Di salah satu sudut sekolah, tampak sekelompok orang merundung seorang gadis. Ia tampak menyedihkan, terduduk dengan pakaian berlumur telur. Sangat amis.
"Haha..! Lihat wajahnya yang naif itu", ujar seorang siswi.
"Dengan wajah yang amis menjijikkan, ternyata kau masih berani mendekati Do-gook?", lanjut seorang yang lainnya.
"Jangan begitu. Dia sangat cantik seperti putri. Tapi, seorang putri kodok lebih pantas disandingkan dengan kodok lagi. Jangan berharap yang tidak pantas kau miliki!", cibir seorang yang lebih cantik yang terlihat seperti pemimpinnya.
Orang yang diejek dan dihina hanya diam tak menjawab. Tak terlihat tertekan sedikitpun. Lebih tepatnya sedang kebingungan. Hal yang dilakukannya selanjutnya membuat para pelaku terkejut dan menciut.
Bug!
Ia memukul wajah cantik perempuan yang ada di depannya. Gadis yang dipukulnya itu terjatuh karena pukulan yang cukup keras.
"K-kau..! Berani memukulku?!", bentak gadis itu memegangi pipinya yang mulai bengkak.
"Kenapa tidak? Kau hanyalah anak seorang kepala cabang perusahaan Olymp Entertainment dibawah SEO Group. Aku bisa saja membuatmu hidup melarat di jalanan. Sadari posisimu!", gertak Anna tenang.
Ya, gadis yang sedang dirundung itu bernama Anna. Orang itu terdiam takut dengan ancaman yang dilayangkan oleh korban rundungannya.
"Memangnya kau bisa? Paman Ayeong adalah walikota", bela seorang yang lain. Nama gadis yang dipukulnya tadi adalah Ayeong. Ayeong mulai menemukan kembali keberaniannya saat mendapat pembelaan.
Sekelebat ingatan tubuhnya melintas di pikiran Anna.
"Oh ya? Jangan lupa, Pamanmu itu dapat naik menjadi walikota berkat siapa? Apakah ia pikir berani mengambil tindakan bunuh diri seperti itu?", tantang Anna tanpa ragu.
Mereka melihat sosok pribadi yang berbeda dari yang biasa mereka temui dalam diri Anna. Bukankah Anna adalah gadis polos lugu yang selalu menciut setelah digertak sedikit saja? Bagaimana sekarang ia tampak sangat tenang dan percaya diri? Masing-masing dari mereka bertanya-tanya dalam hatinya.
Anna bangkit berdiri. Sambil lalu, ia menepuk lembut bahu Ayeong. Meski lembut namun tepukan itu sukses menyampaikan ancaman yang kuat. Anna membisikkan beberapa kata di telinga Ayeong.
"Kau tau harus bersikap seperti apa jika tak ingin meninggalkan kehidupan nyamanmu sebagai anak direktur."
Ayeong berdiri mematung dengan wajah menyimpan malu dan kesal yang ditahannya. Ia mengajak teman temannya untuk pergi.
"Biarkan ia lolos kali ini", ucapnya geram sambil meringis menahan sakit di pipinya akibat pukulan tadi.
"Ya, lebih baik obati dulu pipimu yang bengkak. Lain kali pasti tak ada lagi untuknya", sahut seorang mengiyakan. Mereka pun pergi.
Starla, seorang agen mata-mata rahasia kerajaan Inggris, tiba tiba memasuki tubuh seorang gadis SMA. Ia sendiri masih sangat bingung dengan kejadian yang terjadi padanya. Padahal, ia sangat tidak mempercayai adanya reinkarnasi dan time travel atau apalah itu. Kejadian semacam itu adalah sesuatu diluar nalar manusia.
Arianna Seo, putri tunggal Presdir SEO Group, salah satu perusahaan bergengsi di Korea Selatan. Seorang dengan penampilan lugu dan pendiam. Itulah identitas yang di sandangnya di kehidupan kali ini. Setiap hari, Anna, begitu nama panggilannya sekarang, sering ditindas karena sifatnya yang lugu dan penakut.
Semua berubah semenjak Starla menempati tubuh itu. Ia bertekad tak akan membiarkan siapapun menindasnya. Ia akan menggantikan pemilik asli untuk balas dendam pada orang yang kejam padanya.
'Haah...' Starla menghela napas mengeluh dengan karakter pemilik asli tubuhnya. Untungnya ia masih bisa membalikkan nasibnya di kehidupan kali ini. Hal itu memang bukan hal yang tak mungkin mengingat kedudukan orang tua pemilik asli tubuhnya itu.
"Huh! Sungguh naif dirimu. Apa gunanya punya harta dan kekuatan tapi nyalimu seperti kelinci?", umpat Starla memandang pantulan tubuh barunya di cermin toilet sekolah. Di dahinya terdapat luka. Darah tak berhenti mengalir darinya. Sebuah luka yang cukup dalam. Ia berasumsi pemilik tubuh asli sudah meninggal saat kepalanya terbentur.
Karena banyak kekurangan darah, kepalanya sangat pusing. Pandangannya semakin kabur dan ia mulai kehilangan kesadarannya.
...----------------...
*
*
*
*
*
*
*
*
*
Starla mendapati dirinya berada di tempat yang sangat indah. Disekitarnya tampak lapang dan hijau dengan beberapa pohon rindang dan semak penuh bunga bermekaran. Langit biru yang cerah dengan awan yang teduh menambah sejuk semilir angin yang menyapu wajahnya. Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak seorang gadis yang wajahnya terasa familiar. Gadis itu menghampirinya. Berjalan semakin mendekat, hingga tiba di hadapannya.
"Hai, mungkin kamu sudah kenal aku sekilas. Meski begitu, aku tetap akan memperkenalkan diriku lagi kalau-kalau kau tak ingat siapa aku", ujar gadis itu ramah.
Starla hanya acuh tak acuh. Namun ia merasa janggal. Gadis itu terasa sangat familiar, namun Ia tak dapat mengingat apapun tentang gadis itu. Bukankah ia sedang menjalankan misi di Mesir? Pemandangan sekitarnya saja sudah benar-benar tak ada miripnya dengan Mesir yang beriklim subtropis dengan nuansa gurun saharanya.
Jangan-jangan ia tertangkap dan dibawa ke tempat ini untuk diinterogasi? 'Oh, tidak! Karirku sebagai agen yang tak pernah gagal dalam misi akan hancur setelah ini.'
"Aku Arianna, pemilik asli tubuh yang sekarang engkau tempati. Kau mati akibat ledakan di gedung saat sedang menjalankan misi. Kalau aku, mungkin kau sudah bisa menebak apa yang terjadi hingga membuatku mati", papar gadis yang mengaku bernama Arianna itu.
"Bagaimana aku bisa berada disini? Apa kau yang membuatku terjebak dalam tubuh lemahmu?", tanya Starla. Ia merasa janggal. Bagaimana ia bisa berpikir tubuh gadis itu lemah padahal ia tak tahu apapun?
"Kau tak dapat berlama lama berada disini. Kau harus segera pergi. Aku hanya berpesan, tolong jaga keluargaku. Tak ada yang lebih penting bagiku selain ini. Aku yakin kau dapat melakukannya", pinta Arianna mengabaikan pertanyaan Starla.
Anna belum sempat berkata apapun lagi dan gadis itu telah lenyap, hilang entah kemana. Ia baru menyadari kalau ia dengan mudahnya percaya begitu saja dengan perkataan gadis tadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
'Uhh....' Starla mengerjapkan matanya refleks. Berusaha beradaptasi dengan silaunya cahaya lampu yang menerobos disela kelopak matanya. Badannya terasa pegal dan linu. Ia belum membuka matanya sepenuhnya. Namun, disekitarnya menjadi ramai.
"Bibi, Kak Anna bangun!", seru seorang gadis kecil.
"Cepat panggil dokter!", perintah seorang laki laki yang tampak berusia 20an.
Starla bangkit untuk duduk. Berusaha mencerna apa yang terjadi disekitarnya.
"Anna tiduran saja. Kamu baru saja bangun", pinta seorang ibu muda dengan lembut.
Anna? Siapa yang dimaksud olehnya? Starla sangat bingung ketika menyadari wanita itu sedang berbicara padanya. Meski, Starla tetap tak bergeming. Ia masih belum mengerti keadaannya saat ini. Hal pertama yang dilakukan olehnya setelah bangun adalah meminta untuk diambilkan cermin. Meski tak tahu apa yang akan dilakukannya, mereka tetap membawakan.
'*Ini bukan diriku. Apa aku benar benar masuk kedalam tu*buh orang lain?', batin Starla melihat pantulan di cermin.
Wajah cantik dengan mata biru seperti kristal dan rambut perak indah. Perban melingkar di kepala menutupi dahinya.
Potongan-potongan kejadian yang tak dapat ia ingat baginya terlintas dipikirannya. Mengharidirkan perasaan tak asing secara bersamaan. Sangat banyak, hingga membuat ia jatuh pingsan lagi. Saat sadar kembali, ia mendapati orang disekelilingnya tampak sangat khawatir.
"Syukurlah kau sudah bangun. Kalau tidak, bagaimana ibu akan melanjutkan hidup tanpamu?", ucap wanita cantik yang langsung memeluknya dengan tangis bahagia.
"Bagian yang mana yang sakit? Apa ada yang tidak nyaman?", tanyanya lagi masih dengan air mata bercucuran.
"Kenapa kau bisa sampai seperti ini? Katakan pada Ibu, siapa yang menindas mu disekolah?", lanjut wanita itu. Wajahnya terlihat khawatir dan menyiratkan kegeraman.
'Kalau sesuai ingatan yang terlintas tadi, seharusnya wanita yang memelukku ini adalah Ibuku', pikir Starla.
"Aku tak apa apa, Ibu. Maaf sudah membuatmu khawatir", ucap Starla yang sekarang sudah berganti identitas menjadi Anna.
Ibunya menoleh ke arah dokter yang berada dikamar itu.
Seolah mengerti maksud tatapan itu, Sang Dokter menjelaskan.
"Seperti yang sudah saya sampaikan barusan. Anak ibu mengalami gegar otak ringan yang mungkin membuatnya amnesia jangka pendek", jelasnya.
Anna bernafas lega mendengar penuturan dokter itu. 'Syukurlah kamu divonis amnesia. Jadi aku tak usah berpura pura menjadi dirimu', ucapnya dalam hati seolah berbicara pada tubuh barunya itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah dirawat sehari lagi di rumah sakit, dokter mengijinkan Anna pulang untuk menjalani rawat jalan dirumahnya. Keluarganya membawanya pulang ke sebuah villa mewah. Bangunan bernuansa klasik yang tampak sangat megah dengan halaman yang luas dan taman yang indah. Banyak pelayan yang menyambut di depan.
"Selamat datang kembali di rumah, Nona", sambut seorang wanita paruh baya.
"Tak usah memaksakan diri. Beradaptasilah pelan-pelan", ucap Ibunya pada Anna lembut.
"Terimakasih, Ibu", sahut Anna.
"Bi Emile, tolong antar Anna ke kamarnya!", perintah Ibunya pada wanita yang tadi menyambutnya.
"Baik, Nyonya. Mari, ikuti saya, Nona", tuntun wanita itu. Anna menurut mengikutinya dari belakang.
"Saya dengar Nona amnesia. Kalau begitu, saya akan memperkenalkan diri lagi. Saya Emile Hilton, kepala pelayan sekaligus pengasuh Nona sejak kecil", jelas wanita paruh baya yang berjalan di depan Anna.
Emile menjelaskan beberapa hal sepanjang perjalanan ke kamarnya. Anna mendengarkan dengan saksama. Sesekali ia bertanya bila ada suatu hal yang membuatnya penasaran.
"Disini kamarnya. Nona bisa memanggil saya bila memerlukan sesuatu. Atau Nona boleh juga memerintah pelayan yang lain. Saya undur diri dulu. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan", ucap Emile sebelum pergi meninggalkan Anna.
Anna masuk ke kamar yang terlihat sangat mencolok. Sangat bertolak belakang dengan penampilan di luar kamar. Sangat menunjukan sifat pemiliknya yang kekanak-kanakkan. Kasur, selimut, meja belajar, cermin rias, hordeng, hingga wallpaper dinding, semua bernuansa pink. Agak memuakkan bagi dirinya yang lebih suka gaya minimalis dan elegan. Mungkin berbeda jika yang menilai adalah Anna yang asli.
Tapi hal itu tidak terlalu dipikirkannya untuk saat ini. Sekarang ia ingin mencaritahu tentang dunia barunya itu. Dinyalakannya PC yang ada di meja belajar. Terlihat jam menunjukan pukul 9.06 AM. Dalam sekejap ia tahu bahwa ia berada di kota Gwangju, Korea Selatan. Diketahui juga ia masih berada di dunia dan abad yang sama dengan kehidupan sebelumnya.
Kriing...
Terdengar suara telepon berdering dari laci meja belajar. Anna dengan segera mengambil smartphonenya. Ternyata seseorang menelepon. Dilayar tertulis nama Haeri Seo. Ia mengusap tombol hijau di layar ke atas untuk mengangkat.
"Anna, kau sudah pulang dari rumah sakit?", tanya orang yang ada diseberang telepon.
"Em, aku sudah sampai di rumah", jawab Anna.
"Baiklah, aku akan segera pergi kesana. Aku sudah sangat rindu denganmu", ucap lawan bicaranya itu. Belum sempat Anna menjawab, telepon sudah dimatikan secara sepihak. Begitu singkat hanya untuk berbicara itu. Bahkan tanpa basa-basi telepon langsung dimatikan setelah menyampaikan maksud sebenarnya.
Siapa sebenarnya Haeri itu? Melihat marganya, mungkin ia adalah kerabatnya atau bahkan sepupu Anna? Entahlah. Yang pasti ia harus tetap waspada. Karena ia tak tahu apakah Haeri adalah kawan atau lawan.
... ****************...
•
•
•
•
•
•
•
Bersambung.....
Tok-tok...
Terdengar suara pintu kamar Anna diketuk, disusul suara dari baliknya.
"Nona, sepupu nona datang mengunjungi", ucap Bi Emile.
Anna yang sedang rebahan bangkit dari kasur untuk membukakan pintu.
"Ya, aku akan segera turun."
Ini sudah kali kedua Haeri datang. Kemarin lusa, sepupunya itu juga datang bersama bibinya. Tapi, sepertinya hari ini Haeri datang sendiri. Karena Bi Emile tak menyebut kedatangan bibinya.
Haeri Seo, adalah anak dari adik tiri perempuan ayah Anna. Yang berarti ia adalah sepupunya. Seperti anak orang kaya kebanyakan, Haeri selalu tampil glamor. Meski tampak simple, namun setiap orang akan tahu bahwa baju yang dipakainya tak murah.
"Halo, kakak sepupu! Kita bertemu lagi. Kemarin kita tak sempat bermain karena kau masih dalam masa pemulihan. Bisakah hari ini kita bermain sepuasnya?", tanya Haeri antusias.
Anna menerima ajakan itu. Berpikir tak ada ruginya bila ia pergi. Ini bisa jadi kesempatan untuk mempelajari sifat Haeri. Agar ia dapat menentukan, bagaimana ia akan menyikapi Haeri kedepannya.
"Bolehkah, Ibu?", tanya Anna pada ibunya yang duduk bersama di sofa tamu.
"Pergilah. Ibu tak akan melarang. Bersenang senanglah bersama sepupumu", jawab ibunya mengiyakan.
"Tunggu aku bersiap sebentar", pinta Anna pada Haeri. Ia naik ke kamarnya. Ia sedikit lama memilih. Ia sangat maksimal untuk persiapan kali ini meski hanya punya sedikit waktu karena mendadak. Menutup kesempatan kalau-kalau Haeri berniat mempermalukannya di depan umum.
"Penjagaan Anna Bibi percayakan padamu ya, Haeri. Tolong jaga Anna baik-baik", titip ibu Anna pada Haeri sebelum mereka pergi.
"Jangan khawatir Bibi. Haeri pasti akan jaga kakak sepupu dengan baik."
Tak banyak yang dilakukan dua nona muda itu di luar. Mereka pergi bermain di alun alun dan berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan milik keluarganya. Hingga menjelang sore hari, mereka kembali ke kediaman masing-masing.
Sikap Haeri pada Anna juga tak ada yang mencurigakan. Entah memang kekhawatiran Anna yang berlebihan atau dia menyembunyikan kebusukannya dengan sangat baik. Anna tak ambil pusing. Toh, kalaupun Haeri merencanakan sesuatu, ia bisa menghindarinya. Secara dia adalah mantan agen mata mata handal.
...****************...
Sudah waktunya Anna kembali ke sekolah. Seragamnya juga sudah disiapkan. Ia bangun pagi pagi untuk bersiap. Entah kejadian apa yang menunggunya di sekolah. Firasatnya mengatakan akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Firasatnya ini hampir tidak mungkin meleset.
Selesai memakai seragamnya, Anna turun untuk sarapan. Tadi Bi Emile sudah memberitahu kalau ibu dan ayahnya sudah menunggunya.
Sampai di ruang makan, ia mendapati dua laki laki asing juga duduk. Satu terlihat berumur mungkin ayahnya. Satunya lebih muda.
'*B*ukankah Anna ini anak tunggal?', batin Anna pada dirinya sendiri.
"Anna, duduklah."
"Baik, Ayah", patuh Anna pada laki laki yang tadi berbicara padanya.
"Syukurlah kau masih ingat ayah", ucap ayahnya lega.
"Makanlah pelan-pelan", ucap ibunya mengingatkan.
Anna makan dalam diam. Sementara ayah dan ibunya sesekali mengobrol. Tiba-tiba ibunya bertanya padanya.
"Anna, apa kau masih ingat siapa ini?", tanya Ibunya.
Anna menggeleng pelan. Ia memang tak mengenal laki laki yang duduk di sampingnya itu.
"Dia Seokjin, kakak angkatmu. Kau yang merengek pada Ayah untuk membawanya pulang. Saat itu kau masih kecil", jelas ibunya disertai tawa ringan mengingat anaknya yang sangat menggemaskan sewaktu kecil.
"Sudah, cepat habiskan sarapannya. Jangan sampai kalian terlambat tiba disekolah", ucap ayahnya menyudahi pembicaraan.
Selesai sarapan, Anna berangkat ke sekolah bersama Seokjin. Suasana selama perjalanan sangat canggung. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara. Anna memang berpikir tak ada yang perlu dibicarakan. Seokjin menurunkan Anna tepat di depan gedung sekolah. Setelah itu, ia melaju menuju tempat parkir.
Anna masuk ke kelas 11-2 seperti yang dikatakan Seokjin padanya. Sampai di kelas, seorang siswi berambut pendek menyambutnya. Di dada kirinya tersemat pin bertuliskan Doona Kim.
"Anna! Kau sudah absen berhari hari. Kau habis jalan jalan, kah?", canda gadis itu.
Anna hanya menanggapinya dengan tawa pelan. Gadis itu sepertinya satu satunya teman pemilik tubuh asli. Ia tidak terlihat berbahaya dan sepertinya sangat polos. Hanya dia yang menyambutnya. Sementara murid lain acuh tak acuh bahkan ada beberapa yang memandang sinis bahkan meremehkannya.
Tak berapa lama kemudian, pelajaran dimulai. Miss Sooha yang mengajar pelajaran kimia pagi ini. Anna mengetahuinya dari papan nama yang ada di dada kirinya.
Pelajaran ini sudah biasa bagi mantan agen mata-mata sepertinya. Meski begitu, ia berusaha fokus agar tidak ditegur. Walaupun sebenarnya ia diam-diam sedang memperhatikan ke luar jendela.
Di akhir pelajaran, Miss Sooha menulis pertanyaan di papan tulis. Ia menyuruh siapapun yang ingin menjawab untuk maju mengisi. Seorang murid laki-laki berdiri dari kursinya. Ia mengangkat tangannya dan berbicara lantang.
"Miss, Arianna sepertinya ingin menjawab!", serunya.
Anna terkejut. Kelas menjadi riuh menertawakannya. Doona terlihat khawatir.
"Kau mau jawab?", bisik Doona yang duduk di sampingnya. "Lebih baik tak usah dihiraukan. Kau sendiri tahu, tuan muda Han sering sekali mencari masalah denganmu."
Anna hanya diam seperti yang disarankan Doona. Lagipula ia merasa tak perlu meladeninya. Miss Sooha juga segera menenangkan kelas.
"Do-Yoon, coba kerjakan!", perintah Miss Sooha. Do-Yoon maju dan seisi kelas pun tenang kembali.
Selesai Do-Yoon menulis, Miss Sooha membahas sedikit dan kelas pun diakhiri.
Sekarang waktu istirahat. Doona mengajak Anna pergi ke kantin. Doona memesan semangkuk kalguksu dan jus lemon. Anna hanya membeli sekaleng soda.
"Minum soda di pagi hari tak bagus untuk kesehatan", tutur Doona menasehati. Ia memakan sup mi tebalnya perlahan.
Anna hanya mengangguk pelan, membenarkan perkataan Doona.
"Aku sedang tak ingin makan."
"Lebih baik minum jus kalau tak selera makan", saran Doona.
Meski begitu, Anna tetap menghabiskan soda. Sulit rasanya menghilangkan kebiasaannya di kehidupan lalunya itu. Ia pamit pergi ke ruang loker mengambil buku untuk pelajaran nanti. Tadinya ia ingin meminta diantar Doona. Tapi melihatnya sedang asyik makan, ia mengurungkan niatnya.
'Aku akan tanya orang saja, letak ruang loker. Syukur-syukur kalau bertemu Seokjin di jalan', pikir Anna berjalan tak tentu arah.
Anna memperhatikan papan nama setiap ruangan yang dilewatinya. Ketika sedang lewat, ia melihat satu ruangan yang papan namanya kosong. Membuatnya sedikit penasaran. Ia berhenti sejenak. Mempertimbangkan apakah ia akan mencoba masuk atau tidak.
Buk!
Bahunya tersenggol seseorang. Ia bergumam merutuk orang yang melewatinya begitu saja setelah menabraknya. Yang dirutuk menyadari dirinya sedang dirutuki.
"Hei! Apa yang kau katakan barusan? Coba katakan lebih keras!", bentak orang itu.
"Aku bilang kau tak punya mata", sahut Anna santai.
"Berani kau?! Cepat minta maaf!", seru orang itu geram.
"Untuk apa? Toh, kamu yang menabrak. Kenapa aku yang harus minta maaf", jawab Anna ringan.
Malas berdebat, Anna berlalu meninggalkan orang itu. Lagi pula ia masih harus mencari letak ruang loker. Orang itu menahan pundaknya memaksanya berbalik. Tak cukup dengan itu, ia menekan bahu Anna mengharuskannya berlutut. Ia berjongkok memegang dagu Anna membuatnya mendongak menatap tajam.
"Haha, rupanya orang berkedudukan tinggi sepertimu bisa melakukan hal serendah ini", cibir Anna tertawa mengejek.
Ia baru saja melihat orang dihadapannya memakai lencana elang emas dengan pita merah. Tak heran sikapnya begitu arogan. Lencana elang emas dipakai oleh anggota OSIS. Lencana dengan pita merah untuk perempuan sementara lencana dengan pita biru untuk laki laki.
"Akhirnya kau menyadari perbedaan kedudukan antara kita. Sepertinya kau tak tahu bagaimana seharusnya bersikap. Aku akan berbaik hati mengajarimu sopan santun yang benar!", tandas orang itu.
Tangannya siap menumpahkan jus kotak yang dipegangnya, bermaksud menyiram kepala Anna.
Bersambung...
\*
\*
\*
\*
\*
\*
\*
\*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!