“Haaaah... ” Ares Manfred, biasa dipanggil Arman (63 tahun), menghela napas mengeluh dan terduduk dengan malas di sebuah kursi lipat di samping ring tinju. Saat ini mereka berada di dalam sebuah markas pelatihan pasukan pengamanan swasta yang disebut dengan GSA, atau Garnet Security Agency.
GSA adalah salah satu anak usaha dari Garnet Grup, Perusahaan Multinasional dengan banyak bidang usaha. Mulai dari E-Commerce, suku cadang, property, retail, sampai rumah sakit. Dan Karena pemilik lamanya membutuhkan pengamanan super kuat yang bisa ia percaya, ia mendirikan pasukan pengamanan sendiri, yaitu GSA, yang kelamaan GSA juga sudah mulai menerima klien dari luar.
Dan saat ini Arman adalah Komandannya. Ia pernah beberapa kali bergabung di Polri, namun ada kasus yang membuatnya mengundurkan diri, silahkan baca di Novel Lady’s Gentleman. Masalahnya cukup pelik pokoknya. Walau pun setelah itu ia diterima kembali, tapi rupanya ia tidak bisa meninggalkan GSA semudah itu. Istilahnya, ia tergabung di Garnet Grup sudah hampir setengah hidupnya, bisa jadi ia lah cikal bakal GSA didirikan, tidak mudah melepas koneksi dalam hal hubungan batin dengan sesuatu yang sudah lama ia lakoni.
Jadi ia kembali ke GSA, tetap menjadi Komandan tentunya, dan kini dalam kondisi sedang mencari penerusnya.
Tadinya sih ia ingin anaknya dapat menggantikannya.
Namun...
“Awwwww!!” sebuah teriakan lenje dari Ai Awso.
“Lo serius?” keluh Rumi, setengah tertawa, tapi juga geli, campul mual. “Lo tuh ngapain sebenernya sih Aiiiii? Itu tendangan berputar apa balet haaaaah?!”
“Lah katanya kumpulkan tenaga di pergelangan kaki. Ya eike jinjit lah Oooooom,”
“Ya kan akhirnya jadi keseleo! Gimane sih lo?!”
“Tadi kesandung,”
“Kesandung apa’an?! Ga ada rintangan di lantai ye! Kosong melompong kayak pikiran gue kalo lagi b0ker! Kosong! Nihill! Nol!”
“Kesandung setan,”
“Setan lo fitnah! Kualat lo!”
“Bentar lagi eike kualat, liat tuh Papa tampangnya udah sangar. Buru-buru dah eike pulang ke rumah,”
“Kenapa buru-buru pulang?”
“Soalnya di rumah ada Mama, hehehehe,”
“Manjalita suteja bener sih!” desis Rumi sambil mengarahkan marker paintball ke area sensitif Ai. “Dikit-dikit emak lo. Gue tembak nih...”
“Kan Papa cuma takut sama Mama,” bisik Ai sambil merajuk dan duduk dengan gaya melintir di lantai, menutupi bagian tengah, sekaligus sok cantik.
“Duile anak Dajjal,”
“Secara tak langsung Om Rumi ngatain Papa,”
“Ya memang sekalian,”
"Udah belom ngobrolnya, Pak? Bu?" desis Arman dari kejauhan.
"Sapa Pak? Sapa Bu?" gumam Ai sambil mengernyit.
"Sekali lg kamu berlagak kemayu dan lari ke Mama, pas tidur Papa lem ujung kamu biar nggak bisa pipis,"
"Aji gile!" desis Ai ketakutan sambil langsung berdiri sambil pasang kuuda-kuda menghadap Rumi.
Rumi yang geli hanya bisa mengarahkan penahan ke depan Ai sambil bersiap menahan serangan.
"Tendangan Pegasooooos... Grak!!" Seru Ai dengan segenap napasnya sambil dengan cepat berlari ke arah Rumi, melompat, berputar di udara dan
GUBRAKK!!
Kakinya kesangkut Ring.Dan jatoh di luar arena.
"Ai, gue tuh di sini, kenapa lo malah belok ke samping hoi?!" gerutu Rumi.
"Angin membawa Akoh ke sebelah kiri," Ai masih tiduran tengkurap. Pasrah.
"Perasaan waktu penyergapan kemarin lo bisa tendangan berputar,"
"Kalo nggak disengaja bisa, kalo disengaja banyak rintangan,"
"Tembak aja tu anak, saya pulang duluan," sahut Arman sambil berbalik arah ke arah pintu keluar.
Ai menatap Rumi. Dan Rumi menatap Ai.Lama mereka bertatap-tatapan. Sampai munculah benih-benih... "Sori, Ai. Karier gue diujung senapan," Marker Paintball diarahkan ke Ai. Benih-benih kejahilan.
"Jangan kenceng-kenceng Om,"
"Terserah senapannya dong,"
"Apa maksud- Auw!! Gile kenapa pas di- Auwww!! Auw!! Om berenti dong ih! Auuu!!Auuuuuw!!"
Dan begitulah kegiatan magang Ai Awso, 19 tahun, anak tunggal Ares Manfred yang sekarang sedang menjalani sesi magang di GSA.
Arman berusaha sekuat tenaga membuat Ai menjadi pejantan tangguh, sesuai namanya. Apa daya, bukannya tegak bagaikan moncong senapan, dia malah lenje bagaikan Yupi yang bentuk cacing.
Mungkinkah ini karma karena banyaknya wanita dalam kehidupan Arman di masa muda, di mana ia senantiasa bermain cinta saat ada kesempatan?!
Entahlah...
Hanya Author dan Tuhan yang tahu.
**
Inilah kisah Ai Awso (19 tahun)
Namanya diambil dari nama senapan laras panjang, Accuracy International AW50 (dikenal juga dengan AW50) adalah senapan anti materiel kaliber .50 BMG buatan perusahaan produsen senjata api asal Britania Raya. Itu senapan Favorit Papa Ai, karena kuasa tembakannya kuat, akurasinya sangat tinggi dan kuasa ketembusannya juga sangat kuat sehingga dapat menembus beberapa lapis objek. Selan itu larasnya tidak terlalu panjang, jadi tidak mentok ke dinding kalau tembak-tembakan di ruangan sempit.
Tembak-tembakan... iya, itu pekerjaan Papanya Ai. Ares Manfred, atau panggilan akrabnya merupakan singkatan dari namanya. Arman.
Macho, ganteng, cool, walau pun judes tapi kalau sama wanita cantik ia berubah jadi perayu ulung.
Tapi anaknya...
Begitulah.
Dengan bersemangat Ai menyalakan Ring Light O, itu loh lampu bulat yang suka dipake buat tiktokan, agar wajah lebih terang.
Ia sedang merekam short video, dan mulai bergoyang diiringi lagu Yamet Kudasi. Lalu di akhir video dia berpantun. “Ke tukang bangunan beli kawat kasa,”
“Cakep!” Amidis yang sedang mengetik di dekatnya menanggapi.
“Pohon Kaktus dijual di emperan,”
“Lanjoot!” teriak Amidis lagi.
“GSA Sudah Pasti Bapack-Bapack Perkasa, Tapi Minyak Kutus-kutus tetap jadi simpanan,”
“Eaaaaaa!” seru Amidis. “Alay sumpaaaah, kayak nama gue,” serunya sambil mengetik beberapa kode untuk meretas CCTV di apartemen target.
“Oh iya, kenapa nama You Amidis sih?” tanya Ai sambil mematikan tombol video.
“Karena bapak gue suka dugem di Stadium, di sana jual air mineralnya merknya Amidis,”
“Sekelas Om Tresna clubingnya di Stadium,” cibir Alexis
“Lah, bapak lo dulu langganan ke Alexis,”
“Woooiii nggak usah diomongin duuooong!” Alexis melemparnya dengan spidol.
“Pasti dia ke lante 23 ya,” goda Amidis sambil menaik-naikan alisnya.
“Males juga gue tanya, tempatnya juga dah ditutup,”
“Kenapa lo nggak dipanggil Alex? Malah Iis, kayak nama cewek,”
“Nama panggilan lo juga Amid-amid,”
“Terus apa kabar gue?” Capung menggerutu sambil mengelap selongsong. “Mana tempatnya masih dibuka pula. Kenapa sih bapak-bapak kita harus gemar clubing semua, hah?! Ada apa dengan generasi 80an hah?! Kan enak kalo pada rajin pengajian, gue bisa dinamain kayak anaknya Om Umar, Khalid. Gitu kan bersahaja gituuu. Lah ini nama gue. Capung! Woy kayak nggak ada nama lain!!” ia melempar kanebo ke atas meja dengan penuh emosi
Semua terkekeh geli.
Ia dinamai Capung karena bapaknya punya saham di tempat hiburan terkenal di daerah Gatot Subroto Jakarta, yang bernama ‘Dragonfly’.
“Dahlah Pung, daripada namanya jantan tapi jadinya wujud Nyai Ronggeng,” Kata Alexis. Semua melirik Ai yang kini bergoyang lagi diiringi musik dengan lagu berjudul Sikok Bagi Duo.
“Jangan panggil gue Pung, berasa tua banget gue,” desis Capung.
“Tapi enak manggil Pung daripada Cap,” ujar Alexis.
Semua diam karena berpikir, lalu mengangguk setuju dengan perkataan Alexis. Cowok manis khas Jawa Timur itu memang paling bisa negosiasi. Mulutnya semanis Gula Palem tapi seringkali lidahnya sepedas rujak cingur.
Kalau Alexis anaknya siapa? Bukan, bukan anggota GSA. Ya tapi bapaknya memang karyawan di Beaufort. Sementara Amidis adalah anaknya Tresna, Dan Capung bapaknya pengusaha macem-macem. Perawakan Capung Macho, kuat, tegar, tegas, badan gede ala tentara, tapi hatinya sering mellow syahdu kayak suaranya Raisa.
Masuk GSA tidak mudah, dan belum tentu Bapaknya Perkasa, anaknya juga Kuat Mempesona. Belum tentu buah jatuh dekat dari pohonnya. Gimana kalo buahnya disamber kalong? Terus nancep di gigi sampe ke Goa-nya? Kan bisa aja walopun sulit dibayangkan.
Iya nggak?
Iya aja, Tante Author maksa bilang IYA.
**
Sebelum membahas episode ini, mari sejenak kita kembali ke episode yang telah lalu.
Eh, wait. Ini baru episode 2.
Maksud Tante, kita baca ulang episode di novel Catatan Rahwana : Skandal, episode 53, yang berjudul Maria Zhang.
Diceritakan di sana, ada permohonan dari seorang klien, bernama Maria Magdalena Zhang. Dia selebritis berpengaruh di negara ini, sekaligus memiliki podcast, bintang iklan, foto model dan terpilih menjadi ‘Angel’ di brand pakaian dalam seksi bernama Victoria Secret.
Tingginya 179, berat 54kg. Rambut keriting panjang memukau dan bibir seksi. Ada tuh di cover, coba perhatiin... lalu dijulid-tin. Nggak usah tanya emaknya makan apa waktu ngidam dia. Emang udah kodrat dia cantik. Udah itu aja.
Maria Zhang belakangan diganggu oleh entitas misterius yang menurutnya mengerikan. Sudah banyak bodyguard yang ia sewa dan berakhir dengan kegagalan. Entah itu si Bodyguardnya jadi gila sendiri, atau malah diteror si hantu sampai kerumah dan mengganggu keluarga si Bodyguard.
Ah, dan bodyguard yang disewa Maria Zhang, semuanya perempuan.
Karena Maria benci laki-laki.
Ada masa lalu kelam, pokoknya. Nanti akan dibahas di novel ini.
Masalahnya, si astral pendendam ini, ia tidak takut perempuan. Justru kalau Maria dikawal laki-laki, si hantu malah menghilang.
Jadi karena frustasi, ia meminta bantuan GSA.
Kenapa tidak minta bantuan GSA dari awal?
Karena Bapaknya Maria, Leonard Zhang, musuh bebuyutan Ares Manfred.
Ini aja dia sembunyi-sembunyi. Soalnya GSA kan tim Bodyguard yang terkenal hebat di negara ini. Juga terkenal mahal sih, tapi hasilnya tidak pernah mengecewakan.
Dan dari kandidat yang sesuai dengan kriteria Maria, akhirnya pilihan jatuh ke Ai. Yang mana sebenarnya Maria masih berharap yang jadi bodyguardnya tetap wanita seperti Ari Sangaji. Cewek tapi sangar. (Tante Author belum lanjutin kisah Ari Sangaji di Boss Tante, Maafkan. Fokus ke sini dulu. Sabar ya Ari, terima saja aku ada apanya).
"Saya benci laki-laki," desis Maria Zhang saat melihat Ai.Tatapannya mengernyit dari atas kepala Ai sampai ke sepatunya... Eh dia lagi pake sandal jepit. Absurd juga pakai seragam GSA tapi bawahnya Swallow.
"Duile gitu amaaat, eling jeng! Tanpa Adam, Eve nggak bakal diciptain!" Sembur Ai.
"Kalau Adam kan Nabi, sepede apa situ nyamain diri sama Nabi?!"
"Maksud Eike-"
"Nggak usah pura-pura be-bencongan di depan saya ya!!" Maria Zhang menggebrak meja di depan mereka, "Kalo kamu pikir dengan berlagak ngondek saya akan bisa menerima kamu, salah besar!!"
Brakk!!
Begitulah bunyi gebrakannya.
"Dih, galak banget! Eike ogah aa~ah, mau pulang," rajuk Ai sambil balik badan mau lari.
"Ooy!!" Rumi menarik kerah kemeja Ai dan mengembalikkan cowok itu tempatnya semula. Berdiri di depan Maria.
"Om, Eike pernah pacaran sama Ratu Ular. Ular loh Ooom, sifatnya masih lebih lembut! You tau sendiri! Ternyata ada yang lebih galak," Ai cemberut sambil melipir ke belakang Rumi.
Rumi menyeringai sambil duduk di depan Maria Zhang."Maria, dengar," desis Rumi sambil menatap gadis di depannya ini dengan tajam, "Semua bodyguard wanita yang pernah kamu hire, ketakutan dan resign. Kata mereka, makhluk itu juga meneror mereka sampai mereka pulang. Mereka juga memiliki keluarga, bahkan sosok itu hampir membuat seseorang terjun dari lantai 2 saking takutnya! Kamu mau hal yang sama terulang?!"
"Saya ingin bodyguard wanita, titik!"
"Kamu nggak dengar penjelasan saya?!"
"Pak Rumi, bodyguard yang akan saya hire juga akan mengikuti saya ke ruang ganti, ke kamar mandi, ke area privat! Jadi tidak mungkin laki-laki!!"
"Tapi si astral meneror semua wanita. Kalau pria, dia malah menghilang! Kamu pilih saja lah mau gimana! Nggak hire kami, GSA juga nggak rugi! Ini karena kamu anak Pak Leon jadi kami perlakukan khusus!" Bentak Rumi lebih kencang.
Maria Zhang langsung merengut.
Lalu ia melirik Ai.
"Oke, tapi awas kalau kamu macam-macam,"
"Duile, dada tipis aja sombong..." sungut Ai sambil matanya julid bibir monyong-monyong.
"Pak, dia nyebelin banget," gerutu Maria.
"Ya makanya dia yang dipilih..."
**
Kita kembali lagi ke markas.
"Hey, Ai..." Nayaka datang.
Iya, cewek macam begini sudah pasti kedatangannya bikin fokus teralihkan.
Yang tadinya latihan tembak jadi ingin menyatakan cinta
Yang tadinya lagi mengelap senjata jadi ingin mengelus dada
Yang tadinya lagi makan gorengan, malah jadi makan hati
Nayaka, kenapa kamu begitu jelita? Keluh semua cowok di sana.
Nayaka, kenapa... "Kenapa you disindang seh?!" gerutu Ai. Contoh manusia nggak ada akhlak, ada bidadari malah ngeluh.
"Hem... Ai kenapa? Kok lemes? Mau Nay pijetin?" rayu Nayaka sambil mengelus lengan Ai.
"Mau tapi nggak usah," Ai nenepis tangan Nay, lalu melambaikan tangan mengusir Nay.
"Ai, Nay mau tanya," Nayaka tidak gentar dengan penolakan Ai (kasian juga sih sebenernya, tapi gimana dooong?!)
"Eike udah putus sama Maya, puas?" Lah belum ditanya dah tau duluan si Nay mau nanya apa.
Nay sampai garuk-garuk kepala sambil membatin 'kok tahu itu yang mau ditanya?' "Hehe, bagus Ai. Dia itu siluman, nggak boleh bersama manusia, udah-"
"Nay," Ai tak sabar dan berdiri menghadap Nay, sambil memegangi kedua bahu cewek itu. "You ngapa dateng kemari? Eike harus kerja, harus fokus. You di sini cuma ganggu ketenangan Eike. Ini hati jadinya perang batin, bukan pake senjata lagi, udah pake nuklir perangnya!"
"Iiih kan bukan salah Nay,"
"Ya salah Bapak You kenapa dia harus ganteng sejagat jadi anaknya punya tampang kayak you!" Sembur Ai.
"Hihi... Ai juga ganteng kok,"
"No no no no jangaaan you ucapin kata itu! Eike bisa berharap lagi! No!" Seru Ai sambil menempelkan telunjuknya di mulut Nay.
"Jempol bau freshcare," gerutu Nay.
"Iya, ini lagi pusing mikirin cewek!" Yang dimaksud Ai adalah Maria Zhang.
Dan, ya sudah pasti dia masih suka sama Nay. Orang kejadiannya masih kemarin-kemarin. Ada yang bilang 'kok Ai mau'an'? Ya kalo cowok normal, kalo bisa 2 kenapa harus cuma 1. Eh...
Hahahahaha. (Skip yang itu. Lanjoot)
"Cewek lagi?" Nay langsung berubah muram. "Kok Ai sekarang berubah jadi fakboi,"
"Ai fakboi darimananya coba?" Bisik Amidis ke Alexis.
"Salah paham tuh Mid," bisik Amidis ke Alexis.
"Pingin gue presto biar tulangnya lunak dalam arti harfiah," gerutu capung.
Sekarang kita sebut ketiganya TRIO TRIPING. Karena namanya mengarah ke 'anu'.
(Triping adalah kata dari bahasa Tripping, budaya menggelengkan kepala dan mengikuti alunan lagu karena pengaruh narkoba yang biasa terjadi di diskotik. Kalau Diskotik, sekarang namanya jadi club/clubbing, dulu th 90an namanya dugem, setahu Tante Author loh Yaaaa. Ada yang mau nambahin?)
"Enak aja eike fakboi, ini tuntutan kerjaan," gerutu Ai.
"Ai di sini bukannya jadi bodyguard ya? Kok mainannya cewek terus," Nay memanyunkan bibirnya, membuatnya jadi semaju dadanya. Jadi kelihatannya imut maksimal.
"Heleh, you overthinking!" Tapi dia reflek menatap dada Nay dan akhirnya memicingkan mata menatap belahan kenikmatan duniawi.
"Anggota bersiap!!" Rumi masuk sambil bertepuk tangan, memecahkan suasana syahdu yang terjadi. Tak lupa dia memindahkah Nay ke depan pintu keluar. "Non Staff dilarang masuk, Nay. Ada tulisannya tuh!"
"Om Rumi sirik banget deh!" Nay menghentakkan kakinya karena kesal.
"Balik kantor sana, gue butuh spread sheet besok pagi! LSJ mau bikin Agreement sama Dior,"
"Ai kuasai pikiran," desis Rumi lagi.
"Amid, lap iler lo," peirntah Rumi.
"Iis nggak usah minum terus! Emang lo di padang nasar?!"
"Capung, tangan lo nggak usah disatuin. Nayaka bukan Bunda Maria,"
Semua langsung sikap sempurna sambil bibirnya pada mencibir. Sepertinya, di antara mereka yang tidak tergoda dengan Nayaka hanya Rumi Rutherford.
Eh, nanti dulu... Jangan spekulasi di awal dong aaah!
"Udah balik sana," sahut Rumi ke Nayaka.
"Dah Aiiii," Nayaka melambaikkan tangannya dengan bersemangat. Ai hampir saja membalas lambaian tangannya kalau ia tidak reflek melirik Rumi yang sedang menatap tingkahnya dengan pandangan sadis. Karena sudah terlanjur mengangkat tangan, akhirnya Ai berpura-pura memeriksa kukunya.
Rahwana Bataragunadi tiba-tiba masuk ke dalam markas, dengan seragam GSA.
"Broooo!" Semua langsung maju memeluknya, kecuali Ai yang fokus memeriksa kukunya di jemarinya yang panjang. Menyesal kenapa dia potong kuku model kotak, harusnya model bulat saja.
"Gabung mulai hari ini Bro?!" Seru Capung.
"Njir lengkap sudah formasi kita!"seru Amidis
"Akhirnya ada anggota yang agak lurus otaknya hahaha," Seru Alexis
"Maksudnya apa tuh gue nggak ngerti! Hahaha!" Seru Rahwana
Dan mereka berempat berpelukan sambil loncat-loncat membentuk lingkaran.
Nayaka yang masih berada di depan pintu memiringkan kepalanya sambil menatap Rahwana. "Mas Iwan kok gabung? Emang ada apa?"
"Hey Nay, lama nggak ketemu," Rahwana maju dan memeluk Nayaka. Nayaka juga memeluk Rahwana erat, bagaikan saudara kandung yang sudah lama terpisah. "Nay lagi patah hati, bener kata Mas Iwan waktu itu," desis gadis itu muram.
Semua mencebik menatap Rahwana dengan iri karena dia bisa meluk-meluk Nayaka. Kecuali Ai yang langsung mengambil kikir kuku dari kantongnya dan fokus manicure.
"Jangan sedih dong, di sini banyak tuh yang single," kata Rahwana.
Nay melirik Rumi.
"Maksudku yang kumpulan di sebelahnya," desis Rahwana mengetahui arah pandangan Nayaka.
Tapi fokus Nay entah kenapa tetap ke Rumi.
"Ehem! Ya udah Nay, kamu balik deh sana," Rahwana berdehem.
"Ya udah. Bye semuanyaaaa,"
"Dadah cantiiiikkkk," seru Trio Triping.
"Sikap Sempurna!" Perintah Rumi. Semua langsung berbaris.
Anggota GSA sebenarnya ada sekitar 50 orang di tahun ini. Tapi anggota inti ya mereka-mereka ini. Yang lain lagi jadi mata-mata, atau pasukan pengawalan, atau bodyguard seseorang.
Sebenarnya sih biar Tante Author nggak bingung aja krn kebanyakan tokoh. Pusing mikirin nama-namanya. Masa Tante namain six, seven, eight, nine ,ten sampai Fifty? Nanti kayak di novel satunya dong ah!
"Hari ini Rahwana resmi bergabung dengan GSA. Seperti yang tertera di term and condition, apa pun partime kalian, mau itu CEO, yutuber, artis, penjual online shop, tukang kue putu, kalau sudah tergabung di GSA, kalian berarti siap mati!"
"Siap Wakom!!"
"Iya~a," gumam Ai, sambil menyelipkan kikirnya kembali ke kantong.
"Malam ini kita latihan formasi. Iis, bagaimana kondisi target?"
Alexis sikap hormat, "Siap! Titik terang, Wakom. Kemungkinan dalam waktu dekat kita akan melakukan penyergapan,"
"Jelaskan misi kita minggu ini ke Iwan,"
"Siap!!"
"Ai akan mulai mengawal Maria Zhang, besok. Good luck Ai,"
"Iya~a," gerutu Ai.
"Oke, bubar!"
"Beliin nasi padang dong..." gumam Capung sambil merogoh dompetnya dan menyerahkan seratus ribuan ke Rahwana.
"Gue nih yang beli?!"
"Lo OB bukan?!"
"Siaul!"
Mereka berdua cekikikan, "Ya udah sini, gue tahu tempat yang enak. Itung-itung rookie ya gue di sini,"
(Rookie itu anak baru, maksudnya)
"Ya udah," Capung ambil lagi seratus ribuannya, "Jangan pelit-pelit yak, gue tahu deviden udah cair! Pake Paru dua!"
"Pala kakap," request Alexis
"Ayam pop," desis Amidis, "5 biji. Sekalian mau gue bawa pulang," ia memang diajarkan Tresna untuk jangan mau rugi walopun udah jadi anak orang kaya.
"Itu sih namanya ngerampok," gumam Rahwana. "Gue aja bekel cuma mie goreng,"
"Mie goreng sekelas Tante Milady pake jamur truffle!" dengus Alexis. Memang suka paling bener nih cowok manis.
"Eike nggak nitip, kolesterol. Hari ini jadwalnya makan salad,"
"Gado-gado maksud lo,"
"Yang estetik ngapa nyebutnyaaaa," sahut Ai.
"Oke, Gyadho-gyadho,"
"Salah! mixed vegetable salad with tempeh, tofu boiled egg, boiled potato and topped with crackers. served with a spicy peanut sauce dressing, " jelas Ai.
Membuat semuanya jadi berpikiran : Apa gue taburin bubuk mesiu aja ya diem-diem di gado-gadonya biar dia mencret?
Sadis tapi gemesin yah kalian iniii...
(hyaaaaaattt!!)
Alexis memberi kode ke Amidis untuk ‘maju tanpa suara ke arah kiri’ dengan tangannya.
Amidis menggeleng, dia memberi kode untuk ‘maju ke arah kanan’.
Alexis menggeleng lagi, lalu memberi kode ‘kau maju duluan ke arah kiri, lalu nanti di depan kita ke kanan’
Amidis juga menggeleng ‘Pas di kanan nanti, kita baru ke kiri!’
Mereka melihat Drone diterbangkan, satelit mendeteksi musuh di arah kanan. Dua buah Hummer H2 yang dimodifikasi untuk daya tahan di arena perang masuk dengan cepat dan tim lawan turun ke jalan. Jumlah mereka puluhan.
“Baper 3 dan 4 mau sampai kapan berdebat?” desis Rumi. “Iis, kamu maju duluan, Amid ikuti iis!”
“Kenapa gue Om?” keluh Alexis.
“Soalnya Amid buta arah,” jawab Rumi.
“Gue cuma pernah kesasar sekali pake google Map bukan berarti gue buta arah!” protes Amidis sambil akhirnya mengikuti Alexis yang mengendap-endap dengan AK47nya di depan hidung.
“Iis di kiri lo,” desis Rumi dari interkom.
DOR! DOR!
JEDUGG!!
“Stooop!!” seru Rumi sambil berdiri dan maju ke arah arena. Semua diam. Bom yang terlanjur di lempar sampai kehabisan waktu dan meledak sendiri. Bunyinya ‘Pessss!’ dan ada asap merah yang keluar. Iya kan cuma latihan, jadi bunyinya kayak suara kentut.
“Lo ngapain di sini Aiiiii?!” seru Rumi sambil melepas interkomnya.
“Bukan salah eike Om! AK47 moncongnya kepanjangan, bolak balik mentok tembok!” seru Ai dari lorong kanan.
“Ya emang dia dirancang buat di luar, lo kalo di dalem ruangan pake Sivi, begooo!”
(Sivi maksudnya adalah sebutan untuk senapan serbu SS1-V1 Kal. 5,56 mm yang beratnya 4.38 kg, dapat menembak dengan sangat akurat sampai dengan jarak 400 meter. Senapan ini diproduksi oleh PT.Pindad (Persero)).
“Iis pake AK47, eike cuma ngikutin,”
“Iis kan tugas di halamaaaaan, ih gue tindih juga ni bocah!’ desis Rumi gemas.
“Jadi eike harus nenteng 2 ni Om?”
“Lo harus nenteng 4! Sivi, AK47, glock meyer dan tokalev. Ngerti kagak?! Itu belom termasuk belati!”
“Beraa~t,” rajuk Ai.
“Lah gue harus nenteng-nenteng M240,” desis Capung dengan peluru rentet mengelilingi bahunya. M240 adalah senapan mesin yang beratnya 12 kilogram, waktu itu dibawa sama Aki Tirem untuk penyerbuan Nisa di basement gedung Garnet Land.
“Badan you kan gede,” gerutu Ai.
“Ulang latihan dari awal! Sampe Ai bisa!” seru Rumi hampir kehilangan kesabaran.
“Capek...” keluh AI.
“Harusnya kita yang ngomong gitu,” desis Alexis sambil mengokang AK47nya.
“Eike cuma makan gado-gado tenaga eike kuraaaang,”
“Lain kali gado-gadonya campur nasi dong Ai,” desis Amidis sambil berjalan ke formasi awal.
Begitulah latihan perang rutin pagi itu sebelum mereka mengawali hari-hari di kantor. Rahwana terkekeh melihat Rumi dengan dasi dan suit mahalnya tapi dengan rambut acak-acakan karena dia barusan obrak abrik saking stressnya dengan kelakuan Ai.
“Gue bisa tua sebelum waktunya kalo Ai di sini,” gerutu Rumi sambil duduk di ruang monitor. Ia mengambil Beretta yang kerap ia selipkan di vest balik jaketnya dan memeriksa kuncinya.
“Bagaimana dengan ‘mereka’?” tanya Rahwana.
Yang akan ia tanyakan saat ini berhubungan dengan bergabungnya pemuda itu ke GSA.
Sebagai pewaris Dinasti Bataragunadi ia suatu saat juga akan memiliki aset GSA. Trevor, Kakak Rahwana, sudah melepas semua porsinya dan mempercayakan semua pengawasan GSA ke Rahwana sang adik. Bagusnya dari dua orang kakak-beradik ini, harta bukanlah yang utama bagi mereka. Jadi dengan mudahnya pembagian saham dapat dilakukan selama masih menguntungkan kedua belah pihak.
“Kali ini gue berharap semuanya bakalan lenyap, sampai ke akar-akarnya,”jawab Rumi.
“Hm,” gumam Rahwana, “aku lumayan kaget loh Om, waktu tahu kalau Ketua-nya Gopar adalah orang dibalik human traficking, dan lo salah satu korbannya,”
“Lo bayangin tampang gue waktu itu. Udah gue terpukul banget pas tau lo diculik oleh anak buah gue sendiri, udah gitu penculiknya adalah organisasi yang ‘ngapa-ngapain’ gue,”
“Jangan bilang ‘ngapa-ngapain’ dong,”
“Ya memang itu kenyataannya,” desis Rumi sarkas.
“Terus yang mau kita grebek dalam waktu dekat ini... adalah sisa-sisa mereka,”
“Iya, dugaannya begitu. Dan setelah gue telusuri benang merahnya, ternyata ada hubungannya sama Beaufort ya,”
“Om Alex? Kenapa?”
“Bukan Pak Alex, tapi Bokap gue minta bantuan Pak Leon buat bumi hanguskan organisasi pas di India itu. Termasuk urusan birokrasi antar negara,”
“Om Leon dulu Triad, jadi kenalan di jalan belakang banyak. Termasuk mudah untuk urusan begituan. Tapi ya seumur hidup tidak akan bisa lepas dari organisasi, walau pun dia udah tobat katanya,”
“Iya nyawanya bisa selamat dan hidup sampai sekarang karena dia ada di bawah bendera Beaufort. Kalau orang biasa sih udah lama dia ‘nggak ada’, bakalan diburu sampe ke anak cucu dan sodara-sodaranya. Mereka tidak terima pengkhianatan,”
“Lalu... itu Maria kenapa bisa anti laki-laki begitu?”
“Heheheh, nggak tahu gue. Ya tapi sesuai sama profilnya Ai. Lumayan buat tugas pertama kan?!”
“Ai padahal keren banget waktu nolongin aku loh Om,”
“Ini yang mau gue gali, antara si centil itu punya dua kepribadian, atau pura-pura dengan tujuan tertentu menyembunyikan kemampuannya,”
Jawabannya?
Nggak ada yang betul.
Ai ya Ai, begitu saja sifatnya.
Dia memang menguasai dasar-dasar beladiri, yang dia juga nggak ngerti kenapa kemampuan supernya nggak bisa keluar saat dia ingin hal itu ditampilkan. Anggap saja Ai yang macho akan keluar saat dibutuhkan dan bukan untuk dipamerkan.
Sementara itu,
Arman di rumah sedang mengagumi kilau koleksi senjatanya. Ada yang dilapis chrome, ada yang lapis emas 24 karat, ada juga yang dicat ala vintage.
Semua dia rawat dengan sepenuh hati sebaik ia merawat istri dan anaknya.
Ralat, AI bukan anak tunggal. Ini Tante Author lupa sendiri soalnya udah 2 tahun berlalu, Ini aja diingetin sama rider kalo Ai itu punya adek.
Iya dia punya adek.
Maafkan diriku, maklumin ya udah uzur.
Tapi seksi tetep sih.
Waktu itu nulis di novel sebelah kalau pas Nayaka sekitar 7 tahun, adeknya Ai itu lahir. Yak.
Baiklah lanjutkan ceritanya.
“Papa?” seorang gadis kecil dengan rambut lurus panjang dan mata bulat berkelopak tipis, imut sih, mengintip dari balik pintu dengan ragu.
“Ya sayang?”
“Kak Ai kapan pulang?”
“Nggak pulang kayaknya,”
“kok nggak pulang?”
“Biarin aja,”
“Glady mau bikin video reel di kamarnya Kak Ai kan lengkap,”
“Berantakin rusak-rusakin juga nggak papa kok sayang,”
“Iya Papa bilang nggak apa-apa, tapi kalo Kak Ai pulang dia bisa ngambek nggak mau makan nasi sebulan,”
“Papa sih bodo amat ya, mau dia cuma makan angin ya terserah. Daripada Papa makan hati mikirin dia kemayu begitu,” gerutu Arman sambil melap ujung moncong M16 dengan cairan khusus.
“Om Arman,” Sita muncul di belakang Glady, dengan posisi yang sama, nongol kepalanya doang ngintip-ngintip.
“Ya sayang?”
“Kak Ai punya bando kelinci,”
GRAK!! Teropong M16 terjatuh ke lantai. Tapi Arman jadi kaku di tempat.
“Punya... apa?” perlahan wajahnya menoleh ke arah dua sahabat itu. Sita dan Glady.
Kedua anak itu seketika gemetaran melihat perubahan wajah Arman yang dari lembut menjadi sadis, seram dan mirip Godzilla nginjek paku payung. Kesakitan tapi gengsi.
Glady menyenggol-nyenggol lengan Sita, “Sita iiih,” keluh Glady.
“Ih maksudnya aku mau pinjem sebentar boleh nggak, gituuuu,” bisik Sita lirih.
“Ya tapi Papa jadi tauuuu,”
“Emang kenapa sih kalo Om Arman tau?”
“Soalnya-”
“MANA BARANGNYA?!” seru Arman geram.
“Hyaaaa!!!” Glady dan Sita langsung lari ketakutan mencari Ayumi, Mama nya Ai.
Yak, itulah adik Ai yang sekarang akrab sama Sita. Sering main bareng, satu sekolah walau beda kelas, sama-sama penggemar game dan anime, juga sering masak bareng. Bukan masak-masakan, ini levelnya udah tinggi.
Adik Ai dinamai Glady, singkatan dari Gladius.
Nama lengkapnya ya itu. Satu kata saja, Gladius.
Gladius adalah pedang dalam Bahasa Latin. Biasanya merujuk pada pedang pendek Romawi yang digunakan sebagai senjata standar oleh prajurit Legiun Romawi sejak abad ketiga Masehi.
Tetap ya nggak jauh-jauh dari senjata.
Dasar Arman si pejantan tangguh.
Tadinya mau dinamain Katana, tapi nanti nama panggilannya, Ana, jadi dikira tokoh novel sebelah. Jadi ya udah Glady aja. Bisa juga diartikan sebuah doa orang tua agar anak ini hatinya selalu senang, karena ada unsur kata ‘Glad’ .
Kayaknya Tante Author mulai ahli jadi pakar cocoklogy.
Lanjut besok aja, capek...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!