"Ayo masuk.. mulai sekarang, kita tinggal di sini."
Gadis remaja itu tidak dapat menutupi kekagumannya melihat rumah barunya.
Wahhh rumahnya besar banget!
"Disha.. kamar kamu ada di atas."
Papa Mirza memeluk bahu Bunda Hesti.
Disha segera menyingkir menuju kamarnya.
Papa dan Bunda baru menikah seminggu yang lalu. Wajar masih anget-angetnya pengantin baru.
Tiba di kamar, Disha mengamati kamar yang dua kali lebih besar dari kamar sebelumnya.
Mengisi waktu, dia membuka tas dan mulai menyusun baju-baju di lemari.
Sudah 10 tahun Ayah meninggal, dan Bunda seorang diri berjuang mencari nafkah untuknya.
Bunda seorang penjahit.
Bertemu Papa Mirza ketika toko Papa Mirza memesan baju batik jahitan Bunda.
Setahun dekat, akhirnya Bunda menerima lamaran Papa.
Nadisha Rasty gadis berumur 17 tahun adalah anak tunggal dan hanya anak SMA biasa.
Papa Mirza sudah lama berpisah dengan mantan istrinya. Papa diceraikan karena tidak bisa memberi keturunan.
Papa mandul dan tidak bisa punya anak.
Itu diungkapkan Papa ketika berkata akan menikahi Bunda.
Bunda pun tidak mempermasalahkan.
Dengan usia yang sudah remaja begini khawatir jika punya adik bayi tidak terurus. Karena sudah kelas 3, ia banyak kegiatan di sekolah.
***
"Disha.. bagaimana kalau Papa belikan motor untuk kamu berangkat sekolah?"
Usul dari Papa membuat Disha hampir tersedak roti yang dikunyahnya.
Buru-buru diteguknya air agar makanan yang tersangkut di tenggorokan meluncur ke perut.
Bunda yang mendengar saran Papa, langsung melirik putrinya.
"Mas, Disha itu tidak bisa setir motor."
Papa menatapnya aneh. "Benar begitu Disha?"
"Benar, Pa. Aku nggak bisa bawa motor. Nggak apa-apa aku naik angkot aja. Lagipula kalau ke sekolah kan cuma satu kali naik angkot dari jalan depan."
"Baik kalau begitu. Kalau perlu apa-apa jangan sungkan bilang ke Papa."
"Terima kasih, Pa."
"Disha habiskan sarapannya, Nak. Jangan lupa minum susunya" Kata Bunda.
Disha menurut, menghabiskan roti dan meminum susu.
Di sudut matanya ia melihat Bunda begitu bahagia memiliki Papa.
Setidaknya ia lega Bunda tidak perlu kerja keras lagi mencari nafkah.
Semenjak Ayah meninggal, Bunda hanya menghabiskan waktu untuk bekerja agar ia bisa sekolah tinggi.
Disha ingin membuka butik untuk pakaian yang Bunda buat.
Dan sebenarnya Disha menolak tawaran Papa dibelikan motor karena trauma.
10 tahun lalu ketika dijemput Ayah pulang sekolah, mereka mengalami kecelakaan motor.
Disha hanya luka kecil, sedangkan Ayah terbentur batu hingga tidak bisa bertahan sehingga meninggal beberapa jam kemudian.
Sejak itu Disha enggan naik motor. Daripada naik motor ia lebih memilih jalan kaki.
Selalu terbayang kecelakaan itu.
Bayangan Ayah terpental dan terbentur batu membuatnya takut.
***
"Eh udah denger belum? Pak Roni udah resign." Suara Ira yang cempreng terdengar.
Baru tiba di kelas para sahabat Disha sudah bergosip pagi pagi.
"Bagus deh tu guru killer pergi. Nggak tahan gue sama dia dari awal cuma nyiksa kita." Lena menambahkan.
"Emang kenapa Pak Roni resign?" Tanya Disha heran.
"Katanya sih kudu pulang kampung ke Kalimantan. Ngurus tanah warisan."
Disha angkat bahu dan mengecek HP-nya membuka sosial media.
"Ntar pulang ke rumah Tara yuk? Udah lama kita nggak besuk dia," usulnya melihat postingan sahabat yang sudah satu bulan ini sakit.
"Gue sih mau aja, tapi gue males ketemu emak tirinya itu.." kata Ira.
"Iya tuh . Tara juga belum berani bilang kelakuan sebenernya tu ibu tiri. Di depan papanya baik bener. Di belakangnya, udah galak, judes, pelit, lagi.."
"Yah mau gimana lagi? Kita ke sana buat besuk Tara. Nggak usah dipikirin urusan si Tante itu. Kasian Tara kita harus support dia cepat sembuh." Disha meyakinkan dua sahabatnya agar menjenguk sahabat yang sakit.
Ira dan Lena masih terlihat enggan karena kapok pernah diusir begitu datang. Alasannya, Tara sedang istirahat. Padahal Tara yang meminta mereka datang. Ibu tirinya itu galak dan selalu menyiksa Tara dengan apapun yang berhubungan dengan Tara.
Disha jadi kasihan Tara harus hidup dengan ibu tirinya yang jahat.
Apalagi Papanya sering bepergian ke luar kota.
Makin lah ibu tiri itu merajalela dan menyiksa anak tirinya.
Disha hanya berdoa Papanya Tara agar tahu watak asli istrinya.
"Eh guys.. pada liat tuh guru olahraga kita yang baru! Keren banget!" Vira si centil biang heboh di kelas memberi pengumuman membuat semua cewek di kelas grabag grubug keluar kelas.
Biasanya kalau Vira udah heboh begitu berarti informasi akurat.
Ira dan Lena ikut berlarian keluar kelas melihat.
Disha ikut penasaran melihat sosok jangkung yang berjalan berdampingan dengan Pak Abdul kepala sekolah.
Semua langsung kasak kusuk, bukan hanya kelas 3 IPS 3 kelasnya Disha.
"Gila! Keren banget!"
"Pak Roni resign, eh gantinya keren banget!"
"Kalo yang keren begini, gue dihukum lari berapa keliling juga ikhlas deh beneran. "
"Coba dari kemarin-kemarin ya, semangat gue pelajaran olahraga."
"Eh pada masuk kelas cepetan.."
Semua bergegas bubar karena bel masuk berbunyi.
***
"Semua sudah dengar kalau Pak Roni sudah resign. Dan yang akan menggantikan pelajaran olahraga di sekolah ini adalah Pak Zafran, guru olahraga yang baru."
Penjelasan Pak Anto wali kelas membuat para cewek di kelas terpana menatap guru ganteng yang menawan.
Bahkan senyumnya begitu manis dan bersahabat.
"Duhh dia udah punya pacar belum ya?" Bisik Lena. "Mau gue gebet."
"Ada-ada aja ah, bisa jadi dia udah nikah.." balas Disha berbisik.
"Tanyain sama lo," kata Ira membuat Disha melotot.
"Apaan sih lo pada!"
***
Sudah sore ketika Disha baru tiba di rumah. Ia baru saja besuk Tara yang masih belum bisa jalan semenjak kecelakaan mobil sebulan lalu.
Barusan ia bisa leluasa menjenguk Tara karena ibu tiri Tara sedang tidak di rumah.
Kok sepi? "Bunda.. aku udah pulang nih..."
"Tumben Bunda nggak ada. Pintu juga nggak dikunci, nggak ada orang.. Minum dulu ah, haus.."
Disha menuju dapur. Mengambil segelas air dan meneguknya nikmat.
Tiba-tiba seseorang muncul di dapur.
Pppfffuuuttt...
"Uhuk uhuk..." Disha terbatuk-batuk hebat setelah menyemburkan air di mulutnya.
"Kamu kenapa?" Tanyanya. "Kok kaget gitu?"
"Pak.. Pak Zafran ngapain di sini?" Disha kaget bukan main, kok bisa guru baru ada di rumahnya??
Zafran malah bingung menatapnya. "Kamu kenal aku?"
Belum dijawab, muncul Bunda membawa dua kantong belanjaan sambil tersenyum pada mereka berdua.
"Zafran, ini Disha anak Mbak. Disha, ini Zafran Om kamu. Dia adik bungsu Papa yang baru pindah dari Yogya."
Ooommm....?????
***
Penjelasan Bunda mebuat Disha terkejut guru baru yang menghebohkan cewek seisi sekolah ternyata adik dari Papa yang berarti Om-nya.
Makan malam dihadiri berempat. Disha sampai tidak berani mendongakkan kepala. Zafran duduk tepat di sampingnya.
"Daripada kamu ngontrak rumah atau ngekos, tinggal di sini aja sama Mas dan Mbak. Masih ada kamar kosong di atas."
Glek.
Disha nyaris tersedak tulang ikan. Kamar kosong?
Satu-satunya kamar kosong di atas cuma di seberang kamarnya.
"Nanti aku cuma ngerepotin Mas sama Mbak aja." Zafran agak enggan.
"Nggak repot kok. Lagipula Mbak ada di toko membantu Mas Mirza. Disha sekolah sampai sore. Begitu Disha pulang Mbak juga sudah pulang dari toko karena harus menyiapkan makan malam. Kamu tinggal sama kami saja." Bunda menambahkan.
Zafran akhirnya setuju. "Baik Mas.. Mbak, kalau begitu aku mau. Maaf sebelumnya lho.."
Disha mengaduk-aduk nasinya, gelisah. Masa' guru baru yang banyak penggemar di sekolahnya harus tinggal di kamar depannya?
"Oh ya kamu udah diterima kerja di sekolah mana?" Tanya Papa.
"Di SMA Merdeka 5, Mas."
"Lho itu kan sekolah Disha." Bunda langsung antusias.
Spontan Zafran dan Papa menoleh pada Disha yang sejak tadi menunduk.
"Bagus dong Disha jadi bisa dijagain Om-nya."
"Aku udah gede, Pa." Disha berkata pelan.
Zafran tersenyum simpul. "Iya Mas.. kalo masih TK sih aku bisa jagain. Udah SMA gini jadi ledekan temen-temennya nanti kalau perlu dijagain. Udah remaja gini masa' perlu bodyguard."
"Disha.. Om Zafran ini adik Papa yang bungsu. Kamu pasti belum kenal karena begitu acara nikahan bertepatan dengan hari Om Zafran diwisuda."
Disha ingat Papa pernah cerita Papa Mirza empat bersaudara. Semua laki-laki. Papa anak kedua. Kakak tertua sudah meninggal dunia. Adik Papa yang pernah diperkenalkan hanya Om Reza bersama Tante Lira istrinya. Zafran belum sempat diperkenalkan.
Karena orangtua Papa sudah tidak ada, pernikahan pun tidak terlalu mewah. Bunda pun sudah tidak mempunyai orangtua. Kata Bunda Kakek Nenek sudah meninggal jauh sebelum Disha lahir.
Hanya tidak menyangka Om-nya seganteng dan sepopuler ini.
Melihat Papa berwajah lumayan ganteng harusnya sudah diprediksi adiknya nggak kalah ganteng.
"Barusan aku ke sekolah perkenalan. Mungkin Disha kenal Om." Zafran memandang Disha yang senyum-senyum mesem.
"Gimana nggak kenal? Om Zafran bikin heboh cewek-cewek di sekolah," kata Disha berusaha santai.
Papa geleng geleng kepala. "Kamu tuh nggak di mana aja pasti tebar pesona."
Zafran tersenyum malu. "Nggak tebar pesona Mas.. semua aja terpesona lihat adik Mas ini."
"Zafran punya pacar?" Tanya Bunda mewakili pertanyaan Disha sebenernya. Disha mewakili sahabat sahabat nya yang ingin tahu status Zafran.
"Nah itu bener. Gimana dengan Mayang?" Tanya Papa, Mayang pacar Zafran yang berwajah cantik dan bertubuh molek.
Walau belum pernah bertemu dan hanya mendengar di telepon.
Zafran menggeleng. "Kami udah lama putus Mas. Sekarang aku lagi jomblo."
"Kirain kalian serius. Ya kalau sudah ketemu pasangan cocok jangan kelamaan." Komentar Papa.
"Umurku baru 24 Mas.. aku belum rencana berumah tangga."
Pembicaraan Papa, Bunda, dan Zafran tidak ada habisnya.
Setidaknya ia tahu sekarang, Zafran sedang jomblo dan usia mereka terpaut 7 tahun.
Seisi sekolah bisa heboh kalau tahu.
***
"Disha... Berangkat bareng Om yuk?" Ajakan Zafran pagi itu membuat Disha hampir tersedak.
Disha buru-buru meneguk air sampai habis.
Berangkat bareng Zafran yang populer, bad idea kayaknya.
Dia nggak bisa bayangin gimana reaksi cewek-cewek di sekolahnya kalau tahu ia keponakannya guru ganteng.
Ngeri kayaknya.
Bisa jadi bulan bulanan cewek seisi sekolah.
"Nggak usah Om.. aku naik angkot aja." Tolak Disha.
"Beneran nggak mau pergi bareng?" Zafran memastikan.
Disha mengangguk sambil memakan lagi nasi gorengnya.
Setelah habis, ia mengambil tas dan menyalami Bunda. "Bunda aku pergi dulu ya."
"Iya, sayang.."
"Papa mana?"
"Papa lagi di kamar mandi. Uang jajan kamu masih ada?"
"Masih Bunda.. aku pergi dulu."
"Nggak bareng Zafran aja?"
Disha melirik Zafran yang sibuk mengenakan jaket dan sarung tangan.
"Om Zafran naik motor, Bunda.."
Bunda memahami ketakutan Disha, dan memaklumi.
"Ya sudah hati hati berangkat nya."
Disha mencium tangan Bunda. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Begitu keluar rumah berpapasan dengan Zafran yang sudah di atas motornya.
"Bener nggak mau bareng, Dish?" Tawar Zafran lagi.
Disha menggeleng cepat. "Om duluan aja."
"Oke. Duluan ya." Zafran dengan santai melarikan motornya meninggalkan keponakannya yang cemberut.
"Gimana kalo semua pada tau Pak Zafran itu Om-ku?"
***
"Tumben semangat bener lo?" Tegur Disha melihat Ira lebih dulu mengganti baju.
Ira meregangkan tangan seperti pemanasan. "Iya lah untung banget Bu Sita nggak masuk. Pelajaran kosong. Abis ini kan pelajaran olahraga. Siap ketemu guru baru yang ganteng itu..."
Lena tak kalah heboh, menyisir rambut hasil smoothing nya hati hati. Bahkan menggunakan lipgloss agar bibirnya mengkilap seperti kaca.
Disha geleng-geleng kepala. "Ampun deh lo pada.. jangan kecentilan deketin guru baru itu. Kalo dia udah punya istri gimana."
"Nggak mungkin.." sambar Ira. "Dia aja nggak pake cincin kawin. Berarti masih single tuh."
"Iya bener tuh.. pasti belum nikah dia!" Tambah Lena semangat.
"Ya nggak pake cincin kan bisa aja dia nggak nyaman dibawa olahraga." Komentar Disha.
"Pokoknya Pak Zafran jadi target utama incaran gue. Lo berdua bantuin gue ya?" Kata Ira yang langsung disemprot Lena.
"Enak aja! Gue juga ngincer dia!"
"Lo kan udah gebet Rion cowok les bahasa Korea lo."
"Baru gebet. Belum jadian. Kayaknya gue pindah hati liat Pak Zafran.."
"Wah parah lo ngajak bestie sendiri saingan.."
"Lo juga.."
"Eh udah udah jangan pada ribut..." Disha menengahi dengan kepala pusing, para sahabatnya kepincut dengan Zafran sampai segitunya.
"Lena nih, nggak pengertian amat," sungut Ira.
"Kok gue? Lo juga nggak mau ngalah," balas Lena sewot.
"Lo.."
"Udah stoooopp!!" Disha meninggikan suara membuat dua sahabatnya mingkem.
Sejak dulu Disha yang paling tegas dan jadi penengah kalau ada masalah. Kalau Disha sudah keluar wajah marahnya, baik Ira maupun Lena nggak akan berani sekedar melihat wajah saja.
"Kalian nih, ributin apa sih nggak penting amat.." Disha mengambil baju olahraga. "Gue ganti baju dulu. Awas kalo pada ribut lagi!"
Ira dan Lena menutup mulut rapat-rapat begitu Disha keluar kelas menuju ruang ganti.
"Kok dia marah?"
"Tau. Nggak biasanya. Kita juga nggak ribut beneran kan eh dia marah beneran."
"Hmm... Ada yang Disha sembunyiin nih kayaknya."
"Mungkin lagi ada masalah dia."
Di ruang ganti, Disha mengganti baju olahraga sambil memikirkan yang terjadi.
Dia cuma nggak suka ada yang rebutin cowok sampai segitunya.
Apalagi sahabat-sahabatnya.
Disha nggak berlama-lama di ruang ganti, karena jam pelajaran olahraga akan dimulai.
Bergegas ia kembali ke kelas.
***
Sudah diduga pasti pesona Zafran menghipnotis semua cewek di kelasnya. Terkecuali Disha yang sudah membentengi diri begitu tahu Zafran adalah Om-nya.
"Oke guys.. kita mulai pemanasan dulu." Zafran begitu gagah dan kekar, begitu mempesona. Kaos putih dan celana olahraga hitam, membuatnya semakin gagah. Bahkan di bawah terik matahari, pesona seorang Zafran makin terpancar.
Berbeda waktu Pak Roni guru yang umurnya hampir kepala lima, yang mengajar olahraga, terlalu otoriter dan nggak pernah puas kasih hukuman. Lena dan Ira apalagi, langganan dihukum lari keliling lapangan setiap jam olahraga, karena duduk ketika jam pelajaran. Pak Roni memang terkenal guru killer yang dibenci murid karena sering memberi hukuman yang nggak wajar.
Makanya begitu Pak Roni resign, ceria bye bye semua murid terutama yang langganan dihukum.
Sekarang, murid cewek semangat pejuang ikut pelajaran olahraga.
"Kalo gurunya begini, dihukum lari berapa kali juga gue mah ikhlas..."
"Iye.. sampe pingsan juga nggak apa-apa pasti digendong deh tu sama Pak Zafran."
"Duhh ganteng bener sih.."
"Udah kayak artis Korea."
"Iya."
Terdengar kasak kusuk teman-teman cewek di kelas, ketika Zafran sedang melatih melempar bola basket teman-teman cowok.
Disha sampai panas kuping dengarnya.
Hanya Ira dan Lena yang diam khawatir kena marah lagi oleh Disha.
Dari seberang lapangan, melintas seorang cowok berkacamata yang membuat Disha menghentakkan kakinya kesal.
Cowok berwajah manis itu dari kelas IPA. Bernama Aldo, mantan pacarnya. Mereka baru putus sebulan yang lalu.
Padahal Disha suka banget sama Aldo sejak kelas 2, waktu mereka sama-sama les bahasa Inggris di tempat yang sama.
Akhirnya tiga bulan lalu Aldo menyatakan suka dan mereka jadian.
Hanya saja, Disha tetap nggak bisa dibonceng motor.
Aldo kemana-mana selalu membawa motor.
Disha selalu menolak dibonceng. Malah mengajak Aldo naik angkot saja.
Aldo akhirnya bete padanya dan jadi cuek.
Puncaknya sebulan lalu Disha memergokinya boncengan dengan cewek lain. Begitu mesra.
Tanpa buang waktu, Disha langsung minta putus. Tapi Aldo cuek saja dan nggak memperjuangkan. Minta maaf aja enggak.
Baginya, pacaran dengan Disha seperti bodyguard saja. Ketika Disha naik angkot, Aldo harus mengikuti dari belakang.
Awal pacaran oke oke saja.
Lama-lama Aldo jenuh dan meminta Disha naik motor nya saja. Hanya Disha tetap menolak.
"Sssttt.. Dish.. masih belum move on lo dari dia?" Tanya Lena mengikuti pandangan sahabatnya.
Disha angkat bahu. "Kadang masih gedek aja kalo liat dia, Len."
Ira menyenggol lengan nya. "Udaahh.. nggak usah kesel. Lupain aja tu mantan cowok lo. Nadisha Rasty itu percaya diri lho. Udah cantik, pinter. Banyak yang suka sama lo."
"Iya gue udah nggak ada perasaan kok sama dia. Cuma masih gondok aja kalo inget."
"Sabar, Dish. Satu semester lagi kita ujian nasional. Begitu lulus, lo nggak akan liat dia lagi."
Disha mengangguk.
"Girls.. ambil bolanya." Zafran memberi perintah.
Semua cewek di kelasnya langsung berlarian mengambil bola.
***
Bergiliran mereka melempar bola ke ring.
Zafran sedang melatih keseimbangan dalam melempar bola.
Banyak yang sengaja salah melempar biar Zafran menempel mencontohkan bagaimana melempar bola yang benar.
Pada coba tebar pesona begitu dekat dengan Zafran.
Zafran acuh saja karena sedang mengajar.
Diam-diam Disha memperhatikan Om-nya yang begitu hangat tersenyum.
Sikap santainya begitu bersahabat membuat makin banyak yang nempel ke dia.
Disha nggak bisa membayangkan reaksi semua orang kalau tahu ia keponakan Zafran.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!