NovelToon NovelToon

Air Mata Istri Sholehah

Prolog.

Suasana sebuah sekolah menengah atas sangat hiruk-pikuk sebab dua orang siswa paling populer di sekolah itu sedang mem-bully seorang siswa laki-laki berperangai melambai bernama Abbas.

“Woi, banci! Tempatmu itu bukan di sini, tapi di tepi jalan sana! Siapa tahu laku, kan lumayan buat beli bedak. Hahaha ....” Ejek Ammar dan disambut gelak tawa siswa lainnya.

“Itu pun kalau ada yang mau. Habis banci yang satu ini burik, sih.” Sahut Irvan.

Abbas hanya tertunduk menahan malu dan geram, tapi dia tak berani membalas perundungan yang dilakukan kedua temannya itu. Hinaan, ejekan dan ditertawakan sudah menjadi makanannya sehari-hari selama dia menjadi murid di sekolah ini.

Tak ada satu pun siswa yang mau berteman dengan Abbas, mereka memandang sebelah mata kepadanya, menganggap dia berbeda dan tak layak untuk dijadikan teman. Awalnya Abbas sedih tapi seiring berjalannya waktu, dia berusaha menguatkan hatinya dengan tidak memedulikan sikap dan umpatan teman-temannya.

Dan Ammar serta Irvan lah yang paling sering mem-bully dan mempermalukannya seperti sekarang ini. Sejujurnya dia marah, terluka dan sedih. Ingin sekali dia melawan, tapi itu hanya akan sia-sia, tak ada yang membelanya atau sekedar simpati terhadapnya.

“Kalau siang namanya Abbas tapi kalau malam jadi Sara, Lina atau Lusi?” Lanjut Irvan.

Suara ejekan Irvan itu membuat Abbas tersentak dari lamunannya, mengembalikan dia ke alam nyata yang tak pernah menampakkan keadilan untuk seorang manusia yang berbeda seperti dia.

Abbas beranjak dan memilih pergi dari sana, mencari tempat yang mungkin akan lebih bersahabat kepadanya, mengabaikan ejekan demi ejekan yang masih dilontarkan Ammar dan Irvan serta gelak tawa teman-teman yang lain.

“He, banci! Mau ke mana kau?” Tanya Irvan, namun Abbas tetap melangkah pergi, menjauh dari mereka.

Seorang gadis cantik berpapasan dengan Abbas, tapi bocah lelaki bertubuh gemulai itu hanya tertunduk saat melewatinya. Gadis itu memandang sendu teman-temannya yang masih tertawa-tawa.

Ammar yang menyadari jika seseorang sedang memperhatikannya seketika terdiam lalu tersenyum, tapi gadis itu hanya geleng-geleng kepala dan berlalu pergi tanpa membalas senyuman Ammar.

Ammar bingung, kenapa gadis cantik yang biasanya ramah itu mendadak masam kepadanya?

☘️☘️☘️

Sepulang sekolah, Abbas berjalan keluar dari kelas setelah semua siswa pulang. Begitu setiap hari, Abbas akan menunggu sekolah sepi dulu. Alasan tentu karena tak ingin siswa lain mengejeknya.

Tapi baru beberapa langkah kakinya berjalan, seseorang memiting lehernya.

Mata Abbas membulat saat tahu orang itu adalah Ammar dan juga Irvan.

“Ka-kalian mau apa?” Tanya Abbas dengan nada mengalun.

“Mau kasih kau pelajaran, karena kau sudah berani pergi begitu saja saat kami lagi bicara.” Jawab Ammar.

“Ja-jangan! Lepaskan aku! Biarkan aku pulang, adikku sudah menungguku.” Abbas memohon dengan suara bergetar.

“Alah, alasan! Bilang saja kau takut kan?” Bentak Irvan. “Sini kau!”

Irvan dan Ammar menyeret Abbas ke dalam kelas kosong dan mendorongnya sampai tersungkur ke lantai, kemudian bergegas keluar lalu mengunci pintunya.

Abbas yang panik dan ketakutan sontak beranjak dan menggedor-gedor pintu kelas yang tertutup itu.

“Tolong buka pintunya!!! Aku harus keluar, aku harus menjemput adikku!!” Teriak Abbas.

“Tunggu saja! Entar juga dibukai sama Pak Agus.” Sahut Ammar sedikit berteriak.

Keduanya pun tertawa-tawa lalu meninggalkan Abbas yang terkurung di dalam kelas.

“Buka pintunya!!! Aku mohon buka!!!” Abbas kembali berteriak, tapi suaranya seperti hilang terbawa angin.

Satu jam kemudian, Abbas yang sudah lelah berteriak, hanya terduduk lemas di salah satu kursi, berharap ada seseorang yang datang.

Dan di saat bersamaan, Pak Agus yang tak lain adalah penjaga sekolah lewat di depan kelas kosong itu dan membuka pintunya, bermaksud ingin membersihkan kelas. Lelaki paruh baya itu terkejut melihat Abbas masih di dalam kelas.

“Astagfirullah ... kok masih di sini?” Tanya Pak Agus setelah memekik kaget.

Melihat pintu terbuka, Abbas sontak beranjak dan berlari keluar, mengabaikan pertanyaan Pak Agus.

Abbas sudah sangat terlambat menjemput adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia berlari sekuat tenaga agar bisa segera tiba di sekolah adiknya itu.

☘️☘️☘️

Empat bulan kemudian, seluruh siswa di tempat Ammar bersekolah sedang merayakan kelulusan mereka di aula sekolah.

Semuanya larut dalam euforia kemenangan karena berhasil menyelesaikan pendidikan selama tiga tahun, tapi satu orang yang tidak ada di sana, yaitu Abbas.

Sejak tragedi pengurungan tempo hari, bocah bertubuh gemulai itu tidak pernah datang lagi ke sekolah. Dia seperti hilang ditelan bumi, tak ada yang tahu kabarnya termasuk pihak sekolah sekalipun. Rumahnya juga terlihat sepi tak berpenghuni.

Pandangan Ammar terfokus pada seorang gadis yang duduk menyendiri sambil menikmati pertunjukan musik di atas panggung.

Dengan jantung yang berdebar, dia melangkah mendekati gadis yang sudah mencuri hatinya. Bahkan dia memiliki cita-cita ingin menikahi gadis itu dikemudian hari, walaupun gadis itu pernah menolaknya dengan alasan tidak mau pacaran, tapi Ammar tetap bersikeras untuk mengejar dan mendapatkannya.

“Hai, aku boleh duduk di sini?” Tanya Ammar sembari menunjuk bangku kosong di samping gadis itu.

“Iya, silakan.”

Ammar tersenyum dan segera mendudukkan dirinya.

“Hem, setelah ini kamu mau kuliah di mana?”

“Sepertinya aku enggak akan lanjut kuliah.” Jawabnya.

Ammar menautkan alisnya. “Kenapa?”

“Enggak apa-apa.” Gadis itu menggeleng, dia tentu punya alasan, tapi lebih memilih untuk tidak mengatakannya kepada Ammar. “Kamu sendiri rencananya kuliah di mana?”

“Entah lah, aku juga masih bingung. Maunya sih bareng kamu. Tapi kamu malah enggak kuliah.” Sahut Ammar.

“Kenapa harus bareng aku?”

“Biar aku masih tetap bisa jagain kamu seperti di sini. Aku takut enggak bisa lindungi kamu kalau jauh. Soalnya aku enggak rela calon istri masa depanku di godain cowok lain.”

Wajah gadis itu sontak memerah. “Kamu ini bicara apa, sih?”

“Memangnya kurang jelas? Aku kan sudah berjanji akan selalu menjaga dan melindungi mu, karena aku ....”

“Iya-iya! Sudah, jangan diulangi lagi.” Tukas gadis itu sembari menahan hawa panas di wajahnya yang mulai memerah. Dia sudah pernah mendengar Ammar mengatakan kalimat yang sama seperti ini.

Ammar tersenyum melihat wajah merona gadis itu. Dan tanpa keduanya sadari, seseorang yang memakai masker dan topi duduk tak jauh dari mereka. Tak ada satu pun orang yang menyadari kehadirannya, karena semua tengah sibuk menikmati acara.

Acara perpisahan sekolah pun sudah selesai, beberapa siswa sudah pulang ke rumah masing-masing dan beberapa siswa lagi masih berkumpul di depan sekolah sambil saling bercengkerama.

Ammar menghentikan mobilnya di samping gadis pujaan hatinya.

“Aku antar pulang, yuk?”

Gadis itu menggeleng. “Enggak usah! Aku pulang bareng Mirna saja. Lagi pula enggak enak kalau dilihat yang lain.”

“Enggak apa-apa, ada Irvan juga, kok.”

“Iya, aku juga ikut.” Irvan yang duduk di bangku belakang menjulurkan tangannya keluar jendela.

Gadis itu tersenyum dan tetap menolak. “Enggak, deh!.”

“Ya sudahlah, aku duluan, ya.” Ammar mengalah meskipun sedikit kecewa.

Gadis itu tersenyum sembari mengangguk. “Iya, hati-hati.”

Ammar pun melajukan mobilnya meninggalkan parkiran sekolah dan gadis itu mengembuskan napas lega karena Ammar sudah pergi, sebab dari tadi dia kewalahan menahan degup jantungnya saat berdekatan dengan Ammar. Dia memang menyukai bocah itu, tapi terlalu malu untuk menunjukkannya.

Mobil Ammar melesat cepat membelah jalanan kota yang tidak terlalu padat, tapi sebuah mini bus mendahuluinya dan berjalan lamban di depan mobilnya.

Ammar yang tidak sabar dan kesal, memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi lalu menyalip mini bus itu.

Tapi tiba-tiba sebuah mobil tap merah datang dari arah berlawanan, Ammar kaget dan berusaha mengerem, tapi rem mobilnya tak berfungsi sama sekali, membuat lelaki itu panik dan segera banting setir ke kiri sehingga akhirnya menabrak pembatas jalan dan terguling.

Ammar dan Irvan mengalami luka parah di kepala, keduanya pun tidak sadarkan diri.

Masyarakat dan beberapa orang yang melintas bergegas memenuhi tempat kejadian kecelakaan, memastikan apa yang terjadi.

Ammar dan Irvan dilarikan ke rumah sakit terdekat, mereka segera mendapatkan penanganan. Namun nahas sungguh tak bisa ditolak, Irvan yang terluka paling parah tak dapat tertolong, dia menghembuskan napas terakhir sesaat setelah dibawa ke rumah sakit.

Sementara Ammar masih belum sadarkan diri, tim dokter masih berusaha menyelamatkan bocah lelaki itu. Kondisinya sungguh lemah, luka parah di kepalanya membuat lelaki itu kehilangan banyak darah.

Keluarga Ammar dan Irvan yang sudah mendapatkan kabar ini pun tiba di rumah sakit. Ibunda Irvan bahkan langsung pingsan saat mengetahui putranya telah menghadap sang pencipta. Begitu pun dengan ibunda Ammar, yang menangis sesenggukan di pelukan sang suami.

☘️☘️☘️

Episode 1.

Kediaman Yusuf sedang memanas, pasalnya putra semata wayang keluarga itu menolak dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya.

“Pokoknya aku enggak mau menikah dengannya! Aku sudah punya kekasih!” Tolak Ammar.

“Tapi Mama dan Papa enggak suka dengan kekasihmu itu. Dia kelihatan bukan wanita baik-baik! Lihat saja pakaiannya yang terbuka dan sikapnya yang enggak punya sopan santun itu, buat malu saja.” Hardik Anita.

“Jangan menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, Ma. Belum tentu wanita yang ingin kalian jodohkan kepadaku itu lebih baik dari Miranda.” Bantah Ammar.

“Ammar, kau harus tahu kalau Jihan itu adalah ....” Anita tak sempat melanjutkan kata-katanya.

“Cukup, Ma! Aku enggak mau mendengar apa pun tentang dia!” Sela Ammar. “Sudahlah, aku rasa semua sudah jelas. Aku enggak mau menikah dengan wanita itu!”

Ammar berbalik dan hendak pergi, tapi kata-kata Yusuf menghentikan langkahnya.

“Ammar!!! Kalau kau tetap menolak menikah dengan Jihan, Papa dan Mama akan mencabut semua fasilitas mu!” Ancam Yusuf.

“Kami mau lihat, apa kekasihmu itu masih mau denganmu kalau kau enggak punya apa-apa?” Lanjut Yusuf.

Ammar mengepalkan tangannya untuk menahan geram. “Baiklah, aku akan buktikan kalau aku bisa hidup tanpa harta Papa dan Miranda tetap mau menjadi kekasihku.”

“Ok, berikan kunci mobil, kartu ATM dan kartu kredit dari Papa.” Yusuf menadahkan tangannya ke hadapan Ammar.

Ammar sempat tertegun, tapi dengan keras kepala dia memberikan semua yang Yusuf minta dan berlalu pergi dengan perasaan kesal.

Anita memandang cemas putranya itu. “Pa, apa ini enggak keterlaluan? Bagaimana kalau Ammar marah dan nekat pergi dari rumah?”

“Mama tenang saja. Anak itu pasti enggak bisa bertahan tanpa semua fasilitas dari kita. Dan wanita itu juga akan meninggalkannya kalau dia enggak punya apa-apa.” Jawab Yusuf.

“Tapi aku takut, Pa.”

“Ma, ini demi kebaikan Ammar. Kita harus memisahkan dia dari wanita itu. Kalau kita biarkan, Ammar bisa hancur gara-gara dia.”

Anita mengembuskan napas berat. “Iya, Papa benar. Aku yakin Jihan jodoh yang tepat untuk Ammar. Semoga dia bisa mengubah Ammar dan mengembalikan anak kita menjadi seperti dulu lagi.”

Yusuf mengangguk, menyetujui ucapan sang istri.

Sejak bangun dari koma akibat kecelakaan dua tahun yang lalu, Ammar menjadi sosok yang berbeda. Dia jadi dingin, pemarah dan tertutup. Padahal sebelumnya Ammar adalah bocah yang hangat, humoris dan terbuka. Dia bahkan selalu menceritakan semua yang terjadi dan dia rasakan kepada sang Mama.

Dan sejak wanita yang bernama Miranda hadir dalam hidupnya, Ammar menjadi semakin tak bisa diatur. Dia sering pulang larut malam bahkan pulang pagi, dia juga pernah beberapa kali pulang dalam keadaan mabuk dan sering menghamburkan uang. Dia bahkan rela bertengkar dengan sang papa dan membuat mamanya menangis seperti saat ini.

Yusuf dan Anita yakin semua ini akibat pergaulannya dengan Miranda, makanya mereka bersikeras memisahkan Ammar dari kekasihnya itu dengan cara menikahkannya dengan Jihan.

Sebab mereka tahu, Jihan adalah gadis yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik.

Sementara itu, Ammar yang sedang benar-benar kesal kepada kedua orang tuanya memilih bertemu dengan Miranda.

“Lagi ada masalah, ya? Kenapa wajahnya murung begitu?” Tanya Miranda dengan nada suara yang mengalun manja.

Ammar hanya mengembuskan napas, dia ragu untuk cerita kepada Miranda.

“Cerita, dong! Siapa tahu aku bisa bantu.” Miranda menggenggam tangan Ammar.

“Aku dipaksa menikah dengan wanita pilihan orang tuaku.”

Miranda terkesiap. “Haaa?”

“Tapi aku menolaknya.” Balas Ammar cepat.

“Kalau begitu apa lagi yang membuatmu galau begini?”

“Papa menyita semua fasilitas untukku. Mobil, ATM dan kartu kredit. Sekarang hanya tinggal uang di dompet.” Adu Ammar.

Miranda mendelik tajam. “Apa? Berarti kamu enggak punya apa-apa lagi?”

Ammar mengernyitkan keningnya dan menatap Miranda. “Kenapa? Kamu enggak mau denganku lagi jika aku jatuh miskin?”

Miranda tergagap. “Bu-bukan begitu. Kalau kamu enggak punya apa-apa lagi, jadi bagaimana kamu akan membayar kredit apartemen dan mobilku?”

“Kamu kan tahu aku enggak punya siapa-siapa lagi, aku hanya punya kamu. Gajiku juga enggak cukup untuk membiayai semua kebutuhan hidupku.” Lanjut Miranda dengan wajah yang sedih.

Ammar merasa kasihan dengan wanita itu.

“Aku harap kamu bersabar, aku akan mencari pekerjaan.”

“Kalau aku boleh kasih saran, kamu turuti saja keinginan orang tuamu agar kau bisa mendapatkan kembali fasilitas mu.” Cetus Miranda.

“Kamu gila, ya? Ini berarti aku harus menikahi wanita itu, lalu bagaimana hubungan kita?”

“Tenanglah dulu. Kamu hanya berpura-pura menyetujui permintaan Papamu, dan setelah semua fasilitas mu dikembalikan, kita akan membuat Papamu membatalkan perjodohan itu.” Miranda memberi saran.

“Bagaimana caranya?”

“Nanti akan aku pikirkan, sekarang kamu pulang dan temui Papamu dan katakan kamu bersedia menikah dengan wanita itu lalu minta kembali semuanya.” Pinta Miranda.

“Ide mu bagus juga. Baiklah, aku pulang dulu, ya.” Ammar segera beranjak dan melangkah pergi.

Miranda memandangi kepergian Ammar sambil tersenyum penuh arti.

☘️☘️☘️

Sebelumnya aku mau peringatkan, cerita ini mungkin akan membuat kamu kesal, sedih dan marah. Jadi apabila kalian tidak suka, silakan tinggalkan novel ini tanpa berkomentar yang menyinggung perasaan. Karena hatiku tak sekuat baja.🤭

Aku ucapkan terima kasih untuk yang mau menghargai karya orang lain.🙏🏼☺️

Episode 2.

Ammar pulang ke rumah dan segera menemui Yusuf, dia akan berpura-pura menyetujui permintaan papanya. Semua ini demi Miranda, wanita yang selalu menghibur dirinya dan membuat dia bangkit di masa sulit pasca kecelakaan dua tahun yang lalu.

“Mau apa lagi kau menemui Papa?” Tanya Yusuf saat melihat Ammar masuk ke ruang kerjanya.

“Hemmm ... aku setuju menikah dengan wanita pilihan Papa itu.” Jawab Ammar sedikit ragu.

“Papa sudah menduganya, kau pasti enggak akan bisa hidup tanpa fasilitas dari Papa.”

Ammar tak menggubris ejekan sang papa, dia langsung menadahkan tangannya. “Jadi apa sekarang aku bisa meminta kembali kunci mobil, ATM dan kartu kredit ku?”

Yusuf membuka laci meja kerjanya dan mengambil kunci mobil lalu menyerahkannya kepada Ammar. “Nah, ambillah!”

Ammar tercengang. “Kenapa hanya kunci mobil, Pa? ATM dan kartu kreditnya mana?”

“Nanti saja setelah menikah.” Jawab Yusuf.

“Kenapa begitu? Aku kan sudah menuruti permintaan Papa?” Ammar meninggikan suaranya.

“Kau bisa saja berubah pikiran, jika Papa kembalikan semuanya sekarang.”

“Papa curang! Ini enggak adil, Pa! Kalau begini, aku bahkan enggak bisa mengisi bensin mobilku. Papa kan tahu aku pengangguran.” Sungut Ammar.

“Kalau begitu mulai sekarang kau bisa bekerja di perusahaan Papa, agar kau mendapatkan penghasilan. Apalagi sebentar lagi kau akan menjadi kepala rumah tangga, tentu harus mencari nafkah bukan?”

Ammar mengepalkan tangannya demi menahan geram, dia merasa dipermainkan oleh sang Papa.

“Kau sudah terlalu lama menganggur, jadi sudah saatnya kau keluar dari zona nyamanmu.” Lanjut Yusuf.

“Tapi, Pa? Aku cuma lulusan SMA, aku enggak punya kemampuan apa pun.”

Sejak bangun dari koma, Ammar pun menjalani serangkaian pengobatan dan terapi yang cukup menyita waktu dan tenaga, sehingga Yusuf memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan putranya sampai dia benar-benar pulih.

“Kau bisa asalkan kau mau. Misalnya saja menjadi office boy.”

“Tapi, Pa ....”

“Keputusan ada di tanganmu.” Tukas Yusuf tak acuh.

Ammar benar-benar kesal dengan sikap papanya, tapi dia tak pilihan lain.

“Baiklah. Mulai besok aku akan bekerja di perusahaan Papa, tapi aku enggak mau jadi office boy.” Ujar Ammar. “Dan aku juga ada satu permintaan.”

“Apa?”

“Setelah menikah, aku ingin tinggal di rumah sendiri.”

Yusuf menautkan alisnya. “Kenapa begitu?”

“Hemm, aku ... aku hanya ingin mandiri.” Kilah Ammar.

“Baiklah, kalian bisa menempati rumah kita yang di jalan Cempaka. Di sana ada Mang Jaja.”

“Kalau begitu secepatnya urus pernikahanku.” Balas Ammar dan segera melangkah pergi.

“Rencana yang sempurna.” Gumam Yusuf sambil menyeringai.

☘️☘️☘️

Di sebuah rumah sederhana, sepasang suami istri sedang tersenyum bahagia karena baru saja mendapatkan telepon dari Yusuf.

Dan begitu putri mereka pulang, Salma dan Arif langsung memanggilnya.

“Assalamualaikum ....”

“Jihan sini! Ada yang mau Abi dan Ummi bicarakan.” Ujar Arif.

“Ada apa, Abi?” Jihan berjalan mendekati kedua orang tuanya itu.

“Jihan, tadi Pak Yusuf menelepon.”

“Pak Yusuf, teman Abi itu?”

“Iya, Nak. Katanya dia ingin melamarmu untuk menikah dengan putranya.” Tutur Arif.

Jihan tercengang, dia nyaris memekik saking kagetnya. “Apa? Menikah?”

Jihan tahu pasti siapa putra dari Yusuf. Dia memang sudah sejak lama menyukai Ammar, bahkan dulu mereka berteman cukup baik. Namun setelah kecelakaan itu, mereka sudah tak pernah berhubungan lagi sampai sekarang.

“Bagaimana, apa kamu setuju, Nak?”

“Kenapa tiba-tiba sekali, Abi?”

“Kata Pak Yusuf, Ammar butuh seorang pendamping agar bisa membimbingnya dan mereka yakin kamu orang yang tepat.” Jawab Salma.

“Tapi bagaimana dengan pekerjaanku, Ummi?”

“Tadi sudah Abi bicarakan dengan Pak Yusuf, dan dia mengatakan kamu bisa tetap bekerja sampai kontrak kerjamu berakhir. Setelah itu, tergantung suamimu masih izinkan kamu bekerja atau enggak. ” Sahut Arif.

Jihan terdiam sejenak, dia ragu untuk menikah karena sudah lama sekali tidak berhubungan dengan Ammar, apakah lelaki itu masih sama seperti Ammar yang dia kenal dulu? Tapi jauh di dalam hatinya dia merasa berat untuk menolak.

“Jihan?” Salma menyentuh tangan Jihan sebab putrinya itu terlihat melamun.

“Eh, iya, Ummi.” Jihan tersentak.

“Bagaimana, Nak?”

“Abi, Ummi. Beri aku waktu, aku ingin Shalat istikharah dulu.”

“Iya, silakan, Nak!”

“Kalau begitu, aku ke kamar dulu, ya.”

Jihan beranjak dan melangkah masuk ke dalam kamarnya.

☘️☘️☘️

“Apa?” Pekik Miranda saat mendengar kabar yang disampaikan Ammar. “Jadi kamu akan benar-benar menikah dengannya dan meninggalkan aku?”

“Tenanglah dulu, Mir! Ini satu-satunya cara agar aku bisa mendapatkan kembali semuanya, ini juga demi kamu.”

Miranda menggeleng. “Enggak! Ini enggak boleh terjadi! Aku enggak mau kehilanganmu!”

“Kamu enggak akan kehilangan aku! Kita akan tetap bersama-sama. Setelah menikah dan mendapatkan semuanya kembali, aku akan cari cara untuk menyingkirkan wanita itu dari hidupku.”

“Kamu sungguh-sungguh akan melakukan itu? Kamu janji enggak akan meninggalkan aku?” Miranda menatap Ammar ragu.

Ammar mengangguk. “Iya. Aku kan sudah berjanji akan menjagamu, aku enggak akan mengingkari itu.”

“Bagaimana kalau kamu enggak berhasil menyingkirkan wanita itu?”

“Kamu tenang saja. Percaya padaku.” Sahut Ammar.

“Baiklah, aku percaya padamu.” Miranda segera memeluk Ammar.

“Oh, iya. Setelah menikah kami akan tinggal terpisah dari Papa dan Mama, jadi kita akan leluasa bertemu.” Adu Ammar.

“Benarkah?”

Ammar mengangguk lalu berdehem. “Hemm.”

Miranda semakin mengeratkan pelukannya dan tersenyum.

☘️☘️☘️

Keesokan paginya, Jihan menghampiri Arif sebelum dia berangkat kerja.

“Bagaimana, Nak? Apa kamu sudah mendapatkan jawabannya?” Tanya Arif.

Jihan mengangguk.

“Jadi apa keputusanmu?” Tanya Arif lagi. Dia penasaran ingin mendengar jawaban dari sang putri.

Jihan menghirup udara lalu mengembuskannya. “Bismillah. Iya, aku bersedia, Abi.”

“Alhamdulillah, kalau begitu Abi akan menghubungi Yusuf.”

Jihan tersenyum menanggapi ucapan sang ayahanda. Dia sudah melaksanakan Shalat istikharah, dan hasilnya adalah hatinya yang bimbang kini merasa yakin dan mantap untuk menikah dengan Ammar. Entah apa yang akan terjadi nanti, Jihan serahkan kepada sang penulis takdir.

☘️☘️☘️

Yusuf dan keluarganya datang untuk melamar Jihan, membawa berbagai macam hantaran pernikahan yang cantik. Jihan harap-harap cemas saat menunggu di dalam kamar, jantungnya berdebar-debar.

Tiba-tiba Salma masuk ke dalam kamar dan mengajaknya keluar. “Yuk, Nak!”

Jihan melangkah keluar dari kamar dengan balutan gamis Tosca yang anggun, jilbab panjang terjuntai menutupi sebagian tubuhnya. Dengan sedikit polesan make-up, wajah ayunya semakin terlihat cantik.

“Wah, cantiknya.” Puji Anita saat melihat Jihan melangkah mendekatinya, membuat Jihan tersipu-sipu.

Sementara Ammar hanya menatap Jihan tanpa ekspresi, wajahnya datar dan tak ada sedikit pun rona bahagia.

Anita menyematkan cincin di jari manis Jihan, lalu memeluk calon menantunya itu.

Jihan yang sedari tadi tertunduk, memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan melihat ke arah Ammar yang juga memandangnya. Tapi begitu tatapan mata mereka bertemu, Ammar seketika memalingkan wajahnya.

Jihan sempat terkesima sendiri, hatinya mendadak jengah karena mengagumi ketampanan Ammar yang tampak lebih dewasa dari dua tahun yang lalu.

“Jadi kapan ini tanggal baiknya?” Tanya Anita tak sabar.

“Kita lihat dulu.” Yusuf mengeluarkan ponselnya dan melihat kalender.

“Lebih cepat lebih baik.” Sela Ammar dingin.

Semua orang tercenung dan menoleh ke arah Ammar yang tiba-tiba bersuara. Begitu pun dengan Jihan, dia memandang Ammar dengan raut bingung.

“Wah, sudah enggak sabar rupanya.” Celetuk Anita.

“Baiklah, berhubung calon pengantin sudah enggak sabar, kita akan percepat hari bahagianya.” Seloroh Yusuf dan disambut gelak tawa semua orang.

Dan lagi-lagi, wajah Ammar sama sekali tak memperlihatkan kebahagiaan. Yusuf dan Anita tentu paham kenapa putra mereka ingin pernikahannya dipercepat.

☘️☘️☘️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!