New South Wales, Australia.
Seorang wanita muda dengan pipi memerah tengah berteduh di bawah pohon besar. Seluruh kulit yang tidak tertutup pakaian memerah karena terpaan sinar matahari yang terik.
Ansley Zwetta Cloe, menguap beberapa kali ketika angin ketenangan datang seperti penyihir. Menyulapnya menjadi ratu tidur. Dalam sekejam ia sudah terlelap.
Dalam lelapnya gadis itu bermimpi bertemu dengan pangeran berkuda putih. Wajah yang rupawan dengan tubuh tegap berotot. Pria itu turun dari atas kuda putih dan menghampirinya. Menatap lembut penuh cinta.
Ketika pria misterius itu mengulurkan tangan di depannya, dan tangannya hampir terulur untuk membalas, seketika dunia mimpi indah itu lenyap dengan suara domba yang berisik. Ansley bangun dengan terpaksa.
"Ouh, kenapa kalian mengganggu mimpi indah ku!" Ansley terlihat kesal, namun segera menghitung jumlah domba yang di lepas liar.
"Di mana satunya?" Satu anakan domba menghilang. Ia segera berputar untuk mencari.
Ketika ia menuju tumpukan jerami, keningnya berkerut. Di bawah tumpukan rumput kering itu terlihat dua benda seperti kaki. Ansley mendekat untuk melihat lebih jelas.
Ansley membekap mulut melihat tubuh pria tergeletak tak berdaya. Gadis itu menatap sekitar, dan tak ada siapapun.
Tubuh pria itu dipenuhi luka, terdapat darah kering juga wajah tampannya terlihat pucat.
"Mr.! Mr.!" Ia menggoyang bahu pria itu. Namun tak mendapat pergerakan. "Wake up, Sir!" Menekan denyut nadi dan memeriksa napas, ternyata masih hidup.
•
Bruk! Ansley menidurkan pria asing di dalam kamarnya. Ya, ia memutuskan untuk menolong dan membawa pria asing pulang ke gubuknya.
Tak berapa lama mengatur napas karena lelah, Ansley harus kembali ke atas bukit untuk menggiring dombanya kembali. Dibiarkan pria yang terluka tadi terbaring.
Ansley bukanlah siapa-siapa di daerah kecil itu, ia hanya seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama sang nenek. Dan, nasib buruk mengharuskannya merawat neneknya yang buta dan sakit-sakitan. Ansley tidak tahu, seindah apa surga, karena selama ini hidupnya tak ubah bersama kemiskinan.
Ansley kembali dan melihat keadaan pria yang ditolong. Masih sama, terbaring belum sadarkan diri.
•
"Mr. Alez, Helikopter KA-62 tidak terdeteksi keberadaanya setelah menerjang cuaca buruk." Salah satu anak buah memberi laporan kepada Mr. Alez Crihstop.
Pria bermanik tajam itu awas me-monitoring signal Helikopter. Namun, titik terakhir yang terpantau berhenti di kota yang jauh dari tujuan.
"Damn! Helikopter Jack tak terkendali dan jatuh." Pria itu berubah panik. "Sisir daerah itu sekarang! Kerahkan separuh pasukan untuk mencari pemimpin kalian!"
"Yes, Mr."
Black Mancsker, sebutan organisasi mafia yang dipimpin oleh Jack Davison Mancsker. Perangai gelap paling dicari FBI. Jaringan gelap yang tersebar luas merambai pesisir Australia dan Amerika Serikat. Tak banyak yang tahu siapa pemimpin Black Mancsker, karena sosok pemimpin itu sangat pandai berkamuflase.
Mr. Alez Crishtop adalah tangan kanan Jack. Pria itu seperti kembaran si cruel. Bengis dan tak memiliki sisi belas kasih. Apa yang diinginkan Jack, Alez selalu paham.
Bersama ratusan pengikut Black Mancsker, Alez menuju salah satu kota di Australia. Menyisir bagian kota itu untuk menemukan Jack.
"Titik jatuhnya sangat tinggi, apa ada kemungkinan Mr. Jack masih hidup?" gumam pria plontos di belakang Alez.
"Tutup mulutmu! Kau kira Jack bisa mati dengan mudah? Lima peluru menembus tubuhnya, bahkan dia masih hidup. Kali ini pun sama!" Alez melirik tajam. Ada kekhawatiran, namun mencoba ia tutupi. "Sekali lagi kau bicara! Mulutmu tidak akan utuh!" ancamnya.
Pria plontos adalah pengikut setia, namun Alez tidak peduli. Siapapun yang salah berucap, harus siap kehilangan anggota tubuhnya.
Hingga tengah malam pencarian berlangsung, tapi tak membuahkan hasil. Alez sangat mengkhawatirkan Jack.
"Jangan sampai ada yang terlewat! Sisir dengan ketat! Cari pemimpin kalian sampai ketemu!" perintah Alez. Mereka sekarang berada di perbatasan kota New South Wales.
"Ck! Sth!" Alez berdecak frustasi. Dalam minggu ini organisasi mereka harus menyelundupkan seribu peluru ke negara tetangga, namun pendirian Jack justru berakibat fatal. Helikopter yang membawa barang itu jatuh sekaligus bersama Jack.
Tak jauh dari Alez berdiri. Pria plontos sedang tersenyum sinis. Mustahil pemimpin mereka masih hidup, menilik ketinggian helikopter, Jack pasti sudah tewas. Good, tinggal satu yang harus ditumbangkan dan ia akan mencapai puncak rantai keemasan.
Di dalam gubuk sederhana, Ansley sedang sibuk membuat ramuan herbal untuk baluran luka di tubuh pria asing yang ditemukan.
"Hidupmu sudah susah, Ans! Kenapa kau tolong dia?" kata Nenek Lucy.
"Ansley menemukanya masih bernapas, Granny. Kalau Ans tidak menolong, dia akan mati." Ansley terus menumbuk daunan hijau yang ia tahu bisa mengeringkan luka lebih cepat.
"Dengan begitu bebanmu akan semakin berat." Keadaan Granny buta dan sakit-sakitan, namun suaranya masih lantang nun tegas.
"Tidak apa, Granny, setelah dia sadar, Ans akan menyuruhnya pergi."
Suara ketukan besi panjang mengantar Granny pergi ke kamarnya. Ansley melihat sekilas dan kembali fokus pada pekerjaanya. Sebelum membalur dengan ramuan, terlebih dahulu ia membersihkan darah kering di tubuh pria asing itu.
"Dalam mimpi aku bertemu pria tampan dengan menunggagi kuda putih, tapi realita aku malah menemukan pria ini. Sama sekali tidak sesuai," gumamnya.
"Astaga, lukanya sangat parah." Ansley membuka baju pria asing itu dan ternyata lukanya hampir seluruh tubuh. Ia masih bisa melihat dengan jelas meski tubuh itu penuh dengan ukiran tato abstrak. "Hebat sekali dia masih hidup."
Ansley menimang sebentar, apakah dia juga akan membuka celana pria itu? Sedewasa ini ia tak pernah mengenal pria. Hidupnya selalu bersama domba-domba kesayangan, keadaan itu membuatnya canggung. Tetapi, jeans biru sudah tidak berbentuk, bila ia tak merobek dan melepas, baunya semakin buruk karena anyir darah.
Ansley memegangi jantung yang berdebar, mudah-mudahan malam ini ia bisa tidur setelah menggantikan pakaian pria itu. "This is so bad!" gerutunya.
Hampir satu minggu Ansley merawat pria asing itu, namun selama itu keadaan pria tersebut tidak mengalami perubahan. Masih terbaring seperti manusia tidur.
Ia bingung, membawa ke Hospital namun ia tak memiliki dolar. Jika pria itu tidak bernapas dia justru akan segera menguburnya. Tetapi sialnya pria itu masih bernapas dengan teratur.
Satu hari lalu ia pergi ke pasar kota, sengaja mencari informasi apakah ada pencarian orang hilang. Ternyata tidak. Ia tidak mendapat informasi apapun. Lalu siapa pria itu?
Dengan merawat pria asing itu, pekerjaan Ansley tentu bertambah. Wanita itu setiap hari membuat ramuan herbal, juga membersihkan tubuh pria itu secara teratur. Bahkan ia juga merelakan kasur empuknya dimiliki pria itu, sedangkan ia-nya tidur beralaskan tikar tipis.
One week later.
"Sssttthhh ...." Seseorang mendesis pelan merasakan pusing di bagian kepala. Kelopak mata menyipit karena silau neon yang masuk ke retina matanya. "Ini dimana?"
Ketika bergerak, seluruh badan terasa sakit dan kaku. "Argh!" Kaki sebelah kanan terasa sangat sakit.
"Sir, kau sudah sadar?" Ansley bangun karena mendengar pekikan seseorang. Sedikit terkejut melihat pria yang ditolong mendesis kesakitan. Ia berinisiatif untuk mengambilkan air minum.
Ansley membantu pria itu agar sedikit lebih membungkuk. Setelah menandaskan segelas air putih, pria itu kembali terbaring.
"Ini dimana?"
Ansley melihat pria itu. "Di Bukit Queensland."
Jack memegangi kepala, mencoba mengingat kembali apa yang dialami. "Kau yang menolongku?"
Ansley mengangguk.
"Apa kau melihat bangkai helikopter yang aku tumpangi?"
"Tidak. Aku menemukan Anda tergeletak di atas tumpukan jerami dan tidak melihat bangkai helikopter."
Bukit Queensland terletak di perbatasan negara. Rumput hijau membentang luas. Di bagian paling barat terdapat kota terpencil dengan jumlah penduduk tidak mencapai seribu jiwa.
Jack berusaha untuk duduk, tetapi kesusahan. Ansley kembali mendekat dan membantu.
"Anda jangan banyak bergerak, Sir."
"Kau punya alat komunikasi?"
Ansley terlihat berpikir, ia tidak mengerti yang dimaksud pria itu. Selama ini ia tak pernah menghubungi siapapun.
"Apa yang Anda maksud adalah ponsel?"
Gadis ini bodoh sekali. Jack melirik lalu mengangguk.
"Aku tidak punya."
Damn! Bagaimana aku menghubungi Alez?
"Apa ada cara lain untuk menghubungi seseorang?"
"Ada telepon umum, tapi kita harus pergi ke pasar kota."
Jack melihat diri, keadaanya sedang terluka, bagaimana ia bisa pergi ke lokasi yang disebutkan tadi.
"Sir, memang apa yang terjadi padamu?" Pertanyaan Ansley membuyarkan pikiran Jack.
"Oh, ya, siapa namamu?" Belum terjawab pertanyaan pertama, wanita berkulit putih pucat itu melayangkan pertanyaan lagi.
"Davison." Jack menjawab singkat. Davis adalah nama yang digunakan ketika berada di luar wilayah Black Mancsker. Dan Jack, nama tertinggi dalam dunia gelap.
Ansley mengangguk-angguk. Wanita itu meraih alat tumbukan dan mulai meracik obat herbal untuk Jack.
"Berapa lama aku disini?"
"Hampir dua minggu."
Jack menyimpan keterkejutan, tidak menyangka sudah selama itu ia menghilang.
•
Tiga hari Jack sudah lebih membaik. Ansley membuatkan kayu penyangga sebagai alat bantu berjalan. Ia dapat melihat ketulusan wanita itu dalam menolongnya.
Selama tinggal di sana, ia mengetahui aktifitas yang dilakukan Ansley, seperti membawa domba-domba ke atas bukit untuk mencari rumput hijau. "Boleh aku ikut?"
"Apa kamu bisa berjalan jauh? Kakimu pasti sakit."
"Tidak masalah, aku bisa menahan. Aku ingin tahu dimana kau menemukanku. Ada sesuatu yang ingin aku cari." Tentang ribuan peluru yang ia bawa dalam helikopter, ia ingin mencarinya.
Kali ini Ansley tidak bisa menggiring domba-domba lebih cepat karena harus menunggu Jack berjalan.
"Sudah lama kau tinggal disini?" Suara Jack memecah keheningan.
"Dua tahun yang lalu. Sejak kedua orang tuaku diincar oleh anggota mafia."
Alis Jack mengerut. "Apa ada masalah?"
"Kedua orang tuaku membawa kabur barang penyelundupan."
"Orang tuamu pengkhianat," sahut Jack.
"Pengkhianat untuk mafia, tapi tidak untuk negara." Ansley menoleh dengan mengangkat kedua bahu. "Aku tidak tahu banyak. Yang jelas, karna itu hidupku serba sulit. Apalagi setelah mereka tiada, aku harus merawat Granny sendiri."
Jack cukup melunak mendengar cerita singkat itu. Gadis tangguh.
Meski lambat, mereka sudah sampai di atas hamparan bukit hijau. Ansley memberitahu dimana ia menemukan Jack.
Jack menyusuri sekitar, mencari bangkai helikopter dan ribuan peluru yang diangkut. Tetapi tidak menemukan. Jack memang terjun bebas sebelum helikopter itu menabrak atas bukit, namun yang diperkirakan bangkai helikopter itu tidak akan jauh dari titik ia terjatuh.
Jack duduk di bawah pohon besar. Selama dua minggu ia menghilang, anggota klan Black Mancsker pasti sibuk mencarinya. Ia harus menghubungi Alez untuk membawanya kembali ke Mansion.
Dalam diamnya Jack mengamati apa yang dilakukan Ansley. Pria itu menggeleng kecil dengan sudut bibir terangkat. Beautiful but ridiculous.
Ansley pun sesekali melirik pada Jack. Lalu memutuskan untuk mendekati. Ia memberikan botol minum di depan Jack.
"Panas sekali hari ini."
Tanpa di sangka, Jack mengulurkan tangan mengusap dahi Ansley. Pria itu tersenyum singkat. "Aku akan memberimu hadiah karna kau sudah menolongku."
"Benarkah? Dengan apa kau memberiku hadiah? Apa kau punya dolar?"
"Sekarang tidak. Tapi, setelah besok aku menghubungi kerabat, aku akan menyuruh mereka membawa hadiah."
Ansley tersenyum. "Hem. Baiklah."
•
Keesokan harinya Ansley menemani Jack ke pasar kota. Jack menuju telepon umum untuk menghubungi seseorang. Lima kali melakukan panggilan, sambungan itu bisa terhubung.
"Who is there?"
"Jemput aku di Bukit Queensland."
"Jack? Benarkah ini kau?" Alez tampak terkejut. Dua minggu ia mengerahkan pasukan Black Mancsker untuk menyisir titik jatuhnya helikopter bahkan sampai perbatasan kota. Namun tidak menemukan jejak. Beruntung sekali Jack lebih dulu menghubunginya.
"Besok kirim helikopter di atas Bukit Queensland, aku menunggu disana."
"Yes, Mr."
Sebelum keluar dari tempat kecil itu, Jack awas melihati sekitar. Ia was-was dengan klan lain yang bisa saja mengenali wajahnya. Saat ini ia berada di tempat asing, tidak bisa memprediksi orang-orang baru.
"Sir, kenapa kau terlihat takut?" Ansley menyadari gerak-gerik Jack.
Jack menggeleng. Lalu menutup kepala dengan tudung hoodie. "Tidak. Aku tidak suka keramaian. Ayo, segera pergi."
Malam hari. Ansley menghidangkan makanan untuk Jack dan Granny Lucy.
"Ans, kau tidak lupa dengan perkataanmu waktu itu?" ucap Granny.
"Granny tenang saja, besok dia sudah dijemput kerabatnya." Ansley langsung paham dengan kalimat Granny.
"Bagus. Tidak baik akrab dengan orang asing." Dari awal Lucy memang tidak suka dengan Jack. Berpikir Jack hanya menyusahkan cucunya.
"Oh, Granny, Ans lupa hari ini tanggal 2. Ans tidak mengunjungi makam Mom and Dad."
"Karna kau terlalu fokus dengan seseorang dan membuatmu lupa dengan mereka. Ough, Alexander Lounder Cloe dan Meriana Cellya Cloe pasti sedih sekali."
Jack tertegun mendengar Lucy menyebutkan dua nama itu. Tatapan pria itu beralih pada Ansley. Ternyata wanita tangguh yang menyelamatkan dirinya adalah pengkhianat bagi klan Black Manscker.
Telapak tangan Jack terkepal. Bahkan dua manusia yang disebutkan tadi adalah daftar orang pertama yang sedang dicari. Walau sudah dua tahun lamanya, tetapi kesalahan yang diperbuat sangat fatal, hingga Black Mancsker tidak membiarkan mereka begitu saja.
Terungkapnya satu fakta, sikap dan penilaian Jack berubah. Bahkan sejak semalam sampai mentari terbit, pria itu enggan berbincang dengan Ansley.
'Aku mengatakan akan memberimu hadiah. Kau akan mendapat hadiah tak terduga dariku. Bahkan dalam mimpi sekalipun kau tidak pernah membayangkan,' gumam Jack dalam hati.
Bukit Queensland.
Di antara gemuruh angin, nun bising dari helikopter KA-42, Jack berdiri gagah di radius 100 meter, menunggu kehadiran seseorang.
"Mr. Jack." Alez terperangah melihat keadaan pemimpin Black Manscker itu tampak kacau dengan beberapa titik luka yang masih bisa dilihat mata telanjang.
"Panggil aku Daviso."
Alez mengangguk dengan melirik ke wanita yang ada di belakang Jack. Tanpa mengintrogasi, ia dapat menduga bahwa wanita itu penolong tuannya.
"Mari kita kembali, Mr."
"Kita akan kembali besok. Ada yang harus kau kerjakan."
Alez tampak belum paham dengan keinginan Jack. Tetapi pria itu mengangguk patuh. Jack mendekati Ansley dan meminta izin supaya Alez dibolehkan bermalam di gubuk.
Ansley terlihat ragu, tetapi pada akhirnya menyetujui karena dipikir hanya semalam. Dan mereka berjalan pulang ke gubuk.
Sampai di gubuk, Ansley menggiring domba-domba ke dalam kandang. Jack dan Alez terlibat perbincangan di belakang gubuk.
"Apa kau membawa bubuk?"
"Aku tidak membawa, tapi mungkin di helikopter masih ada beberapa sisa. Untuk apa bubuk itu?" Alez benar-benar dibuat penasaran. Ia tahu bubuk yang dimaksud Jack adalah racun dengan dosis tinggi. Sekali menegak bisa melumpuhkan sistem saraf otak dan satu jam berikutnya merusak kinerja jantung, kemungkinan terburuknya menyebabkan kematian.
Apa Jack akan meracuni wanita berkulit putih pucat itu? Pikir Alez.
"Ambil bubuk itu dan berikan pada seseorang. Pastikan besok pagi sudah harus mati."
"Baik. Aku akan menyuruh mereka membawanya kemari."
Dengan tatapan tajamnya, Jack tersenyum miring.
•
Ansley menangis tersedu-sedu di samping jenazah Granny. Semalam Granny masih sehat tanpa mengeluhkan sakit apapun. Namun pagi ini Ansley dibuat tak percaya ketika mendapati tubuh Granny sudah dingin dan kaku. Ia tidak tahu bila Granny sudah pergi untuk selamanya, karena tubuh Granny hanya seperti orang tidur.
Ansley tak henti menangis, bahkan sempat pingsan ketika Lucy dikuburkan. Granny Lucy adalah satu-satunya seseorang yang ia punya. Setelah kepergian Granny, kini hidupnya tinggal sebatang kara.
Di samping kesedihan yang mendera, Jack mendekati Ansley dan meyakinkan wanita itu bahwa ia akan menjaganya. Ansley ragu, karena ia dan Jack baru mengenal beberapa waktu lalu. Terlalu singkat untuk mengenal seperti apa kepribadian Jack. Namun Jack tak henti membujuk agar Ansley terperangkap dalam rencananya.
"Ikutlah denganku. Disini kau tidak ada yang menjaga. Kau sudah menjagaku selama aku tidak sadar, sekarang biar aku membalas budi."
"Aku tidak pernah pergi dari tempat ini. Di luar, aku takut ada yang menyakitiku."
"Aku akan melindungimu."
"Kau bukan siapa-siapaku."
"Kalau begitu, aku akan menikahimu supaya aku menjadi bagian dari hidupmu."
Ansley menatap manik Jack. Melihat keraguan dari sorot tajam itu, namun sialnya akting Jack sangat sempurna.
Tengah malam itu juga Jack membawa Ansley pergi dari tempat persembunyian ternyaman. Memindahkan Ansley ke tempat paling tak disangka-sangka.
Ucapan Jack ingin menikahinya membuat Ansley merasakan perasaan tak biasa. Ia menganggumi dan menyukai Jack hanya dalam waktu singkat. Selain ucapan manis, ketampanan Jack menjadi daya tarik sempurna bagi kaum wanita. Pria memiliki rahang kokoh dan tatapan tajam itu seperti jelmaan dewa yunani yang sedang menyamar di atas bumi. Siapapun wanita akan jatuh hati.
Ansley tertidur dengan bersandar di bahu Jack. Alez melirik dan keheranan saat Jack diam saja tanpa memindah posisi Ansley.
Langit begitu gelap ketika helikopter berhenti dilahan kosong seluas ratusan hektar tanah milik Jack. Sebelum Jack membangunkan, tapi Ansley sudah terbangun. "Apa sudah sampai?"
"Yes."
Ketika turun dan berjalan menuju Mansion, tangan Jack tak lagi menggenggam telapak tangan Ansley. Pria itu berjalan di depan tanpa ada yang berani mendahului, juga tak mengatakan apapun.
Ansley melebarkan kelopak mata, menatap kagum pada bangunan megah di depannya. Mungkin seumur hidup sejarah pertama kali ia melihat dan menginjakan kaki di istana sebesar dan semegah itu.
Tiba didepan halaman dengan pilar-pilar kokoh penyangga bangunan, Jack berhenti. Tanpa menoleh memberi perintah pada Alez. "Bawa dia ke ruang bagian timur."
"Ruang bagian timur, Mr?" Alez memastikan.
"Aku yakin kau mendengarnya."
"Come wit me, Miis." Alez menunjukan jalan kemana Ansley harus mengikutinya.
Bangunan itu benar-benar sangat luas, sejauh Ansley berjalan bahkan kedua kakinya sudah terasa pegal namun Alez belum berhenti.
"Tuan, apa istana ini milik orang tua Jack?" Ansley memberanikan diri menanyakan itu pada Alez.
"Mansion ini milik Tuan Jack sendiri."
Ansley kembali terkejut mendengar jawaban Alez. Ternyata ia menolong seorang pria kaya raya. Namun, hatinya justru merasa tidak tenang. Seperti ada felling buruk yang akan terjadi.
"Ini kamar yang kau tempati. Istirahatlah," perintah Alez.
"Em, thank you, Mr."
Alez hanya mengangguk dan berbalik pergi. Ansley membuka pintu dan menyipitkan mata ketika melihat ke dalam isi kamar. Bangunan Mansion sangat megah dan luas, tapi kenapa ia disuruh menempati kamar dengan ukuran 2×3 meter. Sangat tidak sesuai, pikirnya.
Tas pakaian diletakkan di atas meja kayu kecil. Ansley merebahkan tubuh karena masih terasa mengantuk. Ia akan menanyakan semuanya besok pada Jack.
Di kamar utama milik Jack.
Asap mengepul disekitar wajah. Tatapan Jack lurus memandang jendela yang terbuka lebar. Membiarkan angin pagi menyerbu pori-pori kulit. Tangan kanan pria itu sudah kembali dan duduk di samping sang pemimpin.
"Banyak yang tidak aku mengerti. Kau tidak berniat menjelaskan sesuatu?" ucap Alez.
Jack menghisap kembali gulungan nikotin dan meniupkan lewat mulutnya. "Dia keturunan Alexander Launder Cloe."
"Ough!" Alez bereaksi terkejut. "Apa kau berniat menawan putrinya supaya pengkhianat itu keluar dari persembunyian?"
"Beruntung mereka sudah mati. Aku tidak perlu menciptakan neraka dunia. Tapi, putri Lounder yang akan merasakan."
"Jack, apa dia terlibat?"
"Tidak. Tapi dia tahu bahwa kedua orang tuanya pengkhianat, biar dia yang menanggung dosa kedua orang tuanya." Jack menyeringai.
•
Matahari baru sejengkal dari bumi, bahkan Ansley belum terjaga dari mimpi. Tiba-tiba kamarnya didobrak paksa dari luar. Ansley terpaksa bangun.
"What this is?"
Bruk!
Seseorang memberikan pakaian dengan gerakan kasar pada Ansley. "Pakai itu dan cepatlah bekerja!" perintahnya dengan suara tinggi.
Nyawa Ansley yang berpencar seketika kembali dengan cepat. Mengumpulkan kesadaran ke alam nyata. Jelas Ansley belum mengerti. Jack membawanya ke istana untuk dijaga dan dinikahi, bukan untuk dijadikan pekerja.
"Daviso?" Ansley menyadari kehadiran Jack. Pria itu tersenyum remeh.
"Kau disini sama seperti mereka. Become a slave."
"Daviso." Ansley kembali memanggil karena tidak percaya mendengar ucapan pria itu. Kenapa ia dijadikan bud*k? Harusnya Jack menjadikannya seorang istri, bukan seperti bud*k.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!