NovelToon NovelToon

Hubungan Satu Malam

Ch. 1. Jebakan

Di sebuah club malam yang ada di pulau Dewata, tampak seorang gadis tengah sibuk mengantarkan minuman pada meja-meja pelanggan yang tampak begitu ramai.

Meskipun lelah sudah dia rasa, namun tidak sedikit pun membuat gadis itu putus asa dalam mengais rejeki. Asal yang terpenting baginya uang yang dia dapat dari cara yang benar.

"Hei, kau! Ke sini!" Panggil salah satu pelanggan sembari melambaikan tangannya.

Killa merasa dirinya dipanggil pun segera menghampiri meja tersebut.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Killa dengan sopan. Gadis itu menundukkan kepala.

"Temani kami minum!" Titah orang itu seenaknya sendiri.

"Maaf, saya hanya bertugas membersihkan dan mengantar minuman. Bukan menemani minum seperti yang Tuan mau," ujar Killa. Menolak secara halus tanpa berani menyinggung pelanggan club tempatnya bekerja.

Pria yang memanggil Killa tadi merasa geram, ingin berdiri dan menarik secara langsung tangan gadis yang begitu pongah menolak ajalannya. Padahal di club ini, biasanya dia menjadi rebutan para pegawai di sini. Karena sering kali memberikan uang tips yang sangat banyak.

"Jangan terburu. Santai saja." Cegah salah satu teman pria itu.

Pria dengan perawakan yang lebih besar dan sedikit berkulit gelap, tampak menatap Killa dari bawah hingga atas. Tidak lama kemudian salah satu sudut bibir pria itu tertarik ke atas. Membentuk sebuah senyuman yang begitu tipis.

"Aku pesan minuman paling mahal di sini," ujar pria berkulit sedikit gelap tersebut pada Killa.

Killa pun langsung membalikkan badan dan mengambilkan pesanan sesuai yang diminta oleh pelanggan tersebut.

Tidak berapa lama, Killa kembali dengan membawa sesuatu di tangannya. Dengan wajah yang sedikit menunduk, gadis itu pun mendekat.

"Ini, Tuan." Killa menyodorkan sebuah botol yang terlihat mewah kepada pelanggannya tadi.

"Terimakasih," ucap pria tadi lalu menyodorkan sebuah gelas yang berisi jus mangga. "Aku tau kamu nggak minum kayak gini. Makanya tadi aku pesanin jus ke temenmu. Minumlah. Ini bentuk terimakasihku," imbuh pria itu lagi.

Tidak lupa pria itu memberi tips kepada Killa dengan jumlah yang cukup lumayan banyak.

Tanpa merasa curiga sama sekali, Killa mengambil tips itu dan meminum jus yang diberikan oleh pria tadi. Baru setelah itu Killa pamit.

Tidak ada paksaan atau gangguan dari pria yang meminta dirinya untuk menemani minum. Killa pun kembali bekerja dan segera menyelesaikan pekerjaannya lalu pulang. Karena jam kerjanya juga hampir habis.

Akan tetapi, ketika Killa mau pulang, perasaan Killa merasa tidak nyaman. Ada yang aneh dalam dirinya.

"Kok kayak gini ya rasanya," gumamnya. Kepalanya terasa pusing dan berat, juga tubuhnya terasa panas. Namun, gadis itu tetap melanjutkan langkahnya menuju tempat parkir.

Di sela Killa berusaha untuk tetap menjaga kesadarannya, ada sebuah tangan yang memegang bahunya dari belakang. Sontak, gadis itu menoleh dan membelalakkan mata ketika tahu siapa yang menyentuh dirinya.

"Hai, manis. Mau pulang? Boleh aku antar?" Tawar pria itu dengan senyuman yang terlihat menakutkan di mata Killa.

"Jangan menyentuhku!" Sentak Killa seraya menepis tangan pria itu.

"Nggak usah jual mahal gitu," sahut pria itu yang tetap berusaha menyentuh Killa.

"Jangan kurang ajar, ya!"

Di saat mendapatkan celah dan kesadaran yang masih melekat, Killa segera berlari dan minta tolong. Hingga pada akhirnya gadis itu menabrak seseorang yang berdiri di depannya.

"Help me," lirih Killa pada pria berwajah bule yang dia tabrak barusan.

Tubuhnya benar-benar terasa panas dan tidak mempunyai tenaga lagi. Killa mengalungkan tangannya pada pria yang tidak dia kenal.

Sementara pria bule itu menatap pria yang mengejar gadis yang sekarang ini berada di pelukannya. Dengan tubuh lemas dan juga napas yang tidak teratur.

"Pergi!" Bentak bule itu dengan tatapan mematikan. Di mana membuat pria berkulit sedikit gelap itu langsung kabur tanpa disuruh untuk kali ke dua.

Pria bule itu menatap lekat wajah gadis yang ada di dekapannya. Tubuhnya lemas, sehingga tidak bisa berdiri dengan benar.

"Merepotkan!" Decak pria bule itu.

Ch. 2. Sentuhan

Di dalam perjalanan yang entah ke mana, Killa terus meracau tidak jelas. Bahkan tangan gadis itu sampai memgganggu pria yang tengah mengemudikan mobilnya.

"Bisa diam, nggak!"

Pria bule itu merasa kesusahan dalam menghadapi gadis yang terkena pengaruh obat yang sangat kuat. Sehingg menaikkan hormon dan juga menyebabkan delusi bagi yang sudah meminumnya.

Diajak bicara pun juga akan percuma. Karena para peminum obat semacam itu tidak bisa diajak komunikasi dan hanya ingin melakukan apa yang mereka mau.

Oleh sebab itu, pria bule tersebut memutuskan untuk membawanya ke hotel tempat dia menginap lalu memanggil dokter.

Akan tetapi, di dalam perjalan menuju tempat menginapnya merupakan perjuangan yang sangat besar bagi pria tersebut.

Bagaimana tidak, jika di sepanjang perjalanan gadis yang duduk di samping kemudi itu terus saja mengganggu dan membuat ulah. Bahkan saat ini gadis itu berusaha membuka kancing kemeja yang dia kenakan.

"Diam! Jangan bergerak!"

Pria itu tahu, jika peringatan darinya tidak akan mempan. Namun tetap saja ia masih memperingati gadis itu.

Sementara Killa yang merasa tubuhnya semakin panas, gadis itu mulai melepas bajunya sendiri. Beruntung masih ada kaus dalaman yang dipakai gadis itu.

Melihat hal tersebut, pria bule itu langsung menambah kecepatan laju mobilnya. Tidak bisa keadaan seperti ini ia biarkan saja. Yang ada nanti dirinya kena masalah.

Sesampainya di hotel tempatnya menginap, pria berperawakan tinggi dan besar tersebut menggendong Killa untuk kemudian dia bawa masuk.

"Wanita memang selalu merepotkan." Gumamnya namun tetap memindahkan Killa ke ranjang dengan pelan.

Hal tak terduga pun terjadi ketika pria itu ingin bangkit dan beranjak, tetapi justru ditahan dan ditarik oleh Killa. Sehingga tubuh kekarnya hampir saja terjatuh dan menindih tubuh Killa yang ramping.

"Tolong aku," rintih Killa dengan suara yang begitu lemas. Tangannya tidak henti berusaha membuka bajunya sendiri.

Pria itu berusaha untuk mencegahnya, tetapi hasilnya malah bajunya yang menjadi sasaran Killa berikutnya.

Dengan sangat terburu dan tidak sabaran, Killa membuka kancing kemeja yang dikenakan pria bule tersebut. Meraba apa yang ada di balik baju itu dengan penuh minat. Sehingga membuat selera pria bule itu tergugah dan terpancing.

"Gadis kecil ... jangan salahkan aku kalau aku juga nggak bisa nahan," geram pria itu masih dengan pikirannya yang waras.

Namun, detik demi detik terlewat apa yang dilakukan oleh Killa semakin berani dan dalam. Gadis itu menginginkan sebuah sentuhan, dan pria bule tersebut pun tahu efek samping dari obat itu juga resiko jika tidak segera ditangani atau dituruti.

"Panas ... panas ..." Rintih Killa tiada henti sembari meraba dada bidang pria yang ada di atasnya.

Pria bule itu mengepalkan tangannya. Mengerang, menahan gelora yang semakin membuncah. Godaan di depannya sungguh nyata dan tidak bisa dia abaikan begitu saja. Terlebih lagi ini menyangkut keselamatan seseorang.

SSRAKK!

"Oke, ini pilihanmu dan jangan pernah kamu sesali." Tekan pria itu dan langsung menyerang Killa yang dalam keadaan pengaruh obat, setelah merobek kaus dalaman yang dipakai oleh Killa.

***

Selimut yang menutupi tubuh, ternyata tidak mampu menghalau hawa dingin yang berasal dari AC. Membuat seseorang terusik dan meringkukkan tubuhnya di balik selimut. Mencari kehangatan lain dengan cara meraih apa saja yang ada di dekatnya.

"Dingin banget," gumamnya lirih sambil sesuatu yang dia kira bantal guling dan dia peluk tanpa membuka mata.

Namun, di detik berikutnya gadis itu membuka mata lebar-lebar ketika menyadari ada yang aneh dari guling yang biasanya dia pakai.

Gadis itu tertegun tidak percaya, sampai-sampai menutup mulut dengan mata melebar.

"Nggak mungkin," lirihnya dengan raut tidak percaya. Mendapati kondisinya tanpa busana dan sedang bersama seorang pria yang dia yakini sama seperti dirinya.

Killa bergegas untuk bangkit dan pergi dari sana, tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Meninggalkan pria bule yang sama sekali tidak dia kenal tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Ch. 3. Pulang

Lima tahun kemudian.

"Kamu beneran yakin mau pulang ke negara kamu?" Tanya seorang pria sembari membantu memgemas pakaian wanita yang dia tanya.

"Memangnya kenapa?" Bukannya menjawab pertanyaan dari pria tersbut, wanita itu justru melemparkan pertanyaan lain.

Pria itu un mengedikkan bahu. Menatap aneh pada wanita yang selama lima tahun ini tinggal dengannya. Bahkan, mereka melewati kesulitan bersama di tahun pertama tinggal di negara ini.

"Aneh saja. Kamu dulu ngebet banget mau pergi dari sana. Seolah sudah seperti nggak akan balik lagi. Eh, ini baru dapat lima tahun aja udah ngebet pulang."

Entah itu sebuah cibiran atau protesan dari pria itu. Karena memang apa yang dikatakan oleh pria itu benar adanya.

"Ya mau bagaimana lagi. Aku udah rindu sama tanah airku," desah wanita itu dengam raut wajah yang sendu. "Lagian itu yah, aku nggak bakal balik ke kota asalku, kok! Aku bakalan cari kota yang menurutku cocok untuk kutinggali bersama Gara." Lanjutnya lagi meyakinkan.

"Kamu yakin bakalan jauh-jauh dari keluarga lintahmu itu?" Pria itu seolah sangsi dengan apa yang barusan wanita itu katakan.

"Hust! Jangan bicara seperti itu!" Cegah wanita berwajah Asia tersebut.

"Lah, memangnya kenapa? Emang bener kan mereka seperti lintah?" Pria itu justru tidak terima jika wanita bernama Killa itu membela keluarganya. Ya, hanya keluarga angkat. Sebab Killa merupakan seorang yatim piatu.

"Tapi aku tuh dah syukur, karena mereka setidaknya mau rawat aku. Meskipun pada akhirnya aku juga dimanfaatin, sih." Cengirnya kemudian.

Jika mengingat perlakuan keluarga angkatnya itu, Killa memang merasa sangat marah. Akan tetapi Killa juga tidak melupakan mereka, karena telah mau merawatnya sedari usia lima belas tahun. Walaupun sebenarnya mereka hidup dengan harta peninggalan kedua orang tuanya.

"Nah, bener kan!" Seru pria itu dengan ekspresi yang sangat lucu.

"Sudah lah. Nggak usah gosip mulu. Lebih baik kita cepat selesaikan ini dulu. Karena aku dan Gara akan terbang jam tujuh malam nanti." Titah Killa menyudahi obrolannya mengenai keluarga yang ada di tanah air.

Mengetahui hal itu, pria setengah wanita itu langsung menghambur ke dalam pelukan Killa dan memeluknya begitu erat. Seolah mereka akan berpisah selamanya.

"Aku bakalan kangen sama kamu," ucapnya yang diiringi suara isakan.

Sulit memang berpisah dengan orang yang selama lima tahun ini hidup bersama. Menjalani suka duka bersama, bahkan Jesselyn ini yang selalu ada untuk Killa di saat wanita itu tengah berada dalam keterpurukan.

"Tenang, kita masih bisa bertemu, Jess. Aku akan mendirikan butik di sana, kamu bisa bantu-bantu aku nanti, jika aku kekurangan tenaga kerja." Tutur Killa sembari menepuk punggung Jesselyn supaya pria itu tidak berlarut dalam perpisahan mereka.

"Enak saja! Kamu pikir aku orang yang nganggur?" Semprotnya tidak terima. "Kalau aku kesana, siapa nanti yang akan make up-in artis-artis aku di sini?" Omelnya lagi.

"Ya tinggal kamu kasih ke Leonel, dong! Kan dia ngebet banget sama kerjaan kamu yang sekarang." Sahut Killa yang kemudian menutup kopernya dan ia taruh di ddkat pintu kamarnya.

"Enak saja! Jangan harap deh!" Sungut Jesselyn. Enak saja, kerjaan yang sudah ia rintis dengan susah payah, mau diserah terima begitu saja pada sepupu anehnya itu.

Killa tertawa melihat kekesalan di wajah Jesselyn. Memang, hubungan kedua sepupu itu tidak pernah akur. Selalu saja bersaing dengan cara yang aneh.

***

Sore harinya, Killa pun bersiap untuk berangkat ke bandara. Tidak lupa ia membawa serta merta anak semata wayangnya, Gara. Anak dari hasil hubungan satu malamnya dengan pria asing yang tidak Killa kenal sama sekali. Karena hal itulah, Killa memutuskan untuk pergi dari tanah air dan menetap di Eropa selama lima tahun demi menutupi kesedihannya.

Namun, saat ini Killa sudah bertekad untuk kembali ke tanah air dan akan menekan rasa di masa lalunya. Toh, ia akan tinggal di kota lain. Bukan di Surabaya ataupun di Jakarta. Kota penuh kenangan pahit bagi Killa. Terlebih lagi di Bali, di mana peristiwa malam itu terjadi.

"Apa kamu sudah siap tinggal di kota yang baru, Boy?" Tanya Killa pada sang putra. Saat ini mereka tengah menunggu Jesselyn mengeluarkan mobil.

"Tentu saja, Mom. Asal Gara selalu bersama Mom." Jawab bocah laki-laki yang begitu tampan dengan wajah bulenya tersebut.

Ya, wajah Gara memang lebih cenderung mirip pria yang menghamili Killa pada malam itu. Mau meskipun Killa sangat membenci pria itu, tetapi ia tidak bisa membenci putranya. Sebab, hanya dia yang Killa punya saat ini. Dialah penyebab Killa kuat menjalani hari-harinya yang tidak selalu berjalan mulus. Gara juga yang menjadi tujuan hidup Killa, dan memilih untuk tidak mengakhiri hidupnya, dulu.

"Itu sudah pasti, Sayang. Karena kamu hidup Mommy," sahut Killa sembari memeluk singkat tubuh Gara yang setinggi dadanya.

Sepertinya, Gara akan tumbuh menjadi pria yang tinggi dan bertubuh atletis. Melihat dari perawakan dia sekarang ini. Masih berusia lima tahun, tapi sudah setinggi dada Killa.

Kemudian mereka pun masuk ke dalam mobil yang dikemudikan oleh Jesselyn.

Menempuh beberapa menit, mobil yang dikemudikan oleh Jesselyn pun sampai juga di bandara. Mereka saling berpelukan, melepas rindu yang sudah menyapa. Padahal berpisah saja belum.

"Jangan rindukan aku ya, Kill. Baik-baik di sana. Jangan deket sama sembarang pria. Jangan lemah dan mau ditindas begitu saja sama betina lain. Pertahankan apa yang menjadi milikmu. Jangan terus kasihani orang yang salah. Jangan--"

"Stop!" ucap Killa menyela kalimat yang belum selesai diucapkan oleh Jesselyn.

Bisa-bisa ia akan ketinggalan pesawat kalau saja mendengarkan kalimat panjang Jesselyn. Sebab, pria itu akan terus mengoceh sampai berjam-jam lamanya jika sudah memberikan peringatan padanya.

"Kalau Uncle mengoceh terus, Gara kapan naik burung besinya?"

Bukan Killa yang melemparkan protes pada Jesselyn, melainkan Gara. Karena ini merupakan perjalanan pertama bocah kecil itu naik pesawat. Sehingga dia begitu antusias dan terlihat tidak sabaran.

Sedangkan Jesselyn yang disela dan mendapat protesan, langsung menekuk wajahnya.

"Inikan bentuk rasa sayangku pada kalian. Kenapa kalian tega banget, sih." Keluhnya dengan wajah yang sendu.

Melihat itu, Killa dan Gara kompak langsung memeluk pria setengah wanita itu. Memeluk lama, melepaskan rindu yang kelak menyapa.

"Ya udah, kalau begitu kita masuk dulu ya. Kamu baik-baik sama Leonel. Agar kelak bosa ke Indonesia bareng-bareng."

Killa mengurai pelukannya, lalu menepuk pelan lengan atas Jesselyn. Memberi senyuman terindahnya, lalu melambaikan tangannya dan berjalan menjauh.

Pun begitu yang dilakukan oleh Gara. Mengikuti apa yang Mommy-nya lakukan.

Jesselyn pun membalas lambaian tangan Killa. Sesekali mengusap pipinya yang sudah basah oleh air mata.

"Aku bakal susul kalian kesana!" Teriaknya. Sedang jarak mereka sudah jauh.

Killa menganggukkan kepalanya, untuk kemudian berjalan lebih dalam lagi.

Wanita itu menggandeng sang putra, hingga di dalam pesawat pun tangannya tak pernah lepas dari Gara.

Ada perasaan takut dan juga rindu. Namun, sebisa mungkin Killa harus tegar. Sebab ini sudah menjadi keputusan dirinya. Siap tidak siap harus menghadapi kenyataan yang ada di depannya nanti.

"Aku pulang." Gumamnya dalam hati, menatap ke bawah dikala sudah berada di kawasan langit yang tingginya ribuan mil dari daratan Indonesia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!