"Salah satu dari mereka harus di operasi karena kecelakaan itu, terjadi kerusakan di bagian sumsum tulang belakangnya."
"Kau menunggu apa lagi? siapkan ruang operasinya sekarang juga." titah Kirana.
"Itu yang menjadi masalahnya dokter, dokter Arthur ingin mengambil tugas ini." ucapnya sehingga membuat langkah Kirana terhenti.
"Arthur? bukankah dia dokter baru disini?" tanya Kirana dan diangguki oleh Vano.
Kirana menutup matanya sambil menghelakan nafasnya, ia berusaha untuk menenangkan pikirannya.
"Lalu bagaimana kata tuan Kandaga?" tanya Kirana.
"Tuan Kandaga tidak mempermasalahkan hal itu, dia mengijinkan dokter Arthur untuk menangani pasien tersebut." jawab Vano.
"Baiklah, kau bantu Arthur untuk mempersiapkan operasi."
"Baik dokter Kirana." Vano membungkukan badannya lalu pergi meninggalkan Kirana.
Gadis itu membuang nafasnya dengan kasar. "Aku ingin sekali mengoperasi pasien itu." gumamnya
Suara ponsel yang berdering membuat perhatian Kirana teralihkan, gadis itu membawa ponsel yang ia simpan di saku jas putihnya.
"Halo mami?"
"Sayang, kamu sibuk?" tanya Kala disebrang sana.
"Tidak mami, Kirana senggang."
"Baiklah kalau gitu, nanti malam pulang ke rumah terlebih dahulu, mami sudah memasakan kuah pangsit kesukaanmu."
"Baik mami."
Kirana memutuskan panggilan tersebut secara sepihak lalu kembali menyimpan ponsel di saku jas putihnya.
***
Kirana dan juga Tuan Kandaga selaku atasannya memasuki ruang pengawasan operasi yang sedang dilakukan oleh dokter baru tersebut.
"Operasi ini akan memakan waktu 1 jam, kau tidak pulang saja?" tanya tuan Kandaga kepada Kirana.
Kirana menggelengkan kepalanya dengan mata yang masih fokus ke depan.
"Aku ingin melihat cara kinerja dokter baru itu." ucap Kirana
Tuan Kandaga terkekeh mendengar ucapan dari Kirana. "Aku sudah tahu kau pasti ingin mengambil operasi inikan?" tanya tuan Kandaga.
Tetapi Kirana diam saja tidak menjawab pertanyaan dari atasannya itu.
"Arthur, dia laki laki yang ambisius. Dia memaksaku untuk mengijinkannya mengambil operasi ini, aku menyukainya."
"Kau menyukai Arthur?" tanya Kirana kaget.
"Maksudku, aku menyukai sikapnya yang ambisius."
Kirana hanya menganggukan kepalanya. "Belajar lah dari Arthur agar kau..."
"Aku akan pulang." potong Kirana langsung pergi dari ruang pengawasan.
Tuan Kandaga menggelengkan kepalanya, seolah sudah terbiasa dengan sikap Kirana itu.
"Selalu saja aku dibanding-bandingkan dengan dokter lain."
"Jika saja dia bukan atasanku sudah aku..."
Kirana sangat kesal sekali kepada atasannya itu, ia mengumpatnya dalam hati.
Saat sedang berjalan menuju tempat parkiran, di lobby rumah sakit Kirana melihat Danial yang tadi ia periksa kesehatannya.
"Bukankah itu Danial? kenapa dia keluar dari kamarnya." gumam Kirana kebingungan lalu dengan segera pergi menghampiri Danial.
"Danial, sedang apa kau disini?" tanya Kirana.
"Ah Kirana, aku sedang berbicara dengan sahabatku." ucapnya sambil menunjuk kearah seorang pria yang sedang menatapnya dengan intens.
"Sahabatmu? kenapa tidak dikamar saja?"
"Tidak apa-apa, aku ingin mencari udara segar saja. oh iya perkenalkan ini sahabatku namanya Rezvan."
Kirana langsung mengerutkan keningnya begitu mendengar nama tersebut, ia langsung menatap laki-laki itu.
"Ada apa Kirana?" tanya Danial.
"Ah tidak, a-aku harus kembali kerumah. jika kau sudah lelah pergilah ke kamarmu."
Danial menganggukan kepalanya dengan senyuman hangat yang masih ia pancarkan.
"Baiklah, hati-hati."
Kirana menganggukan kepalanya lalu pergi meninggalkan Danial dan sahabatnya di lobby rumah sakit.
Saat sampai di parkiran Kirana langsung memasuki mobilnya dan memasang sabuk pengaman.
"Mungkin namanya saja yang sama, dia tidak mirip dengan laki-laki yang ku kenal dulu." gumam Kirana langsung menyalakan mesin mobilnya.
"Kenapa kau menatap Kirana seperti itu?" tanya Danial.
"Tidak, hanya saja namanya sangat mirip dengan gadis yang aku temui saat kecil."
"Gadis?"
Rezvan menganggukan kepalanya. "Ayo akan aku antarkan ke kamarmu" ucapnya sambil mendorong kursi roda yang sedang di duduki oleh Danial.
Sesampainya dirumah mami Kala, Kirana langsung memasuki rumah itu, terlihat mami Kala yang sedang melihat laptop di meja makan dan Chalandra adiknya yang sedang menonton televisi.
Kirana tersenyum melihatnya, ia menyenderkan tubuhnya di tembok untuk melihat aktivitas mereka berdua.
Reygan adik laki-lakinya datang menghampiri Chalandra yang saat itu sedang tersenyum karena siaran televisi di depannya.
Laki-laki itu duduk di samping Chalandra lalu mengambil remot tevisi dan memindahkan channel televisinya.
"Kenapa di pindahin? aku kan lagi nonton televisi." tanya Chalandra yang langsung kesal.
"Aku mau nonton kartun." jawab Reygan dengan muka tidak berdosanya melirik sebentar adiknya.
"Aku kan yang nonton televisinya duluan!" kata Chalandra yang meninggikan intonasi suaranya di akhir kalimat.
"Aku kan yang nonton televisinya duluan." Reygan dengan sengaja mengikuti cara adiknya berbicara.
Chalandra mengerutkan keningnya kesal. "Apaan sih!"
"Apaan sih!"
"Jangan ngikutin aku!" teriak Chalandra.
"Jangan ngikutin aku!"
"Kakak gila?" tanya Chalandra dengan kesal.
"Kakak gila?"
"Dasar, awas ya!" ancam Chalandra lalu mengambil ponselnya dan beranjak dari tempat duduknya.
"Kalian itu, udah kelas satu SMA kenapa masih kayak anak kecil sih?" tanya Kirana menghampiri Chalandra yang sudah kesal terhadap kakak laki-lakinya.
"Kak Kirana..." teriak Chalandra lalu memeluk tubuh kakak perempuannya.
"Kak Reygan terus gangguin aku kak, gak bisa diem terus." kata Chalandra mengadu kepada kakak perempuannya.
"Gak ko kak Kiran, aku diem cuman dia nya aja yang mulai duluan." seru Reygan dengan santainya sambil menonton kartun kesukaannya.
"Kakak tau awal mula nya tadi, masih ngelak hah?" tanya Kirana.
Reygan dengan perlahan membalikan tubuhnya dan menghampiri Kirana dengan wajah penyesalannya.
"Iya deh aku ngaku, kakak aku mau beli PS..."
"Gak ada." potong Kirana langsung
Chalandra yang melihatnya berusaha untuk menahan tawanya. "Kakak tapi ini bagus banget, Januar juga dibeliin tuh sama tante Seyna dan om Raksa."
"Kalau kamu terus ganggu adik kamu, kakak gak mau beliin kamu PS!" kata Kirana langsung pergi meninggalkan mereka berdua di ruang keluarga.
Chalandra merasa kasihan kepada kakak laki-lakinya itu. "Aku merasa kasihan kepada kakak Reygan, tapi aku mendukung apa yang di ucapkan oleh kak Kirana." ucap Chalandra lalu kabur menuju lantai dua.
"Awas saja kau!" teriak Reygan.
Kirana menghampiri mami Kala yang masih melihat laptopnya dengan secangkir coklat hangat.
"Mami, aku kangen." kata Kirana membuat perhatian mami Kala teralihkan.
"Sayang, kamu kapan pulang?" tanya mami Kala langsung beranjak dari tempat duduknya lalu memeluk tubuh anak pertamanya itu.
"Baru aja Mami, oh iya Papah ada dimana?" tanya Kirana sambil melihat sekitar mencari keberadaan papahnya itu.
"Papah kamu dari tadi pergi ke rumah sakit buat ngejenguk anak rekan kerjanya."
"Danial?"
"Kamu tau dari mana?" tanya mami Kala sambil menyuruh Kirana untuk duduk di kursi.
"Danial pasien Kirana mam."
"Pantesan, oh ya gimana pekerjaan kamu sebagai dokter, capek?" tanya mami Kala.
"Capek itu udah jadi resiko dari pekerjaan Kirana mam, kalau mami sendiri bagaimana?" tanya Kirana balik.
"Mami juga lagi mempersiapkan untuk film terbaru mami."
"Serius? Kirana gak sabar." kata Kirana dengan semangat.
"Iya sayang, nanti mami akan ajak kamu untuk pergi ke lokasi syuting."
"Kamu udah makan?" tanya mami Kala.
Kirana menganggukan kepalanya sambil tersenyum. "Kamu ini dokter tapi kenapa sangat tidak teratur sekali? bukankah mami sudah memberimu jadwal makan."
"Iya mami, maaf soalnya jadwal Kirana sangat padat sekali."
"Tapi sayang, walaupun jadwal kamu padat harus tetap makan."
"Mami akan menyiapkan makanan untukmu."
"Baik mami."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!