Diana Maheswari, seorang wanita cantik dan manis berusia 20 tahun. Dia merupakan wanita yang pintar, baik, ramah, dan dia juga termasuk salah satu wanita tercantik di kampusnya.
Bulu mata lentik dengan bola mata yang sedikit besar, hidung mancung, serta bibir ranum tipis berwarna merah alami dan lesung pipi di sebelah kanan menambah kesan kecantikannya.
Tak banyak pula pria yang terang-terangan menyukainya, akan tetapi tidak ada satupun dari mereka yang Diana respon. Mengapa begitu? Karena di usianya yang sudah berkepala 2 Diana sudah menikah dengan dosen di kampusnya.
Di tengah kesibukannya sebagai seorang istri yang berbakti, Diana mempersiapkan makan malam sambil menunggu kedatangan suaminya.
Penampilan berbeda membuatnya terlihat sangat cantik malam ini. Wanita berstatus istri itu ingin memberikan sebuah kejutan. Sebuah makan malam romantis untuk menyambut suaminya pulang sekaligus ingin memberikan kado terindah buat suaminya.
Di atas meja sudah tersedia dua hidangan makanan, di hiasi lilin kecil menerangi di tengah-tengah mejanya.
Ting.. Tong..
Diana tersenyum lebar mengetahui siapa yang datang. Dirinya segera berlari ke arah pintu untuk membukakan pintu.
"Kamu harus bikin surprise buat suamimu, tunjukan wajah cantikmu, berilah senyuman terbaik untuknya. Ini hari pernikahan mu yang ke satu tahun."
Perlahan Diana membukakan pintu, dia sudah tersenyum manis menyambut kedatangan suaminya. Namun, senyum itu luntur di saat suaminya tidak datang sendirian. Melainkan datang bersama seorang wanita cantik tapi tidak kalah cantik dengan Diana.
"Mas ..." Diana menyodorkan tangannya, mencium tangan sang suami tanda hormat penuh khidmat. Dia kembali melirik wanita yang ada di samping suaminya.
Suami Diana pun masuk sambil menggandeng tangan wanita itu.
"Tunggu, Mas. Siapa wanita yang kamu bawa? Jangan memasukkan sembarang wanita ke dalam rumah kita." Cegah Diana tidak ingin ada wanita selain keluarganya masuk ke dalam rumah.
"Aku tidak sembarang membawa dia masuk. Dia juga bagian dari dalam rumah ini."
"Apa maksud dari ucapan mu, Mas? Kita itu tidak mengenal dia, dia bukan saudara kita. Aku belum pernah melihatnya di keluarga kita."
"Kalau begitu, kita kenalan dulu, Mbak. Saya Anita, istri keduanya Danu Alzio Fakhri," tutur wanita itu membuat Diana terbelalak terkejut.
"I-istri ...! Jangan ngaco kamu, tidak mungkin Mas Danu menikah lagi." Diana menolak percaya pada semua ini.
"Dia memang istri Mas, Diana. Mulai saat ini, dia juga berhak tinggal di sini bareng kita di atas satu atap yang sama." Pengakuan Danu membuat Diana semakin terkejut.
Danu Alzio Fakhri, pria tampan blasteran Turki Indonesia ini berusia 27 tahun. Dia merupakan salah satu dosen dimana Diana menuntun ilmu.
Wajah putih bersih, alis tebal dengan warna hitam alami, mata tajam memiliki warna hazel kecoklatan, dengan rahang kokoh sedikit berbewok , hidung bangir mancung alami, bibir tebal sedikit berwarna merah alami tidak tersentuh nikotin.
Deg ....
"Apa?! Ka-kamu bilang dia istrimu? Kamu jangan bohong, Mas?! Tidak mungkin dia itu istrimu." Bibirnya bergetar tidak percaya atas ucapan suaminya, hatinya sakit memikirkan apa yang Danu katakan barusan. Benarkah suaminya telah menikah lagi? Apakah keluarga suaminya mengetahui ini?
"Aku tidak bohong, Diana. Anita ini memang istriku. Kami sudah menikah dua bulan yang lalu dan saat ini dia tengah mengandung anakku," balas Danu tegas tidak sedikitpun merasa bersalah mengakui pengkhianatan nya di depan sang istri.
Dan itu membuat Diana semakin syok mengetahui kenyataan jika dia kini tengah dimadu. Dadanya semakin berdebar mendengar kenyataan membuat Diana diam mematung tidak percaya. Niat hati ingin memberikan kejutan di hari jadi pernikahan, malah dia yang di kejutan oleh sebuah kenyataan.
Kenyataan dimana suaminya mengaku telah menikah siri, bahkan membawa istri sirinya ke kediaman mereka. Apakah ini nyata? Atau hanya halusinasi nya saja? Tapi ini memang nyata apa adanya. Kini apa yang ia dengar dan Danu akui istri sirinya tengah berdiri di belakang Danu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Diana menatap tajam Anita, "Kau itu perempuan, kenapa kau merebut suamiku, hah? Bisakah kau mencari pria lain tapi jangan suamiku!" pekik Diana mendorong Anita. Namun, di hadang oleh tangan kekar Danu.
"Aku tidak merebutnya. Tapi kau lah yang sudah merebut Danu dariku. Lalu apa salah jika kini aku memperjuangkan cintaku pada suamimu? Kita sama-sama mencintai."
Diana menggelengkan kepala tidak terima itu.
"Sudahlah, Diana. Jangan buang-buang air mata tidak berguna itu. Sampai kapanpun aku tidak akan merasa kasihan," ucap Danu menggandeng tangan Anita kedalam. Tapi di cegah oleh Diana dengan cara menarik tangan suaminya.
"Kenapa? Kenapa kamu tega mengkhianati ku? Apa salahku? Apa kurang ku? belum cukupkah dirimu memiliki aku saja? Kenapa harus ada istri kedua?" Sakit, Diana merasa sakit hati atas apa yang suaminya bicarakan. Hal itu membuat Diana bertanya, apa kekurangannya selama menjadi istri Danu?
Air mata kesedihan membasahi pipi cantiknya. Rasa kecewa atas pengkhianatan sang suami membuat Diana hancur berkeping-keping. Kasih sayang yang diberikan untuk suaminya ternyata ternodai. Cinta tulus yang selama ini Diana agungkan terbagi.
"Selama ini aku tidak pernah mencintaimu. Aku menikahimu hanya untuk menyakitimu, kau puas? Kau dengar, aku tidak pernah mencintaimu." Dengan teganya Danu berkata seperti itu. Dia juga menghempaskan tangan Diana secara kasar.
"Tidak mencintaiku? Ini tidak masuk akal, Mas. Lalu apa arti dari pernikahan kita yang sudah menginjak satu tahun? Apa kamu tidak pernah merasakan perasaan cinta kepadaku? Lalu apa arti dari sebuah kasih sayang yang kamu berikan, kata cinta yang kamu sering ucapkan untukku?" Sakit ... itu yang Diana rasakan. Tangannya meremas baju di bagian depan jika dia terlalu sakit mendapati kenyataan ini.
"Semua itu aku lakukan agar kau jatuh cinta kepadaku untuk menyakitimu. Dan sekarang, aku muak harus terus-terusan bersandiwara di hadapanmu, aku muak menunjukkan seolah-olah aku ini mencintaimu."
"Kamu jahat Mas. Kamu tega menyakiti ku sedalam ini. Semua yang kamu lakukan menghancurkan semua harapanku. Aku pikir semua perhatianmu, cintamu, semuanya tulus untukku. Tapi apa yang kudapat? Kamu begitu teganya menyakiti perasaanku sedalam ini. Kamu angkat aku setinggi langit lalu kau dorong diriku hingga jatuh kebawah." Isak tangis Diana begitu menyakiti gendang telinga Danu.
"Percuma kamu menangis meraung seperti itu. Sampai kapanpun aku tidak akan memperdulikan perasaanmu. Ayo Nita, kita masuk ke dalam." Danu malah menggandeng istri mudanya ke dalam kamar yang dia dan Diana tempati.
Anita tersenyum mengejek melambaikan tangan pada Diana dan itu terlihat oleh Diana.
"Mas, kamu tidak bisa melakukannya ini padaku. Mas ... Aku tidak mau kau membawa dia ke rumah ini! Ceraikan dia, Mas!" Diana berteriak menggedor pintu kamarnya agar Danu keluar dari kamarnya.
Danu membuka pintunya kemudian menyeret paksa Diana. Dia sedikit kasar menghempaskan lengan Diana ke atas kasur yang ada di kamar satunya lagi.
"Aku bisa melakukan apapun yang aku mau termasuk menikah lagi. Kalau kamu tidak bisa menerima kehadirannya disini maka kamu boleh pergi dari rumah ini!" sentak Danu mencengkram pipi Diana.
Tangis Diana semakin kencang dan tersedu-sedu. Diana mendorong kasar tubuh Danu dan berdiri tegak di depannya.
"Aku memang tidak bisa menerima kehadiran dia di sini, Mas. Aku akan mengusirnya dari sini!" Diana menghapus air matanya secara kasar. Percuma Diana meminta, memohon pada Danu untuk tidak menikah lagi karena semuanya sudah terlanjur terjadi.
Dia akan keluar kamar, namun Danu menarik lengannya hingga Diana terbentur ke dada bidangnya kemudian Danu merangkul pinggang Diana menatap tajam mata merah akibat menangis. Lalu tangan kanannya mencengkram tengkuk Diana.
"Jangan coba-coba kamu mengusir Nita dari rumah ku! Ini kediamanku, kau tidak berhak mengusirnya. Semua keputusan ada di tanganku."
"Kenapa aku tidak berhak? Aku istri sah mu dan aku punya hak di rumah ini. Dia hanyalah istri siri mu, hanya bayanganmu dan tidak akan pernah menjadi istri yang di akui negara." Balas Diana menatap mata Danu dengan tatapan sedih dan terluka. Air matanya terus menetes meluncur membasahi pipinya.
Mata Danu dan mata Diana saling bertatapan. pria itu seketika terhipnotis oleh sorot mata teduh penuh kecewa. Seketika dia melepaskan Diana dari dekapannya.
"Jangan pernah coba-coba kau mengusik istriku. Kau harus menerima dia di sini!" Hanya itu yang dan keluarkan kemudian pergi meninggalkan kamar Diana dan pergi keluar rumah.
Diana tidak mampu lagi menahan badannya. Dia terduduk lesu menangisi dirinya sendiri.
Hampir semalaman Diana menangis merenungi perjalanan rumah tangganya sendiri. Baru saja dia merasakan jatuh cinta tetapi sekarang harus menelan pil pahit kenyataan jika suami yang ia cintai begitu tega menyakitinya.
"Kenapa kamu berubah, Mas? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Apa salahku sampai kamu memperlakukanku seperti ini?" Di pinggiran ranjang usang, Diana terduduk di lantai sambil memeluk kedua lututnya menangis terisak sendirian.
Wajahnya ia tenggelamkan di balik lipatan kedua tangannya. Terisak pilu merasakan sakit yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Pria yang ia anggap dewa nya, pria yang ia agungkan cintanya, pria yang berharap selalu melindungi dan mencintainya kini menyakiti dirinya sedalam ini.
Diana tidak pernah jatuh cinta kepada seorang pria. Namun, sekali jatuh cinta hatinya tersayat perih. Wanita berusia 20 tahun itu menerima pinangan pria dewasa berusia 27 tahun, karena dulu pria itu begitu baik kepadanya.
Diana sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain sang suami yang ia harapkan. Tapi sekarang, keinginan indah dan rencana yang sudah tersusun rapi harus hancur dalam sekejap.
Pengkhianatan suaminya membuat dia terpuruk dalam luka. Lalu apa arti satu tahun kebersamaan mereka dalam satu atap yang sama? Diana bertanya-tanya akan hal itu.
Wanita yang tengah menangis itu pun sampai tertidur di samping tempat tidur beralaskan lantai dingin sambil memeluk lututnya. Dia berharap apa yang ia rasakan, apa yang ia alami saat ini hanya sebuah mimpi. Mimpi menyakitkan yang tidak ingin Ia alami lagi.
*********
Byur ....
Siraman air tepat mengenai wajah Diana, membuat dirinya seketika terbangun dari tidur yang baru saja beberapa jam ia rasakan.
Ukhuk ... ukhuk ....
Diana sampai batuk tersedak sebab air masuk melalui hidungnya. Dia secepatnya mendudukkan diri mendongak ingin melihat siapa yang sudah berani menyiramnya.
Wanita yang semalam Diana temui tengah berdiri bertolak pinggang dengan muka kesal menatap tajam dirinya.
"Bangun kamu! Jam segini enak-enakan tidur, seharusnya kamu menyiapkan makanan untukku dan suamiku, buruan masak!" Anita menarik lengan Diana membawanya berdiri.
Diana menepis secara kasar dengan wanita itu, "Jangan pernah menyentuhku, aku tidak sudi disentuh oleh pelakor sepertimu," balas Diana tidak kalah sengit. Dia tidak mau di perintah oleh madunya.
Anita pun tidak kalah marah, "Emangnya kau siapa? Hanya istri tapi tidak pernah dicintai oleh suamiku. Kau itu cuman bayangannya saja, percuma menikah secara agama dan negara tetapi tidak diakui oleh suaminya. Dan lihatlah, pelakor inilah yang di cintai bukan dirimu. Jadi sekarang ini kau cepat ke dapur memasak menyiapkan kami makanan!" Nita berbangga diri bisa menjadi pelakor di antara Diana dan Danu.
"Aku bilang tidak mau, ya TIDAK. Kau bisa dengar tidak sih, hah? Kalau kau ingin masak, masak saja sana! Urus aja suamimu itu. Aku tidak mau memasak untuk penghianat seperti kalian!" Melihat wajah pelakor sialan ini membuat Diana marah, kesal. Dia tidak ingin memasak untuk wanita yang sudah merebut suaminya.
Diana mengambil satu setel baju lalu ingin berjalan ke kamar mandi. Tetapi, suara bariton suaminya memberhentikan langkahnya.
"Diana buruan kemari! Mana makanan untukku?" Danu juga memanggil dirinya dan menghampiri dia.
"Ngapain saja kau selama ini? Aku sudah lapar, buruan masak untukku dan Anita!" seru Danu menatap tajam penuh kebencian pada Diana.
Sakit ... itu yang Diana rasakan saat ini. Pandangan yang selalu meneduhkan kini hilang sirna dari mata suaminya. Sorot teduh yang membuatnya jatuh cinta kini bagaikan sorot singa yang ingin memakan, membunuh mangsanya.
"Kenapa kamu tidak meminta istri keduamu, Mas? Kenapa soal makanan pun kamu masih meminta ku memasakkan nya? Bukankah kamu sudah memiliki istri baru yang kamu cintai? Apa masakan istri keduamu tidak seenak masakan ku?" sindir Diana untuk Nita seraya menghapus air mata yang kembali keluar di saat mengetahui jika ini bukanlah sebuah mimpi.
"Kamu jangan banyak ngoceh, Diana. Buruan masak! Nita tidak boleh kecapean, dia itu sedang mengandung. Jadi kau lah yang harus mengurus semua semua keperluan kami. Buruan!" sentak Danu menarik lengan Diana membawanya ke dapur.
Anita mengikutinya dari belakang dengan tatapan berbeda. Tatapan yang sulit di artikan.
"Mas sakit." Diana mengeluh meringis kesakitan di saat Danu mencekal pergelangan tangannya terlalu kasar. Namun, Danu tidak peduli.
Pria itu justru menghempaskan tangan Diana sampai tubuh mungil itu terbentur ke meja. Danu mencengkram dagu Diana.
"Siapkan masakan untuk kita berdua atau kau akan ku hukum!" sergah nya menghempaskan cengkraman itu sampai Diana menoleh ke samping.
"Kenapa kamu berubah, Mas?" lirihnya begitu pelan. "Mana Mas Danu yang selalu memperlakukanku lembut? Mana Mas Danu yang selalu menatapku dengan tatapan mata halus penuh perasaan? Mana Mas Danu yang sering bilang kalau kamu mencintaiku? Kemana semua itu?" pekik Diana memandangi Wajah pria yang teramat dia cintai.
"Hahahaha kau bilang kemana? Mas Danu yang kau maksud sudah mati. Semuanya hanya kepalsuan, aku muak harus terus-terusan bersandiwara pura-pura mencintaimu, aku muak itu. Aku membencimu, Diana. Kau pembunuh adikku!" sentak Danu membuat Diana terperangah.
"Me-membunuh?! Aku tidak pernah membunuh siapapun. Aku tidak kenal adikmu, Mas. Jangan mengarang cerita." Diana sungguh tidak mengetahuinya. Bagaimana dia tahu adiknya Danu sedangkan dia baru saja menginjak kota ini satu tahun lalu.
"Cuiihh ... Pembunuh sepertimu tidak akan mau mengaku. Aku muak melihat tampang polos mu itu." Danu mengambil beberapa bahan masakan kemudian melemparkannya ke depan Diana.
"Masak itu semua! Buruan!" bentaknya lagi. Diana sampai terpejam saking kaget mendengar sentakan dari suaminya.
Danu semakin kesal, dia memaksa Diana untuk melakukan pekerjaannya, "Aku bilang buruan masak! Kau tuli kah? Buruan masak!" Dia sampai menaruh kasar sayurannya di tangan Diana.
Diana menunduk meneteskan air mata. Untuk pertama kali dalam hidupnya di bentak-bentak, di perlakukan kasar seperti ini. Dia yang sudah menjadi yatim piatu dan tidak memiliki sanak saudara yang lainnya tidak bisa menjauh dari suaminya. Hanya Danu yang ia miliki saat ini.
"Diana, kamu harus kuat. Saat ini Mas Danu pasti sedang khilaf. Pasti nanti dia akan kembali lagi seperti dulu," batin Diana menguatkan diri memberikan dukungan pada diri sendiri untuk tetap bertahan dan berusaha membuat Suaminya menyadari perasaan nya.
"Sayang, aku mau bareng kamu ya, ke kampusnya?" Diana begitu semangat untuk segera pergi ke kampus bareng dengan suaminya. Dia tetap saja berprilaku seperti biasa, seakan tidak terjadi sesuatu. Rasa cinta yang begitu dalam membuatnya mencoba bertahan.
"Tidak usah, mending kau pergi sendiri! Aku tidak mau mobilku kotor terkena kotoran seperti mu," tolak Danu penuh penegasan tidak mau mobilnya di tumpangi Diana.
"Tapi sayang, biasanya juga kita sering berangkat bareng meski aku suka di turunin di jalan." Rengek Diana begitu manja.
Dia berharap suaminya tidaklah berubah dan masih meyakini jika suaminya mencintai dia.
"Aku bilang tidak mau ya, tidak mau! Kalau tuli apa, hah? Dimana telingamu? Gunakan yang benar! Aku tidak sudi bareng dengan wanita pembunuh sepertimu!" sentak Danu mendorong bahu Diana untuk melepaskan rangkulan tangannya dari lengannya.
"Tapi, Mas ..."
"Pergi saja sendiri! Aku tidak mau lagi bareng dengan mu," sentak nya marah, "Dan, jangan pernah lagi kau memanggilku sayang! Aku muak mendengar kata sayang dari seorang pembunuh sepertimu." Entah apa maksud dari perkataan Danu yang mengatakan Diana pembunuh, hanya dia yang tahu. Tapi sepertinya ada hal yang mungkin menyebabkan Dani sampai berubah dan tega menyakiti Diana.
Diana terperanjat kaget, "Aku bukan pembunuh, Mas." Dia menunduk merasakan kecewa suaminya tidak lagi memperlakukan dirinya tulus dan selalu bilang dirinya pembunuh.
"Halah, pembunuh tetap pembunuh. Mana ada maling mengaku," bentak Danu menatap benci Diana, istri yang sudah ia nikahi hampir satu tahun ini.
"Sayang, ayo? Aku udah siap, nih." Suara Anita mengalun merdu di buat halus selembut mungkin.
"Iya, sayang, ayo." Danu pun masuk ke dalam mobilnya. Dan tanpa aba-aba, Diana juga segera masuk tidak memperdulikan larangan Danu.
"Diana ... saya bilang saya tidak mau mengantarkan mu lagi. Keluar!" Suara Danu begitu menggelegar menahan amarah.
"Enggak, biasanya kita suka berangkat bareng dan hari ini juga aku mau bareng kamu," tolaknya tak mau mengalah.
"Eh, kau itu tidak di inginkan oleh Danu. Mending kau keluar saja dari sini, awas!" Anita menarik lengan Diana mencoba membawanya keluar mobil.
"Aki tidak mau! Ini itu mobil suamiku, aku berhak ikut dengannya. Kau yang awas! Jangan ikut sini!" Diana tidak ingin mengalah pada pelakor itu. Dia merasa berhak karena dirinya istri sahnya. Jadi sebisanya ia mencoba mempertahankan suami dan apapun yang suaminya miliki termasuk posisinya sebagai istri DANU ALZIO FAKHRI, dosen tampan di kampusnya.
Keduanya saling seret mempertahankan keinginan mereka.
"Keluar!"
"Tidak akan." pekik Diana kesal kemudian ia mendorong tubuh Anita sampai membuatnya tersungkur ke lantai.
"Aaawww ...."
"Anita ...." Danu terbelalak kaget melihat Anita tersungkur. Dia segera berlari keluar mobil menghampirinya.
"Aw perutku sakit, Mas!" Anita merintih kesakitan memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Kita ke rumah sakit, aku tidak mau kau kenapa-kenapa." Nampak raut wajah Danu terlihat begitu khawatir. Dia mendongak menatap Diana dengan sorot mata marah.
Diana terperanjat syok merasa bersalah telah mendorong Anita. Dalam hatinya berdoa semoga kandungnya baik-baik saja.
"Diana ... kau keterlaluan, seharusnya kau mengalah pada Anita. Dia sedang hamil dan kau ..., kau harus tanggungjawab jika kandungan Anita kenapa-kenapa."
"Ma-Mas, a-aku minta maaf," Diana juga menyesali perbuatannya.
"Permintaan maaf mu tiada guna!" sentak Danu kembali begitu marah atas apa yang Diana lakukan.
"Aw ... Mas Danu, sakit." Anita memegangi perutnya menahan sakit yang ia rasakan. "Mas, ada darah! Ini darah apa, Mas?" Anita begitu panik mengetahui darah keluar di sela kakinya.
Danu dan Diana pun sama paniknya.
"Anita! Tidak, semoga bayinya baik-baik saja." Danu segera menggendong Anita masuk ke dalam mobil untuk di periksa.
"Anita aku ..."
"Semua gara-gara kau. Kau itu pembunuh, sudah membunuh adikku dan sekarang kau mau membunuh anak nya Anita. Kau seorang pembunuh, Diana. Minggir! Keluar dari mobilku!" Danu menyeret paksa tubuh mungil Diana ke luar.
Diana merasa lemas seakan tidak ada lagi tenaga yang ia miliki. Dia syok melihat darah di lantai, pikiran negatifnya terus menerus berseliweran takut anaknya Anita tidak selamat. Diana mematung dengan derai air mata penyesalan telah membuat Anita jatuh. Dia menatap mobil suaminya yang sudah melaju kencang meninggalkan dirinya sendiri.
"Apa yang sudah ku lakukan?" lirihnya terduduk lesu di tanah, "Ya Tuhan, tolong selamatkan anak yang ada di dalam perut Anita." pintanya memohon kepada sang pencipta untuk kebaikan semuanya.
Meski ia tidak menyukai pelakor itu tetapi Diana tidak ingin terjadi hal-hal negatif terjadi.
********
Di sepanjang koridor kampus, Diana terus aja melamun. Raganya di sekolah, namun pikirannya tertuju ke Anita dan suaminya. Perkataan pembunuh terus berseliweran di benaknya. Bagaimana jika bayi Anita tidak terselamatkan? itulah hal yang ia takutkan.
"Dor, ngelamun terus. Ntar hantu kampus lewat lalu masuk ke tubuhmu, loh," ujar Cici sahabatnya Diana.
Namun, Diana bergeming. Dia tetap dalam lamunannya. Hal itu membuat Cici heran, tidak biasanya Diana melamun seperti ini.
"Diana, kau kenapa?" Cici melambaikan tangan di depan wajahnya Diana. Reaksinya pun tetap seperti semula, menunduk sambil melamun seraya melangkah.
"Diana ...." pekik Cici mengguncang tubuh wanita cantik yang tengah terlihat murung.
"Astaga Cici! Bisa tidak sih enggak ngagetin aku kayak gini? Untung jantungku ini buatan Tuhan kalau buatan manusia sudah rusak nih jantung," protesnya memekik kaget.
"Kamu kenapa melamun? Sedari tadi di tanya malah bengong tidak merespon."
"Hah, aku? Aku kenapa? Aku tidak apa-apa. Udah, yuk, kita masuk. Hari ini kan ada kelas pagi." Diana mencoba menyembunyikan kesedihan dan kegelisahannya. Dia menarik lengan Cici membawanya ke dalam kelas.
Sepanjang pelajaran pun Diana tidak fokus.
"Pak," ujarnya mengangkat tangannya.
"Iya, ada apa, Diana?"
"Izin ke toilet, Pak. Aku kebelet banget mau BAB," balasnya pura-pura memegangi perut meringis menahan sesuatu.
"Silahkan." Diana pun langsung saja berlari keluar kelas.
Setibanya di luar, dia bukannya ke toilet melainkan ke ruangan dosen. Ketika hendak menuju ruangan Pak Zio, Diana melihatnya hendak berjalan begitu tergesa. Dia pun segera berlari mendekati.
"Mas," ucap Diana membuat Danu menoleh, dia terbelalak mendengar Diana memanggilnya Mas.
"Sudah ku bilang jangan sok akrab di kampus. Saya itu Pak Zio, dosen kamu. Ngapain kau datang menemui saya, hah?"
"Maaf, aku hanya ingin menanyakan bagaimana keadaan Anita?" lirihnya menunduk tidak berani menatap Danu.
"Untuk apa? Untuk tertawa atas keberhasilan mu membunuh anak Anita? Kau puas sekarang? Akibat ulahmu, Anita harus kehilangan anaknya. Kau itu pembunuh, Diana. Kau membunuh bayi yang tidak berdosa." Danu mencengkram rahang Diana saking marah dan benci pada wanita yang sudah ia nikahi. Diana sampai mendongak ke atas.
Deg ....
Diana terkejut syok tidak percaya, "Keguguran! A-anita keguguran?! Tidak, itu tidak mungkin."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!