🌾🌾🌾🌾🌾
.
.
Pagi-pagi sekali seorang gadis cantik, berkulit putih, hidung mancung dan berambut panjang hampir sepinggang. Sudah bekerja disebuah Perusahaan ternama sebagai seorang Cleaning Servis.
Ana Rehana. Biasa di panggil Ana oleh orang-orang terdekatnya. Tidak ada kata lelah didalam kamus gadis itu, karena bila dirinya mengeluh, maka dia harus makan apa. Kehidupan Ana berubah semenjak kedua orang tuanya meninggal saat dirinya baru duduk di kelas dua belas.
Dulunya Ana hanya gadis manja yang ingin ini dan itu tinggal menyebutkan saja. Namun, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat setelah satu minggu kematian ibu dan ayahnya. Kerabat sang ayah yang dulunya baik, tiba-tiba saja berubah menjadi orang tidak memiliki hati.
Mereka merampas dengan cara halus semua harta yang seharusnya menjadi milik gadis tersebut. Dari mulai rumah, aset Perusahaan dan harta lainya. Mereka mengambil semuanya dengan beralasan, bahwa ayah Ana memiliki hutang pada Bank.
Setelah rumah peninggalan kedua orang tuanya di ambil alih. Ana pun kembali kerumah milik almarhum ibunya yang terletak tidak jauh dari pusat ibu kota B. Bila dari Perusahaan tempatnya mengais rejeki saat ini. Hanya perlu waktu lima belas menit bila berjalan kaki. Rumah itu adalah pemberian dari kakeknya untuk sang ibu, karena mereka memiliki rumah sendiri. Jadinya rumah ini hanya di rawat tapi tidak di tempati.
Dengan bersenandung kecil Ana terus membersihkan lantai satu yang terletak tidak jauh dari lift khusus bagi CEO dan petinggi Perusahaan. Saat ini belum ada karyawan yang datang kecuali para Cleaning Servis.
"Hem... sedikit lagi beres." gumam gadis itu meluruskan pinggang nya. Lalu setelah merasa lebih baik Ana kembali lagi meneruskan pekerjaan. Terlalu semangat menyelesaikan tugasnya, sehingga membuat dia terpeleset dan hampir saja tubuh kecilnya terpental kelantai yang masih basah. Bila tidak ada seseorang menyambut tubuhnya.
"Aaaghhk!" Ana menjerit sembari memejamkan matanya. Namun, setelah tidak merasakan sakit pada tubuhnya. Dia membuka matanya dengan perlahan dan.
Deg...
Deg...
Jantungnya langsung berdegup kencang seakan-akan mau serangan jantung saat itu juga. Bagaimana gadis itu tidak serangan jantung, saat ini matanya melihat satu makhluk yang sangat tampan.
Didalam hatinya sedang bertanya-tanya. Mungkinkah dia sedang bermimpi bisa berada sedekat itu dengan laki-laki yang selama empat bulan terakhir ini memenuhi pikirannya. Tapi semua itu tidak lama setelah dia mendengar suara bariton dari pemilik wajah tampan tersebut.
"Apa Kau belum selesai melihat wajah tampan ku?" ucap Pria itu seraya membantu Ana berdiri seperti semula.
"Aag, ma--maf Tuan muda. Saya tidak sengaja." jawab Ana tergagap dan minta maaf padahal tidak ada yang salah dalam hal ini.
Sedangkan yang di mintai maaf, tidak menjawab sepatah katapun dan setelah memperbaiki jas kerjanya, Pria itu langsung pergi dari sana. Namun, sebelum masuk kedalam lift dia sempatkan menoleh kearah belakang melihat di mana gadis yang di tolong nya masih berdiri kaku.
Alvaro Ravindra. Itulah nama Pria yang sudah menolong Ana. Dia adalah CEO perusahaan Ravindra Company. Perusahaan yang sudah turun-temurun dari kakek neneknya. Pria yang kerap di sapa Varo ini, sudah berumur dua puluh lima tahun dan telah memiliki tunangan bernama Izora Lamia yang berumur dua puluh tiga tahun.
Mereka akan menikah tujuh bulan lagi, karena saat ini Izora tunangannya masih menyelesaikan pekerjaannya sebagai penari balet di luar negeri. Bukan pekerjaan sesungguhnya, boleh di katakan Izora hanya menjalankan hobinya sebagai penari.
Meskipun Alvaro sudah berulangkali meminta agar sang tunangan berhenti dari pekerjaan itu dan dia akan mengantikan berapapun kerugian nya. Tetap saja Izora menolak dengan beralasan tidak konsisten dalam pekerjaan. Mau tidak mau harus di turuti oleh Alvaro karena dia sangat mencintai tunangan nya.
Tiba di dalam ruangan kantornya Varo mulai menyalakan laptop dan mulai memeriksa pekerjaan yang belum terselesaikan oleh Asisten Pribadinya tadi malam. Sekarang jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih pagi memang, hanya saja Varo adalah bos yang disiplin agar para bawahannya bisa bekerja seperti bos mereka.
Makanya di saat Ana terjatuh dan tanpa sengaja Varo memeluk tubuh gadis itu tidak ada yang menyaksikan hal tersebut, karena masih banyak karyawan perusahaan yang belum datang, yang mungkin saja masih dalam perjalanan.
Selama bekerja wajah gadis Cleaning Servis itu selalu berseliweran di ingatan Varo. Masih bisa pemuda itu rasakan, betapa empuknya gunung kembar gadis muda tadi. Walaupun Ana masih berumur sembilan belas tahun. Namun, dari postur tubuhnya sama seperti seorang model internasional. Ana memang memiliki tubuh yang sangat indah, apa yang di inginkan oleh para kaum Adam, bila mencari pasangan, sudah ada pada tubuhnya.
Belum lagi bibir nya yang masih berwarna pink muda. Pertanda jika bibir tersebut masih perawan. Varo sudah banyak memiliki mantan kekasih jadi dia sudah tahu mana bibir asli dan mana warna bibir yang di beri lip glos atau lips stik dan sebagainya.
"Aaggh!" Varo mengusap wajahnya kasar karena mengigat bibir gadis tadi membuat adik kecilnya bangun. Padahal sebelumnya bila dia bercumbu dengan Izora tidak sampai seperti itu.
"Siapa gadis itu? Apakah benar dia hanya sebagai Cleaning Servis? Ah... kenapa juga aku memikirkan dia. Tidak penting sekali, lebih baik sekarang aku menyelesaikan pekerjaan ku sebelum tukang rusuh datang." ucap Varo kembali lagi melanjutkan pekerjaannya.
Tukang rusuh yang di maksud Varo adalah kedua sahabatnya. Hari ini mereka mengatakan akan berkunjung ke perusahaan Ravindra Company miliknya. Sebab sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu karena sama-sama sibuk mengurus perusahaan masing-masing.
Kembali lagi ke Ana. Awal mula Ana menyukai CEO nya itu adalah, tepatnya hampir empat bulan yang lalu. Saat sedang membersihkan loby perusahaan. Ana melihat Varo yang baru keluar dari mobil Lamborghini keluaran terbaru.
Pria itu sangat gagah hidung mancung, tubuh putih dan tingginya sekitar seratus delapan puluhan kira-kira menurut tebakan gadis muda itu. Belum lagi dengan barang-barang mewah yang melekat pada tubuh CEO muda tersebut.
Ah sangat sempurna kalau menurut Ana. Mulai dari hari itu, apabila ada sang CEO meskipun hanya bisa melihat dari jarak jauh. Sudah membuat gadis tersebut bahagia dan bersemangat bekerja.
Meskipun selama bekerja di perusahaan itu, dia kerap sekali mendapatkan hukuman tidak jelas dari para seniornya, karena mereka iri dengan kecantikan seorang Ana Rehana.
Selama dia menjadi cleaning servis sudah banyak para petinggi perusahaan yang mengajak Ana berpacaran. Hanya saja hatinya sudah lebih dulu terpaut pada sang CEO.
"Aku tidak sedang bermimpi kan bisa berada dalam pelukannya? Aaaa... Aku bahagia sekali. Oh Tuhan terimakasih engkau telah memberikan aku peruntungan hari ini." gadis itu menjerit kegirangan sampai-sampai semua mata melihat kearah nya.
"Alangkah beruntung sekali wanita yang akan menjadi istrinya nanti. Sudah kaya, tampan, sangat rajin bekerja! Aaakkh! Rasanya semua kesempurnaan ini hanya miliknya. Aku yang hanya dipeluk sebentar saja sudah sebahagia ini. Apalagi bila selalu berada dalam pelukannya." terus tersenyum-senyum sendiri sambil membayangkan wajah tampan CEO muda yang sudah menolongnya tadi.
.
.
.
Assalamu'alaikum wr, wb semuanya 🤗 terimakasih buat kalian yang sudah mau mampir di karya baru Mak author ya. Jangan lupa untuk selalu memberikan dukungannya.
Like.
Vote.
Favorit.
Bintang lima.
Hadiah kopi maupun bunganya.😘😘😘😘
🌻🌻🌻🌻🌻
.
.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya membersihkan ruangan lantai satu, tepatnya dekat lift khusus bagi petinggi perusahaan. Ana kembali lagi membersihkan lantai lainnya. Para karyawan pun sudah mulai berdatangan. Tati tetap saja kalau pegawai Clening Servis akan bekerja sampai waktunya pulang. Mereka akan istirahat di saat haus ingin minum dan pada saat jam makan siang.
"An, di lantai satu apakah sudah beres semuanya?" tanya seorang perempuan dari arah belakang gadis tersebut. Sehingga membuat yang di tanya langsung menoleh karena sudah hapal dengan suara seniornya.
"Sudah beres semuanya, Kak. Ini adalah yang terakhir. Sisanya hanya membersihkan bagian toilet di lantai dua puluh tujuh." menjawab dengan sopan dan detiel. Seniornya ini sangat galak, tidak pernah suka dari awal Ana bekerja di perusahaan Ravindra Company. Sebab menurut mereka, Ana sudah mengalihkan para kaum Adam dari mereka semua.
Entah apa salah gadis tersebut sehingga banyak sekali pegawai perempuan yang tidak menyukainya. Padahal selain rajin bekerja, Ana adalah gadis sopan, ramah dan tidak pelit bila memiliki makanan yang di bawanya dari rumah.
"Kalau begitu setelah ini Kau periksa lagi lantai lainnya. Jangan sampai ada yang terlewatkan. Apa kau paham!" berkata penuh penekanan, karena memang itulah pekerjaan para seniornya.
"Baik kak setelah ini Saya akan kembali memeriksa lantai lainnya." Ana yang tidak pernah membantah menjadi sasaran empuk bagi senior yang malas bekerja.
"Bagus! Ingat ya toilet di lantai dua puluh tujuh, juga harus Kau kerjakan sebelum jam makan siang." ucap wanita itu yang ingin tertawa di dalam hatinya karena membersihkan toilet di lantai dua puluh tujuh adalah pekerjaan nya.
"Iya Kak, Saya mengerti! Nanti setelah memeriksa di bagian lantai lain, Saya akan langsung membersihkan nya." sambil menundukkan kepala karena wanita yang di panggil Kakak oleh nya meningalkan tempat tersebut.
"Huh! Sabar, sabar, An. Aku bisa saja berhenti bekerja dan mencari pekerjaan lainnya. Tapi bila keluar dari sini, maka aku tidak bisa lagi melihat Tuan muda secara langsung, meskipun hanya bisa melihat dari jarak jauh." mengelus dada karena terkadang Ana merasa lelah di manfaatkan oleh para senior yang lebih dulu bekerja di perusahaan tersebut daripada dirinya.
Tidak banyak bicar Ana pun pergi dari lantai satu ke lantai lainnya. Jangan lupakan di tangan gadis muda itu membawa lap untuk kaca dan juga sapu buat membersikan lantai. Terkadang meskipun paginya sudah di bersihkan, tapi masih ada pihak yang tidak menjaga kebersihan. Sehingga lantai kembali kotor, entah itu dari minuman atau benda lainnya.
"Agh... rasanya lelah sekali! Semagat tingal membersihkan toilet di lantai dua puluh tujuh. Setelah itu aku boleh istirahat." keluh Ana pada dirinya sendiri.
Dari sekian banyaknya pegawai kebersihan yang perempuan. Ana hanya berteman dengan satu orang. Tapi sudah beberapa hari ini temannya itu tidak masuk kerja, karena ibunya sedang sakit.
Makanya tidak ada yang menolong Ana saat untuk melawan perintah dari seniornya. Biasanya teman Ana lah yang membantah dan dia tidak segan-segan melaporkan mereka pada atasan.
Jam pun berganti dengan cepat. Tidak terasa Ana baru selesai membersihkan toilet nya lima menit sebelum jam makan siang. Itu artinya waktu Ana istrirahat juga sudah tiba.
Lalu Ana pun kembali keruang istirahat khusus bagi pegawai rendahan seperti dirinya yang terletak tidak jauh dari dapur perusahaan. Setelah membersihkan tangan dan kaki, wanita tersebut mengambil tempat bekal makan siang, karena dia memang jarang membeli seperti teman-teman nya.
Meskipun baru berumur sembilan belas tahun. Tapi Ana memiliki pikiran seperti orang dewasa pada umumnya. Dia selalu irit bila masalah keuangan karena sadar diri bila dia jatuh sakit. Maka tidak ada tempat untuk meminta. Jadi tidak heran bila Ana selalu berpenampilan seadanya.
"Ana Kau di panggil oleh Barista." ucap laki-laki yang juga menjadi Cleaning Servis sama seperti dirinya.
"Ada apa?" Ana menyimpan kembali wadah bekal tadi kedalam tas ransel miliknya.
"Entahlah, paling juga seperti biasa menyuruh Kau mengantar kopi para staf yang malas datang kemari." jawab Pria tersebut yang sudah bisa menebak.
Selain para senior kebersihan yang memanfaatkan tenaga Ana. Masih ada juga beberapa orang lainnya termasuk Barista yang bertugas membuat kopi untuk seluruh karyawan dan juga CEO. Tapi, biasanya bila untuk pimpinan akan ada sekertaris nya langsung yang akan datang dan membuatnya sendiri.
"Hem baiklah aku ke sana dulu, terimakasih!" dengan langkah masih lelah, Ana berjalan masuk ke dapur bersih untuk menemui orang tersebut.
"Tok..
Tok...
"Permisi! Apa Kakak mencari Saya." ucap gadis itu mengetok pinggiran pintu, walaupun pintunya tidak pernah di tutup bila saat jam kerja.
"Iya, tolong Kau antarkan kopi ini kelantai paling atas. Yaitu kantor Presdir." titah wanita tersebut menyodorkan tiga gelas kopi yang sudah dia siapkan.
"Apa! Apa Saya tidak salah dengar?" jantung Ana langsung berdebar-debar hanya mendengarkan nama kantor Presdir saja.
"Iya betul kantor Presdir. Sekertaris nya sedang keluar. Jadi tolong Kau yang antarkan kesana. Tapi ingat berlakulah dengan sopan. Saat berhadapan dengannya jangan sampai Kau mengangkat kepala"
"Tapi... Kak---"
"Sudah! Tidak ada tapi-tapian! Cepat antarkan kopinya sekarang juga. Jangan sampai Tuan muda marah karena Kau yang banyak bicara." menyela dengan cepat seolah-olah dia adalah atasan gadis itu.
Dengan terpaksa Ana pun pergi kelantai paling atas untuk mengantarkan kopi pada Pria pujaan hatinya. Andai saja tidak takut kena marah. Mungkin kopi yang di bawanya sudah tumpah dari tadi.
"Tenang, tenang! Tarik nafas panjang, lalu hembuskan dengan perlahan. Jangan grogi! Anggap saja aku sedang mengantarkan kopi buat pak Satpam yang berjaga di depan." terus saja mengatur nafasnya agar si jantung bisa berdetak dengan setabil. Sambil mengingat wajah penjaga keamanan yang sudah berumur kira-kira empat puluh tahun keatas.
Benar saja, tiba di lantai paling atas. Debaran pada jantung Ana sudah kembali normal. Berkat membayangkan wajah si Satpam yang di penuhi oleh kumis tebal.
Saat hampir tiba di depan pintu ruangan CEO. Sekertaris perempuan nya baru saja kembali dari pertemuan sekalian makan siang dengan rekan bisnis dari perusahaan Revindra Company.
"Apa kopi yang Kau bawa buat Tuan Presdir?"
"Iya Kak kopi ini untuk Tuan Presdir." jawab Ana juga memanggil Kakak, karena umur wanita itu lebih tua darinya. Mungkin pegawai yang paling muda adalah Ana sendiri. Kalau pegawai lainnya rata-rata sudah berumur dua puluh tahun.
"Baiklah, kalau begitu silahkan masuk, biar Saya beritahu Tuan Presdir." wanita yang terlihat sangat modis sesuai jabatannya itu pun berdiri lalu mengetok pintu ruangan sang CEO beberapa kali.
Tok...
Tok...
"Masuk!" perintah Presdir dari dalam.
"Maaf Tuan muda, ini ada pegawai yang mengantar kopi pesanan Anda."
"Iya suruh langsung masuk!"
BERSAMBUNG
🌾🌾🌾🌾🌾
.
.
"Iya suruh saja langsung masuk!" titah si Presdir dari dalam ruangannya.
Setelah di bantu membukakan pintu ruangan CEO tersebut, oleh sekertaris nya sendiri. Ana langsung saja berjalan masuk dengan menundukkan pandangan matanya.
Sebelum sampai ke sofa tampat sang CEO mengobrol yang entah dengan siapa, karena Ana belum sampai disana. Wanita tersebut tidak henti-hentinya berdo'a agar dia jangan sampai menjatuhkan gelas kopi yang di pegang nya.
"Ha... ha... Apa kalian sudah lama tidak bertemu?" ucapan seseorang yang di dengar oleh Ana, saat dia hendak sampai di tepi sofa.
Ternyata suara yang di dengar nya tadi adalah suara CEO bersama kedua sahabatnya. Y... Ana memang tahu bahwa kedua laki-laki tersebut teman bos tempatnya bekerja.
Tapi dia belum pernah bertemu secara langsung, sama halnya dengan CEO itu sendiri. Jika tadi pagi dia tidak mengepel bagian lantai satu, yang kebetulan dekat lift khusus petinggi perusahaan. Maka Ana juga tidak pernah bertemu sedekat itu. Sampai-sampai dia hampir serangan jantung begitu melihat ketampanan bos nya.
"Permisi Tuan muda, maaf mengangu! Saya hanya mengantarkan kopi pesanan Anda." suara merdu Ana mengalihkan perhatian ketiga Pria tampan yang sedang mengobrol.
"I--i--ya, iya! Taruh saja di atas meja ini." jawab laki-laki yang bernama Arga tergagap begitu melihat Ana.
"Siapa gadis ini? Cantik sekali! Apakah dia hanya pegawai Clening Servis di perusahaan?"
Arga membatin begitu melihat ke arah Ana. Soalnya selama ini dia belum pernah bertemu dengan Clening Servis secantik Ana.
Tidak hanya Arga yang termangu melihat kedatangan gadis pengantar kopi. Tapi juga kedua sahabatnya.
"Gadis ini! Bukankah gadis yang aku peluk tadi pagi?"
Alvaro yang merupakan Presdir bertanya-tanya di dalam hatinya dan berusaha mengingat saat pandangan mata mereka bertemu sebelum dia membantu gadis itu berdiri.
"Ah... benar sekali, dia adalah gadis tadi pagi. Seragam mereka pun juga sama. Aku masih ingat tatapan matanya."
Alvaro terus menebak-nebak dan tidak menghiraukan kedua sahabatnya yang sama terpaku melihat gadis cantik di hadapan mereka bertiga. Tanpa Ana sadari kalau ketiga Pria di hadapannya sudah pergi ke alam tanya.
Sampai-sampai membuat Ana melihat ke kiri-kanan dan memperhatikan kearah pakainya mana tahu ada yang aneh. Tapi setelah dia perhatikan tidak ada yang aneh.
"Maaf Tuan, Tuan. Apa boleh kopinya Saya taruh sekarang?" sedikit tersenyum karena merasa aneh pada dirinya sendiri. Ana mengira ketiga Pria tersebut menjadi terpaku karena melihat penampilan nya yang aneh.
Padahal yang sebenarnya mereka sedang larut dengan pikirannya masing-masing. Antara percaya dan tidak bahwa ada pegawai Clening Servis secantik gadis di depan mereka bertiga.
"Tuan muda!" Pangil gadis itu untuk kedua kalinya dengan suara keras.
"Agh iya, sampai di mana tadi! Silahkan sampaikan persentase nya." seru Alvaro tersadar karena mendengar suara Ana yang nyaring di indra pendengaran nya.
"Maaf Tuan, Saya hanya ingin mengantarkan kopi bu--buka--bukaan mau menyampaikan persentase." cicit Ana tidak mengerti maksud dari sang CEO.
"Apa? Agh... Maaf Saya lupa! Soalnya tadi kami sedang pokus membahas pekerjaan." jawab Alvaro asal sehingga membuat kedua sahabatnya yang sudah kembali ke alam nyata, menahan tawanya.
Mereka tahu pasti Alvaro juga merasakan apa yang mereka berdua rasakan. Hanya saja Alvaro merasa malu sudah salah bicara. Ana saja yang tidak tahu kalau ketiga pemuda itu salting sendiri melihat kecantikannya yang alami.
"Letakan saja di sini." tunjuk Rizki pada meja yang ada di hadapan mereka bertiga.
Ana hanya mengangguk kan kepalanya sebelum melangkah mendekati meja. Gara-gara ketiga pemuda itu kegugupan gadis tersebut hilang dengan sendirinya. Jadi dia berjalan dengan sopan dan meletakan ketiga gelas kopi pada meja kaca di hadapan pria yang menjadi kekasih khayalan Ana selama empat bulan belakangan ini.
Sedangkan ketiga pemuda itu memperhatikan apa yang Ana lakukan. Menurut ketiganya, walaupun hanya gerakan meletakkan gelas kopi, tapi tetap keren di mata mereka.
"Apakah dia memiliki jurus saat meletakkan kopinya? Kenapa sepertinya sangat keren sekali?"
Arga kembali lagi tersenyum sendiri sambil menatap Ana dengan lekat.
"Kalau begitu Saya permisi Tuan muda... semuanya." pamit Ana hendak berdiri dan pergi dari sana, karena pekerjaannya menyampaikan amanah kopi sudah di laksanakan. Meskipun itu bukanlah bagian dari pekerjaan nya.
"Tunggu dulu!" suara Alvaro menghentikan tubuh Ana yang hendak membalikkan tubuhnya.
"Iya, Tuan muda!" sahut gadis itu melihat kembali ke arah ketiga nya.
"Itu, itu, apa namanya! Kenapa Kau yang mengantar kopinya? Bukannya tugas mu bukan mengantar kopi tapi---"
Alvaro tidak melanjutkan ucapannya, karena merasa tidak enak menyebutkan kalau gadis itu hanyalah tenaga kebersihan. Ana yang mengerti pun langsung menjawab dengan tersenyum kecil.
"Benar Tuan muda, ini memang bukanlah pekerjaan Saya. Saya cuma tenaga kebersihan di sini. Tapi kebetulan Saya cuma mengantikan barista yang tidak bisa mengantarkan kopinya."
Tidak malu Ana menyebutkan pekerjaannya. Meskipun dia diam-diam menaruh hati pada sang CEO. Tapi tetap saja gadis itu masih sadar siapa dirinya dan siapa orang yang dia sukai.
"Sungguh gadis hebat, dia tidak malu menyebutkan pekerjaannya. Ana... apa itu adalah namanya? Aaghk sepertinya aku harus sering-sering datang ke sini. Mana tahu bisa mendekati nya, sepertinya juga dia masih gadis."
Rizki kembali lagi berbicara di dalam hatinya. Sungguh dia benar-benar sudah terpana pada Ana begitu melihatnya.
"Baiklah kalau begitu Kau boleh pergi." ucap Alvaro yang bingung kenapa dia harus bertanya pada gadis itu. Padahal sebelumnya dia tidak pernah menanyakan kehidupan para pekerja di perusahaan miliknya.
"Iya Tuan, Kalau begitu Saya permisi." dengan hormat Ana meninggalkan ruangan tersebut. Namun, saat tangannya ingin membuka pintu. Namanya di pangil oleh Rizki yang berjalan kearahnya.
"Ana! Itu nama mu?" meskipun sudah tahu Rizki tetap bertanya, karena dia ingin mengenal lebih dekat gadis yang sudah berhasil mengetarkan hatinya. Diantara mereka bertiga memang hanya dia yang belum memiliki kekasih.
Tapi memiliki teman dekat yang dia sukai dari dulu. Hanya saja sekarang wanita itu sedang meneruskan kariernya di luar negeri. Kesibukan keduanya dan jarak yang jauh membuat hubungan mereka semakin jauh.
"Iya betul nama Saya Ana." jawab Ana kembali lagi melihat kearah Rizki.
"Rizki! Kenalkan itu nama ku." langsung mengulurkan tangannya kearah Ana yang terdiam di tempatnya. Antara percaya dan tidak, bagaimana mungkin pemuda setampan itu mengajaknya berkenalan.
Dengan ragu-ragu Ana menyambut uluran tangan untuk saling memperkenalkan diri mereka masing-masing.
"A--ana, nama Saya Ana Rehana." menjawab seperti orang takut.
"Tidak perlu sepormal itu. Pangil saja Rizki. Apa kita bisa berteman?" tidak menunggu waktu pendekatan, Rizki langsung menawarkan pertemanan pada Ana, karena telat sedikit saja, dia takut kedua sahabatnya yang bertindak duluan.
"Si Rizki sejak kapan dia yang duluan mengajak seorang gadis berkenalan lebih dulu?"
Arga kembali membatin di dalam hatinya. Namun, berbeda dengan Alvaro. Tanpa sadar dia menggertakan rahangnya. Entah mengapa dia tidak suka Rizki mengajak Ana berkenalan. Padahal gadis tersebut bukan siapa-siapa dirinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!